Disclaimer : Naruto © Masashi Kishimoto

WARNING! Typo(s), OOC, gaje, crack pairs, alur dan konflik yang tak jelas serta penempatan tanda baca yang tidak sesuai dan banyak sekali kesalahan-kesalahan lainnya.


.

.

.

.

SON

.

.

(FLASHBACK)

Wajah tegang nampak pada beberapa orang yang hadir di dalam ruangan syarat akan warna putih dan aksen kayu itu, tak sedikit pula diantara mereka yang nampak menahan emosi mereka dengan mengepalkan tangan mereka. Di salah satu sudut ruangan itu nampak sesosok gadis dengan surai merah mudanya menghirup napas panjang dan menghelanya kemudian, ia nampak berpikir dan memandangi satu per satu orang yang hadir di dalam ruangan.

Sementara gadis dengan surai pirang panjangnya hanya mampu memandang tak percaya pada sahabatnya itu, "Apa kau gila, Forehead?"

Ia menatap tajam Sakura yang sempat menjadi rivalnya itu, kemudian mengalihkan pandangannya pada sosok pemuda yang hanya diam, tak memberikan ekspresi berarti, "Kau tidak menolaknya? Kau…?"

"Ino, tenanglah!" perintah Tsunade pada gadis yang sempat menjadi anak didiknya dulu.

"Tenang? bagaimana aku bisa tenang? bagaimana kau bisa tenang jika hidupmu sendiri diatur oleh orang lain?" matanya tajam memandang Tsunade dan para tetua Konoha.

Baru saja ia mendengar bahwa ia harus melahirkan anak dari Sasuke, syarat dari Konoha untuk membebaskan pemuda yang pernah ia cintai itu dari hukuman mati dan mengijinkan Sakura untuk tetap tinggal di Konoha.

Bagaimana ia bisa menerima semua itu? Sasuke telah menikahi Sakura seminggu yang lalu dan dia kini tengah menjalin hubungan serius dengan Sai. Apa mereka sudah gila?

"Haruno tidak berasal dari klan penting di desa kita, mengingat satu-satunya keturunan Uchiha yang tersisa hanyalah Sasuke, maka kami sepakat untuk mengambil keputusan ini. Ini adalah misi rahasia! Jangan biarkan siapapun tahu mengenai hal ini sampai anak itu mampu membangkitkan Sharingan miliknya atau…" salah satu tetua menyeringai, "Ada hal yang membuat pikiran kalian berubah."

Sasuke tak bergeming. Menatap tajam gadis berambut pirang sejenak sebelum akhirnya beranjak dari tempatnya duduk, "Aku ingin bicara denganmu sejenak, Yamanaka!" Pria itu lantas melangkahkan kakinya keluar tak mempedulikan pembicaraan di ruangan itu belum menemukan titik terang sama sekali.

Apa yang ada di otak pria itu sebenarnya?!

Enyahlah kau Sasuke Uchiha!

Batin Ino menjerit.

"Kalian memang harus bicara! Pergilah, Pig!"

"Kau Gila!"

Sakura tersenyum kecut. Sedikit mendorong tubuh Ino agar sahabatnya itu mengikuti suaminya pergi.

"Hanya kau yang bisa membantuku! Kau tahu benar bagaimana perasaanmu, Pig!"

"Forehead…" ucapnya lirih, membalikkan tubuhnya untuk mengikuti Uchiha yang sudah berjalan di depannya.

Pikirannya kacau, kalut, ia menatap tubuh tegap di depannya, rasa itu masih ada jauh di dalam lubuk hatinya yang paling dalam, yang berusaha ia kubur dalam-dalam. Cinta pertamanya…

Pemuda Uchiha itu menghentikan langkahnya di depan sebuah ruangan yang terletak di sudut Menara Hokage, membuka pintu dengan satu tangannya ia mengisyaratkan agar pewaris klan Yamanaka itu untuk memasuki ruangan itu terlebih dahulu dengan menggerakan kepalanya, suatu hal yang tidak akan ia lakukan, perlakuan kecil yang begitu manis, pikir Ino.

Ia lantas memasuki ruangan itu melewati pria jabrik itu kemudian disusul olehnya setelah menutup kembali pintu dan meletakkan beberapa segel agar tidak ada yang mendengar pembicaraan mereka.

"Apa yang kau lakukan, Sasuke-kun?"

Tak ada jawaban dari pemuda yang dipanggil namanya itu, namun ia tahu benar bahwa sekarang Sasuke tengah menempelkan beberapa segel yang sangat ia tahu.

Apa yang akan pemuda itu lakukan?

Jujur saja ia sekarang merasa takut, dalam keadaan seperti ini posisinya tidak benar-benar diuntungkan dan mereka benar bahwa Kekkei Genkai yang paling kuat dapat dihasilkan oleh anggota klan yang juga memiliki Kekkei Genkai, sejak klan Uchiha sudah musnah kecuali Sasuke sudah dapat dipastikan bahwa untuk meneruskan tradisi klan itu ia harus memiliki pewaris yang diturunkan dari seorang ibu yang merupakan anggota klan kuat dan sejak Hinata Hyuga yang memiliki Kekkei Genkai pada penglihatannya sudah resmi dinikahi oleh Hokage desa ini maka hanya tinggal dirinyalah anggota sebuah klan kandidat terkuat untuk mengandung keturunan Uchiha, meskipun ada Sakura, tapi Sakura bukanlah anggota klan ninja di Konoha dan kabar buruk dari latihan yang ditempanya selama ini bahwa ia tak 'kan pernah bisa mengandung bayi pada rahimnya.

Ino menghela napasnya panjang, baru kali ini ia dapat berpikir jernih.

Sakura, sahabatnya pasti sedang tersiksa dengan semua ini, bayangkan bagaimana suamimu sendiri harus bercinta dengan orang lain, ahhh bukan! bukan orang lain namun sahabat sekaligus rivalnya sendiri.

Keduanya saling menatap dalam diam, sebelum akhirnya Sasuke melangkahkan kakinya mendekat pada Ino, mempersempit jarak diantara mereka berdua.

Berurusan dengan gadis Yamanaka tidak pernah mudah, bagaimana keras kepalanya gadis dihadapannya ini, bagaimana ia selalau berontak dan berisik, ia tak pernah bisa diam.

Namun kali ini ia dapat melihat sisi lain dari Yamanaka Ino, gadis itu kali ini hanya terdiam, manik hitamnya bertemu dengan manik biru kehijauaan milik gadis itu.

"Sasuke-kun…"

"Aku akan menjalankan misi setelah semua kekacauan ini berakhir. Aku tidak akan kembali ke Konoha dalam waktu yang sangat lama. Kau mengkhawatirkan Sakura?"

Ino mengangguk.

Suara berat pria yang ia puja itu seolah membiusnya, ia tak mampu berkata-kata apapun lagi.

Posisi yang benar-benar tidak menguntungkan Yamanaka Ino ketika akhirnya Uchiha Sasuke menerjang tubuhnya, satu tangannya ia gunakan untuk membelai pipi mulus gadis itu, "Ini yang kau maksud dengan berbicara?" napas Ino tertahan ketika akhirnya bibir keduanya bertemu, "Sasuhh…"

Sudah sangat lama ia menginginkan hal ini, pandangan lembut dari kedua indera penglihatan adik dari mendiang Itachi itu, rasanya ia kini berada di langit ketujuh, hal yang tak pernah ia rasakan meskipun ia benar-benar berbahagia dengan Sai.

Maafkan aku Sai-kun…

Ino menutup matanya dan membalas ciuman Sasuke pada bibirnya.

Ia sadar telah berdosa, ia berdosa pada Sai, pada Sakura dan Tuhan…

Maafkan aku! Maafkan aku!

"Sasuhh…ke..-kun!" erangnya, ketika merasakan udara dingin yang membelai lembut kulitnya, tanpa ia sadari bahwa kini pakaian yang ia pakai sudah tanggal dari tempatnya, ia membelalakkan matanya dan berusaha untuk menutup bagian dadanya yang terekspos, namun secepat kilat pemuda itu menggenggam erat tangan Ino dan menggelengkan kepalanya sebagai isyarat bahwa ia tidak ingin 'diganggu'.

Dan pada kenyataannya ia tak mampu menolak karena pada dasarnya hatinya telah memilih pemuda Uchiha ini, andai saja Sasuke memilihnya.

Setitik air mata keluar dari mata indah gadis pecinta bunga itu, namun secepat kilat Sasuke menghapusnya dengan kecupan lembut pada pipi sang gadis Yamanaka, tidak ada kata-kata puitis, tidak ada kata-kata menenangkan namun apa yang dilakukan pemuda itu cukup untuk membuat Ino yakin dengan apa keputusan yang akan dia ambil.

"Aku mencintaimu…"

Air mata mengalir dari kedua aquamarine milik pemimpin klan Yamanaka itu, rasanya benar-benar lelah harus menangis tiap malam seperti ini dan etika pagi hari ia harus menampakkan wajah ceria di depan Inojin dan Sai.

Batinnya benar-benar tersiksa, apa yang harus ia lakukan? Ia tak pernah menyangka bahwa Sasuke ingin mengambil bagian dalam hidup Inojin meskipun dalam beberapa tahun ini ia tak pernah menunjukkan keterrtarikan pada anak laki-lakinya, ia lebih memilih untuk mengambil misi satu ke misi yang lain hanya untuk menghindari untuk pulang ke Konoha.

Adilkah ini untuk Sakura dan Sarada?

Ini tak akan menjadi masalah baginya karena dirinya dan Inojin memiliki sosok suami dan ayah untuk melindungi mereka namun bagaimana dengan Sarada dan Sakura?

Ia selalu berpiir bahwa Sasuke tidak ingin pulang hanya untuk menghindarinya dan Inojin, sejak malam itu, malam dimana akhirnya ia mengakui semua perasaannya pada Sasuke Uchiha. Pria itu pergi begitu saja, tak ada kata perpisahan yang keluar dari mulutnya sebelum menjalankan misi hukumannya pun ketika akhirnya Tsunade-sama memiliki cara agar Sakura dapat mengandung melalui program bayi tabung, program dimana hanya memerlukan setetes cairan milik Sasuke untuk dimasukkan dalam 'tabung' percobaan dan menghasilkan bayi Sarada, ia memilih untuk melakukan hal itu di luar desa dengan bantuan Karin.

Berbeda dengan Inojin, mereka melakukan hal itu bersama, Inojin lahir dari rahimnya, hasil dari 'kegiatan' mereka malam itu, ada hal egois dalam dirinya yang menginginkan keberadaan Sasuke di sampingnya saat Inojin lahir, namun nihil, tidak ada! Tidak ada Sasuke disampingnya, hanya ada Tsunade-sama, Shizune-san dan beberapa perawat yang menangani kelahiran putra mereka, genggaman tangan hangat yang ia inginkan berganti dengan tangannya yang menggenggam lengan ranjang rumah sakit.

Sasuke-kun…

.

.

-S-

.

.

Sasuke mengamati kertas yang ia terima dari Karin siang tadi, hari dimana ia akan berbicara dengan putranya harus terganggu dengan keberadaan Karin. Di genggamanya kini tengah ada hasil DNA dari Inojin, 99,999% hasilnya mengatakan bahwa ia merupakan putra kandungnya, hal yang seharusnya tidak ia pungkiri lagi namun ia harus memastikan bahwa bocah itu benar-benar putranya.

Tidak ada cirri fisik Uchiha dari penampilan putranya itu, rambutnya pirang, mata biru kehijauan dengan sikap yang banyak dipengaruhi oleh pria pucat bodoh itu, wajar saja jika ia curiga bahwa Inojin bukanlah putranya, bukan? meskipun jika ia kalkulasikan kelahiran Inojin pas seperti malam saat bocah itu mereka 'buat'. Itu hanya berlangsung dalam satu malam dan dia tak menyangka bahwa ia akan dapat menghamili putri Yamanaka Inoichi itu.

Sasuke menghela napasnya panjang.

Malam itu…

Ia tak tahu apa yang akan ia bicarakan pada Ino, ia hanya ingin membawa gadis itu menjauh dari Sakura, Naruto dan semua orang bodoh di ruangan itu.

Ia sadar bahwa hanya Ino yang dapat menolongnya terbebas dari hukuman mati, akan sangat menyedihkan jika ia mati dan nama keluarga Uchiha akan benar-benar musnah dalam sejarah Konoha, klan yang kuat namun harus musnah karena hal memalukan.

Ia akhirnya tiba di suatu sudut ruangan di Menara Hokage dan mengisyaratkan agar Ino masuk terlebih dahulu ke dalam ruangan itu, setelah gadis pecinta bunga itu masuk ia kemudian menutup rapat dan mengunci ruangan itu, serta memasang beberapa segel agar apa yang mereka lakukan malam ini tidak akan terdengar maupun terlihat oleh orang lain.

Gadis itu benar-benar terlihat tertekan, wajar saja ia bersikap menentang seperti itu, itu adalah hidupnya, itu adalah badannya dan ia harus menyerahkan semuanya pada dirinya dan demi keuntungan Konoha. Rasanya ia ingin sekali memeluk gadis itu, seumur hidupnya ia tak pernah melihat sisi Yamanaka Ino yang seperti ini, ia hanya tahu bahwa Ino adalah sosok yang berisik dan menganggu tapi kali ini ia dapat melihat dirinya dari sudut pandang yang lain, meskipun selama ini ia terlihat kuat dan tegar namun ia benar-benar ringkih saat ini. dapat ia bayangkan bagaimana hancurnya gadis Yamanaka itu ketika Inoichi pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya dan saat ini ia masih harus memberinya dan Sakura pertolongan dengan tubuhnya.

Apakah kau masih menyimpan rasa untukku Yamanaka Ino?

Ada perasaan di dalam hatinya yang iba pada putri mendiang Inoichi itu, ada rasa dimana ia menyesal arena mengambil keputusan dengan tergesa dan memilih Sakura daripada gadis dihadapannya ini dan penyesalan paling besar dalam dirinya adalah membiarkan gadis ini untuk jatuh pada tangan lelaki bodoh yang mirip sekali dengannya itu, senyum palsu itu… ia ingin sekali menonjok muka tanpa rasa bersalah pria itu atau menghancurkan wajahnya agar tidak mirip dengannya namun tentu saja itu hal yang sangat konyol, Uchiha Sasuke tidak akan menampakkan sisi emosinya pada siapapun.

Ia berjalan mendekati gadis yang tengah terlihat berpikir itu, mempersempit jarak diantara keduanya, "Sasuke-kun…" ucapnya.

"Aku akan menjalankan misi setelah semua kekacauan ini berakhir. Aku tidak akan kembali ke Konoha dalam waktu yang sangat lama. Kau mengkhawatirkan Sakura?"

Ino mengangguk.

Demi Tuhan mengapa ia benar-benar tidak menyukai sisi gadis ini yang rapuh? Ia yang kenal bukanlah gadis lemah dan bodoh, ia adalah gadis ceria, dan dia benar-benar tidak menginginkan melihat Ino yang seperti ini.

Nekat, ia membelai pipi gadis itu, mencium bibir mungilnya dan entah setan apa yang merasuki dirinya saat ini hingga ia menginginkan lebih dari ciuman dengan gadis ini.

Ia sudah tak dapat menahan hasratnya lagi, gadis pirang itu menangis, ahhh! Dia benar-benar tidak menyukai ini!

Ia menghapus air mata itu dengan ciuman lembut di kedua pipi gadisnya, malam ini akan menjadi malam panjang dan berharap ia akan mendapatkan 'hadiah' 9 bulan kemudian.

"Aku mencintaimu…"

Kata-kata itu meluncur dari mulut milik gadisnya ahhh bukan! ia baru saja merenggut kegadisannya, dapat ia lihat wajah kesakitan Ino tadi dan rembasan darah yang ada pada alas yang mereka gunakan untuk melakukan 'hal' itu.

Tidak! Ia tidak bisa menjawbnya, tidak untuk saat ini!

Tak ada jawaban namun ia hanya mampu mencium Ino lebih dalam sebagai jawaban atas apa yang dinyatakan wanita itu.

Andai waktu dapat diputar kembali…

"Apa yan sedang kau lakukan, Sasuke-kun?" Sakura memeluk suaminya dari belakang, namun pria itu hanya menghela napasnya panjang.

Tak ada jawaban, Sakura melepas pelukannya, tak ambil pusing karena sudah menjadi tabiat sang suami bersikap seperti ini, ia mengalihkan pandangannya pada kertas yang ada pada tangan Sasuke, ia tersenyum, "Masih belum yakin bahwa ia putramu?"

"Aku hanya memastikan."

"Tapi Inojin-kun benar-benar putramu, Sasuke-kun. Kalau kau cermati dia memilik warna mata kehijauaan yang lebih gelap dari milik Ino Pig, garis wajahnya lebih mirip denganmu daripada Sai-kun jika itu yang kau khawatirkan dan usia Inojin lebih tua dari Sarada-chan, Pig tidak akan membiarkan dirinya disentuh oleh laki-laki lain karena pun dengan Sai-kun dia tidak pernah melakukan hubungan suami dan istri layaknya pasangan suami dan istri lainnya."

Huh?

Untuk apa istrinya ini menjelaskan semua ini padanya?

"Apa maksudmu, Sakura? Aku benar-benar tidak peduli pada kehidupan mereka! Aku hanya memastikan bahwa bocah itu adalah anakku! Bahwa dia adalah keturunan Uchiha!"

"Kau tidak pernah berbicara panjang seperti ini, Sasuke-kun!" senyum Sakura kembali.

"Jangan berpikir macam-macam! Aku benar-benar lelah hari ini! Aku tidur duluan!" ucap pemimpin keluarga itu, meninggalkan Sakura yang masih berdiri memandangi punggung Sasuke yang mulai menjauh.

Ia semakin menjauh…

Fisiknya bersamanya namun ia tahu benar bahwa ia tidak menginginkan berada disisinya, kalaupun ia menang dari Ino itu karena Sasuke masih menghormatinya sebagai rekan setimnya dulu, dia bukanlah orang bodoh, kekuatannya bukan hanya kekuatan dalam ilmu ninja namun juga otaknya tak kalah pintar dengan Sasuke maupun Ino saat duduk di bangku akademi.

Dan ia sadar ia telah kehilangan Sasuke saat itu juga, malam saat ia membiarkan suaminya sendiri berada di sebuah ruangan bersama sahabat sekaligus rivalnya.

Marahkah dia? murkakah dia?

Harusnya iya, namun Ino juga sudah menyelamatkan hidup orang yang dicintainya, menyelamatkannya agar ia masih bisa hidup menghirup udara Konoha, tempat dimana ia dilahirkan.

Dan Inojin…

Bocah itu, bocah cilik hasil hubungan suaminya dengan wanita lain, ia sangat menyayangi bocah itu sama seperti rasa sayangnya pada Sarada.

Sarada putrinya yang lahir dari sebuah percobaan, putrinya yang lahir tanpa pertemuan 'cinta' kedua orangtuanya.

Tanpa terasa ia menangis, dinding kokoh yang ia bentuk akhirnya rubuh, ini benar-benar tidak adil untuk semua yang terlibat dalam hal ini. Sasuke-kun, Ino Pig, Sai-kun dirinya dan tentu saja anak-anak mereka.

Maafkan kami…

.

.

-S-

.

.

"Huh…?" Inojin mengernyitkan dahinya heran ketika mendapati ibunya belum bangun pagi ini, sudah lewat dari jam 6, tidak biasanya ibunya itu akan bangun siang, ia mencari menaiki tangga rumahnya untuk menemukan sang ibu, membuka pintu kamar utama dimana biasanya ayah dan ibunya tidur namun dia tidak menemukan sosok yang ia cari.

Ia kemudian menutup pintu kayu itu kembali dan berjalan menuju balkon yang terletak tak jauh dari ruangan tidur ibu dan ayahnya.

Ia bernapas lega saat menemukan sang ibu tengah tertidur bersandar dinding, ahhh semalaman ibunya pasti ketiduran di sini, ia mendekati ibunya, "I…"

Ahhh, ibunya menangis?! Dapat ia lihat dengan jelas bekas jejak-jejak air mata yang mengalir dari mata ibunya yang terpejam.

Apa yang terjadi pada ibunya? Siapa yang menyakiti ibunya?

Apakah ibunya merindukan ayahnya yang sedang menjalankan misi di Sunagakure?

Pelan, bocah 12 tahun itu menghapus air mata di pipi sang ibu.

"Uhhh?!"

Ino mengerjapakan matanya, "Ahhh! Badanku sakit semua!" keluhnya, "Inojin-kun!" ucapnya terkejut ketika menyadari bahwa putra semata wayangnya itu kini berada dihadapannya dan terkikik geli memandanginya, "Apa yang kau tertawakan, anak muda?!" Ino mengerucutkan bibirnya sebal, rasanya lucu sekali, ia kini sudah memiliki putra, namun sikapnya masih benar-benar seperti anak kecil seperti ini.

"Ibu tertidur di sini semalaman? Itu yang membuat badanmu sakit semua, khekhekhe."

Ahhh! Benar! Semalam tanpa sadar ia tertidur di sini, pantas saja…

"Dan kau menangis!"

"Huh?" Ino buru-buru menghapus sisa-sisa air matanya.

"Akhir-akhir ini aku melihatmu sering sekali murung, Bu! Ada apa?" Inojin benar-benar mengkhawatirkan kondisi ibunya, ia benar-benar dapat melihat bagaimana ibunya sering sekali melamun, apakah ini ada kaitannya dengan ayahnya yang tidak kunjung pulang dan memilih misi panjang di Suna? Ada apa sebenarnya dengan keluarganya ini?

"Tidak ada apa-apa, Inojin-kun! Kau terlalu banyak mengkhawatirkan sesuatu!" Ino mencoba seceria mungkin agar sang putra tidak khawatir akan kondisinya, ia bangkit dari posisi duduknya dan mengacak gemas pucuk rambut sang putra, "Jika ada yang kharus kau khawatirkan itu adalah jam sudah menunjukkan pukul 6:30 dan bukankah kau harus segera ke Akademi?" kekeh Ino menunjuk jam di dinding.

Sial!

Ibunya benar-benar dapat 'merusak' pikirannya, "Kau berhutang penjelasan padaku, Ibu!"

Dengan itu Inojin bergegas, berlari menuju bawah untuk mandi dan berangkat ke Akademi, meninggalkan Ino yang menghela napasnya panjang-panjang, lega karena waktu kembali menyelamatkannya dari keadaan dimana ia harus menjelaskan apa yang terjadi selama 12 tahun ini pada putra kecilnya.

Mengapa hidup ini benar-benar berat baginya? Beban yang harus ia tanggung benar-benar berat, bagaimana ia harus mengakhiri semuanya agar tidak ada lagi yang sakit diantara mereka berempat?

Sai-kun maafkan aku…

.

.

.

TO BE CONTINUED…

.

.

.


Apa yang akan terjadi selanjutnya?

Keputusan apa yang akan diambil oleh pemimpin klan Yamanaka itu?

Nantikan di chapter selanjutnya xD.

Hello, Minna-san… sudah sangat lama setelah aku terakhir meng-update fiksi ini dan terimakasih banyak karena sudah follow, favorit dan meninggalkan review kalian untuk fiksi ini.

Maaf jika masih ada typo merajalela dan bacaan yang tidak enak dibaca sama sekali xDD~.

ENJOY ^^

VALE