Disclaimer of masashi kishimoto
Step three for Hinata.
DLDR
.
.
.
Bab 7.
"Hanya ada tiga hal yang harus kau lakukan. Yang pertama tegakkan badanmu, kedua tersenyumlah, dan yang terakhir adalah—" Naruto menyeringai "Kontak mata."
Hinata memijit keningnya, saat mengingat pelajaran apa yang Naruto berikan padanya sebelum Konan datang ke kantornya satu jam yang lalu.
"Ada apa Hinata?" tanya Ino yang sedang mengemudi di sampingnya.
Mereka telah mencapai hole ke lima belas dalam waktu hampir dua jam. Semua pegolf selalu bertanya pada Ino apakah Hinata adalah pegawai baru dan mengomentari pelayanannya yang sangat baik. Jika bukan karena Naruto, mungkin Hinata tidak mendapat pujian dari semua lelaki di sana, atau rayuan. Yang manapun Hinata tidak memperdulikannya, karena itu adalah hal yang baru untuknya.
"Apa lelaki memang menyukai wanita yang memiliki aura kuat dan tidak gampang di dekati?" akhirnya Hinata bertanya.
Ino mengangkat alisnya, memutar setir kekanan untuk mencapai hole ke enam belas yang akan terlihat beberapa meter lagi. "Kenapa? Apa kau sedang mempunyai masalah dengan lelaki yang kau suka?"
"A-Apa? tidak!" kilah Hinata.
Ino melirik Hinata. "Beberapa jam yang lalu aku menilai dirimu adalah gadis pendiam yang hanya akan gugup saat di dekati seorang pria. Tapi saat kau menjual minuman di belakang kita, aku mulai ragu. Tapi sekarang aku yakin, jika kau sedang menjalankan misi untuk mencapai apa yang kau inginkan dari membuat mata menggoda pada para pria di sepuluh lubang yang telah kita lewati."
Gadis pintar! Hinata hanya membagi sedikit informasinya pada Ino, tapi gadis pirang ini menyerap begitu banyak dan mempunyai asumsi yang sangat menakutkan. Hinata menghela nafas lelah. "Yeah, kau benar."
"Well, para pria memang suka dengan gadis yang mencolok, itu seperti sifat alami mereka." Ino mendesah, "Tapi sepertinya tidak semua lelaki."
Apa Ino sedang membicarakan si Uchiha? Apakah Ino baru saja mengatakan jika dirinya tidak mencolok? Dia terlalu cantik untuk merasa rendah diri, pikir Hinata.
"Apa kau membicarakan si Uchiha?"
Ino menghembuskan nafas dan mengangkat bahunya, mereka telah sampai ke hole enam belas.
"Ino, kau cantik. Kau layak mendapatkan lebih dari apa yang kau dapatkan sekarang. Tapi jika dia memang mencintaimu, aku tidak akan melaporkannya pada bibimu." Hinata tersenyum dan mengulang dengan penuh penekanan "Jika dia juga mencintaimu, aku akan membantumu."
Ino melebarkan matanya, terkejut sebentar lalu tertawa "Sepertinya aku harus jatuh cinta padamu terlebih dahulu." Ino menginjak rem dan berhenti disamping dua pria paruh baya yang telah menunggu mereka. "Jadi, siapa yang akan kau buat jatuh cinta lagi?"
"Mantan pacarku."
.
.
.
Ketika Hinata berhenti di lubang ke lima untuk kedua kalinya, Hinata mengenali Naruto dan teman-temannya. Ino menjadi tegang di kursinya, dan ekspresinya yang ingin melompat dari kereta membuat Hinata mengerti jika salah satu dari empat teman Naruto adalah Uchiha Sasuke.
Naruto mengerutkan kening saat Hinata menghentikan kereta di sampingnya. "Kenapa kau dengan Ino?" tanyanya saat kereta benar-benar berhenti.
"Memang kenapa kalau dia denganku?" sergah Ino dengan mata menyipit pada Naruto.
"Aku takut kau hanya mengajarkan padany tentang bagaimana caranya berkencan dengan anggota VIP." Balas Naruto dengan menyeringai, mengabaikan tatapan tajam dari Hinata.
"Dia partnerku." Jawab Hinata, menginterupsi Ino yang akan bersiap akan membalas.
"Tapi kau harusnya sendirian" katanya kesal.
Hinata mengerutkan keningnya, tidak mengerti. "Memang kenapa?"
Naruto menarik Hinata ke belakang kereta dan berbisik "Kau sudah lupa pelajarannya, ya?"
"Tentu saja tidak" protes Hinata, dengan kesal dia membuka kotak es dan bicara lagi "Kalau kau meragukanku, kau boleh bertanya pada Konan-san tentang pelayananku pada para anggotamu. Aku berhasil menjual semua minuman dalam satu kali putaran, dan aku mendapatkan uang tips yang banyak." Hinata tersenyum sangat lebar.
Naruto mengangkat satu alisnya dan menyeringai, "Sepertinya kau mudah belajar, Baby girl."
Hinata menyerahkan satu botol corona pada Naruto, Ide datang begitu cepat ke otak Hinata. Melangkah mendekat pada Naruto, dia mencengkram kerah baju Naruto dan menariknya hingga lelaki itu harus menunduk. Hinata bisa melihat mata biru Naruto yang juga menatapnya, sebelum Naruto bertanya, Hinata menggeser wajahnya dan berbisik "Wajahmu merona, aku menyukainya."
Hinata harus menahan tawa yang meluap di dadanya saat melihat wajah kaget Naruto. Hinata telah melepas cengkramannya dan beralih pada teman-teman Naruto, menyembulkan kepalanya dari belakang kereta dan sedikit berteriak.
"Ada yang mau memesan?"
Seorang lelaki dengan rambut hitam dan mata yang sama kelamnya menghampiri Hinata. "Berikan aku lemon tea dan corona." Katanya.
Hinata menyodorkan pesanannya dan lelaki itu memberikan uang seribu yen "Simpan saja kembaliannya."
"Terima kasih." Kata Hinata, menyelipkan uang ke saku roknya.
Sebelum Hinata beralih lagi pada teman-teman Naruto yang lain, dia melihat lelaki berambut kelam itu memberikan lemon tea yang dia pesan untuk Ino. Jadi itu Uchiha Sasuke? Pikir Hinata.
Ketika Hinata tenggelam dengan betapa cocoknya Sasuke dan Ino, tiba-tiba ia merasa panas tubuh Naruto terasa di punggungnya. Deru nafas pria itu, menggelitik rambut yang tersampir di belakang telinganya, dan saat Naruto bicara, getaran suaranya berdesir di lehernya. "Apa yang kau pikirkan?" bisik Naruto.
"T-Tidak ada." Warna merah telah menyebar di pipi Hinata, menyebabkan seringaian berkembang di wajah Naruto.
Naruto merubah tempatnya di depan Hinata dan menyelipkan uang lima ribu yen ke dalam kantong kemeja Hinata. Pandangan intens Naruto pada Hinata membuat gadis itu gugup. "Apa kau menggoda semua anggota seperti kau menggodaku tadi?"
"Uhmm, Etto..."
"Berikan aku sebotol corona dengan lemon." Suara dari seorang pria bersurai merah mengagetkan mereka berdua. Naruto mendecih dan menoleh pada asal suara.
Sebal karena terus-terusan di ganggu, Naruto berkata. "Ambil ini," Naruto mengangsurkan coronanya yang masih belum tersentuh pada lelaki bersurai merah, menyuruhnya untuk mengambil birnya dan meninggalkan mereka.
"Aku ingin dengan lemon." Kata lelaki bersurai merah.
Naruto mengerutkan keningnya, menyadari kelakuan aneh temannya "Tidak ada lemon, Sabaku, ambil saja ini." Naruto tidak mau mengalah.
Si Sabaku mengabaikan Naruto dan tetap fokus pada Hinata "Aku tidak suka dengan milik orang lain." Katanya datar.
Naruto mendecih dan mengatakan, "sialan" lalu meninggalkan Hinata yang sedang sibuk dengan pesanan temannya.
"Siapa namamu?" Sabaku itu bertanya dan Hinata berpaling untuk menatap mata hijau yang sangat kontras dengan kulitnya yang putih, sedang menunggu pesananya dan mendengar jawaban Hinata.
"Hinata." jawabnya, menyerahkan corona dengan lemon seperti pesanannya.
"Aku kira kalian benar-benar kehabisan lemon."
Hinata tersenyum. "Memang tinggal sedikit."
"Aku Sabaku Gaara." kata Gaara dengan mengambil botol bir dari tangan Hinata.
"Mmm... Etto, s-senang bertemu denganmu Gaara-san." Jawab Hinata gugup. Pandangan intens dalam mata hijaunya membuat Hinata gugup. Gaara adalah salah satu dari orang-orang yang tampan, dan Hinata yakin jika Gaara juga tahu itu.
"Ku lihat kau sangat dekat dengan Naruto." Kata Gaara.
"Eh..t-tidak." Hinata berbalik untuk menghindari tatapan Gaara.
Gaara menyeringai dengan jawaban Hinata, mengambil langkah mendekat, lelaki itu bertanya lagi. "Kau bekerja sampai jam berapa?"
Uh-Oh! Jika Gaara bukanlah teman Naruto dan salah satu anggota VIP, maka Hinata tidak akan menghabiskan waktunya lebih lama di tempatnya berdiri. Tanpa sadar punggungnya bergesekan dengan dada Gaara, membuat Hinata sedikit tidak nyaman.
"Aku bekerja sampai tutup." Jawabnya, Hinata melihat ke arah Naruto dan sedikit berteriak "ada yang mau memesan lagi?"
"Berikan Shikamaru dan Kiba corona juga," Naruto berjalan mendekat dan mengabaikan keberadaan Gaara, saat dia sampai di depan Hinata, dia berhenti dan menyapu pipi gadis itu dengan ibu jarinya "dan jangan selingkuh dariku, baby girl." Tanpa berfikir, tanpa di rencanakan, dan tanpa mengetahui bahwa fakta jika empat orang yang berada di sana tengah melihat mereka, Naruto mengecup pelan bibir Hinata untuk yang kedua kalinya. Setelah Naruto melepas ciumannya, Hinata membeku di tempatnya berdiri.
"Berikan aku dua corona, baby." Kata Naruto dengan menatap tajam Gaara.
Gaara mendengus, memberikan tips pada Hinata dan menyingkir.
"Kita akan bicara tentang itu nanti, sekarang aku hanya ingin bilang jika di hole ke enam kau akan bertemu dengan Sakura dan Old-man." Kata Naruto.
Hinata berkedip, kali ini ia yakin jika dia menyukai rasa dari bibir Naruto. Itu karena dia tidak memukul atau menampar Naruto saat sekali lagi lelaki itu menciumnya. Ada suatu daya tarik yang tidak bisa Hinata jelaskan, dan ketika Naruto menjauhinya maka dia tidak menyukainya. Naruto memiringkan wajahnya untuk menanti jawaban Hinata.
Mata biru Naruto membuat Hinata tidak bisa berkonsentrasi, apalagi setelah ciuman tadi. Apa yang dia bilang?
"Uh—apa?" Hinata merasakan wajahnya memanas saat dia bertanya.
"Ck, di hole ke enam ada Sakura dan Old-man." Bisiknya pelan.
Entah kenapa berita jika Toneri berada di sana tidak membuatnya gugup sama sekali, malah Hinata tidak peduli. Hinata menggeleng keras. Rupannya efek dari ciuman Naruto sangat mengerikan, dia berada di sini karena ingin memberi pelajaran pada Toneri. Karena Toneri. Hinata mengingatkan dirinya sekali lagi.
"Kau tahu apa yang harus kau lakukan, kan?" tanya Naruto.
"Hmm, ya." jawab Hinata, kepalanya erangkat tapi matanya masih tidak terfokus dan Naruto yakin jika Hinata masih memikirkan ciumannya itu.
"Apa kau benar-benar mendengarkanku?"
"Ya," kata Hinata "aku mendengarmu aku tahu apa yang harus aku lakukan."
Naruto melangkah lebih dekat dan menyelipkan sejumput rambut Hinata ke belakang telinga gadis itu.
"Pelajaran singkat sayang, tiga hal apa yang ku ajari padamu sebelum kau pergi berkeliling?" tanya Naruto.
Hinata telah pulih sepenuhnya dan memutar bola matanya bosan. "Tegakkan badan, tersenyum, dan kontak mata."
"Bagus baby girl, sekarang aku akan merubah semua itu, lupakan tentang semua yang ku ajarkan padamu—" Naruto menunduk dan berbisik di telinga Hinata saat gadis itu akan protes "Jangan menggodanya dan jangan hiraukan dia, tapi buat kontak mata dengannya."
"Apa? itu saja?"
Naruto mundur dan bersidekap "Bukan hanya itu, baby girl. Kau juga harus menunjukkan perubahanmu, kau harus mengarahkan pandangannya pada aset kecantikanmu yang tidak dia dapat saat menjadi kekasihmu."
Hinata berfikir jika menggoda seorang lelaki bisa sesulit ini. Selama ini yang dia lakukan hanyalah menggunakan kepandaiannya dan langsung bicara apa yang tidak ia suka atau sukai, dan berasumsi itulah caranya terhubung. Dia hampir mengumpati dirinya lagi karena kebodohannya.
"Baiklah, bersikap malu-malu kucing, lalu apa lagi?"
Naruto menyeringai "Satu hal itu cukup memberikan dampak pada Old-man sayang, kita harus menyimpan bom di waktu yang tepat bukan?"
"Naruto-kun." Seru Hinata.
Naruto terkekeh dan mengusap pucuk kepala Hinata, "baiklah baby girl, pergilah dan selesaikan dengan cepat. Karena kita harus bersiap-siap dua jam lagi, Naruto menggantung ucapannya.
"Memang kita mau kemana?"
"Makan malam dengan ibuku." Jawab Naruto dengan seringaian.
Mulut Hinata ternganga lebar, lalu matanya menyipit tanda jika dia telah kesal. "Kau harus menggajiku lima kali lipat hari ini."
Naruto menyeringai "Oh, sepuluh kali lipat pun aku mampu, baby girl."
.
.
.
"Kenapa aku tidak kaget jika ternyata kau mempunyai hubungan dengan Naruto." Gumam Ino.
"Apa Naruto mantan pacarmu?" sebelum Hinata menjawab, Ino menebak sendiri "jelas sekali bukan, karena yang ku lihat dan dengar, Naruto menyebutmu kekasih. jelas kau masih berhubungan dengannya."
Ino telah membuat asumsinya sendiri sekali lagi, itu semua tidak menjadi masalah untuk Hinata. Ino dapat di percaya, jikapun dia bilang pada Konan, para pelayan, atau siapapun. Itu tidak berpengaruh padanya. Hinata tidak lagi mendengar Ino saat dia akan mencapai lubang ke enam, dan seruan Ino "Sialan kenapa dia datang kemari!" menarik perhatian Hinata dari kemudi.
Hinata merubah pandangannya dari setir ke arah hole enam dan mengenali Toneri. Celana pendek berwarna putih yang dia pakai dan baju polo biru yang nyaman tampak cocok dengan rambut peraknya. Toneri merubah pandangannya dan mata birunya bertemu dengan mata pucat Hinata. Sedikit kaget, tapi dengan cepat merubah lingkar matanya ke arah lain.
"Dasar jalang!" Umpatan Ino membuat Hinata mengalihkan pandangannya pada gadis di sebelah Toneri. Akasuna Sakura berdiri dengan gaya angkuhnya. Sakura adalah apa yang tidak ingin Hinata bicarakan, dia memakai rok berwarna putih dengan baju polo berwarna pink yang sangat cocok dengan rambutnya.
"Sepertinya kau membencinya." Kata Hinata.
"Ya, sangat. Jika dia tidak berusaha merebut Sasuke, mungkin aku masih berteman dengannya." Tawa kering Ino menguar di udara. "Kalau kau dekat dengan Naruto seharusnya kau juga membencinya." Lanjut Ino.
Hinata mengangkat alisnya, tidak mengerti. Sebelum dia sempat bertanya pada Ino tentang Sakura dan Naruto, dia telah melihat Tee (paku untuk bola golf).
Hinata mengulang lagi pelajaran dari Naruto. Jangan menggodanya, tapi buatlah kontak mata. Arahkan pada aset kecantikanmu. Hinata mengigit bibirnya ketika mata biru Toneri melihatnya dengan tatapan tidak percaya dan..kagum?
"Aku tidak percaya jika Naruto mempekerjakan jalang itu." Desis Sakura.
"Sakura, cukup." Kata Toneri dengan nada peringatan.
Hinata tidak tahu kenapa Toneri menghentikan mulut berbisa Sakura, tapi itu tanpa sadar membuatnya menyeringai. Masih duduk di belakang kemudi, Hinata menatap Toneri dengan pandangan yang sama yang ia berikan pada pelanggan yang lainnya. Tapi dengan gerakan lambat, dia menurunkan pandangannya pada kakinya dan menumpukan salah satunya pada kakinya yang lain. Menyelipkan sejumput rambutnya di belakang telinga dengan gerakan pelan.
Dia ingin melonjak senang saat Toneri masih tetap memandangnya, Ino turun dari kereta dan mencoba bersikap profesional.
"Bisakah aku mengambilkan pesanan kalian?" Tanya Ino.
"Berikan aku soda." Kata Toneri, masih memandang Hinata.
"Oh, kau masih di sini Ino, ku kira kau sudah di pecat karena hubunganmu dengan si Uchiha brengsek itu."
Hinata melihat Ino menggertakkan giginya dan berusaha menahan diri agar tidak melempar botol soda yang dia pegang ke wajah Sakura.
"Sepertinya aku beruntung, karena Uchia brengsek itu memilihku dari pada dokter cantik yang tidak bisa membuka praktek karena lisensinya di ragukan." Ino tersenyum pada Sakura dan memberikan botol soda yang telah ia buka pada Toneri.
Hinata hampir tertawa ketika melihat wajah merah Sakura karena menahan amarah.
"Sakura, pesanlah sesuatu, hari ini sangat panas." Kata Toneri, memotong perdebatan Sakura dengan Ino yang akan menjadi bencana jika di biarkan saja.
"Ambilkan aku sparkling water (soda) juga, gunakan serbet saat kau memegang botolnya, aku tidak tahu ada berapa banyak kuman di tanganmu." Kata Sakura.
Saat mendengar Sakura, Hinata ingin turun dari kereta dan mengguyur Sakura dengan sekotak es. Tapi melihat Ino hanya tersenyum dan mengambilkan pesanannya, Hinata hanya bisa mengigit lidahnya. Hanya untuk mencegah mulutnya mengumpati Sakura.
Toneri memberikan uang tips pada Ino, dan sekali lagi Hinata melihat Toneri menatapnya. Lalu Sakura menginterupsi dengan menggandeng Toneri dan berkata. "Hari ini aku akan mengalahkanmu." Katanya dengan menggoda.
"Hey, harusnya aku yang bicara seperti itu."
Dan seketika, rasa senang Hinata harus luntur karena perhatian Toneri pada Sakura.
Ino menepuk lengan Hinata. "Ayo pergi." kata Ino dengan jengkel.
Sebelum Hinata berbelok dan meninggalkan hole ke enam, dia melihat Toneri memandangnya dari pundak Sakura dan menyeringai. Hinata tidak mengerti itu pertanda bagus atau sebaliknya. Tapi yang Hinata tahu mereka bukan lagi sepasang kekasih. Saat-saat indah itu telah pergi berlalu dan hanya tersisa kehampaan.
TBC.
