Disclaimer: NARUTO © Masashi Kishimoto

Plot is my own. Terinspirasi dariOST Fureba (Memory For You)

.

Tittle : Precious Memories

Genre : Romance, Angst

Rating : M

Pairing: NaruSaku, slight! GaaSaku.

Summary : Naruto hanya diam dan mengangguk menurut. Ia tahu persis, dia tak akan mungkin diizinkan untuk pergi keluar, yang dapat dia lakukan hanyalah pasrah menjalani hidupnya yang membosankan di rumah sepi ini tanpa kedua orang tuanya. Hanyalah dia dan pelayan-pelayannya.

Warning! : AU, OOC, typo(s), dan kekurangan lainnya. Don't Like? Don't Read. Please Leave This Page!

Enjoy and Hope You Like It!

.

Prolog

.

= Someone's POV

Terima kasih untuk selalu diam-diam mendengarkan apa yang aku katakan

Terima kasih telah menerimaku, meskipun itu kelemahanku

Terima kasih karena tidak melupakan kenangan lama hari itu

Aku sangat senang bisa membantumu di saat kau dalam kesulitan

Meskipun dia selalu bilang bahwa aku bukanlah orang berharga yang seharusnya tidak ada

Tetapi pada hari itu, pada waktu itu, dan pada saat itu kau membutuhkanku

.

Kau mungkin tidak tahu betapa berartinya untukku ketika aku merasa dibutuhkan, bahkan kau mungkin tidak tahu bahwa akulah yang selalu diselamatkan olehmu.

Kau selalu berbagi denganku dan aku bahagia karena kau selalu memberikan kebaikan dan kehangatan yang lembut. Itulah sebabnya aku tidak akan menyerah, aku akan terus bergerak maju karena aku percaya bahwa aku bisa.

oOOo

.

.

Hari ini adalah awal musim semi dan seperti biasa aku pasti akan datang kesini, walaupun hanya datang sendiri tetapi aku bahagia. Di bukit ini pemandangannya sangat indah. Padang rumput hijau yang luas, air sungai yang jernih dan bunga-bunga yang bermekaran menemani hari-hariku, bahkan semilir angin seakan mengajakku untuk bermain kejar-kejaran dengannya. Aku menurut, aku berlari dengan wajah riang menapaki rerumputan. Burung-burung kecil terbang disekitarku seolah menemaniku berlari.

Lalu ketika rasa lelah mulai menghampiri, aku merebahkan tubuhku diatas rumput dan memandang langit biru yang indah di atas sana. Langit cerah dengan iringan awan-awan yang tampak begitu lembut. Ku pejamkan mataku, dan kurasakan semilir angin musim semi yang sejuk menerpa wajahku. Tiba-tiba sebuah balon berwarna biru jatuh tepat menimpa wajahku dan aku melihat secarik kertas tertempel di tali balon tersebut, rasa penasaran mulai merasuki jiwaku. Aku mencopot kertas tersebut dan mulai membaca tulisannya.

.

- Dear God -

Tuhan, apakah yang aku lihat dan kurasakan ini nyata?

Aku harap ini tak nyata...

Aku berharap ini hanyalah sebuah mimpi buruk...

Namun jika ini adalah nyata, aku hanya memohon padamu Tuhan...

Aku lelah dengan semua ini, biarkanlah aku tidur dan beristirahat

Mungkin jika berada di sisimu, aku akan merasa tenang dan bahagia

Kabulkanlah permohonanku, Tuhan.

- N. A. N —

.

"Apa ini? Siapa yang menulis ini? Kenapa dia menulis sesuatu seperti ini?"

Aku mulai bertanya-tanya yang tentu saja tidak mendapatkan jawabannya. Meskipun aku masih berumur 10 tahun, tapi aku bisa sedikit mengerti maksud dari tulisan ini. Orang yang menulis ini tidak puas dengan kehidupannya dan berharap agar Malaikat maut segera menjemputnya. Tapi mengapa? Mengapa sepertinya dia begitu sedih? Bukankah dunia luar sangat menarik?

Bagiku hidup ini indah. Tentu, karena aku masih anak-anak yang belum mempunyai beban, tetapi orang ini…

Entah mengapa tiba-tiba saja aku merasakan sesuatu yang basah dan hangat meluncur membasahi wajahku. Aku berdiri dan mulai berteriak kencang.

"Mengapa? Mengapa aku menangis? Aku tidak mengerti?!"

oOOo

.

.

= Ten years later =

Ini adalah tempat yang sering aku kunjungi sejak aku pindah ke Jepang. Tempat ini tidak berubah, bagiku tempat ini masih tetap sama. Namun senyumku hilang seketika. Entah mengapa aku kembali teringat dengan kejadian 10 tahun yang lalu, ketika aku masih belum begitu mengerti pahit manisnya kehidupan, ketika pikiranku masih sempit dan polos. Aku yang hanya tahu bermain dan bersenang-senang saat itu.

Aku mengambil sebuah dompet dari tas kecilku, kupandangi sekali lagi secarik kertas yang selalu aku simpan itu. Kertas itu sudah kusam, penuh lipatan dan huruf-hurufnya juga telah memudar. Tetapi entah mengapa aku tidak ingin membuangnya? Aku sendiri tidak mengerti, belasan tahun telah berlalu tetapi aku tak pernah lupa. Mungkinkah ini adalah takdir Tuhan?

'N. A. N? Apa maksud tiga huruf ini ya? Mungkinkah ini inisial nama orang yang menulis surat ini? Tuhan, lalu bagaimana? Apakah Engkau sudah mengabulkan permohonan orang ini?'

"Hey, sudah kuduga kau berada di sini! Mengapa kau melamun?" tiba-tiba kurasakan seseorang menepuk bahuku dan bertanya padaku.

Aku menoleh dan kudapati orang itu tengah tersenyum padaku. Kau tahu Gaara, aku sungguh bahagia ketika melihatmu tersenyum. Kau tersenyum padaku dengan senyuman yang melelehkan segalanya. Dulu kau jarang sekali tersenyum dan kalaupun kau tersenyum, aku tahu kalau itu bukanlah senyuman aslimu. Apakah aku telah berhasil? Berhasil memberikan kenangan untukmu? Apakah kenangan-kenangan hangat kita itu berhasil membantumu melintasi lautan kesedihan yang memilukan?

Gaara, apa kau sudah mengerti sekarang? Dunia tempat kita berada tidak hanya dipenuhi dengan kegelapan ataupun suasana yang suram, bahkan ketika badai yang menghancurkan segalanya datang…. akan ada pelangi dan matahari pasti akan bersinar lagi.

"Gaara-chan, kenapa kau bisa tau kalau aku berada di sini?" tanyaku

"Berisik! Dari dulu kau itu tidak sopan, ya? Berhenti memanggilku dengan embel-embel '-chan'!" protesnya

"Tidak mau!" kataku sambil memalingkan wajahku, pura-pura marah padahal sebenarnya aku tersenyum. Aku sangat suka menggodanya

"Oke, terserah kau lah mau memanggilku apa!"

"Gaara-chan, mengapa sejak kecil kau selalu memakai sarung tangan sih bahkan di setiap musim? Aku jadi penasaran, sebenarnya apa yang berada di balik sarung tanganmu itu?" pada akhirnya aku menanyakan hal itu lagi, habisnya aku penasaran dan jawabannya pasti sama

"Rahasia~" jawabnya sambil tersenyum jahil, tiba-tiba sebuah balon berwarna biru jatuh di sampingku

'Oh, Kami-sama! Ini yang kedua kalinya' pikirku.

"Anak-anak itu bodoh, ya? selalu menerbangkan balon, padahal tidak lama setelah itu.. setinggi apapun atau sejauh apapun balon itu terbang, pasti akan jatuh juga~" komentar Gaara yang kemudian mengambil balon yang jatuh itu.

"Wah, ada suratnya!"

"Sini, aku mau lihat!" kataku yang langsung merebut kertas itu dari tangan Gaara tanpa sempat melihat ekspresi wajahnya. Aku pun mulai membaca isi surat tersebut.

.

Dear...

Aku ingin percaya bahwa aku bisa membebaskan hati dan pergi

Aku tak bisa dilahirkan kembali, tetapi aku bisa berubah saat aku pergi

Ayo kita tinggal bersama selalu?!

Hanya tersenyum padaku dan menyentuhku dengan jari-jarimu

Keinginan sederhana adalah abadi

Aku ingin semuanya menjadi sederhana

Bisakah kau menolongku untuk melintasi lautan kesedihan memilukan?

Mari kita lewati bersama, bahkan jika hari ini menyakitkan

Suatu hari aku ingin memahami arti hidup kita disini

Mungkin itu akan menjadi memori yang hangat

- N. A. N -

.

"Apa suratnya lucu? Mengapa kau tiba-tiba tersenyum?"

Aku sendiri tidak mengerti, mengapa tiba-tiba aku merasa bahagia sampai-sampai aku reflek memeluk Gaara.

"Dia masih hidup, Gaara-chan. Aku senang dia masih hidup!" seruku riang.

"Haruno Sakura, siapa maksudmu? Aku tidak mengerti!" kata Gaara dengan wajah bingungnya.

"Kau tidak perlu mengerti Gaara-chan! Whoa, rasanya aku ingin sekali bertemu dengannya!"

"Dasar gadis aneh..."

oOOo

.

.

"Whoa, berat sekali belanjaanku! Okaa-san tega sekali padaku!"

Aku mengomel sendiri seperti orang gila, alasannya karena ini mengesalkan. Mengapa harus aku yang disuruh belanja? Mengapa bukan Shikamaru saja?

"Lalu apa yang akan kau lakukan?" tiba-tiba aku mendengar suara yang sangat ku kenal ketika melewati sebuah gang sempit.

'Tidak salah lagi, ini suara Shikamaru— orang yang menyewa salah satu kamar di rumah yang Ibuku sewakan? Sedang apa dia disini, ya? Dan dia sedang berbicara dengan siapa?' pikirku yang kemudian mengintip diam-diam.

Penglihatanku tidak salah, aku yakin itu Shikamaru. Lalu siapa laki-laki bertopi itu, ya? Apa yang sedang mereka lakukan di tempat seperti ini?

"Mungkin di beberapa sudut pikiranku aku sudah tahu apa yang akan terjadi jika aku melakukan itu. Apa yang akan kulakukan dan apa yang perlu dilakukan, itu semua sangat sederhana. Tapi mungkin karena begitu sederhana juga begitu sulit~" ujar laki-laki itu panjang lebar, namun aku tetap tidak mengerti apa yang sedang mereka bicarakan.

"Dengar, masalahnya hanya satu! Apa kau bisa melarikan diri dari Ayahmu?"

"Entahlah, aku sendiri tidak tahu. Saat kami tinggal di Cambridge, dia selalu mengurungku di rumah. Dia tidak pernah mengijinkan aku untuk pergi keluar. Aku tidak tahan dengannya."

"Mungkin ada alasannya, mengapa dia selalu melarangmu pergi keluar. Mungkin kau sakit parah atau semacamnya."

"Awalnya ku pikir juga begitu, tapi kenyataannya aku sehat-sehat saja. Aku tidak mengidap penyakit apapun. Namun entah mengapa, Ayahku selalu bertingkah seperti seseorang yang takut akan kehilangan diriku. Dia selalu mengatakan bahwa dunia luar itu berbahaya, bahkan ketika Ayahku akhirnya tahu kalau aku pernah beberapa kali keluar rumah untuk bermain dengan anak tetangga… dia langsung membawaku pindah ke sini."

"Lalu, apa kau akhirnya tahu apa alasannya?"

"Ya. Aku mengetahuinya saat aku berumur 10 tahun. Kenyataan itu membuatku ingin mati rasanya."

"Eh?"

"Aku bahkan pernah mencoba bunuh diri beberapa kali saat umurku 15."

"Hah? Hey, kau pasti becanda kan?! Haha…"

"Mau lihat pergelangan tanganku? Ada banyak sekali bekas luka sayatan di sana."

"Err… tidak, terimakasih."

"Jangan lupa, sampaikan pada orang yang sudah kau anggap Ibu itu bahwa aku ingin menyewa."

"Okay, akan aku sampaikan."

"Sudah ya, aku pulang dulu?!" katanya.

Dengan panik aku lekas berlari karena takut ketahuan mengintip mereka, tapi sialnya aku tersandung dan buah-buahan di salah satu kantong plastik ku jatuh berserakan. Aku pun lekas mengambil beberapa karena khawatir mereka akan menggelinding lebih jauh lagi.

Tiba-tiba orang itu kini sudah berada di depanku, dia membungkuk dan membantuku mengambilkan beberapa buah. Tepat saat kepalanya menunduk, topi itu lepas dan jatuh ke tanah dan aku terbelalak kaget ketika melihat ukiran inisial di topi tersebut.

"N. A. N?" gumamku pelan.

"Apa kau baik-baik saja? Tunggu, bukankah kau adalah Cherry?"

"Eh? Dari mana kau tahu nama barat ku?"

.

TBC

.

.

A/n: Hi, minna-san… saya bikin fanfic NaruSaku lagi! Sebenarnya awalnya ini adalah orific yang mau Author publish di Wattpad. Tapi karena tiba-tiba pengen nambahin koleksi ff NaruSaku, ya saya publish di sini pertama kali. Mungkin akan saya publish di watty juga, tapi kalau di watty… tetep mau pakai OC aja. Ini baru prolog, jadi kalau ceritanya masih belum jelas atau membingungkan itu wajar.. namanya juga prolog. See you next chapter, minna! ^^