07:00 PM KST. Kediaman Kuroshi Jeonggie.

Langit begitu gelap, semilir angin berhembus manja menerpa segala hal yang melewatinya, sosok berbadan tinggi kini sedang menatap foto keluarga berukuran cukup besar yang terpampang begitu jelas pada dinding bercorak kasual, black and white.

Tangan panjang itu terulur guna menyentuh panorama sosok ibu yang memeluk anak kecil, keduanya tersenyum. Juga tak lupa sosok lain sang ayah yang sedang berusaha di rengkuh pipinya oleh si anak yang terlihat manis sekali. Senyuman tulus ikut serta terukir kala menatap kehangatan yang tersirat dari foto keluarga terlihat sedikit kusam itu.

"Bahkan aku begitu mencintaimu. Aku akan membereskan semuanya. Dan kita akan hidup bersama," jeda sebentar saat tangan itu mengelus perlahan bingkai foto, "Bersama kau dan aku. Kita akan bahagia bersama dirumah sederhana nan menyejukkan milik kita, hidup berdua dengan anak-anak kita nantinya. Hanya kau dan aku. Tak ada yang lain, meskipun itu iblis tersayangmu." Ucapnya final dengan posisi bersandar pada panorama sang anak kecil seakan-akan dapat memeluk figura itu.


3012KM PRESENT :

BLACKBUTLER : STORY OF DARKNESS LOVE

JEON JUNGKOOK X KIM TAEHYUNG

[ Iblis!Jungkook ― Sinner!Taehyung ― M for sexual activity ]

DON'T LIKE DON'T READ

[ Bahasa baku, berantakan, tidak sesuai EYD, alur sukar dimengerti, menggunakan beberapa kata vulgar dan tak pantas lainnya ]

[ Happy Reading~]


Preview chapt

"Senang bisa bergabung denganmu, kucing hitamku yang manis."

Blackbutler —

Suara derap kaki menggema, seakan meramaikan keheningan disebuah rumah yang luar biasa megah. beberapa orang terlihat berjalan menuju sebuah ruangan yang terdapat disana, langkah mereka terhenti kala dihadapkan dengan pintu berwarna hitam yang tertutup rapat.

Sebuah tangan terulur, membuka gembok yang menggenggam pada kunci yang ada. Deritan pintu terdengar, menandakan pintu sudah terbuka dan menampakan sebuah ruangan besar dengan ranjang, lemari pakaian, lalu meja rias berjumlah masing-masing dua telah tertata rapih disana.

"Ini kamar kalian berdua, Nona muda sengaja meletakkan kalian sekamar karena Tuan Jongdae berkata jika kalian tak terpisahkan." Ucapan itu mengalun seiring dengan beberapa orang berpakaian maid masuk dengan membawa dua buah koper besar berisi pakaian dan keperluan orang yang membawanya. Meletakan dan menata dengan rapih adalah tugas dari beberapa orang itu.

Kala semua terasa cukup rapih, salah seorang dari mereka menunduk hormat. "Semua sudah rapih dan mereka bisa langsung beristirahat, Nona Rimi."

Gadis bernama Rimi itu mengangguk, lalu memberi gesture memerintahkan mereka untuk bergegas pergi dari sana. Mereka menurut, lalu menghilang dari hadapan ketiganya.

Rimi mempersilahkan kedua orang yang datang bersamanya memasuki kamar dengan sedikit perbincangan mengenai pekerjaan dan juga jadwal mereka bekerja. Serasa cukup dengan penjabaran yang dilontarkan, Rimi sedikit tersenyum saat keduanya mengantarkan sampai pintu. Ia tersenyum misterius, membuat keduanya menekukan alis heran namun dengan segera tersenyum sopan mendengar permohon pamit anak buah Nona Cho yang serasa ganjal,

"Selamat bergabung dan bekerja dengan baik disini, Kuroshi dan Azuera. Dan nikmati segala hal disini hingga tiba waktunya."

Selepasnya, Azuera menutup pintu, kemudian menguncinya, memastikan tak ada orang yang dapat mengintip atau bahkan masuk. Yang lebih muda mulai merebahkan tubuhnya pada ranjang yang ada, lalu terkekeh pelan. Membuat kernyitan heran pada sosok bertubuh tegap yang kini berjalan kearahnya seraya membuka jas pelayan yang sejak pagi mengukung tubuhnya.

"Apa ada yang lucu, Tuan Muda?" tanyanya kini beranjak untuk menyampirkan jas itu pada tepi ranjang lalu ikut merebahkan dirinya disamping sosok yang ia panggil Tuan Muda. Yang lalu di respon protesan kecil dari bibir mungil itu.

"Astaga Jungkook! Setidaknya pergilah keranjang sebelah! Tubuhmu itu besar, bodoh!" pekik Kim Taehyung gemas kala acara merebahkan tubuhnya sedikit terusik.

Iblis Jeon tidak mengindahkan ucapan itu. Ia lebih memilih menjatuhkan dirinya tepat di samping Tuannya, kemudian merengkuh pinggang ramping orang yang dia cintai -diam-diam. Berusaha menyangkal juga menyembunyikannya rasa itu rapat-rapat-.

"Jadi apa yang lucu, Tuan muda?"

Kim Taehyung berhenti memberontak. Membiarkan pelayannya memeluk sekenanya, lagipula pelukan iblis satu ini nyaman juga. Seperti bau rumah; neraka. "Cho juga Rimi. Mereka mengira kita yang bergabung pada permainan mereka, lucu sekali."

Iblis Jeon terkekeh tertahan, "Aku tak sabar melihat ekspresi mereka saat hancur menjadi butiran."

"Maaf kau harus bersabar sangat lama untuk dapat membunuh mereka, pelayanku." Kim Taehyung memutar tubuhnya untuk menghadap. Mengusap rahang tegas iblisnya lamat-lamat tanpa maksud apapun selain mengisi kebosanan. Dia yang selalu suka begerak dan tak tahan untuk diam saja.

"Tidak masalah, Tuan. Selama itu bersamamu, waktu akan terasa cepat." Jungkook menatap iris sewarna lelehan cokelat, begitu gugup untuk melewatkan sebuah keindahan sesosok manusia dengan rupa layaknya iblis. Sungguh berdosa, penentang Tuhan nomor satu.

Entahlah, bahkan Jungkook tak pernah melihat Tuan mudanya pergi ke gereja atau mengharap kehadiran Tuhan sebagai penolongnya. Karena memang sungguh tidak pantas ketika Tuhan yang suci disandingkan dengan Iblis bergelimpang laknat hina dari Penciptanya.

Maka tak sopan jika kau bekerja dengan si sumber dosa namun tetap mengharapkan kesucian. Dan Kim Taehyung dengan idiot sukarela melumuri dirinya dengan kekotoran dunia.

"Hahaha... gombal." Tawa itu terdengar tidak ikhlas. Hanya sebagai pengisi interval kekosongan penjawab perkataan yang entah kenapa tidak membuat berdebar sedikitpun. Tuan muda Kim menganggap itu hanya sebuah keformalitasan munafik; topeng.

Jeon Jungkook hanya tersenyum kecil saat remaja manis dipelukan mengatainya munafik. Tidak peduli, sang iblis sama sekali tidak ingin ikut campur dengan suara pikiran walau ingin sekali mencampuri dengan mengatakan, "Aku tidak munafik." Lalu dengan lancang membuktikan lewat persetubuhan panas.

Namun dia hanya diam, merasa bukan saatnya yang kadang masih ragu dengan perasaan sendiri. Tidak, tugasnya hanya sebagai pelayan pembasmi hama Tuannya. Taehyung, sebagai inang agar bebas membunuh dengan alasan. Lalu merasa tidak terlalu tersesat dan berdosa karena mempunyai alasan.

Meskipun Jungkook adalah iblis, ada sepercik rasa ingin diakui Tuhan. Sifat dasar semua makhluk; ingin mendapat perhatian dari Penciptanya.

Tidak, berapa kalipun mereka berbagi afeksi, berapa kalipun sosok Tuan dan pelayannya itu bercumbu intim bahkan sampai bersetubuh, Jungkook yakin tidak ada ikatan 'cinta' sebagai dasar. Karena hubungan manusia dan iblis, kenapa terdengar hina sekali?

"Aku akan pergi, Tuan." Tiba-tiba Jungkook beranjak. Ingin meluruskan kembali pikirannya yang tertarik membuat simpul membingungkan.

"Kau ingin terbang dari jendela ini?" Melirik satu di antara dua jendela besar yang tersedia. "Jangan sampai ketahuan."

"Tidak". Hanya jawaban singkat sebelum tubuh Jungkook menghilang menyisakan abu hitam yang hanya sebentar ada sebelum berbaur dengan udara.

Kim Taehyung menghela napas, menatap jejak kepergian penuh kebimbangan.


"Nona."

Cho Reeisea Izukage menoleh saat mendapati pelayan setianya, Kagari Rimishii memanggil.

Rimi yang sedari tadi diam serius dengan laptopnya -agak segan mengacuhkan nona Cho yang sedang meminum teh Camomile-nya dengan tenang- tiba-tiba berhenti mengetik. Menghentikan kegiatannya saat salah satu bagian yang ia kerjakan menunjukkan anomali.

"Ada apa, Rimi-chan?"

"Ada yang tidak beres, nona. Salah satu sensorku mendeteksi kekuatan supernatural." Jawab salah satu anggota Kagari yang disambut dengan senyum bahagia Cho.

"Tidak, nona. Anda tidak boleh senang karena asal kekuatan bukan dari laboratorium kita." Lantas lanjutan itu membuat senyuman bahagia luruh, "Apa maksudmu?! Jika ini bukan karena keberhasilan mutasi buatan kita, lalu darimana kekuataan itu berasal?!"

"Terlalu kecil untuk mengetahui tempat dimana kekuatan tersebut berasal, nona." Rimi menunduk sungkan, menatap lantai terlapis karpet dengan seratus persen rambut beruang. Namun fokusnya utuh untuk mendengar titah Tuan yang berikutnya.

"Aku tidak peduli Rimi. Jika bukan dari laboratorium kita, maka ada yang aneh disini. Cepat cari tahu asal kekuatan itu!"

"Apapun perintah anda."


Malam begitu pekat. Sayap hitam kelam berbaur dengan alam. Purnama naik tinggi keperaduannya, memberi cahaya terselimuti kepongahan. Lolongan menakutkan serigala terdengar sayup dari kejauhan, pohon-pohon tinggi bergoyang ribut terhempas sang kesepian.

Lalu Jeon Jungkook berada di atas sana. Melawan ganasnya angin dengan terbang melaju membelah malam, tak punya tujuan. Hanya ingin merasakan dingin yang mungkin mengurai benang kusut dipikiran, walau tak berdampak banyak karena reseptornya begitu tidak sensitive hingga kebal sampai tak terasa sama sekali.

Sayap hitamnya membentang lebar, bergerak teratur turun ke atas dan ke bawah sebelum benda itu diam. Iris pekatnya dibawa jalan-jalan menatap sekitar.

Sampai pandangannya terhenti di suatu titik. Tanpa sadar membawa diri ke tempat tinggalnya selama beberapa tahun ini; rumah dengan label milik keluarga Kuroshi.

Disana, ada Park Chanyeol dengan dua kurir yang baru saja turun dari truk. Berbincang sebentar sebelum dua orang berpakaian sama itu membuka bagasi dan mengeluarkan beberapa persegi besar yang lalu dipersilahkan dibawa masuk oleh si Park tiang listrik. Jungkook menaikkan alisnya, "Dia menerima barang di tengah malam? Apa dia sudah memberitahu Tuan?" tanyanya dalam hati.

Yang kemudian mengendikkan bahu acuh, berpikir apapun barang itu pasti tidak akan melukai Kim Taehyung. Dia tahu dengan benar sebesar apa cinta Park Chanyeol kepada adiknya itu.

Jeon Jungkook memutuskan pergi setelah meyakinkan diri benda persegi yang dibawa masuk ke dalam rumah hanya sebuah lukisan; untuk memperindah rumah keluarga Kuroshi yang besar. Sama sekali tidak mengetahui Chanyeol yang melirik, dan terkekeh sinis dan menatap penuh afermatif kebencian.

Chanyeol beranjak guna melihat karya lukisan yang cukup menakutkan sebab lukisan realisme social itu, terkekeh guna menertawakan kebodohan iblis jeon yang begitu dengan gampangnya percaya pada apa yang di lihatnya. Matanya melirik sinis, dengan tarikan sengit diujung bibirnya sebagai ungkapan rasa congkak yang berlebihan.

Terkekeh sekali lagi, ia meraba lukisan itu dengan bayangan masa depan yang begitu menggairahkan diakal sehatnya. Chanyeol tersenyum puas lalu kembali mengecup manja lukisannya, ia beralih beranjak meninggalkan ruangan nan gelap tempat dimana lukisan itu diletakan. Kaki jenjangnya terhenti, menutup pelan pintu itu seraya berkata.

"The game is begin, my Precious Lord." Dan kemudian, suara pintu tertutup didengar.


Author notes :

I hopes you all like it. So kindly give a review?

And thanks for the reply; sorry to sorry can't reply your reply. But, thanks for your appreciated! I've never expected you'll likes my story hehehe.

: 11/10/2017. Muffluousse.