Tidak ada yang tahu apa sebenarnya isi kepala seorang Choi Hansol, termasuk Seungkwan. Seungkwan memijat pangkal hidungnya, terlalu pusing dengan apa yang terjadi pada dirinya dalam lima belas menit terakhir.
Seungkwan bisa menebak jika Hansol tidak akan mendengarkan ucapannya ketika ia bilang untuk jangan datang ke toko. Seungkwan juga bisa menebak jika Hansol akan memaksanya untuk tetap pergi kencan sekalipun Seungkwan menolak keras. Tapi yang tidak pernah Seungkwan tebak adalah bagaimana Hansol dengan nekad kembali masuk ke toko setelah sepuluh menit ia tidak keluar, kemudian bicara pada ibunya atau lebih tepatnya meminta izin pada ibunya untuk membawanya pergi kencan. Tentu saja, sebagai ibu yang ingin anaknya memiliki kekasih, atau paling tidak merasakan kencan sekali seumur hidupnya, ibu Seungkwan dengan senang hati menyerahkan dirinya pada Hansol.
Pada saat itu Seungkwan merasa dikhianati ibunya sendiri. Ditambah Jeonghan mendukung keputusan ibunya.
Jadi, sekarang disinilah Seungkwan sekarang. Duduk di dalam mobil Hansol, bersebelahan dengan si pemilik yang tengah sibuk menatap jalanan di depan. Sore ini cuaca cukup mendung, bahkan sejak tadi gemuruh terus terdengar dari langit. Seungkwan hanya berharap hujan segera turun dan apapun acara kencan yang direncanakan oleh Hansol gagal karena hujan.
Suasana di dalam mobil benar-benar hening, hanya terdengar suara pendingin mobil. Bahkan jika pendingin mobil tidak dinyalakan, mungkin suara nafas kedua orang disana bisa terdengar jelas. Seungkwan yang merasa terlalu canggung dengan suasana hening ini, memutuskan untuk mengeluarkan ponselnya dan mulai menyibukkan diri, sementara Hansol masih menyetir dalam diam.
Beberapa saat kemudian hujan turun dengan deras. Beberapa orang yang tengah berjalan di trotoar mulai berlarian mencari tempat untuk meneduh. Beberapa halte bus sudah penuh sesak, begitu juga dengan kafe-kafe yang terdapat di sepanjang jalan. Seungkwan mengalihkan perhatiannya dari layar ponsel untuk melihat ke luar kaca mobil Hansol, menikmati bagaimana air hujan turun dari langit. Tapi beberapa detik setelahnya, ia memaki dirinya sendiri karena lupa membawa jaketnya. Ia bahkan tidak ingat kalau di musim panas, hujan bisa turun kapan saja dan ia masih saja melupakan untuk membawa jaket. Setelah ini sudah dipastikan ia akan kedinginan.
Hansol menghentikan mobilnya ketika lampu lalu lintas di depannya berubah warna menjadi merah. Sambil menunggu lampu tersebut berubah kembali menjadi hijau, Hansol terus-menerus mencuri pandang ke arah Seungkwan yang duduk di sebelahnya. Entah kenapa hanya dengan melihat gadis itu, Hansol jadi salah tingkah sendiri, padahal Seungkwan tidak melakukan apa-apa. Menatapnya pun tidak.
"Aku tahu kau memperhatikanku." Kata Seungkwan sebelum menolehkan kepalanya menatap Hansol di sebelahnya.
Hansol yang tertangkap basah memperhatikan Seungkwan, hanya diam. Benar-benar menjaga ekspresi wajahnya tetap datar, walaupun jantungnya sudah berpacu tak keruan karena ketahuan mencuri pandang.
"Katakan padaku," kata Seungkwan. "kau akan membawaku kemana?"
Hansol menggaruk tengkuknya. Jujur saja, sebenarnya rencana awalnya sudah hancur berantakan ketika rintik hujan pertama jatuh, dan Hansol sama sekali tidak memiliki plan B. Jadi, sekarang Hansol benar-benar sedang memutar otak untuk bagaimana ia tetap bisa menjalankan kencannya hari ini.
"Rahasia." Hanya itu yang bisa Hansol katakan untuk sekarang.
Belum sempat Seungkwan membalas, lampu lalu lintas sudah menyala hijau. Hansol dengan segera mengalihkan perhatiannya dari Seungkwan dan kembali menjalankan mobilnya. Untuk sekarang, Hansol akan membiarkan tangannya untuk menyetir entah kemana.
~oOo~
Seungcheol tengah bermain game di ponselnya ketika pintu depan rumah Hansol dibuka dari luar. Seungcheol mem-pause game yang ia mainkan kemudian menoleh ke arah pintu dan menemukan teman-temannya─Jun, Soonyoung, Mingyu, Seokmin, Chan─masuk seenaknya, tanpa izin. Kebetulan para maid sudah pulang, jadi hanya ada Seungcheol disini.
Begitu masuk, Soonyoung langsung mendaratkan bokongnya pada sofa, tepatnya di sebelah Seungcheol. Mingyu dan Jun langsung pergi ke dapur, Seokmin menyalakan televisi, dan Chan mengobrak-abrik rak berisi koleksi film milik Hansol. Seungcheol masih belum mengatakan apapun, hanya memandangi mereka satu per satu.
"Hyung, dimana Hansol?" tanya Jun sekembalinya dari dapur dengan membawa tiga kaleng cola di tangannya.
"Dia pergi." Jawab Seungcheol seraya menerima satu kaleng cola dari Jun.
"Kemana?" tanya Soonyoung.
"Entahlah, dia sendiri tidak bilang apa-apa padaku." Seungcheol mengalihkan pandangannya pada televisi yang menyala di depannya, sementara Seokmin dan Chan masih sibuk memilih film.
"Kalian sendiri? Kenapa datang kesini tidak memberi kabar lebih dulu?" tanya Seungcheol.
"Ini ide Soonyoung." Balas Mingyu. "Tadinya kami berkumpul di kafe, tiba-tiba saja Soonyoung menelepon dan mengajak kami kesini."
"Kalian bawa mobil?"
"Mobilku." Balas Soonyoung seraya mengangkat kunci mobil miliknya sebelum meletakkannya di atas meja.
"Kalian akan menginap?"
"Entahlah, tergantung situasi. Lihat saja nanti." Balas Mingyu.
Pembicaraan mereka terhenti karena suara Seokmin dan Chan yang tengah berdebat soal film yang akan mereka tonton yang kemudian dimenangkan oleh Chan dari hasil perolehan voting terbanyak. Seokmin kemudian mengambil duduk di karpet dengan wajah cemberut, sementara Chan langsung memasang film pilihannya dengan wajah penuh kemenangan.
Di lain tempat, Hansol dan Seungkwan tengah duduk berhadapan di suatu restoran di tengah kota Seoul. Ini benar-benar di luar rencana Hansol dan ia hanya mengikuti naluri saja. Karena hujan masih turun dengan deras, dan sangat tidak mungkin untuk membawa Seungkwan kencan di outdoor, akhirnya Hansol memutuskan untuk mengajak Seungkwan makan malam. Paling tidak ini terlihat sangat wajar.
"Katakan apa tujuanmu mengajakku pergi, Hansol. Aku yakin kau tidak sungguhan mengajakku kencan dalam artian 'kencan'." Seungkwan tiba-tiba memecah suasana hening di antara mereka.
"Untuk yang keberapa kalinya aku harus bilang kalau aku benar-benar mengajakmu kencan? Apa aku terdengar sedang bercanda sekarang?!" seru Hansol kesal karena sejak di mobil, Seungkwan terus mengatakan hal yang sama.
Seungkwan melipat kedua tangannya di dada sambil terus menatap Hansol yang duduk di hadapannya. Dari matanya, Seungkwan bisa melihat kalau pemuda itu serius dengan ucapannya, tapi entah kenapa dalam dirinya masih merasa ragu kalau Hansol sungguhan mengajaknya kencan karena semua ini sangat tiba-tiba. Ia dan Hansol sama sekali tidak bisa dikatakan sebagai teman, mereka juga tidak sedekat itu, lalu bagaimana Seungkwan tidak heran ketika Hansol dengan tiba-tiba mengajaknya kencan.
"Kenapa?" tanya Seungkwan. Jujur, ia sangat penasaran. Banyak sekali pertanyaan yang muncul di kepala Seungkwan sejak Hansol mengajaknya untuk kencan saat di Busan tempo hari. Seungkwan sangat ingin menanyakan itu semua, tapi Seungkwan hanya bisa merangkum semuanya dalam satu kata, 'kenapa?'.
Hansol mengerutkan dahi, tanda ia kebingungan dengan pertanyaan yang diajukan Seungkwan. Gadis itu menghela nafas panjang sebelum kembali bicara.
"Kenapa tiba-tiba saja? Lalu, kenapa aku? Kita tidak dekat, kita bahkan tidak bisa dibilang sebagai teman. Aku juga yakin, kau bahkan tidak sungguhan menyukaiku. Lalu kenapa?" Seungkwan akhirnya menjabarkan semua pertanyaan itu secara langsung pada Hansol.
Hansol menutup matanya seraya menghela nafas panjang. Ia belum bisa mengatakan secara gamblang perasaannya pada Seungkwan, karena ia sendiri masih belum tahu pasti apakah ia benar-benar menyukai gadis ini atau tidak. Bahkan ia sendiri masih dibingungkan oleh perasaannya sendiri.
"Jangan membuatku bingung, Hansol." Seungkwan kembali bicara karena Hansol tidak juga menjawab pertanyaannya.
Hansol membuka kembali matanya lalu menatap mata Seungkwan. Hansol paham kalau Seungkwan pasti kebingungan dengan sikapnya yang tiba-tiba. Tapi ia sendiri juga melakukan ini untuk mencari tahu apakah perasaannya pada Seungkwan sungguhan atau tidak seperti saran dari Seungcheol.
"Aku akan menjawab pertanyaanmu," kata Hansol. "tapi tidak sekarang. Aku perlu waktu. Untuk sekarang, biarkan seperti ini dulu."
~oOo~
Seungkwan dan Hansol selesai makan satu jam kemudian dan sekarang Seungkwan tengah menunggu Hansol yang sedang membayar makanan mereka sekaligus mengambil mobil. Hansol sudah mengatakan agar Seungkwan menunggu saja di dalam selagi ia mengambil mobil, tapi gadis itu terlalu keras kepala dan memilih untuk menunggu di luar restoran. Tolong ingatkan Seungkwan kalau ia tidak membawa jaket sementara hujan masih turun dengan deras.
Sepuluh menit menunggu, mobil Hansol akhirnya datang. Seungkwan yang sudah kedinginan, tanpa pikir panjang langsung berlari menuju mobil Hansol dan masuk ke dalam. Tidak perlu ditanya, sudah pasti Seungkwan basah kuyup karena berlari di tengah hujan deras.
"Kenapa kau lari?!" seru Hansol. "Lihat! Kau jadi basah kuyup!"
"Aku tidak apa-apa, kau tidak perlu seheboh itu." Balas Seungkwan, tapi tubuhnya bergetar karena kedinginan. Dan bohong kalau Hansol tidak melihatnya.
Kemudian Hansol segera membuka jaket yang ia pakai dan memakaikannya pada Seungkwan, membuat gadis itu langsung terdiam karena sikap Hansol.
"Jangan sok baik-baik saja. Sudah jelas kau kedinginan! Kenapa kau tidak membawa jaket sih ?!" seru Hansol setelah selesai memakaikan jaketnya pada Seungkwan. "Lain kali bawa jaket bersamamu! Hujan akan sering turun saat musim panas!"
Setelah bicara demikian, Hansol segera menyalakan mesin mobilnya dan membawa pergi mobilnya dari sana. Sementara Seungkwan masih terdiam karena sikap Hansol.
Selama perjalanan menuju rumah Seungkwan, keduanya sama sekali tidak bicara apa-apa. Seungkwan terlalu sibuk dengan pikirannya, sementara Hansol terlalu sibuk memperhatikan jalanan di depan. Hujan sudah mulai mereda, tidak sederas tadi. Tapi efek dari hujan deras yang turun tadi, udara di luar menjadi dingin, padahal sekarang sedang musim panas. Seungkwan yang masih kedinginan karena menerobos hujan tadi, tanpa sadar merapatkan jaket milik Hansol di tubuhnya, membuat sebuah senyum tipis tersungging di bibir Hansol ketika secara tak sengaja melirik.
"Terima kasih sudah mengantarku." Kata Seungkwan setelah mereka sampai di depan rumah Seungkwan.
Seungkwan hendak membuka kembali jaket milik Hansol untuk dikembalikan ke pemiliknya, tapi Hansol justru menahan tangan Seungkwan.
"Pakai itu! Di luar masih hujan." Kata Hansol.
Seungkwan tidak bisa mengatakan apapun selain 'terima kasih'. Kemudian gadis itu turun dari mobil Hansol dan masuk ke rumah setelah mobil Hansol pergi.
Hansol pulang ke rumahnya sekitar pukul setengah sembilan malam. Ketika memasuki rumahnya, teman-temannya, termasuk Seungcheol berada di ruang tengah, sedang menonton film horor. Mingyu, Soonyoung, dan Seokmin sudah menutup wajah mereka dengan satu selimut yang sama. Seungcheol dan Chan memilih menutup wajah mereka dengan bantalan sofa, sementara Jun adalah satu-satunya yang menonton dengan tenang sambil meneguk cola dari kaleng. Hansol kemudian mengambil duduk di samping Jun yang tampak lebih waras dari kelima orang lainnya disana yang tengah berteriak saat muncul jumpscare di film tersebut.
"Oh, Hansol-ah, kau sudah kembali." Jun menoleh sekilas menatap Hansol yang duduk di sebelahnya sebelum kembali menatap layar televisi di depan.
"Sejak kapan mereka begitu?" tanya Hansol melihat kelima teman-temannya yang entah menonton filmnya atau tidak.
"Film ini baru berjalan empat puluh lima menit dan mereka sudah ketakutan." Jawab Jun. "Omong-omong, kau darimana?" tanya Jun sebelum meneguk colanya.
"Kencan?" entah kenapa Hansol terdengar ragu saat mengatakan 'kencan', karena ia sendiri tidak yakin apa yang ia lakukan tadi adalah sebuah 'kencan' atau bukan. Tolong diingat kalau rencana kencan yang sebenarnya sudah berantakan saat hujan turun.
"UHUK...UHUK..." Jun yang tengah meminum cola, langsung tersedak ketika mendengar jawaban Hansol. "APA KATAMU?! KENCAN?!"
Hansol dengan agak ragu menganggukkan kepalanya, sementara Jun masih berusaha menetralkan rasa terkejutnya. Tidak hanya Jun, tapi keempat orang lainnya─minus Seungcheol─juga sama terkejutnya dengan Jun. Mingyu yang duduk paling dekat dengan meja, meraih remote dan langsung menekan tombol stop, mematikan film tersebut kemudian menatap Hansol.
"Kau... kencan?" tanya Mingyu, seolah tak percaya dengan ucapan Hansol.
"Yah, aku sendiri juga tidak yakin tadi itu sebuah kencan atau bukan." Balas Hansol. "Tapi, yeah, aku kencan."
"Dengan si-" Mingyu hendak bertanya lagi, tapi ketika satu nama terlintas di kepalanya, ia langsung terdiam sambil tetap menatap Hansol. "Jangan bilang kau... dengan 'dia'?"
Hansol merampas kaleng cola di tangan Jun, meneguk isinya sambil mengangguk.
"Sebentar... sebentar," Soonyoung menengahi, kemudian menatap Mingyu di sampingnya. "Kau tahu sesuatu?"
Mingyu belum menjawab tapi matanya tetap menatap Hansol yang masih santai meneguk cola milik Jun. Ia kemudian menatap satu per satu teman-temannya kecuali Seungcheol.
"Bukan hakku untuk mengatakannya." Kata Mingyu.
Soonyoung yang merasa tidak mendapat jawaban apapun dari Mingyu, menatap Hansol yang duduk di samping Jun. Ia hendak bicara, tapi suara dering ponselnya menginterupsi. Pemuda sipit itu kemudian meraih ponselnya dari atas meja lalu berdiri dari duduknya.
"Jangan bicara sebelum aku kembali." Kata Soonyoung sebelum pergi ke teras belakang rumah Hansol untuk menerima telepon.
Beberapa saat kemudian, Soonyoung kembali ke ruang tengah. Ia kemudian mengemasi barang-barangnya sambil menggerutu kesal.
"Kenapa? Kau mau kemana?" tanya Seokmin.
"Ayahku menyuruhku pulang." Balas Soonyoung. "Aku harus datang ke sebuah acara di luar kota. Katanya acara teman kakekku. Kalau aku tidak ikut, uang sakuku jadi taruhannya."
Soonyoung kemudian meraih kunci mobil miliknya di atas meja. Tapi sebelum benar-benar pergi dari sana, Soonyoung sempat menatap tajam Hansol.
"Kau berhutang cerita padaku." Kata Soonyoung. "Kau harus menceritakan semuanya dari awal sampai akhir saat aku kembali." Setelahnya, pemuda itu berjalan cepat ke pintu keluar sambil terus menggerutu soal ayahnya.
Sekarang tinggal Mingyu, Seokmin, Jun, dan Chan yang menuntut penjelasan dari Hansol. Sementara Seungcheol hanya memperhatikan dalam diam, sama sekali tidak ingin ikut campur.
"Jadi... apa yang mau kau jelaskan pada kami?" Jun yang bicara lebih dulu.
"Aku ingin mengakui sesuatu pada kalian." Kata Hansol. "Seungcheol hyung dan Mingyu sudah tahu lebih dulu. Aku minta maaf sebelumnya karena baru mengatakan hal ini pada kalian."
Hening sejenak, kemudian Hansol kembali bicara.
"Aku masih belum benar-benar yakin," Hansol mulai bicara. "tapi kurasa aku kena karma." sambungnya. Membuat teman-temannya menatapnya bingung. Karma apa yang dimaksud Hansol?
"Aku rasa aku menyukai Seungkwan."
~oOo~
Seungkwan tengah mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil sambil mendengarkan ocehan Jihoon di telepon. Sahabatnya itu kebetulan meneleponnya ketika ia baru saja selesai mandi. Karena tidak ingin membuat Jihoon merajuk karena ocehannya tidak didengarkan, akhirnya Seungkwan memasang mode loud speaker pada ponselnya yang tersambung dengan panggilan Jihoon, dan membiarkan sahabatnya itu mengoceh panjang lebar sementara ia melakukan hal lain─mengganti pakaian dan mengeringkan rambutnya.
"Aku bersumpah akan merobek mulutnya, Seungkwan-ah! Aku muak!" seru Jihoon di telepon.
"Ya...ya, aku paham kau marah. Tapi jangan melakukan hal kriminal, Ji." Balas Seungkwan, masih sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.
"Dia memamerkan kekasihnya pada nenekku. Dia benar-benar membawa kekasihnya, Seungkwan-ah! Dia. Membawa. Kekasih. Barunya. Ke. Rumah. Keluarga. Lee!"
"Lalu dia melakukan apa padamu?" tanya Seungkwan.
"Dia memamerkannya pada nenekku sambil menyindirku halus. Katanya bagaimana bisa aku mendapatkan kekasih sempurna seperti miliknya kalau aku selalu berkutat dengan buku. Ya Tuhan, aku bahkan lebih suka menjadi kutu buku daripada menjadi orang cantik tanpa otak sepertinya. Oh astaga, mengingat itu membuatku kembali kesal."
"Apa kata nenekmu?"
"Nenekku bahkan sepertinya lebih suka bicara dengan kekasih sepupuku daripada cucunya sendiri. Ya, tidak heran sih kalau nenekku tidak menyukaiku setelah aku merusak acara chuseok keluarga Lee." Balas Jihoon.
"Harusnya kau juga membawa kekasih, Ji."
"Jangan membuatku mengumpatimu, Seungkwan-ah. Siapa juga yang mau menjadi kekasih gadis sepertiku." Kata Jihoon.
"Jangan pesimis begitu, Ji. Kau cantik. Pasti akan ada laki-laki yang mau menjadi kekasihmu." Balas Seungkwan.
Terdengar helaan nafas di seberang telepon. Setelahnya Jihoon kembali bicara,
"Ya, aku harap aku bisa punya kekasih yang bisa kupamerkan pada keluargaku. Aku lelah selalu tidak dianggap seperti ini." Kata Jihoon dengan suara pelan.
Seungkwan paham akan keresahan Jihoon akan keluarga besarnya yang tidak terlalu menyukainya. Padahal Jihoon adalah gadis baik, hanya saja dia agak sedikit pemarah dan tempramental. Tapi entah kenapa Jihoon selalu dinomor duakan dari kedua sepupunya, padahal dua sepupunya itu tidak memiliki kepribadian yang baik. Seungkwan pernah bertemu salah satunya dan berakhir menjadi ejekkan. Katanya pantas saja Jihoon menjadi kutu buku karena berteman dengannya. Padahal saat itu Seungkwan tidak melakukan apapun, bahkan bicara dengannya pun tidak.
"Omong-omong, apa yang sedang kau lakukan?" tanya Jihoon.
"Mengeringkan rambutku. Kau meneleponku saat aku selesai mandi." Balas Seungkwan.
"Ah, bicara soal mandi, sepertinya aku juga harus mandi." Kata Jihoon. "Aku akan menghubungimu lagi, Kwan-ah. Sampai nanti!"
Kemudian panggilan tersebut diputus oleh Jihoon. Selepas Jihoon memutus panggilan tersebut, Seungkwan kembali sibuk mengeringkan rambutnya sambil duduk di tepi ranjangnya. Matanya kemudian tak sengaja tertuju pada jaket milih Hansol yang ia pakai tadi. Jaket tersebut agak basah karena dirinya, jadi ia berencana mencucinya besok sebelum mengembalikan pada pemiliknya.
Melihat jaket itu, tiba-tiba saja Seungkwan teringat apa yang Hansol lakukan saat di mobil tadi dan apa yang pemuda itu katakan padanya. Seungkwan tahu itu hanyalah sebuah ucapan remeh, tapi jujur saja, Seungkwan baru pertama kali selama delapan belas tahun hidupnya diperhatikan seperti itu oleh laki-laki dan Seungkwan tidak bisa tidak merona ketika mengingatnya. Terlebih ketika Hansol tanpa banyak berpikir memakaikan jaket itu padanya. Saat itu Seungkwan merasa jantungnya berpacu cepat. Bahkan ia merasakan ada sengatan listrik kecil di sekujur tubuhnya. Sensasinya aneh, tapi menyenangkan.
Seungkwan kemudian menggelengkan kepalanya pelan sebelum melempar handuk kecil yang ia gunakan untuk mengeringkan kepalanya ke arah kursi meja belajarnya, sementara ia merebahkan tubuhnya di atas kasurnya.
Terlalu banyak hal yang terjadi hari ini. Ia rasa ia butuh istirahat.
~oOo~
Seoul pagi ini kembali diguyur hujan walaupun tidak sederas tadi malam. Udara kembali mendingin walaupun tidak sedingin semalam. Beberapa orang bahkan memakai jaket untuk menghalau dingin, padahal sekarang adalah musim panas.
Jam menunjukkan pukul delapan empat puluh lima ketika seorang pria berusia sekitar pertengahan tiga puluh tahun, berjalan dengan langkah tegas menuju pintu kedatangan bandara Incheon. Pria itu memakai setelan jas yang sangat rapi, sepatunya pun sepertinya disemir dengan baik, rambutnya ditata dengan rapi dengan gel rambut, dan sebuah kacamata yang bertengger di hidungnya membuat penampilan pria itu tampak semakin berkharisma.
Tepat pukul sembilan waktu Korea, pintu kedatangan bandara Incheon terbuka. Si pria tadi memandang dengan tatapan tajam ke arah orang-orang yang keluar dari ruang kedatangan hingga orang yang ia tunggu akhirnya keluar. Seorang gadis keluar dari ruang kedatangan bandara Incheon sambil mendorong troli berisi dua koper besar dan dua tas berukuran sedang miliknya. Ia kemudian melepas kacamata hitam yang ia pakai lalu menatap si pria tadi yang sekarang sudah berdiri di hadapannya sambil membungkuk ke arahnya.
"Kau datang lebih cepat, sekretaris Kim." Kata gadis itu seraya menyerahkan troli berisi barang-barangnya untuk dibawa oleh pria yang dipanggil sekretaris Kim itu.
"Saya datang lebih cepat agar nona tidak menunggu terlalu lama." Balas sekretaris Kim.
Kemudian si gadis hanya tersenyum miring sebelum kembali berjalan menuju pintu keluar bandara dengan sekretaris Kim mengekori dari belakang. Gadis itu kemudian mengeluarkan ponselnya yang sudah ia nyalakan ketika ia di bagian imigrasi lalu ia tampak menghubungi seseorang.
"Halo?"
"Hai, sayang. Kau sudah sampai di Korea?" terdengar suara wanita paruh baya di telepon.
"Sudah, mom." Balas gadis itu. "Aku ingin ke kantor mommy sebelum pulang ke rumah."
"Tidak perlu, sayang. Mommy akan menemuimu di rumah. Kita harus makan malam bersama di rumah, menyambut kedatanganmu."
Si gadis tertawa pelan sebelum membalas, "Begitu? Kalau begitu, aku tunggu di rumah."
"Kau bersama sekretaris Kim, kan?"
"Ya, dia datang tepat waktu. Dia harus diberi reward."
Terdengar kekehan di seberang telepon, "Oke..oke, itu bisa diatur. Sekarang pulanglah ke rumah dan istirahat. Biar mom suruh kepala maid untuk menyiapkan makan malam spesial untuk menyambut kepulanganmu."
"Itu terdengar berlebihan mom." Balas si gadis.
"Tidak berlebihan kalau untuk anak mommy. Lagipula kau sudah sangat lama tidak kembali ke Korea. Kepulanganmu ke Korea benar-benar harus dirayakan."
"Aku pulang ke Korea karena daddy menyuruhku untuk bersekolah disini. Tidak buruk juga. Aku sendiri juga sudah bosan dengan New York."
Setelah sampai di tempat dimana mobilnya terparkir, si gadis mengakhiri panggilannya bersama ibunya sebelum masuk ke dalam mobil, sementara sekretaris Kim memasukkan koper milik si gadis ke dalam bagasi mobil.
Gadis itu menatap lurus ke luar kaca mobil sambil tersenyum, "Ah, aku merindukan Korea." Gumamnya pelan.
Setelahnya, sekretaris Kim masuk ke dalam mobil dan duduk di balik kemudi. Pria itu menatap anak atasannya dari kaca spion tengah mobil.
"Nona, ingin langsung pulang?" tanya sekretaris Kim.
"Ya, aku lelah. Penerbangan dari New York ke Korea benar-benar menguras tenagaku, padahal aku hanya duduk." Jawab si gadis.
Setelah si gadis bicara demikian, sekretaris Kim langsung menyalakan mesin mobil dan membawa mobil tersebut keluar dari area parkir bandara Incheon. Sepanjang perjalanan menuju rumahnya, gadis itu terus menerus menatap ke luar kaca mobil, menikmati pemandangan mobil yang lalu-lalang di jalan sambil tersenyum. Menghabiskan hampir seumur hidupnya di New York, membuat gadis itu hampir lupa bagaimana rupa Korea. Selain alasan studi, gadis itu juga menyetujui usulan ayahnya untuk pergi ke Korea karena ia memiliki alasan lain. Ada seseorang yang ia cari di Korea. Seseorang yang tiba-tiba saja pergi tanpa pamit, bahkan tanpa mengatakan atau meninggalkan pesan apapun.
"Sekretaris Kim," panggil gadis itu.
"Ya, nona?"
"Kau sudah mencari informasi yang kuminta?"
"Sudah, nona." Sekretaris Kim kemudian meraih sebuah dokumen yang diletakkan di dashboard mobil dan memberikannya kepada gadis tersebut.
"Sesuai perintah nona, saya sudah mengumpulkan semua informasi tentang Choi Hansol."
Gadis itu tersenyum seraya menerima dokumen yang diberikan oleh sekretaris Kim. Gadis itu kemudian membuka dokumen tersebut dan membacanya dalam diam.
"Oh? Dia sekolah di Yongnam High School?" gumam gadis itu. Ia kemudian menatap sekretaris Kim dari spion tengah mobil.
"Sekretaris Kim, tolong urus kepindahanku ke Yongnam High School. Pastikan aku bisa masuk saat libur musim panas ini selesai."
"Baik, nona."
Gadis itu tersenyum miring seraya kembali membaca dokumen tentang informasi Choi Hansol. Matanya kemudian menatap foto yang diambil oleh sekretaris Kim. Foto seorang Choi Hansol.
"Kau sama sekali tidak berubah." Gumam gadis itu sambil tersenyum ketika menatap foto Choi Hansol. "Well, I think we'll meet again, Vernon Choi. I hope you miss me."
-TBC-
Author's Note(s) :
1. Maaf ya aku baru bisa update sekarang. Karena lagi libur kerja akunya jadi males-malesan :") makanya baru bisa lanjutin ngetik kalo lagi pengen aja. Chapter ini aja baru aku rombak abis-abisan dua hari yang lalu karena aku lagi pengen ngetik.
2. Disini ada karakter baru lagi muncul. Setelah Eunwoo gak ada, muncul karakter antagonis lainnya:) Seungkwan bakal ketemu dia di chapter depan (semoga ya). Dan di chapter ini pada akhirnya Hansol ngaku juga ke temen-temennya walaupun Soonyoungnya gak ada. Soonyoung bakal tau nanti. Coming soon.
3. Ada surprise di chapter depan, tapi gak mau spoiler soalnya aku gak tau bakal sesuai sama plot yang aku tulis atau engga. Kalo sesuai, bakalan jadi surprise banget sih buat kalian. Aku emang seneng bikin surprise, bahkan buat chapter-chapter akhir yang entah kenapa plotnya selalu muncul duluan di kepala:(
Aku lagi gak mau banyak curhat karena emang lagi gak ada yang menarik. Semoga kalian suka ya sama chapter ini. Maaf kalo chapternya agak pendek dari biasanya. Dan semoga aku gak males-malesan lagi ya buat ngetik hehe:)
Seperti biasa ya, tinggalin review kalian. Semangatin aku buat rajin ngetik tolong:")
Semoga kalian suka~ Sayang kalian readers-nimku~
