Setelah memberi sebuah hadiah manis berupa cubitan maut pada perut Sai karena perlakuannya yang seenak jidat: memproklamirkan kepemilikan atas dirinya dan mengecup keningnya—dan membuat seluruh sistem tubuhnya bergerak dengan kecepatan tak terduga, terutama jantungnya, Sakura merengek untuk segera diantar pulang.

Ini tidak baik. Jelas bukan sesuatu yang Sakura harapkan. Dia tidak pernah memimpikan sosok Sai menjadi tunangannya, apalagi calon suaminya. Koreksi! Jangankan memimpikan, memikirkan bahkan membayangkan saja tidak pernah.

"Sudah mau pulang?"

Serta merta Sakura mengerem langkah tergesanya begitu melihat sosok kakek Sai. Meski merasakan rasa enggan yang luar biasa, namun demi sebuah sopan santun yang selalu dielukkan sang ibu sejak kecil, gadis itu membungkuk memberi salam.

"Selamat sore tuan Shimura." Sapanya sembari memberi senyum seadanya. "Saya Sakura Haruno. Maaf atas sikap serampangan saya, dan ya, saya berniat undur diri sekarang."

"Ah sayang sekali," Pria tujuh puluh lima tahun itu memasang wajah kecewa yang kentara. "Aku telah memerintahkan pelayan untuk membuat sajian makan malam istimewa untuk calon nyonya Shimura—" Sakura tersedak air liurnya sendiri begitu mendengar kalimat menggelikan itu. "Bisakah kau menunda kepergianmu hingga makan malam usai?"

Oh sialan. Orangtua dan anak-anak adalah kelemahan Sakura. Ia tidak kuasa menolak tawaran makan malam itu meskipun hatinya terus-terusan mengutuk kebodohanya. Lihat disebelahnya saat ini, Sai tersenyum seperti orang gila.

"Aku suka malam ini." ujar laki-laki tampan itu seraya mengambil kesempatan untuk mengenggam jemari gadis di sebelahnya. "Terima kasih kakek."

Merasa risih dengan genggaman Sai, Sakura berusaha melepaskan tautan tangan mereka dengan bantuan tangan kirinya. Namun genggaman Sai yang semakin menguat membuat perjuangannya sia-sia. Gadis itu hanya bisa membalas Sai dengan lirikan sengit.

"Kurasa aku harus meluruskan sesuatu disini." Kata Sakura dengan tegas. "Tuan Shimura, aku—"

"Tolong, Danzo saja." Potong Danzo

"Baiklah, Tuan Danzo, aku tidak menjalin hubungan dengan cucu anda. Bisa dibilang hubungan kami tidak akur. Ia membenciku, dan aku pun begitu."

"Siapa bilang aku membencimu?" Merespon dengan tenang Sai berucap, "Apa kau berpikir begitu karena aku sering mengolok-olokmu? Jujur saja aku melakukannya untuk menarik perhatianmu."

"Yah.. dan gangguanmu itu membuatku muak. Aku serius saat mengatakan aku membencimu." Tandas Sakura sengit.

"Aku juga mencintaimu, Sayang."

"Aku bilang aku membencimu! Aku tidak mencintaimu!" raung Sakura murka

"Tenang saja, Love. Cintaku padamu sangat besar hingga cukup untuk kita berdua." Kedua bola mata Sai berkilat dengan sorot memuja yang membara.

Rasanya Sakura ingin memukul batok kepala Sai kuat-kuat agar otaknya kembali ke posisi semula. Demi kolor jingga favorit Naruto! Sai pasti sudah gila!


Disclaimer: Naruto not mine.

Make It Mine: Ichaichinomiya

.

Shimura Sai x Haruno Sakura

.

Warning:

Typo's, crack-pair, dldr, read and review, ooc dll…

A/N:

Aku tidak bermaksud membuat cerita ini menjadi sebuah serial. Jadi, untuk berjaga-jaga aku selalu menyisipkan kata FIN di akhir cerita.


Merubuhkan tubuh lelahnya di atas kasur, gadis remaja itu mengerang kesal.

Percuma saja merengek pada ayah maupun ibunya untuk membatalkan pertunangan paksa yang bodoh itu. Tampak sekali mereka lebih menyukai si muka kapur busuk dibanding anak kandungnya sendiri.

"Kenapa Tuhan? Kenapa?!" Menjerit frustasi, Sakura menjambaki rambutnya sendiri.

Mengapa disaat ia benar-benar membenci seseorang, seluruh semesta mendukungnya untuk terus bersama dengan orang yang ia benci? Kenapa orang itu harus Shimura-brengsek-Sai? Kenapa bukan Uchiha Sasuke saja? Kenapa? Kenapa?!

Seakan belum cukup membuat Sakura mengamuk dengan berbagai macam ejekan bodoh nan kekanakan yang dilontarkan di sekolah, kali ini status barunya sebagai calon nyonya Shimura membuat Sakura terpuruk.

Rententan emosi bertumpuk yang ia rasakan membuatnya mengantuk. Sebelum pulas tertidur, Sakura bertekad untuk terus membangkang dan melawan hingga Sai membuat keputusan untuk mengakhiri hubungan mereka.


Tak terasa satu bulan berlalu sejak Sai memproklamirkan dirinya atas kepemilikan pada Sakura. Dan malam ini adalah perayaan tahun terakhir mereka di Konoha Gakuen dengan penyelenggaraan prom night.

Tadinya Sai berpikir acara itu akan menjadi sebuah ajang sempurna untuk mengumumkan kepada semua orang bahwa Sakura adalah miliknya, tunangannya, calon pendamping hidupnya (karena Sakura selalu melarang publikasi soal pertunangan mereka sebelum masa sekolah usai).

Namun kali ini ia berubah pikiran.

Sai tidak rela jika pria di luar sana melihat Sakura malam ini. Gaun merah itu terlalu terbuka. Memperlihatkan pundak dan lehernya yang menawan, penampilannya makin memikat dengan tatanan rambut model top knot yang membiarkan sisa rambut menjuntai membingkai wajah mungil gadisnya

"Sampai kapan kau akan menatapku begitu?!" Sakura berucap dengan ketus. Seperti biasa, mengabaikan pelototan garang ayahnya dan seruan protes rendah dari ibunya. Gadis itu berdiri dengan pose petantang-petenteng, menirukan tingkah preman. Sengaja dibuat begitu agar Sai merasa enggan dan akhirnya menolak perjodohan.

"Ganti gaunmu." Titah Sai dengan mata memicing sebal. "Jangan yang terlalu terbuka seperti itu."

"Kau pikir mengganti gaun itu tidak butuh waktu? Kita hampir terlambat!"

"Kalau begitu baguslah. Tidak usah datang sekalian!"

"Kau gila?! Ini pesta prom! Hanya terjadi sekali seumur hidup!"

"Sudahlah, kalian berdua!" Kizashi tak bisa menahan dirinya lagi untuk menghentikan pertikaian konyol dua sejoli itu. "Sai, kalau kau takut Sakura diserang hama penganggu, maka kau harus terus-terusan menempel padanya malam ini. Jaga dia, Nak."

Sai tersenyum dan mengangguk sopan sebagai respon balasan. Mengenggam jemari Sakura untuk berpasangan dengan jemarinya, ia melenggang pamit. Masa bodoh dengan kerutan alis dan bibir merajuk tunangannya. Malam ini ia akan menunjukkan kepada semua orang bahwa Sakura miliknya.


Melemparkan pandangan iri pada beberapa pasangan yang berdansa dengan penuh romansa, Yamanaka Ino kembali menghembuskan nafas berat. Disebelahnya, Shikamaru sebagai pasangan prom nightnya duduk dengan tampang tidak minat.

Demi rambut Kakashi yang tak pernah turun, Ino benar-benar akan mati bosan jika terus-terusan duduk di pojokan.

"Shika, aku mau kesana." Katanya dengan nada merajuk. Telunjuknya yang dipoles dengan cat kuku berwarna ungu gelap menunjuk area dansa.

Melirik bosan, Shikamaru menolak dengan nada ogah-ogahan. "Disini saja."

"Ayolah, kita berdansa ya?"

"Berdansa itu melelahkan. Sudah disini saja dan nikmati acaranya."

"Bagaimana aku bisa menikmati acara jika kau seperti ini?!" Bibir tipis milik Ino mengerucut sebal. "Kau pikir duduk diam itu menyenangkan? Hah… kenapa juga aku mau pergi ke prom denganmu. Jika tahu akan jadi begini lebih baik aku pergi tanpa pasangan. Mungkin aku akan dikerumuni oleh cowok-cowok anggota klub yang keren. Asal kau tahu ya, aku menghabiskan waktu lima jam untuk penampilanku malam ini. Make-up, menata rambut, kuku, dan juga memilih sepatu. Sungguh perawatan yang si—"

"SAKURA!"

Ino menghentikan segala ocehannya dan berdiri antusias ketika melihat kehadiran sahabat karibnya. Diam-diam Shikamaru menghela nafas lega.

"Ino. Kau terlihat menakjubkan." Sakura langsung menyambut pelukan Ino begitu ia tiba. Dua minggu tak bertemu dengan gadis cerewet ini benar-benar membuat Sakura rindu. Akhir-akhir ini mereka semua memang disibukkan dengan masalah perguruan tinggi.

Untunglah mereka semua masuk ke perguruan tinggi yang sama, Kunena University. Salah satu dari tiga universitas favorit di Konoha. Tenten si penggila animasi, berhasil menembus persaingan fakultas seni yang ketat. Ia memilih jurusan desain visual. Gedung kampusnya bersebelahan dengan gedung fakultas hukum tempat sang kekasih, Neji Hyuuga berada.

Sebagai penerus hotel dan rumah sakit milik keluarganya, Sakura bersenang hati memilih jurusan bisnis dan manajemen—sebelum ia tahu bahwa Sai satu jurusan dengannya. Sungguh sial.

Sedangkan Ino mengikuti jejak sang ibu, mengambil jurusan tata busana.

Diluar perkiraan semua orang, Shikamaru yang paling mengejutkan. Si jenius itu memilih untuk tidak kuliah dan memfokuskan dirinya mengembangkan perusahaan game yang baru ia bangun.

"Gaun itu cocok untukmu," komentar Ino membuat hati Sakura berbunga. Hah, si muka datar itu memang suka berlebihan. Pikiran Sakura kembali ke saat dimana ia bersitegang dengan Sai di rumah.

Sementara para gadis bicara dengan santai dan lepas. Shimaru dan Sai siaga dan menatap awas. Memelototi mata laki-laki manapun yang melihat pasangan mereka lebih dari tiga detik.

"Ah, dugaanku memang selalu tepat. Kau tahu, dulu setelah kita ujian olahraga aku pernah mengatakan pada Tenten bahwa kau akan berpasangan dengan Sai. Dan taraaa… lihat apa yang terjadi sekarang. Bukan hanya pasangan prom, tapi juga calon pasangan hidup. Hahahaha!" Ino berbisik menggoda Sakura. Membuat gadis mungil itu—karena Ino jauh lebih tinggi beberapa senti—mendelik ganas.

"Diam kau, pig!" sentaknya galak.

"Tenang saja forehead sayang, banyak yang nge-ship kalian kok. Hehehee…" amukan Sakura tak membuat Ino berhenti mengejeknya.

"Begitu juga kau," Sadar bahwa mulut besar Ino tak mempan terkatup dengan suara ketus, Sakura mencoba menyerangnya dengan godaan serupa. "Kulihat Shikamaru sibuk mempersiapkan masa depanmu dengannya."

Pergantian ekspresi mendadak langsung muncul di wajah Ino. "Diam kau, dekorin!"

Sakura tertawa sembari menghalau jemari Ino yang berniat untuk mencubit pipinya. Gerakannya yang tiba-tiba itu membuat ia terhuyung ke belakang dan menubruk tubuh seseorang dengan keras.

"Astaga. Maafkan aku. Sungguh aku tidak sengaja." Sakura menunduk minta maaf.

"Tidak apa-apa, Sakura."

Suara ini…

Sakura mendongak dan langsung terpukau dengan penampilan Uchiha Sasuke yang menawan. Tidak melihat wajah pria favoritnya selama beberapa bulan menjadi alasan Sakura betah mengamati garis wajah Sasuke terus-terusan. Rambut Sasuke tumbuh lebih panjang dari yang ia ingat. Dan bagaimana mungkin laki-laki itu terlihat lebih macho dengan jakunnya yang menonjol dan tubuh yang kian menjulang?

"Wah… kau jadi makin tinggi ya Sasuke," Memecahkan kecanggungannya, Sakura mengajak Sasuke bicara. "Aku jadi harus sedikit menengadah untuk melihatmu. Huh, nasib cewek mungil."

"Kau ada di ukuran yang tepat untuk dipeluk, Sakura."

Tak bisa dicegah, semburat rona merah langsung terbit di pipi Sakura. Ih… jadi baper. Batin Sakura cengegesan.

"Benar apa katamu, Uchiha," Secara tiba-tiba Sai turut serta dalam perbincangan mereka. Kalau boleh jujur, sebenarnya ia sudah gatal ingin beradu jotos dengan Sasuke karena sempat melihat rivalnya menatap penuh minat pada Sakura. Dan sebagai balasan atas tindakan lancangnya, ia harus segera memproklamirkan kepemilikan.

Maka dengan sengaja, lengan Sai mengelilingi pinggang gadisnya dengan mesra. "Sakura ada di ukuran yang tepat untuk dipeluk." Kedekatan mereka membuat Sai bisa mencium aroma bunga yang menguar dari tubuh Sakura. Membuatnya ketagihan untuk mengecup setiap sisi wajah Sakura.

"Bisakah kau menghentikan aksimu? Ini memalukan!" Limpahan kasih sayang dari Sai membuat tubuh Sakura panas dingin. Belum lagi dengan tatapan—entah apa maksudnya dari Sasuke, dan beberapa siswa lain yang turut memperhatikan. Tambahkan dengan seringai lebar Ino yang membuatnya ingin mengeruk kuburannya sendiri.

"Untuk apa malu pada tunanganmu sendiri, sayang? Aku yakin Uchiha memakluminya." Mata hitam Sai beradu pandang dengan mata jelaga Sasuke. Mengirimkan sinyal sarat konfrontasi untuk segera angkat kaki dari pandangan.

Mendengus sinis, Sasuke berlalu pergi tanpa berpamitan.

"Ck. Kau benar-benar niat mengumumkan soal itu ya?" Sahut Sakura ketus. Ia menyodok perut Sai agar pria itu melepaskan pelukan dari tubuhnya. "Berapa kali harus kukatakan, agar kau mengerti? Aku menolaknya! Aku tidak suka bertunangan denganmu!"

Sadar bahwa suara ketus Sakura akan mengubah mereka menjadi bahan tontonan gratisan, Sai bergegas mengajak gadis itu berpindah tempat ke lokasi yang lebih privat. Membuka pintu keluar aula dan berjalan menyusuri koridor sekolah hingga tiba di halaman belakang, barulah Sai angkat bicara.

"Kau tidak ingin mencobanya?"

"Mencoba apa?" Sakura mengusap lengan yang telah dilepaskan Sai. Ia menatap laki-laki dihadapannya dengan mata menyelidik saat sebuah kesadaran menyentaknya. "Tentang pertunangan itu maksudmu?"

Anggukan kepala Sai membuat Sakura mendengus.

"Begini ya. Terus terang saja, aku tidak percaya padamu! Sai yang aku kenal adalah remaja laki-laki menyebalkan yang gemar membuatku kesal. Bagaimana bisa aku menyerahkan hidupku pada laki-laki seperti itu? Pertunangan itu sesuatu yang serius. Sebuah tahapan yang berakhir pada pernikahan. Aku tidak mau bermain-main dengan hal itu."

"Aku tidak pernah seserius ini dalam menentukan pilihan Sakura," Sai menyentuh kedua bahu Sakura dengan lembut. Menatapnya dengan gelombang kasih sayang yang ia harap bisa diterima dan dimengerti oleh Sakura. "Aku benar-benar serius padamu."

Entah kemana perginya ledakan emosi yang biasa menghampiri Sakura saat gadis itu berdekatan dengan Sai. Tatapan mendalam dari Sai, membuatnya tenggelam gugup.

"Bolehkah aku mencobanya? Untuk menjadi kekasih, tunangan, dan suamimu kelak."

"Bagaimana jika gagal?"

"Itu tidak mungkin." Ucap Sai percaya diri.

Mendengus jengah, tahu hal seperti ini akan terjadi, Sakura melepaskan tangan Sai yang menggantungi pundaknya. "Bagaimana kau mengetahuinya secara pasti? Pede sekali!"

"Aku tahu jelas akan hal itu. Hubungan kita tak akan gagal. Jangan menolakku, itu membuatku terluka."

Kembali merengkuh jemari Sakura berada dalam genggaman. Sai berucap penuh kesungguhan "Setidaknya berikan aku kesempatan untuk membuktikan padamu."

"Hm. Oke. Aku rasa aku bisa mencobanya," Setelah beberapa detik terdiam, akhirnya Sakura berani memberi tanggapan. Meski dengan mati-matian menjaga suaranya agar tidak bergetar. "Tapi saat hubungan ini gagal, kau harus melepasku." Lanjut Sakura begitu melihat seringai besar dan aneh terbit di wajah rival sekaligus tunangannya.

"Itu tidak akan terjadi," Merengkuh Sakura lebih dekat, Sai mengecup bibir tipis yang gemar menentangnya habis-habisan. "Aku mencintaimu, Haruno Sakura. Sangat mencintaimu." Sai kembali memuja bibir manis tunangannya. Mengecup, memagut, dan menyalurkan semua perasaanya pada ciuman pertama mereka.


FIN