ROMEO AND CINDERELLA

Main pair:

[Park Chanyeol, Byun Baekhyun]

Disclaimer:

EXO (c) SM Entertainment

WARN! YAOI, OOC, TYPO, AU!

I hope you enjoy this story~

.

.

"Apakah kita takdir, Romeo?"

.

.

SEPASANG telinga itu selalu mendengar semua ocehan yang keluar dari mulut kedua saudari dan ibu tirinya. Pemuda bertubuh kurus yang selalu berpikir naif hanya bisa menunduk. Ia tak pernah membantah maupun menyahut segala omelan sang ibu tiri. Pemuda itu tetap diam dan hanya menurut.

Hidupnya bagaikan sinetron picisan dimana sang ayah telah meninggal dan dengan sangat terpaksa ia harus tinggal dengan ibu dan saudari tiri yang bisa dikatakan jahat. Karena selalu memanfaatkan kebaikan hati sang pemuda manis. "Kau ini tidak berguna, Byun Baekhyun! Masa mencuci pakaian saja tidak bersih?! Kau lihat, ini masih ada noda kuning!"

Gadis itu langsung memukul lengan Baekhyun keras. Tak puas akan kerja payah sang kakak tiri yang sudah mencuci pakaian. Dan pemuda naif itu hanya tersenyum, "Kalau begitu, biar kakak cuci kembali."

"Tidak perlu. Sekarang, lebih baik kau bersihkan rumah ini! Dasar tidak berguna!"

Sang ibu tiri kemudian mendorong tubuh ringkih Baekhyun. Pemuda itu hanya terdiam, walau seperti itu Baekhyun selalu menganggap bahwa ibu tirinya orang yang baik—ya, hanya saja tidak untuk sekarang. Kemudian tangan lentik itu mengambil sebuah sapu, lalu membersihkan noda-noda yang membandel di lantai.

Udara di pedesaan memanglah amat sejuk. Kau bisa menghirup oksigen sehat yang berasal dari hutan dan pegunungan asli. Menikmati air jernih di sungai, dan menatap hamparan bukit dengan rumput hijau—yang biasa digunakan para gembala untuk memberi makan hewan gembalaan mereka.

Sapu berwarna biru itu tengah melaksanakan tugas. Menghilangkan bakteri yang mungkin saja bisa membuat orang yang terkena virusnya akan sakit. Baekhyun dengan telaten membersihkan lantai, lalu mengelap beberapa kaca didalam rumah. Wajahnya selalu memancarkan raut bahagia.

Hatinya tak pernah merasa dendam dengan semua perlakuan keluarga tirinya. Ia selalu diajarkan agar menjadi orang yang sabar dan berhati mulia oleh mendiang sang ibu dulu. Namun, terkadang tetap saja yang namanya manusia akan merasa sedih maupun emosi.

Begitupula dengan Baekhyun. Ia terkadang menangis sendiri didalam kamar—yangmana digunakan juga sebagai gudang. Jahat memang, namun pemuda Byun selalu mengingat ucapan sang ibu dulu. Lelaki itu harus menerima semua takdir yang telah Tuhan gariskan untuknya.

Dan kini ia telah terbiasa dengan segala perilaku tak baik yang diberikan semua keluarga tirinya. Baekhyun akan tetap diam dan menurut, tak ingin mengecewakan sang ibu yang sudah tenang di alam sana bersama Tuhan.

"Hei, Baekhyun. Kau ini bisa menyapu dengan benar, tidak?!" dengan gaya yang sengak, Xiotong mulai memukul kepala Baekhyun kencang dengan sebuah kipas. Membuat pemuda itu sedikit terhuyung jatuh.

"Maaf, akan kubersihkan lebih baik lagi." ucap Baekhyun kalem.

Namun namanya benci tetap saja selalu singgah dihati gadis berwajah cantik itu. Dengan sengaja ia menjatuhkan air teh yang sedaritadi digenggam. "Ups, air tehnya jatuh."

Baekhyun segera berjongkok. Membersihkan gelas yang pecah. Dan ibu tiri Baekhyun datang disaat timing-nya sangat tidak tepat. "ADA APA INI?! HEI, KENAPA CANGKIRNYA PECAH?!"

"I-ibu, Baekhyun tadi sengaja menabrakku. Lalu gelasnya jatuh saat Aku pegang." dengan wajah merajuk, Xiotong mengadu pada sang ibu. Membuat wanita tua itu merengut kesal.

Baekhyun melebarkan mata, ia sudah sering di fitnah seperti itu. Namun tetap saja rasanya tidak nyaman, "Tapi Aku—"

PLAK!

"BERANINYA KAU BICARA PADAKU, SEKARANG KAU PERGI KE PASAR, BELI CANGKIR YANG MAHAL. KALAU TIDAK, KAU AKAN DIUSIR DARI RUMAH INI!"

Xiotong hanya mampu tertawa menatap wajah sedih Baekhyun. Membuat pemuda itu diam tak berkutik. Saudari yang satunya—Xianying hanya memasang wajah sinis. "Sudah sana pergi, nanti beneran ku usir kau! Dasar tidak berguna."

.

.

.

.

Baekhyun yang malang lantas pergi ke pasar. Dengan berbekal uang tabungan seadanya, ia menatap toko cangkir yang terkenal amat bagus. Namun sayang, uangnya tak akan cukup untuk membeli cawan cantik berwarna putih dengan motif bunga. Mata bulat itu hanya mampu menatap dari luar kaca.

"Baekhyun, sedang apa kau?"

Itu suara sang pemilik toko. Lelaki bertubuh tinggi itu berjalan menghampiri Baekhyun yang masih diam menatap, "Tuan Yifan?"

Wu Yifan—pemuda dengan wajah tampan serta kulit putih tertawa; memamerkan gigi bersih yang mempesona. Rambut hitam itu basah akibat keringat, namun jangan sekali-kali kau menggoda atau menatapnya lama. Karena kekasihnya yang berwajah panda; Huang Zitao akan selalu hadir dalam mimpi burukmu.

"Aku hanya ingin membeli cangkir itu. Tapi, uangku tidak cukup." ucap Baekhyun jujur. Pemuda itu menundukkan wajah, tak berani menatap sosok pemilik toko.

Sedangkan Yifan hanya tersenyum, "Disuruh ibu tirimu?"

"Ya." jawab Baekhyun.

"Tunggu disini." Yifan segera berjalan masuk kedalam toko, membuat Baekhyun sedikit heran.

Lelaki bertubuh tinggi itu keluar dengan membawa satu cawan cantik yang Baekhyun inginkan sedaritadi, "Ini untukmu."

Mata bulat pemuda Byun berbinar. "Benarkah? Untukku?"

"Tentu saja."

"Terima kasih, tuan Wu." ucap Baekhyun membungkuk. Membuat Yifan gemas sendiri.

Lelaki bertubuh kurus dengan kulit putih bersih pulang kerumah dengan wajah berbinar. Ia tak sabar ingin memberikan cangkir teh baru pada sang ibu tiri. Mungkin, perilakunya akan berubah ketika melihat cangkir putih itu. "Aku pulang."

Semua keluarga tirinya tengah duduk diruang keluarga. Mata mereka melebar tatkala menatap cawan cantik yang berkilau bagaikan emas batangan. "Hei, Baekhyun. Kau dapat darimana cangkir sebagus itu?" tanya Xianying.

Dengan suasana hati gembira, Baekhyun menjawab. "Tuan Wu memberikan cangkir ini padaku."

Semua terkejut. Bagaimana bisa seorang Wu Yifan bersikap sangat baik pada pemuda naif nan lugu yang satu ini? Apa mereka akrab?

"Kebetulan, Aku berteman baik dengan kekasihnya. Zitao." sambung Baekhyun.

Lalu cangkir baru itu diletakkan diatas meja. Baekhyun segera berjalan kedapur untuk membuat makan siang. Sedangkan ketiga orang jahat itu masih menatap cawan cantik yang biasa digunakan para bangsawan untuk sekadar menikmati teh hangat. Pasti harga cangkir ini mahal sekali.

"Hei, bagaimana kita manfaatkan Baekhyun untuk mencuri?" ucap sang ibu tiri.

Dengan wajahnya yang sinis—macam peran antagonis yang selalu hadir di sinetron-sinetron televisi, ia tersenyum menatap kedua putrinya yang sama-sama memiliki pikiran bejat. Xiotong dan Xianying pun hanya mengangguk, mengiyakan ajakan sesat sang ibu yang tak patut untuk ditiru.

Sang ibu lantas menghampiri Baekhyun yang tengah memberi bumbu pada ikan. "Baekhyun, sedang apa?" tanyanya lembut.

Pemuda itu terkejut. Tak pernah sang ibu tiri bersikap selembut ini. Ah, tak sia-sia ia pergi ke toko cangkir tuan Wu tadi. Ternyata sang ibu sangat senang. "Memberi bumbu untuk ikan, bu."

"Hei, bagaimana kalau kau duduk dulu. Ibu ingin memberitahu sesuatu padamu."

Lantas sang ibu tiri menarik lengan kecil Baekhyun. Menyuruh pemuda berwajah lugu itu agar duduk. "Begini, apa Baekhyun sayang ibu?"

"Tentu saja. Baekhyun sangat sayang pada ibu."

Lengkungan tipis terpatri di bibir wanita bermuka dua itu, "Maukah Baekhyun melakukan suatu pekerjaan untuk keluarga kita?"

"Tentu."

Senyuman jahat semakin melebar. "Baekhyun, maukah kau mencuri cangkir cantik tuan Wu? Kau tahu kan, cangkir buatan tuan Wu adalah yang terbaik. Gubuk reyot ini saja tak akan mampu untuk membeli cawannya."

"Tidak ibu. Itu tidak baik." ucap Baekhyun. Lantas sang ibu langsung menarik pakaiannya, "Hei bocah idiot, kau hanya harus berbaik hati pada tuan Wu, lalu mencuri beberapa cawan mahalnya."

Berapa kali pemuda itu menggelengkan kepala. Ia memang sayang pada keluarga, namun tetap saja itu perilaku tak terpuji. Dan sang ibu tiri menampar wajah manisnya beberapa kali. Darah mulai menetes dari sudut bibir ranum itu, Baekhyun hanya diam. "Sampai kapanpun Aku tak mau mencuri. Silahkan ibu tampar Aku beberapa kali."

Dengan sangat murka, sang ibu mengambil sapu lalu memukulnya pada Baekhyun kasar, "DASAR ANAK SIALAN! TIDAK TAHU DIUNTUNG!"

Tubuh ringkih itu berakhir penuh memar berwarna biru. Sapu pun akhirnya patah. Sang ibu meninggalkan Baekhyun sendirian di dapur dengan tubuh penuh luka. Lelaki itu berjalan tertatih menuju pintu belakang rumah, lalu berjalan menuju sebuah sungai. Menenangkan diri dengan aliran air jernih. Ia duduk di batu besar. Menangis tersedu-sedu dengan memegangi tubuhnya yang lemah.

"Hiks—kenapa selalu seperti ini."

Tak ada sesiapapun yang menjawab. Air mengalir dan rumput yang bergoyang pun diam membisu. Pemuda itu berdiri diatas batu besar. Merentangkan kedua tangan—merasakan udara dingin yang menerpa pori-pori. Kulit putih terlihat begitu biru kemerahan. Mata terpejam, menikmati waktu-waktu yang menenangkan.

Baekhyun ingin terbang ke langit. Andai saja dulu dirinya dilahirkan sebagai seekor burung merpati yang cantik, mungkin ia akan pergi sejauh mungkin dari sini. Kakinya perlahan maju, lalu perlahan ia terhuyung kebawah sungai. Terombang-ambing dengan arus yang tak stabil. Terhuyung-huyung mengikuti derasnya air.

Mungkin bunuh diri adalah jalan terbaik untuknya. Toh, tak ada yang melihat aksi beraninya ini. Ia menenggelamkan wajah ke deras air. Merasakan sakit dan tajam serangan ombak air. Batu-batu besar yang menghalangi jalan, dan Baekhyun berharap malaikat maut menjemputnya sekarang. Ia ingin menyusul kedua orangtuanya di surga.

.

.

.

.

"Hei, kau dengar Aku?"

Samar-samar terdengar suara berat seseorang. Baekhyun mengerjapkan mata. Lengket sekali seperti getah pohon karet. Bola mata hitam itu menatap wajah tampan seorang pria. Hidungnya mancung, kulitnya putih, tubuhnya berisi dengan otot bisep, dan telinga lebarnya. "Hei."

Sekali lagi, pemuda itu bertanya pada Baekhyun yang masih terdiam. Pemuda Byun langsung memuntahkan isi air sungai yang sempat masuk kedalam tubuh. Ternyata ia tak mati. Ada seseorang yang menyelamatkannya. Dan orang itu tengah menepuk punggung Baekhyun, "Untung kau selamat."

"BODOH! KENAPA KAU MENYELAMATKANKU?! AKU INGIN MATI!" Baekhyun berteriak. Ia terisak, memukul-mukul dada bidang lelaki yang telah menyelamatkan nyawanya.

Pemuda tampan itu terheran. Hei, baru kali ini ia melihat orang yang marah karena nyawanya selamat. "Jadi, tadi kau memang berniat bunuh diri?!"

Baekhyun yang pada dasarnya memiliki sifat lugu, ia pun mengangguk. Memanyunkan bibir ranum berwarna merah muda—pertanda ia tengah merajuk.

"Kenalkan, Aku Park Chanyeol. Kau bisa memanggilku Chanyeol." pemuda itu mengulurkan tangan.

Si manis Baekhyun menatap wajahnya, lalu menyambut uluran tangan Chanyeol. "Byun Baekhyun, panggil saja Baekhyun."

"Bagaimana kalau Byunrella? Kau terlihat manis seperti Cinderella." goda Chanyeol. Membuat pria manis itu bersemu merah.

"A-aku ini tampan!" ucap Baekhyun imut. Membuat Chanyeol semakin gemas. "Oke oke, sebaiknya kau ku antar pulang. Rumahmu dimana?"

"Rumahku di—"

Baekhyun menatap sekitar. Tak ada gubuk kecil dipinggir sungai. Sedangkan Chanyeol mengikuti arah mata si lelaki manis. "Hei, rumahmu dimana?"

"Sepertinya Aku hanyut terbawa arus." ucap Baekhyun.

Pemuda manis itu kembali menunduk. Ia tak tahu berada dimana. Diseberang sana ada hutan belantara. Dan Chanyeol kemudian mengenggam tangan lentik pemuda Byun.

"Hei, mau ikut bersamaku?"

.

.

.

.

TBC

A/n:

Hai, saya membuat fanfiksi ini twoshot—karena kalo oneshot nanti kepanjangan. Fanfik ini terinspirasi dari MV Len Kagamine ft. Rin Kagamine - Romeo and Cinderella.

Sebelumnya, fik ini saya buat dengan pair JunHao. Namun saya memutuskan membuat versi ChanBaek.

Terima kasih sudah membaca.

-levieren225