SQUEEZE
…
Dislclaimer!!!
Kuroko no Basuke by Fujimaki Tadatoshi
Original story by Me
…
Warning!!
BL, TYPO, AU, OOC, M-Preg, alur cepat, antar paragraph tidak sinkron, dan kemungkinan masih banyaknya kecacatan dalam penyusunan atau penggunaan tata bahasa.
…
DLDR/NO FLAME!!! Saya sudah mengingatkan!!
...
~Enjoy Read~
…
Waktu istirahat telah berlalu sejak satu jam yang lalu, suasana kafetaria yang sempat membeludak pun mulai lengang seiring dengan kembalinya para pekerja rumah sakit untuk kembali menjalani aktifitas pelayanan terhadap para pasien mereka.
Shintarou terlihat terburu-buru keluar ruangan begitu tubuhnya muncul dari balik ruangan besar berdaun pintu ganda, Baru saja ia selesai dengan kegiatan rapat para petinggi rumah sakit.
Raut lelah terlukis di wajah tampannya, kantung mata yang mulai menunjukkan bulatan hitam samar tersembunyi dibalik kacamata bening kotak frame hitam yang selalu setia bertengger di matanya.
Kaki jenjang berbalut celana bahan berwarna coklat tua berjalan menyusuri koridor lantai dua ruang VIV, ia tak memiliki jadwal memeriksa pasien setelah ini.
harusnya dokter tampan itu mengambil jam istirahat sejenak untuk menggantikan waktu istirahatnya yang dihabiskan dalam kegiatan rapat tadi yang memang cukup menguras tenaga, karena bagi shintarou lebih baik melakukan operasi beruntun daripada harus duduk berlama-lama dalam rapat yang tak jarang berjalan alot.
Langkah kakinya terhenti begitu melihat satu sosok familiar berdiri tak jauh dari pintu ruangan yang juga menjadi tujuannya.
"Kau tidak masuk!"
Manik hetero menengok pada sosok yang tiba-tiba mengeluarkan tiga patah kata tanpa ada basa-basi sebelumnya.
"Tidak!" jawab Seijurou datar. Tatapannya jelas terlihat pada sosok yang nampak terlihat tidur melalui bilah kaca pintu.
Shintarou menghembuskan nafas lelah.
Rasa-rasanya ia tak pernah merasakan suasana akan mencair sekali saja setiap ia berinteraksi dengan seijurou. Apakah karena Tetsuya? Tidak! Bahkan hubungan dua saudara angkat itu sudah dingin jauh sebelum hadirnya sosok Tetsuya diantara mereka.
Seijurou yang tertutup tak pernah sekalipun membiarkan saudara angkatnya itu menyentuh daerah teritorial hidupnya.
Meski tumbuh bersama, mereka hanya sekedar cukup mengetahui sifat satu sama lain tanpa terikat hubungan empati dan kasih sayang layaknya saudara, dan semuanya kian memburuk ketika mereka terlibat cinta segitiga yang dramatis.
Dalam beberapa menit, latar kedua pria tampan bermarga Akashi itu kini telah pindah di kafetaria lantai dua.
"Tetsuya mungkin saja mengharapkan kau ada disisinya dalam situasi seperti ini". Shintarou memutuskan keheningan lebih dulu.
Terlihat belum mau menanggapi, Seijurou lebih fokus menikmati secangkir kopi yang sebelumnya telah ia pesan, membuat shintarou kembali menghembuskan nafas lelah.
"aku tidak mengerti dengan jalan pikiranmu"
Shintarou kembali melanjutkan ucapannya meski ia tahu akan berakhir dengan bermonolog sendirian.
Seijurou dengan tanggapan dingin yang seperti ini sudah sering ia hadapi sebelumnya. tak sedikit pun ia merasa tersinggung.
"Sebelumnya kau begitu intens mendekatinya, sampai-sampai melakukan hal ekstrim-" shintarou memotong ucapannya begitu mengingat dirinya pernah beberapa kali mendapatkan perlakuan ekstrim saudara angkatnya itu, ia bergidik ngeri.
"Kini kau malah menjauhinya, apa sebenarnya yang kau inginkan?" lanjutnya.
"Bukan urusanmu!" seijurou sama sekali tak menunjukkan persahabatan dalam setiap nada bicaranya.
"…" shintarou kini memilih bungkam, membiarkan suasana yang kian mendingin itu berjalan sesuai alur yang diinginkan saudaranya itu, ia tahu jika percuma masuk dalam permasalahan seijurou jika seijurou sendiri enggang untuk membuka daerah teritorialnya.
"Kami akan bercerai" ucap seijurou datar sontak membuat sepasang emerald yang tersembunyi dibalik kacamata shintarou membulat.
Shintarou hendak bertanya namun ia urungkan, ia menangkap jika ungkapan seijurou barusan belumlah selesai, dan ia yakin jika seijurou belum mengutarakan maksud yang sebenarnya.
"Aku akan menghancurkan sikap keras kepalanya itu" raut wajah yang tadinya datar tiba-tiba tersapu oleh raut kelicikan yang tesembunyi dibalik ketampanannya, menampilkan sesuatu yang tersembunyi, semakin terlihat menakutkan ketika seringai mulai terbentuk dari lengkungan bibir yang mulai tertarik ke sudut-sudut bibirnya.
"Kau tidak bisa melakukannya Seijurou, kondisi tetsuya saat ini rawan, daripada melakukan hal-hal yang berpotensi membuat tingkat stressnya semakin tinggi, aku lebih menyarankan kau saja yang mengalah". Shintarou sudah mampu menangkap maksud saudara angkatnya.
"Aku bukan dirimu shintarou! Jadi apa yang kau sarankan itu tak berguna" elak seijurou.
"Kau tahu jika tetsuya itu keras kepala, ah bahkan dari banyaknya manusia yang kutemui dia adalah spesies yang memiliki tingkat keras kepala paling tinggi".
"Aku tahu, tapi kau akan membuat pertaruhan besar, dan jika pertaruhanmu itu berdampak buruk pada Tetsuya, aku pasti akan membalasmu" Shintarou beranjak dari tempat duduknya.
Meski wajahnya terlihat tenang namun ia bersungguh-sungguh dengan ucapannya.
Dokter tampan itu akhirnya meninggalkan saudara angkatnya sendiri di salah satu bangku kafetaria.
"sikapmu yang seperti ini yang membuatku semakin yakin dengan apa yang akan kulakukan. Shintarou!" Seijurou tersenyum sinis.
~0o0~
Tetsuya merasa senang akhirnya dia bisa kembali ke rumah meski baying-bayang kesendirian dalam istana megahnya kadang terlintas. Namun, lebih baik baginya ketimbang harus terus berbaring di ranjang rumah sakit.
Dulu rumah sakit adalah satu dari dua tempat yang sangat disukainya dan waktu siang hari adalah hal yang paling ditunggunya. Tapi,
Kini Tetsuya lebih suka dengan mansion mewah yang sepi, menghabiskan lebih banyak waktunya untuk membaca di perpustakaan, berjalan-jalan dihalaman belakang yang dipenuhi taman bunga yang indah atau mengurung diri di kamar besarnya, menikmati kicauan burung yang bertengger pada dahan melalui balik jendela, dan waktu yang paling ia tunggu pun tak lagi siang. Namun tengah malama.
Tetsuya selalu tak sabaran menanti tengah malam tiba dimana ia bisa tertidur dengan nyaman pada ranjang king sizenya yang sangat empuk.
Mengistirahtkan sendi-sendinya yang semakin hari terasa semakin cepat lelah. Tapi, tak hanya itu kenapa waktu malam begitu ia nantikan. Bukan sekedar untuk bisa beristirahat dengan tenang, bukan!
Ia tak sabar menanti datangnya tengah malam karena pada saat itulah akan datang seseorang menemaninya, membelai lembut perut besarnya, mengecup mesra dahinya atau sekedar berbagi cerita hingga pagi menjelang. Meski ia menutup matanya rapat-rapat, ia sangat menikmati kegiatan itu, kegiatan dimana ia seolah-olah seperti boneka yang terbaring nyaman di atas kasurnya.
Jika orang itu akan sangat kecewa begitu mendengar suara kokokan ayam pertanda akan munculnya fajar, tak ada yang tahu jika tetsuya lebih kecewa. Ia rasanya ingin menahan tangan itu agar tetap berada disisinya namun entah mengapa akan selalu terasa sulit, bahkan menggerakkan satu jari untuk sekedar membalas genggaman pada tangannya saja ia tak mampu.
Setelah malam pertama dimana orang itu diam-diam menemuinya, Tetsuya merasakan ada sesuatu yang berbeda.
Emosi yang biasanya meluap ketika mereka bertatapan seakan tak terasa, hanya meninggalkan rasa hangat yang selama ini hilang dari ruang hatinya.
Tetsuya mulai menyadari semua kekeliruan perasaannya, awalnya ia menolak namun lama-lama ia tak kuasa juga meski sampai detik ini pun ia masih mengelak tapi tetap saja hatinya merasa tak kuat, dan puncaknya terjadi ketika ia melihat orang itu begitu bahagia bersama orang lain. Ia tak suka, ia cemburu.
Ingin rasanya dia menghampiri, meraih lengan kokoh itu untuk dibawa dalam pelukannya, bergelantungan dan mengatakan pada wanita itu jika Seijurou adalah miliknya. Yah, lelaki itu adalah miliknya, namun sayang sekali hatinya masih bertentangan dengan ego yang terus meracuni otaknya dengan rasa sakit yang selama ini ditorehkan seijurou.
Tetsuya bimbang, diantara benci yang masih kokoh berdiri dihatinya kini tumbuh benih cinta yang kian hari kian berkembang.
Ia ingin membuka lembaran baru kehidupan bersama dengan seijurou, namun ia ragu. Ia ragu begitu melihat wajah tampan itu terlihat begitu bebas dan bahagia jika tak didepannya, dan perasaan ragu itu kian menghantui ketika tak juga didapati sosok itu muncul, menjenguknya saat berada di rumah sakit. Jauh dilubuk hatinya ia merasa kecewa.
"Aku akan memulainya terlebih dulu jika malam ini kau datang" bibir tipis sewarna persik bergumam. Raut wajahnya menampakkan harapan yang besar. Ia berharap tak kecewa malam ini.
~0o0~
Bagian barat langit masih terlihat keemasan, belum sempurna terganti dengan warna gelap yang perlahan menggeser. Tapi, nyonya muda Akashi sudah mengurung diri di kamarnya jauh sebelum matahari mulai terseret ke arah barat.
Netra birunya sesekali memandang jam weker yang berdiri di atas nakasnya. Mendengar detaknya seirama dengan perpindahan jarum pada setiap detiknya.
Wajahnya terlihat serius menikmati bacaan yang sedari tadi ia pangku, bersender nyaman pada sandaran ranjang yang tak kalah empuknya. Meski tak ada yang tahu jika fokusnya tak lagi pada buku tebal dipangkuan, tapi beralih pada detak jarum.
Semakin ia perhatikan rasanya semakin lama, jika ia punya kekuatan untuk membuat tengah malam datang lebih awal rasanya ia ingin melakukannya.
Kepala biru menggeleng, berusaha menolak segala kegundahan hati yang mulai menunjukkan diri, sedari tadi jelas terlihat melalui gerak matanya yang terus kehilangan fokus, terambil oleh suara detak jam yang kian terdengar keras namun tak juga berjalan dengan cepat.
Tetsuya mengembuskan nafas pelan, ia mencoba memfokuskan perhatiannya pada buku yang dari tadi ia abaikan. Matanya terpejam cukup lama sembari nafas yang coba ia atur, hembuskan pelan. Berulang kali ia melakukannya hingga sebuah getaran lembut terasa pada perutnya. Tetsuya tersenyum.
Perut bulat itu ia belai perlahan penuh sayang, buku yang berada dipangkuan sudah berpindah ke atas nakas.
"Kau pasti merindukan ayahmu yah, aka-chan" tetsuya mulai bermonolog, meniru apa yang dilakukan Seijurou setiap malamnya, diiringi dengan telapak tangan yang terus membelai lembut perutnya, senyum tipis tak luntur dari wajahnya.
Getaran kembali dirasakan seolah aka-chan di dalam sana menanggapinya "iya ibu".
"Ayah pasti akan datang sayang, dia sangat menyayangimu-"
"Dia akan bercerita lagi malam ini, kau pasti tidak sabar ya sayang" Tetsuya merasa gemas dengan bayinya yang terus menendang.
"Ibu juga tidak sabar" bisiknya pelan.
Seolah asyik terbawa suasana saat berbicara dengan buah hatinya tetsuya sampai tak sadar jika malam semakin larut namun, rasa kantuk tak juga menghampirinya.
Punggungnya terasa pegal karena terlalu lama bersandar akhirnya Tetsuya memutuskan untuk berbaring.
Diliriknya lagi jam yang masih tak berpindah dari posisinya. 23.45
"Lihat sayang, sebentar lagi ayah akan pulang" ucapnya pada sang jabang bayi diiringi dengan senyum.
Rasa tak sabar seakan menguasai dirinya sampai-sampai jantungnya terasa berdetak lebih kuat.
Tetsuya mencoba memejamkan mata, tak ingin dirinya bertemu dengan seijurou dalam keadaan terjaga, rasanya masih terlalu canggung meski ia ingin sekali. Yah ia sangat menginginkannya.
Menginginkan bicara normal tanpa ada kebencian setiap tatapan keduanya bertemu. Ia merasa belum saatnya tapi dia yakin hari dimana dia dan Seijurou pada akhirnya bisa menjalani kehidupan normal layaknya pasangan akan segera datang.
15 menit berlalu, tak ada suara langkah kaki yang biasa ia dengar.
"ah, mungkin ayahmu sedang dalam perjalanan sayang" hiburnya pada sang buah hati yang kembali menendang.
30 menit, belum terdengar apa-apa.
1 jam……
2 jam……. Terlewat.
Belum ada tanda-tanda kedatangan seijurou, suasana kian terasa sepi. Terlebih malam yang kian larut, orang-orang mungkin saja tengah bergelung hikmad dalam selimut hangat mereka.
Tetsuya masih terjaga, Netra biru mudanya jeras menyorotkan kekecewaan dalam tatapan yang menyendu namun dapat terlihat jelas ditengah penerangan cahaya kamar yang remang.
Tangan halusnya masih membelai perut besar dimana si buah hati berada, menenangkan makhluk mungil yang terus menendang-nendang seakan marasakan perasaan resah sang ibunda.
Malam yang dinanti berakhir, seiring dengan suara kokokan ayam dibagian timur sana, menyisakan rasa kecewa dari dua makhluk tuhan (satunya masih di dalam perut), rasa kecewa dan resah yang terasa menyiksa.
Seijurou tak mengunjungi mereka seperti biasanya. Keduanya sama-sama kecewanya, terlihat dari raut wajah si calon ibu muda. meskipun begitu, tetsuya masih berharap karena masih ada malam yang lainnya bagi mereka bertiga untuk bisa bersua.
~0o0~
Rasa kecewa yang ditepis sejak awal nyatanya tak mau pergi, terlalu sayang rasanya hingga terus bergelantungan pada sosok cantik malaikat biru muda. malam-malam berlalu dengan sangat kejam, tak juga mau menyampaikan perasaan rindu yang dia dan anaknya pendam.
Tak ada lagi tanda sang tamu malam yang seenaknya mengelus perut atau rambutnya, berbicara sendiri hingga mengganggu tidurnya, atau dengan kurang ajarnya meninggalkan satu kecupan yang membuat dada bergetar tak karuan.
Seijurou menghilang sempurna, tak ada kabar berita. Bahkan semua pelayan tak sedikit pun menyinggung soal majikan mereka.
Tetsuya ingin bertanya namun selalu diurungkan, seolah ada yang menahan dirinya untuk mengucap satu nama yang sangat dirindukan.
Mengurung diri di kamar akhirnya menjadi pelarian, tak ada lagi niat untuk menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan di halaman belakang, bunga-bunga dan kicauan burung tak lagi merdu ditelinganya. Buku-buku tak lagi menarik perhatiannya.
Tetsuya berubah menjadi pemurung, air mukanya yang datar terlihat kian sendu.
Mata indahnya sempurna sudah dikelilingi lingkaran hitam yang terlukis begitu jelas. Kulitnya kian memucat, bibir yang berwana peach sempurna terganti dengan daging kenyal tak berwarna.
Ia tetap menunggu, tetap berusaha terjaga meski malam tak lagi mengantarkan sosok yang dirindukan itu datang padanya.
Hanya bayi mungil di dalam sana yang bisa menghiburnya, tinggal dua minggu lagi hingga ia bisa menatap sosok mungil yang ia yakini akan mewarisi paras ayahnya. Namun rasa gundah dalam hatinya tak kunjung mereda, ia butuh Seijurou disisinya.
Tetsuya mengelus perut besarnya sesekali, seakan berbagi resah dengan si buah hati yang akhir-akhir ini dirasa lebih aktif menendang, mungkin dia ingin menghibur ibunya yang dilanda resah akibat kerinduan.
Tokk tokk tokk……..
Tok tok tok …….
"Tetsuya-sama"
Suara ketukan pelan terdengar dari balik pintu, disusul dengan sebutan namanya yang diucap berulang-ulang.
"Tetsuya-sama, saya masuk" ucap suara itu diringi dengan suara daun pintu yang terbuka. Terlalu lemah atau mungkin terlalu malas menanggapi Tesuya hanya diam saja, membiarkan pelayan paruh baya kepercayaan keluarga suaminya mendekat ke arahnya yang masih asik bersender di atas ranjang.
"Makan malam sudah siap, Tetsuya-sama" ucap lelaki itu sopan.
"Kau bisa membawanya kemari seperti biasa" balas Tetsuya. Setalah malam itu, Tetsuya memang selalu meminta agar makan malamnya diantar saja ke kamar. Rasanya terlalu malas untuk terus turun ke ruang makan ditambah moodnya yang selalu buruk setiap kakinya beranjak keluar dari kamar.
Tubuh yang lebih besar dari ukuran sebelumnya bergeser perlahan, mencari posisi yang nyaman baginya. Biner biru ia sembunyikan, rasa lelah menjalar hingga rasanya ia ingin istirahat saja.
"Sebaiknya anda siap-siap, Seijurou sama sudah menunggu di meja makan" lelaki paruh baya itu menunduk sopan lalu undur diri tanpa menunggu jawaban dari sang majikan.
Tetsuya merasakan gejolak pada dadanya begitu mendengar apa yang diucapkan pelayannya barusan 'seijurou ada di rumah' entah darimana rasa senang tiba-tiba menguar, tetsuya terlihat lebih segar.
dengan sisa tenaganya Tetsuya beranjak dari tempat tidur. Telapak kaki yang kian gemuk berjalan menuju kamar mandi, langkahnya tiba-tiba berhenti ketika melihat pantulan dirinya pada cermin besar dekat pintu kamar mandi.
Diraba wajah cantiknya perlahan.
"Wajahku kusut sekali" ucapnya lirih disusul dengan senyum mengejek yang ditujukan pada pantulan dirinya di cermin. Sepertinya dia akan mandi lagi.
~0o0~
Makan malam pertama mereka setelah berumah tangga berjalan denga hikmad. Seijurou terlihat duduk dengan tenang pada kursi diujung meja, sementara Tetsuya tepat berada berlawanan dengan Seijurou hingga keduanya bisa melihat satu sama lain dengan begitu jelas, meski harus dipisah oleh meja makan yang cukup panjang.
Tatapan yang biasanya menyebalkan dan selalu berhasil menyulut emosi tetsuya tak lagi terlihat, berganti dengan sorot mata dingin yang sulit diprediksi. Wajah tampannya terlihat makin sempurna ditempa dengan sorot lampu yang menggantung tepat ditengah keduanya.
"Bagaimana keadaanmu" Seijurou memulai pembicaraan terlebih dahulu dengan ekspresi wajah datar.
"Baik" balas Tetsuya, ia mengigit bibir bawahnya. Entah kenapa rasa sesak menggodanya ketika mendengar ucapan dingin itu, ia terlalu sensitive dengan perubahan yang membuatnya tak nyaman.
'kau tahu betul aku tidak baik-baik saja kan' sambungnya dalam hati. Wajahnya terlihat tegar meski dibawah sana jemarinya meremat ujung kemeja putih besar yang membungkus tubuhnya.
"Ah, baguslah" Ucap Seijurou pelan. Tak ada lagi makanan yang terlihat di depan keduanya, semunya sudah dibereskan oleh pelayan.
Ada banyak hal yang ingin diucapkan oleh bibir mungil itu, namun rasanya seperti terkunci hingga kini ia terlibat dalam situasi yang sunyi setelah ucapan basa-basi yang terlampau canggung dibagi lebih dulu oleh Seijurou.
"Tetsuya"
lagi-lagi Seijurou yang memutus keheningan, meski suara baritone yang biasanya gagah kini terdengar terlampau halus dan pelan. Tatapan dari sepasang iris beda warna yang memukau kini mengunci tetsuya.
"aku akan menceraikanmu malam ini" tatapannya masih terlihat datar, berbading terbalik dengan Tetsuya yang terlihat sekali menunjukkan ekspresi keterkejutannya.
"….." situasi kembali hening, Tetsuya tak sedikit pun mengalihkan pandangannya seakan menantang iris beda warna yang tengah menguncinya lekat-lekat atau mungkin mencoba mencari kebohongan dari sepasang iris memukau di depannya. Tak ditemukan, Tetsuya lagi-lagi merasakan pahitnya kecewa.
"Bukankah ini yang kau inginkan" sambung Seijurou dengan air wajah yang tak sedikitpun mencair.
Bibir Tetsuya terlihat begetar, gejolak emosi perlahan menghantamnya ketika mendengar setiap kata yang keluar dari bibir lelaki tampan itu.
seulas senyum ia paksakan dilukis di wajah cantiknya, rematan pada ujung kemeja menguat. Cairan bening kian banyak melingkupi netra biru mudanya namun belum mau tumpah juga.
Bibir tipis bergerak pelan "Aku benar tentang dirimu, Akashi Seijurou" ucapnya terbata-bata, terlihat jelas bagaimana nafasnya begitu tak teratur menampakkan berbagai emosi yang mungkin sebentar lagi akan siap meluap.
"Kau adalah manusia paling brengsek yang pernah ku kenal" Tetsuya masih tersenyum.
"Kau datang dan menghancurkan hidupku tiba-tiba, mengoyak kehidupanku yang semula tenang hingga kini berantakan, menabur benci yang tak pernah ku pikirkan akan muncul dalam diriku_" tetsuya hampir kehabisan nafas, ia berbicara begitu banyak dan terbilang cepat.
"kau membuatku merasakan sakit setiap detiknya, hingga rasanya aku ingin menyerah pada dunia-" Tak dibiarkan lelaki di depannya menyela.
"melukaiku, melukai orang-orang yang berharga bagiku, semakin menanam kebencian yang mulai menguasai, mengegrogoti hingga aku benar-benar kehilangan diriku yang dulu-" Tetsuya berusaha menahan dirinya mati-matian, namun sayang gejolak emosi terlanjur mengusai, tak sanggup ia bendung lagi.
"kau brengsek!" umpatnya tanpa ragu.
"menanam benihmu hingga aku merasakan sakit setiap kali perutku terasa ditendang dengan kuat". Ia tak berniat menyalahkan aka-chan di dalam sana, karena demi apapun dia mencintai makhluk mungil itu.
Seijurou masih terdiam, membiarkan Tetsuya mengeluarkan segala isi hatinya, tak peduli dengan umpatan ataupun berbagai hal jelek tentang dirinya yang diurai dengan begitu mulusnya oleh si biru muda.
"Kau tahu! Kau semakin kejam dengan seenaknya menabur benih haram dalam hatiku, benih yang harusnya tidak pernah tumbuh kini semakin lebat dan membuatku kian terluka dengan rasa rindu yang tak bisa kubendung" Tetsuya mengelus perutnya, menenangkan aka-chan di dalam sana yang mulai ikut bergejolak.
"Kau membuatku berharap tapi menguburku hidup-hidup dalam harapan itu-" Putusnya.
"Harapan kosong yang kian hari membuat ruang resah dalam hatiku kian melebar" Tetsuya kembali tersenyum, seolah menyalahkan dirinya sendiri.
"Lihatkan! Betapa brengseknya dirimu" air mata mulai lolos dari sudut mata bulat Tetsuya.
"Kau berhasil menenggelamkanku, dan sudah pasti kau akan meninggalkanku setelahnya, ah atau aku yang terlalu berharap lebih" senyum itu kini berganti dengan gigitan pada bibir bawahnya.
"Harusnya aku tak pernah membenarkan perasaan itu dari awal"
dengan susah payah Tetsuya mengangkat tubuhnya, berusaha beranjak dari kursi, rasanya ia tak kuat jika terus berhadapan dengan Seijurou, seakan energinya tersedot setiap kali tatapan mereka bertemu. Meninggalkan hanya lelah luar biasa pada tubuhnya.
Tetsuya tak lagi melanjutkan kalimatnya, meski air mata dari sudut matanya tak juga berhenti. Telapak tangannya bertumpu pada meja, berusaha menopang bobot tubuhnya yang terasa kian memberat. Tangan kirinya menangkup perut besar yang sedari tadi terus menendang, bergejolak tiada henti. Dan,
Brukkkk………
Tetsuya tak kuat, rasa lemas dan bobot yang memberat jauh lebih besar dibandingkan dengan sisa tenaga yang dimilik. Dengan sigap seijurou langsung menghampiri istrinya, rasa khawatir meliputi raut wajah yang daritadi ia tampilkan, mengganti sempurna topeng yang ia tahan-tahan.
"Tetsuya….!!!" Pekiknya.
~0o0~
"Isteri anda baik-baik saja Akashi-san"
"Kau yakin!" nada khawatir terdengar jelas dari dua kata yang dia ucapkan.
"Iya, tapi sebaiknya jangan membuatnya terlalu emosional. Aku takut akan berdampak buruk ketika proses kelahiran nanti-"
"sebaiknya anda membuatnya merasa rileks, hingga hal yang diinginkan menjelang hingga kelahiran tak terjadi" sambung si dokter muda sebelum pada akhirnya ia pamit pada Seijurou.
Sayup-sayup Tetsuya mendengar suara, suara yang amat dikenalnya. Matanya mengerjap pelan meski terlihat buram ia melihat dua sosok yang tengah berbincang di dekat pintu hingga salah satu orang itu akhirnya pergi dan satunya mulai mendekat ke arah dirinya.
"Kau sudah sadar sayang" terdengar begitu merdu ditelinga tetsuya. Belaian lembut pada suarainya mengantarkan rasa hangat yang kemudian menjalar dalam hati.
Tetsuya memejamkan mata, menikmati sensasi nyaman yang melingkup seluruh tubuhnya. Tangannya bergerak pelan menuju bulatan perut, Aka-chan tak lagi menendang. Sepertinya makhluk kecil itu tengah tertidur sekarang.
"Maafkan aku sayang" suara itu terdengar lagi, membuat Tetsuya akhirnya membuka matanya. Menampilkan sosok sempurna yang ia benci sekaligus cintai dalam waktu bersamaan, tengah duduk pada tepi ranjang, tepat di sisinya. Akashi Seijurou.
Berkali-kali ciuman dihadiahi pada punggung tangan putih yang pucat disertai dengan ucapan maaf dan ungkapan cinta yang sama banyaknya, tangan kanan Seijurou kini beralih pada helaian biru muda lembut yang sedikit berantakan, memberikan usapan penuh sayang yang selanjutnya beralih pada sisi wajah Tetsuya, jemarinya menyusur sisi wajah yang lembut penuh cinta sementara tangan kirinya masih setia menggenggam tangan Tetsuya.
"Maafkan aku menekanmu sampai sejauh ini sayang, aku hanya ingin Tetsuya jujur pada diri sendiri". Seijurou mulai berbicara, ekspresi wajahnya bercampur aduk antara sedih dan sesal.
"Rasanya hampir gila melihatmu seperti tadi, lebih gila ketika aku harus menahan diri untuk tidak menemuimu"
"…" Tetsuya terdiam, masih sangat sulit baginya untuk menanggapi setiap perkataan yang keluar dari mulut Seijurou.
"Aku bertaruh antara akan kehilanganmu atau mendapatkanmu, tapi dengan konsekwensi keadaanmu yang terancam memburuk, maaf jika aku egois sayang"
Tetsuya sungguh tidak mengerti, ia ingin bertanya namun bibirnya terasa sulit untuk digerakkan.
Melihat raut wajah bingung itu, akhirnya Seijurou menjelaskan semuanya pelan-pelan. Jika semua memang sudah ia rencanakan, yah semuanya.
Mulai dari kemunculannya di restoran bersama orang lain, dia yang menghilang hampir selama sebulan hingga makan malam. Tujuannya tak lain adalah untuk membuat tetsuya mengakui perasaannya.
Biner biru muda membulat sempurna, ia tak percaya jika semuanya memang sudah diatur seijurou meski begitu ada kelegaan terasa dihatinya.
"Kau jahat sekali, kau tahu bagaimana kacaunya perasaanku hingga rasanya untuk bernafas pun sangat sulit" protes Tetsuya pelan, biner biru mudanya kembali berkaca-kaca, entah kenapa dia kembali merasa begitu emosional.
"Untung saja aka-chan selalu menjaga dan menghiburku" tatapannya kini beralih pada bulatan perutnya lalu disertai dengan usapan lembut disana, senyum terlukis setiap kali ia menyentuh perutnya seolah tengah membelai wajah mungil si jabang bayi.
"Aku tahu, jagoan kita akan mejaga Tetsuya, aku juga percaya jika Tetsuya itu lebih kuat dari kelihatannya" Seijurou tak ingin Tetsuyanya berbicara terlalu banyak, karena setiap kali ia mencurahkan isi hatinya Tetsuya akan menajdi lebih emosional dan itu berdampak pada kondisinya yang kian melemah, Seijurou jelas tak menginginkan hal itu.
"Tetsuya itu seperti permata berharga, indah di luar namun sangat kuat. Tidak akan hancur dengan mudah bahkan dibanting sekalipun, itulah kenapa aku yakin untuk mengambil keputusan seperti ini, menekan Tetsuya hingga pada titik dimana Tetsuya akhirnya menyerah dan mengakui semuanya". Dahi dicium sayang. Seijurou ingin Tetsuya tahu betapa berharga dirinya bagi Seijurou.
"aku sangat bahagia, aku tak perlu menahan diriku lagi sekarang" tubuh yang masih terbaring di atas ranjang di peluk erat, dan kini Seijurou sudah mengambil posisi berbaring disamping Tetsuya, kembali memeluknya penuh cinta dan kali ini Tetsuya membalas pelukannya.
Mereka berdua berbagi pelukan dengan malaikat mungil mereka, berbagi kehangatan dan cinta. Hal yang selalu diimpikan Seijurou.
Tetsuya merasa sangat nyaman dan hangat, ia merasa terlindungi dan disayangi dalam waktu yang sama. Seluruh beban kepedihan dan benci yang selama ini ditanggungnya kini menguap begitu saja.
"Aku mencintaimu Seijurou-kun" kedua tangan Tetsuya tiba-tiba menangkup sempurna wajah tampan Seijurou. Ia merona sendiri karena malu, namun ia akhirnya lega karena bisa mengucapkan kalimat terlarang itu, dan kini menjadi mantera yang akan membuat hatinya terus hangat.
Seijurou sedikit terkejut, ia tak berharap jika Tetsuya akan mengatakan cinta dan memanggil namanya secara terang-terangan, baginya pengakuan Tetsuya setelah selesai makan malam tadi sudah lebih dari cukup untuk mengikat Tetsuya dengan cintanya.
Rasa bahagia yang kesekian kali menyeruak dari dalam dirinya, terefleksi jelas dari senyum tulus yang membuat dirinya kian tampan.
Dia tidak tahu rasanya akan sebahagia ini mendapat pernyataan cinta dari seorang Akashi Tetsuya.
"Aku juga mencintaimu, Akashi Tetsuya" satu ciuman lembut didaratkan pada bibir kenyal yang juga menyunggingkan senyum bahagia, seakan menyalurkan rasa hangat yang menggelora dalam hatinya, tak ada lumatan atau nafsu hanya rasa cinta dan sayang yang tersalur melalui pertemuan lembut dua belah bibir.
End.
Dan akhirnya end juga, ini sambungan chapter kemarin yang sengaja dipotong karena kepanjangan.
Semoga tidak mengecewakan, karena tata bahasa yang saya akui monoton sekali. Gk ngefill banget Hiks..
Pengen tulis ulang tapi takutnya malah mangkir dan terlupakan.
Gomenne, bye bye
See u next fic, and
Always LOVE AkaKuro. . Muachhhh
