"Talk!"

"Mind!"

[Jutsu!]

[Ddraig]

...

..

Chapter 2:

Issei saat ini berada di apartemen yang dipinjamkan padanya oleh Azazel, pemuda itu menatap sosok wanita yang begitu ia kenal luar dalam, sosok wanita yang menemaninya sebelum dirinya mengorbankan dirinya bersama Trihexa. Sang Hakuryuukou wanita terkuat di dimensinya, Emilia Lucifer.

Keduanya dahulu adalah sepasang Rival yang akan bertarung sampai mati, namun takdi mengubah semuanya. Sang Sekiryuutei malah menikahi Hakuryuukou, keduanya jatuh cinta satu sama lainnya, terlebih lagi ini adalah kali terakhir Issei jatuh cinta pada seorang wanita. Ratusan tahun lalu, Issei memang menyukai seseorang, tapi orang tersebut harus meninggal duluan daripada dirinya.

Keuntungan Issei saat ini adalah, umur Emilia yang akan bisa bertahan lebih lama. Issei sendiri berharap jika ia akan bersama dengan Emilia untuk beberapa lama, dan sekarang ia dipertemukan kembali dengan sosok wanita cantik itu.

"Setelah kau menghilang, aku langsung mencarimu dengan bantuan Ophis dan Great Red."

Issei mengerjapkan kedua matanya saat mendengarkan penjelasan awal dari Emilia. "Great Red dan Ophis?"

Emilia mengangguk cepat. "Mereka bilang, Dimensi itu sangat banyak sekali, dan bercabang. Kau yang seharusnya tewas bersamaan dengan Trihexa pun bisa terlempar kesini." Emilia pun mengambil gelas tehnya, dan dia menyesap teh tersebut. "Belum sehari kau disini, tapi kau sudah bertemu denganku lagi, hm? Bagaimana perasaanmu, sayang?"

Issei menyeringai saat mendapatkan pertanyaan seperti itu dari Emilia. "Kau tahu, hatiku sangat senang karena kau ada disini. Aku tak akan kesepian kali ini."

Dada Emilia membusung, dia menampilkan raut wajah sombongnya. "Berterima kasihlah padaku!"

"Iya, iya." Issei tersenyum pasrah akan ujaran sombong dari Emilia. Pria itu lalu beranjak dari tempatnya duduk, dan mengambil beberapa camilan di atas meja dapur. "Dimensi ini berbeda dengan dimensi kita terdahulu, ada beberapa perubahan di dalam dimensi ini."

"Ya, aku tahu akan hal itu. Penguasa disini menjadi tiga bagian, Iblis disini sepertinya lebih arogan." Emilia mengangkat kedua tangannya, seolah meminta sesuatu pada Issei. Pria itu pun memberikan beberapa camilan kepada istrinya, wanita itu menerimanya dengan senang hati. "Kau bertemu Azazel?"

"Ya dan dia sangat menyebalkan."

Emilia tertawa kecil mendengarnya. "Lama-lama kau akan terbiasa dengan orang mesum itu." Emilia kembali mengambil camilan itu, dia memakan camilan tersebut dengan santai di atas lantai yang beralaskan karpet empuk.

Issei merasakan ponselnya bergetar, dia pun membuka ponsel tersebut dan melihat siapa yang mengirimkan pesan pada dirinya. Sebelah alis Issei terangkat melihat pesan tersebut. "Misi untukku, apa kau akan betah jika kutinggal beberapa saat?"

"Un, aku mungkin akan tertidur di depan televisi."

Issei tersenyum, lalu mengelus kepala istrinya itu. "Baik, jaga diri."

"Okay!"

Issei pun pergi meninggalkan Emilia sendirian di apartemen itu.

"Baiklah, sekarang waktunya melakukan pekerjaan rumah!" Emilia pun melakukan pekerjaan sebagai seorang istri, dia membersihkan beberapa bagian Apartemen yang di tempati oleh Issei, wanita itu dengan rajin mengurus semuanya. "Selera Azazel tak buruk juga," ujar Emilia, tawa kecil menghiasi pekerjaannya itu.

Namun, pekerjaan Emilia terhenti saat ada seseorang yang mengetuk pintu apartemen. Dia pun segera pergi ke pintu masuk untuk melihat siapa yang bertamu saat malam seperti ini.

"Ha'i!"

Wanita itu membuka pintu itu, sebuah seringai tercetak di wajah cantik Emilia saat melihat siapa yang sedang bertamu ke apartemen Issei.

"Hoho, ini akan mempermudah diriku untuk bertarung." Seringai itu melebar saat sosok di depannya bersiaga. "Mari bertarung!"

...

..

...

Issei menggaruk tengkuknya, dia mendesah pasrah saat dirinya bertemu dengan sosok lain yang tengah mengerjakan misi sama seperti dirinya. Ia menebak pasti misi itu dari Raja Iblis yang saat ini menjabat, seharusnya Issei langsung pergi daripada duduk santai sambil meminum minuman keras yang ia bawa.

"Ini akan kacau, benar-benar kacau," gumam Issei kesal. Dia menutup kembali botol minuman keras yang dibawanya.

"Kacau? Apa-apaan dengan kata-kata yang keluar dari mulutmu itu?" seru seorang perempuan berambut merah panjang, dibelakangnya ada beberapa remaja yang sedang bersiaga. "Kau telah melenyapkan buruan kami."

"Aku hanya mengerjakan misi saja, tidak lebih." Issei berujar tenang. Pria itu berusaha untuk mengontrol emosinya saat ini. "Kita sendiri tak sengaja bertemu setelah aku menyelesaikan misi ini, dan ya aku manusia biasa."

"Jika kau manusia biasa, kenapa kau bisa mengalahkan Iblis liar dengan ranking A ke atas? Jika kau manusia biasa, kau pasti memiliki Sacred Gear."

"Pertanyaan ampas."

"Jawab aku!"

Issei berjalan mendekati mereka, kedua matanya menutup sebentar, lalu membukanya. Kedua bola mata Issei bercahaya, dan menghipnotis mereka semua. "Untuk orang yang ku hipnotis, kalian semua tak mengingatku, kejadian ini serta Iblis liar yang sudah kukalahkan, anggap iblis liar yang telah menghilang ini adalah pekerjaan kalian." Issei berjalan melewati mereka semua. "Kalian akan sadar setelah aku pergi menjauh dari kalian."

Langkah kaki Issei semakin menjauh dari mereka, pria itu menghilang seolah ditelan bumi, meninggalkan kelompok itu.

Beberapa saat setelah Issei pergi, mereka semua tersadar dari hipnotis itu. "Ki-kita..."

"Rias, sepertinya Iblis liar itu sudah kita musnahkan."

Perempuan bernama Rias itu menoleh pada rekannya dibelakang, dia pun kembali melihat sebuah tempat kosong serta asap yang tersisa di tempat tersebut. Rias mengernyitkan dahinya saat itu juga, dia agak heran dengan apa yang dilakukannya saat ini, apakah Iblis liar itu berhasil kabur atau memang sudah dimusnahkan.

Rias pun mengambil sebuah alat untuk berkomunikasi dengan seseorang, dari alat tersebut muncul sebuah hologram seorang pemuda berambut pirang jabrik, wajahnya nampak tegas sekali, serta memancarkan aura kebijaksanaan dari sana. "Ada apa Rias? Apa terjadi sesuatu?" tanya sosok itu pada Rias.

"Um, bagaimana hasilnya? Apakah ada pancaran energi lain?"

Si pirang itu terdiam sebentar, lalu melihat ke sebuah benda lain yang ada di sebelahnya. "Aku mendeteksi sebuah energi asing dari tempatmu berada, energi itu seperti bekas energi sihir dari Asgard."

"Nordic Magic?"

"Ya, sebuah sihir dari Mitologi Nordik, aku tak tahu apa hubungannya dengan Dewa Odin, tapi ini agak mencurigakan." Ia terlihat berpikir saat ini. "Rias kembalilah! Misimu sudah selesai! Aku akan melaporkan hasilnya pada Maou-sama."

Rias mengangguk paham, lalu membalikkan badannya. Dia baru sadar jika semua anggotanya tak ada yang berkeringat sama sekali, dia juga sadar jikalau Iblis liar yang akan mereka musnahkan seharusnya memiliki tingkat kesulitan di rangking A.

Apakah ada yang mengambil misi mereka?

Rias benar-benar dibuat bingung akan hal tersebut. "Akeno siapkan lingkaran sihir! Kita kembali ke markas!"

"Ha'i!"

Mereka pun pergi menggunakan lingkaran sihir yang menelan mereka semua. Kelompok Rias tak menyadari ada sosok lain yang sedang mengawasi mereka, kedua mata putih itu melihat mereka yang ditelan oleh lingkaran sihir berwarna merah itu.

"Kacau memang." Issei tertawa kecil, lalu menghilang bak debu yang diterpa oleh angin.

...

..

...

"Aku pulang!"

Issei menaikkan alisnya heran, tak ada jawaban dari Istrinya. Dia pun segera masuk ke dalam ruang tengah untuk melihat bagaimana keadaan Istrinya saat ini, kedua alisnya langsung menukik tajam saat melihat sosok wanita yang ia kenal sedang bermain catur dengan sosok pria lain.

"Aku menang lagi!"

"Cih, kau hanya beruntung!"

"Ayolah Vali, terima kekalahanmu!"

Issei pun duduk di samping papan catur yang mereka mainkan. "Kau agen Azazel?" Pemuda yang bernama Vali melihat sosok Issei yang duduk di samping papan catur itu, pemuda silver itu mengangguk. "Aku orang yang di mintai Azazel untuk membantai anak buahnya yang membangkang, Hyodou Issei."

"Vali, manusia biasa."

Issei menaikkan alisnya saat mendengar dia memperkenalkan namanya. "Aku merasakan aura lain di dalam tubuhmu."

"Itu, Albion."

"Bukan."

"..."

"Kau setengah Iblis."

Mereka semua terdiam mendengar perkataan Issei barusan, Vali langsung menatap tajam Issei yang tahu akan jati dirinya. "Memangnya ada apa kalau aku setengah Iblis?"

Issei pun menunjuk ke Emilia yang sedang merapihkan papan caturnya. "Dia juga setengah Iblis." Emilia menunjukkan empat pasang sayap Iblis, sembari menunjukkan sebuah aura Iblis yang sangat kental. "Iblis kelas atas lebih tepatnya."

Vali kembali terdiam mendengarkan penjelasan Issei barusan, dia menatap sosok Emilia yang menjadi Istri dari Issei. "Emilia Hyodou, mantan Iblis yang menjadi pasangan hidup Issei." Wanita itu menyeringai menatap Vali.

Pasangan suami-istri itu belum menjelaskan tentang Dimensi lain yang mereka tempati sebelumnya, mereka hanya memberitahu identitas saja, tetapi masih menjaga rahasia yang mereka. Keduanya sudah sangat ahli dalam menyembunyikan aura lain yang ada di dalam tubuh mereka.

"Tapi kenapa aku tak merasakan aura Iblis dari dia? Aku malah merasakan aura lain, seperti manusia."

Emilia tertawa keras mendengar pertanyaan dari Vali. "Aku hanya menekan aura Iblis milikku, serta mengeluarkan aura manusia yang sangat kental." Emilia menggantinya dengan aura Iblis yang sangat kental, dia menyeringai melihat wajah terkejut yang dikeluarkan Vali. "Nah, bisa kan?"

"Okay, sudah cukup! Sebelum ada yang tahu, ganti aura kalian dan Vali jelaskan kenapa kau kemari!"

Emilia dan Vali mengangguk paham, Vali pun menjelaskan kenapa dia datang ke apartemen itu. "Azazel menyuruhku untuk melihat Gereja yang terbengkalai di sudut kota Kuoh, beberapa mata-mata Azazel mendapatkan informasi jika akan ada sebuah ritual penarikan Sacred Gear."

"Kejadian ini, sama seperti di dimensiku."

Emilia menoleh menatap Issei yang sedang berpikir. "Jadi Vali, Azazel menyuruhku untuk mengawasi para Malaikat Jatuh yang tinggal di sana?" Vali mengangguk kecil.

"Bayarannya akan langsung diberikan oleh Azazel, setelah kau berhasil membunuh mereka."

"Akan aku terima."

...

..

.

TBC