All Falls Down

illbefine

.

.

.

Ting! Tong!

Seketika Baekhyun melepaskan semua jarinya dari papan ketik laptopnya. Pandangannya yang tajam langsung melubangi pintu apartemennya sendiri. Pikirannya mulai bercabang menuju dua arah, memikirkan segala kemungkinan yang terjadi jika ia sampai membuka pintunya yang terus berbunyi. Peluang pertama, seorang pria berpakaian cerah akan muncul dari sana, memberikan paket sex toys yang sangat ditunggunya untuk diulas. Kemungkinan yang lain—peluang terburuk, pria berpakaian monoton dan berwajah datar akan muncul dari sana, menawarkannya hubungan seks yang membuat pikirannya melayang.

Dalam keadaan normal, Baekhyun akan kegirangan dengan dua kemungkinan itu. Siapa yang tak akan girang jika berhubungan seks dengan pria itu? Pertama, Chanyeol tahu dengan baik cara menggunakan penisnya sendiri. Hal yang paling penting, dia tahu dengan baik cara memanjakan wanita. Perpaduan kedua hal itu mampu membuat Baekhyun menangis kenikmatan—bahkan ketagihan.

Namun, tidak kali ini. Baekhyun membenci Chanyeol. Tidak, ia suka penis Chanyeol, sangat suka. Ia hanya tidak suka dengan pemiliknya. Pria sialan itu sangat cerdas dalam membuatnya orgasme, tapi ia sangat tolol dalam memperlakukan... hatinya.

Oke, ini bodoh.

Oke, mungkin Baekhyun terlalu berlebihan. Dalam hubungan seperti ini, tidak boleh ada perasaan yang terpaut. Keduanya sudah saling memberikan keuntungan yang impas. Chanyeol nikmat, Baekhyun puas.

Kecuali jika Baekhyun egois dan mengharapkan hal yang lebih.

Semua hal menyenangkan itu akan lenyap seketika, ketika ia meneteskan secuil saja perasaan ke dalamnya. Dari awal Baekhyun sudah menghancurkan semuanya, dan Baekhyun sadar benar akan hal itu. Dari awal, dengan bodohnya ia sudah mencampurkan perasaannya pada proses ini. Dari awal, orang yang tolol adalah dirinya.

Tentu saja Chanyeol hanya menginginkan tubuhnya, mana mungkin ia ingin hatinya?

Baekhyun sangat ingin menjawab pertanyaan itu dengan jawaban 'tidak'. Seburuk apa pun, pasti masih ada kemungkinan bahwa Chanyeol tidak hanya menyukai tubuhnya saja.

Tapi...

Jika melihat perkembangan hubungan mereka selama beberapa bulan ini... ia harus segera mengubur harapannya. Selama tiga bulan ini, sejak kejadian gala dinner itu, mereka sudah puluhan kali berkencan—lebih tepatnya, berhubungan seks. Selama itu pun, sama sekali tidak ada sesuatu perkembangan yang diharapkan olehnya. Hubungan mereka tidak akan pernah pergi ke mana-mana.

Baekhyun serasa ingin menangis saja. Hanya saja ia tidak bisa melakukannya karena ia sudah menangis sepanjang malam. Air matanya sudah mengering. Kemarin malam, Chanyeol meneleponnya hanya untuk mengatakan bahwa ia akan membuat kejutan untuknya keesokan harinya.

Jangan salah paham, kejutan yang Chanyeol maksud pasti produk sex toys baru yang akan mereka coba bersama. Sangat menyedihkan, bukan? Apalagi setelah telepon itu, Taehyung kembali meneleponnya, dan memintanya segera menikah. Adakah hal yang lebih menyedihkan dari hal itu? Wajar saja jika air matanya habis, bukan?

Ting! Tong!

Baekhyun mengerang kuat saat berdiri dari sofa. Ia mulai melangkahkan kakinya menuju pintu. Jika orang itu adalah pengantar paket, ia akan segera menerima paketnya dan mengulasnya seharian. Jika itu Chanyeol, ia akan segera membohonginya dan mengatakan bahwa ia sedang menstruasi dan tidak mood untuk berhubungan seks. Jika itu Taehyung, ia akan segera membanting pintunya—dan menendang penisnya jika sempat.

Baekhyun mengintip dari lubang kecil di pintu apartemennya. Bibirnya langsung membentuk sebuah senyuman saat melihat seorang pria berjaket jingga terang sedang berdiri di sana. Dengan penuh semangat, ia langsung meraih kenop pintu dan menariknya.

Crap.

Senyumannya langsung lenyap saat melihat siapa orang yang memakai jaket jingga terang. Pada awalnya ia akan berbohong mengenai menstruasinya, sesuai dengan rencana. Namun, melihat senyum kecil di wajah datar yang tampan itu membuat dadanya seketika berdenyut nyeri. Ia langsung menyadari bahwa ia tidak akan pernah memiliki senyuman itu, memiliki pemiliknya. Baekhyun serasa ingin menangis saja.

BRAK!

Baekhyun langsung mendorong pintunya kembali. Menutup segala ruang bagi Chanyeol untuk memasuki apartemennya. Ia terisak kecil saat serangan rasa sedih meremas jantungnya.

"Baekhyun?" Chanyeol bersuara.

Pintu tidak sempat tertutup sempurna karena sepatu keds Chanyeol mengganjalnya. Baekhyun mengeluarkan tenaga lebih kuat saat melihat sepatu abu itu. Ia berharap Chanyeol bisa merasakan sakit pada kakinya. Setidaknya ia bisa ikut merasakan sedikit saja sakit perasaannya.

"Baekhyun?" Chanyeol kembali mencoba. "Ada apa?" Nada suaranya tercekat saat mendengar isakan Baekhyun dari balik pintu.

"Pergi kau!" Baekhyun benci karena ia tidak bisa menghentikan isakannya sendiri. "Lenyap saja!" Ia terus berusaha mengimbangi tenaga Chanyeol yang mencoba membuka akses masuk.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi mungkin aku bisa menghiburmu." Nada khawatir dalam kata-kata Chanyeol semakin menyakiti Baekhyun. Kenapa maniak seks ini terus saja memberinya harapan hampa? "Apakah aku melakukan kesalahan?"

YA! KAU BERSALAH, BODOH! Baekhyun ingin berteriak, tapi bahkan ia tidak mampu mengeluarkan suara apa pun, karena rasa perih dalam dadanya membuat tenggorokannya mati rasa. "Pergi kau, Maniak Seks! Aku tidak menyukai caramu berhubungan seks!"

Dusta besar.

Jika ia menolak seks dan penisnya Chanyeol, pria itu akan pergi menjauh, bukan? "Penis kecilmu itu hanya mampu menggelitik vaginaku. Bahkan aku bingung kau memberikanku rasa geli atau rasa sakit?"

Rentetan tak masuk akal dari Baekhyun membuat Chanyeol semakin tergerak untuk mengeluarkan tenaga lebih. Baekhyun tahu Chanyeol tidak mengeluarkan tenaganya sama sekali, jadi ia harus pasrah jika pintunya akan terbuka sesaat lagi. Secara perlahan, seiring ludesnya tenaga Baekhyun, celah pintu semakin melebar. Jari-jari Chanyeol perlahan muncul dari sana. Kemudian kumpulan bunga lili ikut menyusul menampakkan diri.

Tunggu dulu.

Bunga lili?

Baekhyun otomatis melepaskan tenaganya dari pintu. Langsung memberikan pemandangan Chanyeol yang sedang berdiri kaku dengan pose sedang mendorong pintu. Baekhyun hanya membuka mulut kehilangan kata saat Chanyeol berdeham dan perlahan mendekat. Ia masih terus terdiam saat Chanyeol mengulas air mata yang membasahi pipinya dengan punggung tangan. "Kenapa kau menangis?"

Baekhyun tidak ada niatan untuk menjawab pertanyaan itu. Ia masih sangat kaget karena maniak seks bersikap datar seperti Chanyeol sedang berdiri di depan pintunya dengan setelan cerah dan buket lili putih dalam genggamannya. Baekhyun mungkin masih terlalu berharap saat mengingat arti sesungguhnya dari bunga lili putih. Sebelum ia menggelengkan kepalanya cepat berusaha mengusir jebakan manis di dalam pikirannya.

Chanyeol mendesah resah saat tak mendapatkan reaksi berarti dari Baekhyun—sangat aneh karena sikapnya selalu seperti robot tak berperasaan. Ia kemudian menundukkan kepalanya, memandangi buket yang dibawanya sendiri—sangat tak wajar karena biasanya ia selalu percaya diri dan penuh perhitungan. Lalu ia kembali mengangkat wajahnya, kali ini sambil membawa sorot mata penuh keyakinan. Ia kemudian mengulurkan buket bunga itu pada Baekhyun. "Ini untukmu?"

Baekhyun meraihnya tanpa kata, masih terlalu bingung dengan segala kemustahilan yang sedang terjadi.

Sorotan mata Chanyeol sudah dipenuhi dengan keyakinan yang tajam, tapi getaran kecil masih terasa saat ia tiba-tiba mengaku, "Aku tidak punya kekasih."

Huh?

Baekhyun merasa jantungnya baru saja jatuh ke basemen apartemen.

"Kau cantik." Chanyeol menggaruk pundaknya sendiri yang pasti tidak terasa gatal. Pandangannya tidak pernah lari ke mana pun, selalu berkunci tatap dengan Baekhyun. "... dan... seksi. Sejujurnya aku selalu memperhatikanmu sejak kita sekolah dulu."

Baekhyun merasa rasa sakit yang tadi meremas-remas hatinya perlahan mulai meleleh. Kini rasa geli yang menggelitik mulai merambati dadanya, terutama perutnya. Ia tidak mengerti kenapa tubuhnya tiba-tiba bersemangat. Mungkin karena tumpahan rasa senang yang menghujami seluruh bagian tubuhnya.

"Jadi..." Chanyeol terlihat sangat canggung, sangat berbanding terbalik dengan direktur Chanyeol yang pertama kali ditemuinya. "Aku tidak punya kekasih dan kau cantik dan kau seksi dan... uh, I'm fucked up, aku lupa kata-kata yang tadi kusiapkan. Jadi... jadi... maukah... maukah... kita... ah, persetan, kau pasti mengerti maksudku."

PLAK!

Chanyeol mengangakan mulutnya kaget saat merasakan tamparan keras Baekhyun di pipi kirinya. Ia akan segera protes sebelum Baekhyun mulai membuka suara dengan penuh amarah. Aura panas langsung mengerubungi Chanyeol, membuatnya ciut tiba-tiba. Apa Baekhyun sedang menstruasi?

"Kau bodoh! Kau hanya seorang maniak seks keparat yang hanya mampu menggoyangkan pinggangmu untuk membuat wanita senang. Apa kau bermaksud melamar wanita dengan kata-kata seperti tadi? Setidaknya buatlah kesan yang membuat wanita mana pun akan mengatakan 'ya' tanpa kau berkata apa pun!"

Chanyeol menutup matanya secara perlahan. Separuh tak sanggup mendengar kata penolakan dari Baekhyun. Ia tahu hidupnya akan hancur sebentar lagi.

"Tapi... persetan, aku mencintaimu juga."

Chanyeol membuka matanya dengan lebar. Mulutnya yang menganga sudah tak bisa tertolong lagi. Semua orang akan berpikir dua kali untuk memuji ketampanannya saat melihat ekspresinya saat ini. "Be-benarkah?"

Baekhyun mengangguk pelan. Senyuman bahagia dari bibirnya seolah permanen dan tak bisa dilenyapkan. Ia langsung menubruk Chanyeol ke tembok terdekat.

.

.

.

"Kau tadi memanggilku maniak seks. Tapi siapa yang sebenarnya maniak seks di sini?"

Baekhyun tertawa pendek. "Aku bukan maniak seks!" elaknya. Dari pantry dapurnya, ia mengamati Chanyeol yang sedang mengubek-ubek isi kotak sex toys miliknya, sambil menunggu ramen instannya mendidih. Beberapa kali Chanyeol terlihat mengangkat sex toys yang terlihat aneh di benaknya. "Beberapa sex toys hanya aku gunakan sekali atau dua. Hanya sedikit yang aku pakai sampai saat ini karena kualitasnya yang bagus."

"Sejak kapan kau mengoleksi dan mengulas sex toys? Kalau kuhitung isi kotak ini bisa mencapai seratus buah." Chanyeol terus mengaduk-aduk kotaknya, sementara Baekhyun mulai mengangkat ramennya yang sudah bertekstur kenyal.

"Kau belum melihat lima kotakku yang lainnya," aku Baekhyun tanpa malu. "Jumlahnya hampir seribu."

Suara cekatan keras tiba-tiba muncul dari Chanyeol, otomatis membuat Baekhyun memalingkan wajah ke belakang. "Benda apa ini?" Chanyeol mengangkat sebuah sex toys yang berwarna merah muda dan berbentuk selang dengan pompaan di ujungnya.

Lagi-lagi Baekhyun tertawa. Maklum saja, Chanyeol sebenarnya tidak begitu mengenal dunia alat bantu seks, dia hanya mahir menjalankan bisnis hingga mengantarkannya di posisi sekarang. Lagipula Park Company adalah perusahaan yang berbasis di Asia—yang mayoritasnya masih menganggap tabu urusan alat bantu seks, jadi produk mereka masih termasuk produk yang aman dan mainstream. Tidak seperti perusahaan barat yang memproduksi berbagai macam alat aneh yang sangat eksperimental. "Itu alat pompa klitoris."

Baekhyun berjalan menuju meja makan sambil menuangkan ramen yang sudah matang ke atas dua buah mangkuk besar. Dari ujung matanya, ia bisa menyaksikan seringaian Chanyeol yang sedang mengangkat pompa klitorisnya. "Jangan berpikiran untuk menggunakan benda itu padaku. Awalnya benda itu memang sangat menyenangkan untukku, tapi jika digunakan terlalu lama akan membuat sakit."

Sudah ia kira Chanyeol tidak akan begitu memberi perhatian pada pengakuannya. Ia hanya mengangkat bahu tak peduli, lalu mulai berdiri setelah meletakkan sex toys ke kotaknya. Chanyeol langsung mengambil sumpit besi setelah duduk di hadapan Baekhyun. "Bagaimana ceritanya kau bisa menjadi blogger yang... yah, ekstrim, selama ini? Penampilanmu sangat anggun, aku begitu kaget saat tahu kau adalah Byun Light. Kapan pertama kali kau bersentuhan dengan dunia ini?"

"Aku punya pengalaman lucu soal sex toys pertamaku." Baekhyun tak bisa menghentikan tawanya lagi saat mengunyah ramennya. "Dari sejak sekolah dulu sebenarnya aku sudah bercita-cita menjadi penulis blog. Awalnya aku ingin mengangkat seni vokal sebagai tema blog-ku. Coba tebak siapa yang membuatku justru berubah pikiran?" Baekhyun menjeda ucapannya, membuat Chanyeol memberi perhatian penuh padanya. "Taehyung."

Uhuk! Chanyeol langsung tersedak dalam tawa. "Huh? Kakakmu yang gay itu? Bagaimana dia bisa menginspirasimu menjadi penulis blog sex? Bukankah dia selalu menentangmu menjadi blogger selama ini?"

"Saat itu aku berulang tahun yang ke-17." Baekhyun mengaduk-aduk isi mangkuknya sambil bercerita. "Aku sangat heran karena Taehyung dan teman-temannya memberiku hadiah, tidak seperi biasanya." Chanyeol langsung memandangnya dengan pandangan aku-tahu-apa-yang-akan-kau-katakan! "Ya, benar. Mereka memberiku hadiah dildo! Jungkook tertawa paling keras saat melihat wajah kagetku. Setelah kejadian itu aku langsung bersumpah bahwa suatu saat aku akan membuat mereka lebih kaget hingga mereka mendapat serangan jantung."

Baekhyun mengangkat mangkuk ramennya, lalu menyeruput sisa kuah yang tertinggal. Setelahnya ia mengangkat kedua tangannya dan menepuknya puas. "Aku sangat gembira saat melihat Taehyung langsung pingsan saat aku menunjukkan isi blogku padanya. Jungkook langsung panik luar biasa saat melihat kakakku kehilangan kesadaran. Aku tidak bisa berhenti tertawa selama beberapa jam saat melihat ketololan mereka berdua. Dendamku akhirnya terbalaskan."

"Astaga." Chanyeol menganga lebar. "Kau lebih sadis dari yang kukira." Ia mengunyah mi terakhir dalam mangkuknya. "Jadi alasanmu menjadi blogger sangatlah konyol seperti itu?"

Baekhyun berdiri dari kursinya lalu berjalan untuk membuka lemari pendinginnya. "Tidak juga." Baekhyun melarikan tangannya untuk menelusuri isi kulkasnya, mencari-cari yoghurt tanpa rasanya. "Banyak hal lain yang membuatku ingin menjadi penulis blog. Salah satu alasan terbesarnya adalah karena aku ingin para wanita tahu harta karun apa yang sebenarnya mereka bisa dapatkan. Semua wanita harus tahu bahwa mereka berhak untuk mendapatkan kenikmatan yang sama. Aku ingin para wanita lebih bisa menyuarakan apa yang mereka inginkan."

Baekhyun menutup pintu lemari esnya dengan desahan kesal. Tatapannya beralih pada Chanyeol yang menatapnya dengan pandangan terpana penuh takjub. Chanyeol kemudian tertawa canggung. "Oke. Aku hanya tidak siap karena ternyata alasannya bisa berbanding terbalik dengan alasan sebelumnya."

Baekhyun mengangkat bahunya pendek. "Aku kehabisan stok yoghurt-ku. Bisa mengantarku?"

.

.

.

Baekhyun menutup matanya rapat-rapat. Berusaha keras menghalau rasa malu yang mulai menyerang urat-uratnya. Tanpa tahu malu, Chanyeol sedang mengangkat-angkat sebuah terung ungu tepat di depan wajahnya. Baekhyun memicingkan matanya dan mendesah kecil. Dua orang wanita tua di ujung lorong sedang memandangi mereka dengan tatapan menghardik. "Letakkan benda itu kembali, Park Chanyeol!"

"Uh-oh." Chanyeol menggelengkan kepalanya. "Setelah kau menjawab pertanyaanku sebelumnya." Ia kembali menggoyang-goyangkan sayuran pahit itu. Kali ini mencuri-curi kesempatan untuk menyentuhkannya pada bibirnya. "Baiklah, kuulang pertanyaannya kalau kau lupa. Lebih besar mana punyaku dengan terung ini."

Wajah Baekhyun langsung memerah parah. Nenek tua yang baru saja lewat langsung terbatuk keras saat mencuri dengar percakapan mereka. Sementara rasa malu terus membuatnya kesal, pikirannya langsung melayang pada pertanyaan Chanyeol. Otaknya yang sudah kotor sejak dulu kala mulai mengeruh. Dua buah bayangan saling mendominasi pikirannya. Bayangan pertama, terung ungu besar yang baru digoyang-goyangkan Chanyeol. Bayangan lainnya, benda yang menggantung di antara selangkangan Chanyeol...

Brak!

"Minggir!" Baekhyun langsung mendorong Chanyeol yang menghalangi laju trolinya.

Chanyeol tergagap kaget saat mundur beberapa langkah untuk memberi jalan untuk Baekhyun. Ia tidak menyangka bahwa reaksi Baekhyun akan berada di luar perkiraannya. Ia kira Baekhyun tidak akan tersinggung dengan candaannya—karena ia sudah terbiasa melontarkan lelucon kotor padanya sebelumnya. Ternyata Baekhyun malah menganggap serius semua pernyataan tidak seriusnya. Kenapa akhir-akhir ini Baekhyun selalu bersikap sangat sensitif?

"Yah, tunggu!" Chanyeol berteriak pada Baekhyun yang sudah sampai di bagian buah-buahan.

Ia meraih bahu Baekhyun setelah sampai di sampingnya. "Apa kau marah?" Chanyeol bertanya dengan nada selembut mungkin. Biasanya nada suara dan elusan pelan di pundak akan membuat Baekhyun cepat luluh. Aneh sekali, reaksi yang didapatnya kembali tak terduga.

"Enyah saja kau!" Baekhyun melempar bungkusan buah-buahan ke dalam trolinya dengan kasar. Sama sekali tidak khawatir dengan keadaan buahnya nanti. Ia terus-terusan menggoyang-goyangkan pundaknya untuk melepaskan sentuhan Chanyeol pada tubuhnya. "Bukankah sudah jelas aku marah? Kenapa malah bertanya, Tuan-Peka?"

Chanyeol menghela napasnya dalam tempo yang lama. Jika sudah begini, urusannya akan panjang. Baekhyun sedang merajuk padanya. "Oke. Aku tahu kau marah. Demi semua dildomu, aku minta maaf. Tapi! Kau aneh sekali akhir-akhir ini. Apa kau tidak merasakannya? Bukankah biasanya kau sudah terbiasa—" Perkataanya terpotong karena Baekhyun pergi begitu saja dari sisinya. Terlihat jelas bahwa ia tidak memberi perhatian sedikit pun atas ocehan panjang-lebarnya. Ia malah berjalan cepat menuju bagian minuman dan es krim.

"Baekhyunie!" Chanyeol menggeram rendah penuh kekesalan. Jika sudah seperti ini, hanya ada satu cara untuk menjinakkan Baekhyun kembali... cara yang... menyenangkan.

Plak!

Baekhyun tersentak kaget saat merasakan tamparan keras di pipi pantat kanannya. Kepalanya hampir terantuk pada kaca geser lemari penyimpanan es. Ia akan meledakkan emosi sebelum suara bisikan Chanyeol terdengar, "Pssttt... diamlah." Baekhyun akan berdiri dari posisi menunggingnya namun Chanyeol menahan punggungnya untuk bergerak lebih lanjut. "Chanyeol, lepaskan aku! Ini dingin!"

Chanyeol sama sekali tak mendengarnya. Ia malah memberikan remasan pada pipi pantat yang ditangkupnya sejak tadi. Baekhyun mendesah keras. Tentu saja karena sentuhan Chanyeol selalu dengan mudah merangsangnya. Namun, rasa khawatir dengan jelas tak bisa ditutupinya. Meskipun bagian es krim berada di sudut toko swalayan, tetap saja siapa pun bisa lewat kapan saja. Apalagi akan ada kamera pengawas di setiap sudut toko sebesar ini yang selalu siap menyorot mereka. "Chanyeol, lepaskan! Jangan lakukan itu di sini!"

Chanyeol sama sekali tak peduli. Ia seolah sedang mengejek tingkah Baekhyun beberapa saat lalu. Tangan nakalnya mulai berpindah dengan lihai pada bagian selangkangannya. Baekhyun langsung menyesali pilihannya untuk memakai skirt pendek pagi ini. Pilihannya itu tentu saja memudahkan setiap rencana busuk Chanyeol. Buktinya jari-jarinya sudah merayap menyentuh bagian celana dalamnya. "Shit!" Baekhyun merutuk keras saat jari telunjuk Chanyeol sampai di klitorisnya dengan mudahnya. Kepalanya langsung dikepuli oleh syahwat yang tinggi.

"Chanyeol?" Baekhyun bertanya dengan nada bingung yang kentara saat jari Chanyeol berhenti bergerak. Barulah Baekhyun menyadari penyebabnya saat mendengar suara roda troli memenuhi lorong. Baekhyun langsung panik, namun ia malah diam—karena ia bingung harus melakukan apa.

"Ada apa dengan gadis itu?"

Deg. Degup jantung Baekhyun berhenti seketika. Keringat dingin merembesi keningnya seketika. Anehnya, rasa paniknya tidak mengehentikan hawa nafsunya, justru meningkatkannya ke tingkat yang baru dirasakan Baekhyun. Ia merasa... antusias?

"Oh. Dia calon istriku. Dia punya penyakit kejiwaan, ia tidak tahan dengan panas. Jadi dia harus berbaring di tempat yang dingin." Park Chanyeol sialan! Baekhyun merutuk karena Chanyeol mengorbankannya untuk dijadikan alasan. Meskipun ia sempat senang karena Chanyeol memanggilnya calon istri, tapi tetap saja... gangguan kejiwaan? Dasar maniak sialan! Tetapi Baekhyun harus bersyukur, setidaknya Chanyeol tidak terlalu bodoh untuk mengatakan, 'Oh. Dia calon istriku. Aku sedang menyolok vaginanya untuk menghukumnya.' Tidak, gangguan kejiwaan terdengar jauh lebih baik.

Keheningan mengambang selama beberapa saat. Kemungkinan besar pria yang tadi bertanya tidak percaya dengan apa yang dikatakan Chanyeol. "Oh, begitukah? Cepat ke dokter untuk memeriksakan calon istrimu. Pasangan muda seperti kalian harus menikmati pernikahan dengan kebahagiaan." Pria itu langsung pergi bersamaan dengan suara troli yang didorong cepat. Tentu saja pria itu ingin cepat pergi dari sana. Sepertinya ia telah menganggap mereka berdua sudah tak waras.

Chanyeol dan Baekhyun menghembuskan napas lega secara bersamaan. Baekhyun berharap Chanyeol bisa menyelesaikan apa yang sudah dimulainya, tapi Chanyeol tidak kunjung menarikan jarinya lagi di celana dalamnya. Baekhyun berniat untuk merengek kecewa, sebelum tangan Chanyeol yang lain justru memasuki skirt-nya, kali ini sambil membawa objek asing. Jari Chanyeol menyingkap celana dalamnya untuk memberik akses objek asing itu masuk lebih dalam. Baekhyun tidak mengetahui objek apa itu—

"Akh!" Baekhyun mendesah nyaring. Klitorisnya yang agak membengkak tiba-tiba tersedot keluar.

Chanyeol tertawa pendek mendengar reaksi Baekhyun. "Apakah Pompa Tsunami ini langsung membuatmu tergusur arus?" Baekhyun langsung membulatkan matanya saat mendengar alat bantu seks yang hanya dimilikinya seorang di alam semesta—hadiah dari sebuah perusahaan sex toys asal Islandia. Apakah Chanyeol telah menemukan Kotak Rahasianya yang ia sembunyikan di bagian terdalam apartemennya? Kotak yang berisi semua alat bantu seks favoritnya! Gawat!

"Euh~ Angh!" Efek yang ditimbulkan pompa itu begitu cepat—tak heran kenapa ia memasukannya ke dalam Kotak Rahasianya, bukan? Tubuhnya menggelinjang dengan kuat di atas lemari es. Stimulasi di daerah klitorisnya selalu membuatnya lemah. Tubuhnya akan jatuh jika Chanyeol tidak menopang kakinya yang terasa seperti agar-agar.

Baekhyun menarik napas pendek-pendek. Alat itu bahkan menyulitkannya untuk menarik napas karena serangan-serangan kenikmatan terus menyerangnya secara bertubi-tubi. Ia bisa merasakan bibir Chanyeol mendekati telinganya yang tiba-tiba ikut terasa sensitif. "Apa kau masih marah?" Napasnya yang terasa sangat panas membuat bulu leher Baekhyun meremang hebat. "Tentu saja kau tidak marah karena kau mencintaiku, bukan?"

Chanyeol kemudian mengecup bagian antara pipi dan telinganya dengan sangat lembut, membuat dadanya terasa kosong-melompong hingga hanya ada rasa tenang di sana. Bersamaan dengan itu, ia berteriak keras, kedua kakinya mengejang dengan liar hingga Chanyeol kesulitan untuk menahannya. Sial, ia baru saja orgasme—di atas lemari es supermarket!

.

.

.

Chanyeol terus menggerakan pinggangnya dengan cepat dan kuat. Penisnya terus mengaduk-aduk vaginanya tanpa henti. Baekhyun kewalahan. Ia mengakui bahwa ia sangat menyukai alat bantu seks, mereka menakjubkan, tapi tidak akan ada satu pun dari benda itu yang bisa menggantikan penis Chanyeol. Semua alat bantu seksnya setidaknya memiliki beberapa kelemahan. Namun, tidak dengan penis Chanyeol.

Ia tidak sedang melebih-lebihkan. Tidak pernah ada alat bantu seks yang mampu melambungkannya ke angkasa seperti ini. Ukuran penis Chanyeol sangat sempurna. Ujung penisnya mampu menumbuk-numbuk A-spot-nya dengan mudah—tidak terlalu panjang untuk membuatnya sakit. Volumenya pun sangat ideal karena mampu membuatnya penuh namun tidak sampai menyiksa G-spotnya. Jangan tanya soal tekstur penisnya, semua bagian kulitnya mampu merasang semua syarafnya. Hal yang paling spesial, penisnya yang agak berbelok ke kanan itu kadang bisa menumbuk prostatnya—membuatnya kehilangan akal sehatnya seketika.

"Apakah enak?"

"Um." Baekhyun mengguman kecil dengan kepala yang terangguk beberapa kali. Seolah ingin memberitahukan seluruh jagat raya bahwa ia sedang mendapatkan rasa nikmat yang sangat luar biasa. Air matanya menetes keluar secara perlahan. Ia hanya merasa sangat bersyukur karena seks dengan Chanyeol seolah ritual sakral baginya. Efek seksnya membuatnya menjadi gembira dan riang setelahnya—ia selalu merasa menjadi wanita paling bahagia setelah mendapat orgasme hebatnya.

Sebentar lagi, ia akan mendapatkan orgasme hebatnya itu.

Ting! Tong!

"Argggh!"

Baekhyun berteriak keras. Tapi teriakan itu bukan karena orgasme. Teriakan itu keluar karena kekesalannya yang meledak. Ia baru saja akan mendapatkan ledakan orgasme yang sangat ditunggunya, namun akibat suara bel pintu itu membuat gerakan Chanyeol memelan. Otomatis membuat jaraknya dengan orgasme menjadi jauh kembali. Hell!

"Apa kau menerima paket hari ini?" Chanyeol bertanya sambil mengeluarkan penisnya secara perlahan dari lubangnya. Baekhyun ingin menangis saja.

Baekhyun menggelengkan kepalanya frustasi. "Tidak ada paket hari ini." Ia baru ingat ini adalah hari Sabtu di minggu pertama bulan, itu berarti... Taehyung datang berkunjung. Ugh! Baekhyun bersumpah akan memotong penis kecil kakaknya itu menjadi tiga bagian, menggorengnya hingga matang, dan memberikannya pada Mongryong—dan memberikan bola testisnya pada Toben. Oke, Baekhyun terdengar seperti psikopat saat ini, tapi kakaknya yang keras kepala itu pantas mendapatkannya.

Baekhyun langsung beranjak dari kasur dan meraih jubah tidurnya. "Diam di sini. Jika ada yang memasuki kamar, segera bersembunyi di balik kasur." Ia belum memberi tahu kakaknya mengenai hubungannya dengan Chanyeol—dan ia tidak akan memberitahunya hari ini atau dalam waktu dekat. Ia tidak mau mendapatkan ceramah panjang lebar dari kakaknya. Ia hanya ingin menikmati waktunya dengan Chanyeol, oke?

Baekhyun membuka pintu apartemen dengan tenaganya yang tersisa. Ia sama sekali tidak mempedulikan penampilannya yang porak-poranda seperti baru diterjang badai. Taehyung sudah terbiasa melihatnya dalam keadaan seperti ini. Ingat bahwa pekerjaannya adalah pengulas sex toys? Tentu saja ia harus mencoba semuanya sebelum mengulasnya.

Ia sempat mengira akan mendapatkan dua pasang senyum idiot di depan pintunya. Namun, pemandangan yang didapatnya justru berbanding terbalik. Taehyung melipat tangannya di depan dada, memandangi Baekhyun dengan raut menghakimi. Sedangkan kekasih idiotnya Jungkook, menaikkan kedua alisnya tinggi-tinggi seolah sedang melihat hal teraneh di dunia.

"Hai." Suara Baekhyun terdengar sangat serak. Semakin membuat tinggi kerutan di kening kedua pria di hadapannya.

Taehyung memutar kedua bola matanya. "Ada yang ingin kau jelaskan, Baekhyunie?"

Baekhyun menautkan kedua alisnya. "Penjelasan? Apa maksudmu oppa?" Ia semakin heran saat Taehyung hanya menghela napas malas. Tatapannya beralih pada Jungkook untuk mendapatkan penjelasan darinya mengenai sikap aneh kakaknya.

Tidak ada jawaban yang didapatnya dari Jungkook. Hanya saja Jungkook mengangkat dagunya berulang kali seolah menjelaskan sesuatu di balik pundak Baekhyun. Baekhyun langsung tercekat hebat. Jantungnya berhenti berdetak. Perlahan ia membalikkan kepalanya. Oh, well, tentu saja Chanyeol akan mengacaukan segalanya.

Chanyeol yang hanya memakai handuk di pinggangnya, dengan penampilan yang sama kacaunya dengan Baekhyun, menyengir tanpa dosa pada mereka bertiga. Sial. Sepertinya Mongryong akan merasa kenyang hari ini karena penis Chanyeol juga siap ia goreng.

.

.

.

"Apa kau memiliki pembelaan?"

Baekhyun menghela napas frustasi. Ia bingung harus menjawab atau memberi pembelaan apa. Pada akhirnya ia akan tetap terkena gerutuan kakaknya. Taehyung sangat jeli dalam menemukan kesalahan yang telah dilakukannya.

"Pssst... aku masih tidak menyangka, aku adalah satu-satunya orang di sini yang masih suka vagina," Bisik Chanyeol.

Baekhyun memutar bola matanya malas. Ia memilih untuk tak peduli dengan bisikan Chanyeol barusan. Pasalnya dua pasang mata sedang menghakiminya di seberang meja makan. Sebelum salah satunya meledak, lebih baik ia mengatakan sesuatu yang bisa mencairkan suasana.

"Kami... berpacaran."

"Uh?" Taehyung menaikkan sebelah alisnya. "Bukankah aku memintamu untuk menikah? Bukan untuk berpacaran?" Ia memotong sandwich-nya dengan sekuat tenaga. Gestur tersebut membuat Baekhyun yang biasanya penuh nyali menjadi menciut.

"Oke. Kami akan menikah." Baekhyun meraih gelas minum miliknya, lalu mereguknya rakus. Tepat setelah melihat tatapan mata tak puas dari Taehyung, Baekhyun melanjutkan perkataannya, "... dalam waktu dekat."

Perasaan lega membanjiri dada Baekhyun setelah melihat senyum puas Taehyung. Akhirnya, nyawanya untuk hari ini bisa ia pertahankan dengan baik. Namun, rasa leganya tak berlangsung lebih lama. Si makhluk di sebelah kakaknya mulai berulah dengan bertanya, "Kau belum memperkenalkan calon suamimu pada kami?"

Baekhyun langsung tersentak hebat mendengar pertanyaan itu. Ia sadar cepat atau lambat pertanyaan itu akan keluar, dan itu artinya nyawanya kembali terancam hari ini. Taehyung akan membunuhnya di tempat jika tahu... ya, pekerjaan Chanyeol. Ia segera memicingkan matanya pada Chanyeol, memberikan kode padanya untuk tak berbuat ulah lagi kali ini.

"Ada apa?" tanya Taehyung tajam saat tak ada jawaban dari keduanya.

Baekhyun langsung menggelengkan kepala sambil menyengir lebar. "Tidak ada." Ia kembali mengalihkan pandangannya pada Chanyeol, kali ini diiringi dengan ancaman serius.

Chanyeol melemparkan senyum kecil padanya. Senyumnnya itu seolah menandakan pada Baekhyun bahwa dia adalah seorang anak baik yang jarang berbuat nakal. Chanyeol mengeluarkan senyum seribu Watt-nya pada kakak dan calon kakak iparnya. "Aku Park Chanyeol. Aku satu sekolah dengan Baekhyun dulu."

"Oh, benarkah?" Jungkook berseru kaget dengan nada yang dilebih-lebihkan. Ia memotong daging steaknya dan meletakkan potongannya di atas piring Taehyung. "Kurasa kami tidak pernah mendengarmu dari Baekhyun."

"Kami tidak terlalu dekat dulu." Chanyeol menjawab dengan santai. Jawabannya itu mengundang pandangan tanya dari Taehyung. "Tapi kami saling mengenal."

Selanjutnya, Jungkook bertanya mengenai hobi Chanyeol. Beruntung sekali Baekhyun kali ini. Karena sepertinya Jungkook dan Chanyeol berbagi hobi yang sama: otomotif, fiksi ilmiah, dan jalan-jalan. Obrolan selanjutnya lebih didominasi oleh ocehan mereka berdua. Sesekali Baekhyun melihat senyum tulus dari wajah Taehyung. Sepertinya kedua kakaknya ini akan menyukai Chanyeol. Syukurlah.

"Chanyeol, kau bekerja di mana?"

Glup.

Oh, shit.

Baekhyun tidak bisa berkonsentrasi lagi pada makanan di hadapannya. Keringat dingin mulai menetesi keningnya. Degup jantungnya menderu secara tak tentu. Ia melihat Chanyeol bereaksi yang sama dengannya. Mereka berdua saling menatap meminta pertolongan.

"Aku menjabat sebagai presdir di sebuah perusahaan."

Taehyung mengerutkan keningnya dalam, tapi raut takjubnya tak bisa disembunyikan. "Oh? Perusahaan apa?"

Freak. Matilah ia.

"Um... itu... bagaimana... sex toys."

Taehyung pingsan. Jungkook panik. Baekhyun ingin tenggelam saja.

.

.

.

"Kau sangat cantik."

Baekhyun tersenyum tipis. Ia memandangi Taehyung yang sedang jongkok di hadapannya. Kakaknya itu menjulurkan tangan pada wajahnya, berusaha menyingkirkan anak-anak rambut dari pelipisnya. "Aku tidak menyangka adik kecilku akan tumbuh menjadi gadis yang luar biasa seperti ini."

Harus ia akui bahwa Taehyung adalah kakak yang sangat menyebalkan. Ia sangat keras kepala dan egois. Namun, Baekhyun tahu benar bahwa hal yang dilakukannya semata untuk memberikan rasa sayang padanya. Hanya saja cara yang dilakukannya sangat unik.

Semenjak orangtua mereka meninggal, Taehyung berubah menjadi kakak yang sangat protektif. Baekhyun tahu ia tak akan bisa menjalani kehidupan remajanya dengan baik jika tidak ada Taehyung. Taehyung adalah inspirasi terbesar dalam hidupnya kini. Kakaknya itu selalu tersenyum dan positif dalam keadaan apa pun.

Perlahan air mata menetes dari kedua matanya.

"Yak! Jangan menangis, bodoh! Kau menghancurkan riasan wajahmu!"

Hal inilah yang akan selalu dirindukannya dari kakaknya. Taehyung sangat peduli padanya, tapi ia tidak ingin menunjukkannya dengan jelas. "Aku menyayangimu, oppa~" Taehyung langsung mendekapnya dalam pelukan setelah mendengar hal itu. Baekhyun berusaha keras menahan tangisannya agar tak membuat Taehyung sedih.

Taehyung menepuk pelan punggungnya. Hal yang selalu dilakukannya jika Baekhyun merasa sedih atau sakit. "Kau harus bahagia. Aku yakin Chanyeol adalah sosok yang tepat untukmu. Aku tahu benar akan hal itu saat melihat sosoknya dan bagaimana cara ia menatapmu. Kau sangat beruntung."

Baekhyun mengangguk berkali-kali di pundaknya. Ia semakin mengeratkan pelukannya. "Kau harus bahagia juga." Baekhyun menatap wajah kakaknya dengan harapan yang sangat tinggi. "Kau harus segera menikah dengan Jungkook-oppa."

Taehyung langsung melengkungkan bibirnya ke arah bawah. Ia lalu mengembuskan napasnya kasar dan mencubit hidung Baekhyun kuat. "Kau tahu kami tidak bisa menikah." Baekhyun memberi ekspresi protes dengan semangat. Taehyung langsung meralat ucapannya, "Kami tidak bisa menikah di Korea. Lagi pula kami sedang sangat sibuk dengan pekerjaan. Kami sudah sangat puas dengan hubungan kami sekarang." Baekhyun menyipitkan matanya pada Taehyung. Ia merasa tidak adil karena Taehyung selalu memaksanya menikah, tapi ia sendiri tidak melakukannya. "Oke, aku akan berusaha menikah tahun ini. Kau puas?"

Baekhyun mengangguk dengan semangat. Kemudian ia mengangkat jari kelingkingnya dan menunjukkannya tepat di depan wajah Taehyung. Tingkahnya itu membuat Taehyung bingung. "Janji untuk bahagia?"

Taehyung tersenyum lega mendapat pertanyaan itu. "Ya, aku kira kau sudah tumbuh jadi gadis dewasa! Ternyata kau masih adik mungil yang paling kusayang." Namun pada akhirnya ia menggelengkan kepalanya pendek dan ikut mengeluarkan kelingkingnya. "Asal kau berjanji untuk bahagia juga?"

"Aku janji." Bersamaan dengan kesediaan Baekhyun, kedua kelingking itu saling bersatu dan berpaut.

"Ayo. Sudah cukup." Taehyung beranjak dari posisi jongkoknya. Ia menawarkan lengannya untuk diraih Baekhyun dengan cepat. "Kau tidak boleh mempermalukanku dengan berbuat gugup di atas altar."

Baekhyun kembali mengangguk sambil merebahkan kepalanya di pundak Taehyung.

Hening sesaat sebelum mereka berdua keluar dari ruang rias.

"Jika kau berubah pikiran, ini adalah saat yang tepat untuk mengatakannya. Aku akan langsung membawamu pergi dari gereja ini."

Baekhyun mengeleng dengan kuat. "Tidak akan terjadi."

"Aku sangat mencintai Chanyeol."

.

.

.

"Baekhyun~ bangun~"

Ugh... Baekhyun memaksa matanya untuk terbuka saat mendengar rengekan Chanyeol. Sinar rembulan yang terang langsung mencolok matanya. Apa yang sedang ada di otak Chanyeol saat ini? Bahkan para ayam pun masih bermimpi saat ini!

Baekhyun mendengar suara remukan tulangnya sendiri saat beranjak berdiri dari kasur. Ia merasa tulangnya lolos semua dari otot tubuhnya. Wajar saja hal ini terjadi, karena sebelum tidur Chanyeol telah menghajarnya hingga lima ronde—tunggu apakah enam ronde? Entahlah, Baekhyun kehilangan akal untuk sekedar menghitung karena seks Chanyeol selalu membuatnya kehilangan akal. Terkutuklah Chanyeol jika ia membangunkannya hanya untuk meminta ronde tambahan. Ia akan benar-benar memutilasi penisnya untuk sarapan Toben.

"Aku lapar~"

"Huh?" Baekhyun merasa rasa kantuknya langsung ludes karena sangat kaget dengan pernyataan Chanyeol. Tentu saja ia kaget! Biasanya kalau bukan karena horny, Chanyeol membangunkanya untuk membahas ide sex toys terbaru.

Baekhyun membuka matanya lebar-lebar. "Aku ingin kau memasak." Wajah bangun tidur Chanyeol yang anehnya selalu sangat tampan berisi dengan ekspresi kesungguhan. Sehingga Baekhyun segera menghilangkan kecurigaannya pada setiap kemungkinan akal bulus Chanyeol.

Hanya mampu melihat Baekhyun yang berdiam diri saja, Chanyeol mulai menarik lengan istrinya keluar kamar. Tentu saja setelah memakaikan Baekhyun jaket mandi untuk menutupi tubuh telanjangnya. Ia mendorong punggung Baekhyun menuju pantry dapur. "Kau memasak. Aku akan menunggu di balkon. Cepatlah, aku lapar."

Baekhyun memutar bola matanya terhadap sikap Chanyeol yang selalu memberinya paksaan. Namun pada akhirnya ia tetap melaksanakan permintaan Chanyeol. Ia segera meraih roti tawar dari tempatnya. Ia berencana untuk membuat roti selai panggang saja. Selain karena dirinya masih mengantuk, isi kulkasnya pun masih sangat sederhana. Lagipula Chanyeol akan selalu memakan apa pun yang dimasaknya.

Setelah mengolesi roti tawarnya dengan Nutella, ia memasukkannya pada mesin pemanggang. Sambil menunggu matang, Baekhyun mengeluarkan gelas tinggi dan mengisinya dengan cokelat bubuk. Beberapa menit kemudian roti panggangnya sudah matang, begitu pula cokelat panasnya.

Baekhyun berjalan menuju balkon dan menemukan pemandangan Chanyeol yang terlihat tenang memandangi bulan. Suara tumpuan piring di atas meja memecahkan lamunan Chanyeol. Senyum tipis langsung ditampilkannya saat melihat kepulan asap di ata meja. Ia kemudian menawarkan senyumannya pada Baekhyun. Baekhyun membalasnya pendek sambil duduk di seberang Chanyeol. Keduanya menyantap sarapan terlalu awal mereka dalam diam.

Tanpa terasa isi piring dan gelas yang tadi dibawa Baekhyun lenyap dalam sekejap. Degupan dalam jantung Baekhyun mulai berirama tak teratur. Ia sudah sangat pasrah jika Chanyeol langsung menerjangnya dan memberinya posisi Cowboy Swing di atas balkon.

Bayangan liarnya tidak terbukti sama sekali. Chanyeol malah meraih pundaknya dan memeluk tubuhnya ke dalam dekapannya. Baekhyun tidak protes sama sekali karena tubuh Chanyeol terasa sangat hangat saat suhu sedang rendah seperti saat ini. Degupan jantung Baekhyun perlahan kembali stabil saat elusan tangan Chanyeol dirasakannya di bagian punggung bawahnya.

"Baekhyun?"

"Ya?" Baekhyun semakin mengusakkan kepalanya ke dada Chanyeol lebih dekat.

"Aku menyukaimu."

Baekhyun tidak kaget sama sekali. Chanyeol sudah sangat sering mengatakkan kalimat itu: saat ia melihat tubuh Baekhyun menggeliat, saat vaginanya menjepit penisnya erat, dan saat ia orgasme. "Ya. Kau menyukai tubuhku."

"Tidak." Nada suara Chanyeol terdengar seperti gerungan dildonya yang sudah rusak. Ia segera mengangkat wajah Baekhyun dari dadanya, memaksa matanya untuk menatapnya. Tatapan mereka bertemu. Baekhyun kesulitan meneguk ludahnya saat melihat getaran di bola mata hitam legam Chanyeol. Selain melihat kesungguhan dan ketulusan besar terpancar dari sana, Baekhyun juga bisa melihat... dirinya, dan... masa depannya. "Aku memujamu. Aku suka sosokmu. Bukan hanya tubuhmu, tapi juga jiwamu. Aku mencintaimu."

Baekhyun serasa ingin menangis. Ia tak tahan untuk tak mengecup bibir Chanyeol. Ia terus mengecup bibir Chanyeol beberapa kali hingga Chanyeol menggerang dan menahan bibirnya untuk tak lari lagi. Selama beberapa menit mereka hanya mendiamkan bibir mereka bersentuhan seperti itu. Lewat sentuhan bibir itu, saling tersalurkan rasa pengertian dari masing-masing figur. Setelah itu, Chanyeol mulai melumat bibir Baekhyun, sesekali menggigitnya dengan lembut.

Baekhyun memiringkan senyumnya dengan jahil. Ia menggigit bibir Chanyeol dengan keras. Tak lama kemudian ia menginvasi bibir Chanyeol dengan lidahnya. Tak sabaran untuk mengeksplorasi mulut Chanyeol. Hal itu tak bertahan lama karena Chanyeol langsung menggerang seperti binatang. Lidah Baekhyun harus kembali pada tempatnya. Chanyeol mendorong-dorong lidahnya dan mengosok-gosok langit dan lantai rongga mulutnya.

Baekhyun melepaskan ciuman mereka setelah ia kehilangan napas dan air liur membanjiri rahangnya.

"Ya, aku mencintaimu juga."

"Chanyeol?"

"Ya?"

"Penismu mengeras."

BRUK! BRUGH! BREK!

"Ah!"

.

.

.

END