Sudah seminggu Jimin lari dari Yoongi dan menghidari namja pucat itu mati-matian. Mulai dari tidak kembali ke flat setelah pulang dari Busan bertemu ibu-nya, tinggal berpindah dari tempat satu ke tempat lain selama seminggu ini, mengganti nomor ponselnya dan menerima pekerjaan di luar kantor sebanyak-banyaknya untuk menipiskan kemungkinan Yoongi menemukannya di kantor.

Jimin termenung menatapi jalanan di depannya, mengabaikan jus dan Hyungwon yang duduk di depannya. Kedunya baru saja selesai liputan dan memilih untuk makan lebih dulu sebelum kembali ke kantor dan membuat laporan.

"Menginap di tempatku lagi, kan?" ucap Hyungwon memecahkan lamunan Jimin.

"Ani. Aku akan ke rumah Kyungsoo nanti" jawab Jimin dan tersenyum kecil.

"Kau pucat" komentar Hyungwon.

"Mungkin karena lelah saja" Jimin mengusap wajahnya pelan.

Jimin kembali terdiam, dia banyak pikiran sekarang. Masalah Yoongi dan juga soal Taehyung yang tidak berani Jimin temui lagi.

"Kau sedang melarikan diri dari seseorang ya?" tebak Hyungwon. "Min Yoongi?" sambungnya.

Jimin tersenyum sendu dan menggeleng kecil. "Aku lapar, Hyungwon"

"Selalu mengalihkan pembicaraan" Hyungwon memutar bola matanya"

Sejak semalam Jimin menginap di flat-nya setelah memaksa menginap di rumah Baekhyun sebelumnya, Hyungwon sudah mengintrogasi Jimin, tapi sayang, Jimin malah tidur saat Hyungwon menanyainya dan setelahnya selalu mengalihkan pembicaraan.

"Taehyung-ssi" ucap Hyungwon sambil mengambil ponselnya yang terletak diatas meja.

Jimin terlihat was-was dan gugup tiba-tiba.

"Ne, Taehyung-ssi?" Hyungwon menempelkan ponselnya ketelinga.

"Kau liputan?"

"Ne."

"Bersama Jimin, kan?"

Hyungwon melirik Jimin yang duduk gugup di depannya sebelum menjawab. "Ne"

"Kalian dimana?" Tanya Taehyung semangat.

"Akan ku kirim alamatnya sekarang. Ku tutup teleponnya" ucap Hyungwon.

"Apa katanya?" Tanya Jimin penasaram.

"Dia hanya menanyakan alamat."

"Dia tidak bertanya soal aku, kan?" Jimin memastikan.

"Tidak" Hyungwon berbohong.

.

.

.

DEVIL IN a BLACK COAT

.

.

.

"Kenapa Jimin tiba-tiba tidak ingin menikah denganmu?" nyonya Jung menatap nyalang pada Yoongi yang terduduk di depannya dengan pandangan kosong. Mejanya penuh dengan map yang perlu Yoongi periksa, pekerjaan seminggu ini yang tidak Yoongi sentuh sama sekali.

"Apa yang eomma katakan?"

"Ibu Jimin menelepon eomma. Jimin sudah memutuskan untuk menolak menikah denganmu. Apa yang terjadi?" nyonya Jung berupaya lebih sabar karena Yoongi terlihat begitu aneh dimatanya. Tidak seperti biasanya. Anak sulungnya ini seperti hilang arah.

"Jimin sudah tau semuanya" guman Yoongi pelan dan menghela nafas panjang.

"Tau apa? Tau kalau kau brengsek? Bukannya sudah dari dulu? Kenapa baru memutuskan sekarang?"

Yoongi hanya menatap malas kearah Ibu-nya.

"Eomma serius, Min Yoongi. Ada apa?" tuntut nyonya Jung.

"Soal Taehyung…" guman Yoongi. "Dia sudah tau kalau aku yang membuat Taehyung terkena masalah"

"Karena membeberkan fakta? Cepat atau lambat, si Jeon itu memang harus tau, kan? Mau sampai kapan di sembunyikan. " ucap nyonya Jung bingung

"Iya, tapi karena itu Taehyung terkena imbas buruknya" guman Yoongi lagi.

"Benar juga. Dasar brengsek kau" maki nyonya Jung.

"Oh, ngomong-ngomong, kau sudah bertemu dengan Jimin? Okelah kalau dia tidak ingin menikah denganmu, pilihannya sudah tepat. Tapi soal anak kalian, bagaimana? Kalian perlu bicara, kan?" sambung nyonya Jung.

"Dia menghindariku, bagaimana bisa aku bicara padanya, eomma" Yoongi menggusak rambutnya frustasi. Dia sangat sadar sejak pulang dari Busan, Jimin menghidarinya mati-matian.

"Dia tetap memberimu izin, kan?" Tanya nyonya Jung penasaran.

"Dia bahkan ingin memberikan anakku Cuma-Cuma"

"Itu kejam…" nyonya Jung menutup mulutnya dengan tangan.

"Aku sudah tidak tahu harus bagaimana supaya dia menemuiku, eomma. Aku ingin bicara dengannya. Aku ingin memperbaiki semuanya" ucap Yoongi putus asa.

"Soal Taehyung, Eomma sudah meminta Hoseok mengurusnya. Kau urus saja Jimin"

"Tidak bisa seperti itu. bagaimanapun aku yang membuat masalah ini terjadi" ucap Yoongi.

"Ngomong-ngomong, apa alasanmu membeberkan masalalu si Jeon dan Taehyung?" Tanya nyonya Jung penasaran.

"Aku cemburu" aku Yoongi.

"Cemburu? Pada siapa? Si Jeon itu?" nyonya Jung mengernyit.

"Bukan."

"Lalu?"

"Pada Taehyung"

PLAK!

"Dasar anak bodoh! Apa-apaan kau!" nyonya Jung dengancepat melepas sepatunya, mempertemukan tapak sepatu dengan kepala anaknya. "Kalau kau cemburu pada si Jeon itu masih masuk akal!" omel nyonya Jung.

"Astaga, kenapa anakku bodoh-bodoh semua" nyonya Jung memijat tulang hidungnya.

"Cari Jimin dan bicara padanya!" perintah nyonya Jung pada asistennya yang sejak tadi berdiri kaku di depan pintu ruang kerja Yoongi.

.

.

.

"Kemari kau!" Taehyung menarik kerah baju bagian belakang Jimin saat Jimin hendak lari saat melihat Taehyung muncul di depan pintu café. Dasar sial, acara melarikan Jimin terpaksa gagal karena sepatunya yang tidak terpasang dengan benar.

"Yah! Lepaskan!" Jimin meronta saat Taehyung berhasil mencengkram kerah bagian belakang bajunya.

"Kalau kau kabur lagi, akan ku patahkan kakimu. Kemana saja kau seminggu ini!" bentak Taehyung.

"Aish.. lepaskan dulu…" kesal Jimin.

Hyungwon hanya menutup wajahnya dengan tangan. Malu dengan tingkah Jimin dan Taehyung yang kekanakan.

"Awas kalau kau kabur!" ancam Taehyung dan mendudukan diri di samping Jimin.

"Kemana saja kau, huh? Kau sengaja menghindariku kan? Apa kau marah karena aku berbaikan dengan dia?" cecar Taehyung.

"Aku pergi saja. Aku masih ada urusan" Hyungwon pamit dan berjalan meninggalkan Jimin dan Taehyung di café.

"Aku tidak menghindar" elak Jimin.

"Oh ya? lalu apa namanya yang kau lakukan selama seminggu ini kalau bukan menghindar?" cecar Taehyung.

"Tae, aku banyak tugas di luar, bukan menghindar"

"Alasan! Buktinya kau mau kabur saat melihatku. Ada apa sebenarnya?"

"Tidak ada"

"Kau bohong!" tuduh Taehyung.

Jimin menghela nafas. "Tae, aku…"

"Kim Taehyung!" Jimin dan Taehyung menatap kearah yang sama dimana suara berat yang memanggil nama Taehyung terdengar.

Jimin membolakan matanya. Yoongi ada disana, berjalan ke arah meja mereka dan duduk tepat di depan Jimin.

"Yoongi-ssi?" Taehyung mengernyit bingung, menatap bergantian antara Jimin dan Yoongi.

"Aku ingin bicara" ucap Yoongi sambil menatap Jimin yang menunduk dalam.

"Denganku?" Taehyung menunjuk dirinya ragu.

"Ne" Yoongi mengangguk pelan dan menatap Jimin lama. Dia rindu dengan pembangkang di depannya ini.

"Yang terjadi padamu belakangan ini, ulahku" mulai Yoongi.

Taehyung mengernyit bingung, sementara Jimin sudah membolakan matanya ketakutan.

"Maksudnya?" Taehyung menatap Jimin yang menunduk disampingnya dan Yoongi yang terus menatap Jimin dengan tatapan rindu.

"Berita-berita itu. itu ulahku" aku Yoongi.

Taehyung tersentak. Matanya berkedip tak percaya dengan apa yang di ucapkan oleh Yoongi. Tidak bisa Taehyung pungkiri ada rasa marah yang terselip dalam dadanya. Tangannya mendingin diatas pahanya.

"Aku minta maaf" sambung Yoongi.

Taehyung masih dalam kondisi terkejut, dia bingung harus merespon seperti apa ucapan Yoongi.

"Jim, kau tahu soal ini?" Tanya Taehyung tak percaya.

"Ini salahku" ucap Yoongi.

"Jim, bicara. Apa kau tau soal ini?" desak Taehyung.

Jimin mengangguk dengan berat hati.

"Dia baru tahu. Kalau kau ingin menyalahkan seseorang, kau hanya perlu menyalahkanku" ucap Yoongi.

"Kenapa kau melakukan ini padaku?" Taehyung merasa dadanya berdebar mengerikan saat mengetahui fakta-nya. "Apa hal yang pernah ku lakukan padamu sampai kau melakukan ini?"

"Aku minta maaf" sesal Yoongi.

Taehyung merasa nafasnya memendek. Emosi bercampur baur di dalam dadanya. Bingung harus bagaimana dia menghadapi keadaan sekarang.

"Apa kau tau apa yang terjadi setelah kau membeberkan semuanya?" cicit Taehyung dingin. "Apa kau tahu bagaimana susahnya aku menghadapi pemberitaan diluar sana? Apa kau tau bagaimana penderitaan anakku yang terpaksa pindah sekolah dan bersembunyi karena hal yang kau lakukan?"

"Kau boleh memukulku atau apapun yang kau inginkan, aku pantas men…"

Belum sempat Yoongi menyelesaikan ucapannya, tangan Jimin sudah lebih dulu mengenai pipi Yoongi. Jimin menamparnya.

"Jim…" Taehyung membolakan matanya menatap Jimin.

"Kau tidak pantas mengotori tanganmu, Tae" guman Jimin pelan.

Yoongi terdiam kaku. Matanya menatap kebawah tanpa ekspresi apapun di wajahnya.

"Aku minta maaf" guman Yoongi lagi.

Taehyung kehilangan kata-katanya. Tidak ada sedikitpun keinginan Taehyung untuk melakukan kontak fisik apapun pada Yoongi semarah apapun yang Taehyung rasakan sekarang.

"Ayo pergi" ajak Jimin.

Saat Jimin berdiri, Taehyung dengan paksa menarik tangan Jimin sampai terduduk kembali di kursi. "Aku tidak mau masalah ini menggantung" guman Taehyung.

Jimin menatap bingung pada Taehyung dan duduk kembali di depan Yoongi yang menatap Taehyung tanpa emosi apapun dimatanya.

"Aku sangat marah, Yoongi-ssi. Kau tidak akan bisa memperkirakan semarah apa aku padamu" mulai Taehyung. "Aku juga berterimakasih karena kau berani.. ani.. sangat berani mengakui hal ini padaku. Aku sangat menghargai itu. Tapi dengan minta maaf, tidak ada penyelesaian sama sekali" ucap Taehyung.

"Lalu kau mau aku bagaimana?" Tanya Yoongi.

"Sebelumnya, aku tidak tahu ada apa dengan hubungan kau dan Jimin yang tiba-tiba berubah buruk dan aku berharap, itu bukan karena aku dan masalah ini" ucap Taehyung dan menatap lurus pada Jimin.

Yoongi terdiam, begitu juga dengan Jimin.

"Jadi kalian bertengkar karena aku? Kau juga menghindariku karena ini, Jim?" Tanya Taehyung.

Jimin terdiam lagi.

"Dengar, aku tidak ingin kalian bertengkar karena aku. Kau dengar aku, Jim?"

Jimin menatap Taehyung dengan kernyitan tak setuju di wajahnya.

"Jangan membantahku. Jangan bertengkar karena aku. Aku tidak akan senang jika kau dan Yoongi-ssi berpisah karena masalah ini Jim. Kita bersahabat, bukan berarti kau harus mempertaruhkan anakmu dan hubungan kalian karena aku. Aku tidak akan bisa menerima hal itu Jim"

Jimin sudah hendak membantah, tapi Taehyung dengan cepat menahan Jimin agar tidak bicara.

"Jangan egois. Anakmu butuh orangtuanya." Ucap Taehyung.

Jimin terdiam lagi.

"Aku masih marah. Tapi semua sudah terjadi dan tidak ada yang bisa ku lakukan lagi. Semua sudah tau soal Taeyong dan akku juga tidak bisa membantah lagi. Tapi Yoongi-ssi, tolong beri tahu caranya bagaimana hal ini harus ku akhiri." Taehyung menatap Yoongi serius.

.

.

.

"Hey" sapa Jungkook senang saat melihat Taehyung muncul di apartemennya. Tanpa permisi, Jungkook langsung mengecup pipi Taehyung dan membawanya menuju sofa.

"Jungkook, kita perlu bicara" ucap Taehyung pelan.

"Akan ku dengarkan. Ada apa?" Tanya Jungkook senang. Badannya menghadap samping untuk melihat Taehyung dengan jelas.

"Aku rasa ada yang salah dengan kita" mulai Taehyung.

Jungkook mengernyitkan dahinya. "Maksudnya?"

"Hubungan ini..." Guman Taehyung pelan, menunduk dalam tidak berani menatap Jungkook. "Aku tidak menginginkannya lagi" sambung Taehyung.

"Apa yang kau bicarakan, Tae?" Tanya Jungkook takut.

"Aku atau orangtuamu?"

"Apa maksudmu?" Jungkook meninggikan suaranya.

"Kau tidak bisa memilihnya kan?" Taehyung tersenyum kecil. "Aku memaafkanmu, tapi untuk kembali lagi, maaf, aku tidak bisa"

"Apa maksudmu?" Jungkook meninggikan suaranya.

Taehyung tersenyum, menyentuh pelan pipi Jungkook dan mengusapnya pelan.

"Kita sudah pernah bersama dan gagal. Tidak perlu mengulang sesuatu yang pasti akan gagal berkali-kali. Jujur saja, aku tidak mengingankanmu lagi. Sudah sejak lama. Sejak kau mencampakkanku demi gadis itu dan karir-mu." Ucap Taehyung tenang membuat Jungkook terkejut.

"Tae, tapi kau sudah…"

"AKu salah mengambil langkah. Aku terbawa suasana." Taehyung tersenyum saat mengingat ucapan pedas Jimin padanya. "Bagiku kau sumber masalah, Jeon Jungkook. Aku sudah dewasa dan matang dalam berpikir. Aku lebih memilih menjauhi masalah daripada berhadapan lagi dengan masalah baru yang berpusat padamu. Aku ingin hidup tenang" ucap Taehyung.

"Tae, tapi Taeyong membutuhkan kita" Jungkook berusaha membujuk.

Taehyung menggeleng pelan dan tersenyum. "Seumur hidupnya, dia tidak pernah membutuhkanmu."

Ucapan Taehyung yang terdengar tenang itu bagaikan tamparan keras ditelinga Jungkook.

"Selama ini dia hanya membutuhkanku. Terimakasih karena kau sudah mengakuinya. Tapi kalau kau pikir dia membutuhkan orang sepertimu, kau salah. Taeyong hanya butuh aku"

"Dia anakku, Tae. Aku bisa menuntu hal asuhnya"

"Sekalipun kau menuntut hak asuh, aku akan melayani tuntutanmu dan mempertahankan Taeyong sekuatku. Perlu kau ingat kalau orangtua-mu tidak menyukai kami. Jadi tolong mengerti. Kalau kau ingin Taeyong bahagia, lepaskan kami" Taehyung tersenyum, meninggalkan Jungkook yang terdiam kaku di sofa.

.

.

.

TBC