:

Taufiq879 Present

:

Destined To Live With You

:

Bab 1

Perjodohan Yang Tak Masuk Akal

:

Disclaimer : Naruto Adalah Milik Masashi Kishimoto

Karakter : Naruto & Hinata

Genre : Family & Romance

:

Rating : 16+ (T)

Warning : Alternatif Universe Fanfic, Out Of Character, Typo Kemungkinan Ada.

If You Like My Fanfic, Keep Calm And Enjoy It

[]

[]

[]

Bunyi deru 2 buah mobil yang saling beradu di jalanan sepi terdengar begitu keras. Salah satu mobil tersebut dikemudikan oleh Naruto melajukan. Dengan pakaian seragam lengkap dan sepuntung rokok di tangannya, ia mengemudikan mobilnya dengan cepat di jalanan sepi sore itu. "Yeah! Aku akan menang kali ini!" soraknya gembira ketika tahu mobil yang mengejarnya sudah tertinggal sangat jauh.

Jalan yang membentang lurus pun sudah menanti di hadapannya. Tak tanggung-tanggung. Melihat kesempatan itu Naruto terus melajukan mobilnya hingga mendekati kecepatan 150 Km/jam. Mobil yang mengejarnya pun semakin tertinggal jauh.

Namun sesuatu terjadi. Tiba-tiba saja speedometer-nya naik-turun tidak terkendali. Terdengar juga suara letupan dari mesin mobilnya. Asap mulai keluar dari dalam mesin setelah terdengar suara letupan beberapa kali. Perlahan kecepatan mobilnya menurun drastis.

Karena tidak tahu apa yang sedang terjadi, Naruto pun panik. Asap yang keluar dari dalam mesin membutakan pandangannya. Puntung rokok yang ia pegang segera dibuangnya keluar untuk memusatkan semua perhatiannya pada mobil yang tidak terkendali itu agar berhenti.

Naruto bisa bernafas lega saat mengetahui bahwa ia berhasil menghentikan mobil dengan selamat. Namun setelah berhenti, asap mulai keluar semakin banyak memaksanya untuk segera mematikan mesin yang sudah mal fungsi itu dan berlari keluar.

Ia terbatuk-batuk beberapa kali karena sempat menghirup asap tersebut. Ia berlari ke pinggir jalan dan membaringkan badannya yang kini lemas setelah berhasil selamat dari keadaan hidup-mati ke atas permukaan rumput.

Mobil yang sebelumnya tertinggal jauh di belakangnya terlihat mengebut untuk menyusul Naruto. Setelah tiba, seseorang segera keluar dari dalam mobil tersebut dan menghampiri Naruto.

"Kau baik-baik saja, Naruto?"

"Aku nyaris saja mati, teme."

"Tenangkanlah dirimu dulu. Berikan kunci mobilmu padaku!"

Sasuke berjalan mendekati mobil Naruto setelah menerima kunci. Ia membuka kap depan. Seketika itu juga semakin banyak asap yang keluar. Sasuke mengebas-kebaskan tangannya untuk menghilangkan asap yang mengarah ke wajahnya. Ketika asap mulai berkurang, Sasuke melihat dengan saksama mesin mobil Naruto.

"Naruto! Mobilmu rusak parah. Kita harus membawa mobilmu ini ke bengkel," teriak Sasuke.

"Aku tahu itu! Dilihat dari manapun, asap sebanyak itu pasti menandakan kerusakan yang parah. Tolong ambilkan tasku," kata Naruto seraya berdiri.

Begitu Sasuke memberikan tas miliknya, Naruto segera mengeluarkan ponselnya lalu menghubungi seseorang.

"Halo ... Aku butuh pertolongan ... mobilku rusak parah aku butuh bantuanmu untuk membawanya ke bengkel ... Lokasiku saat ini ada di jalanan sekitar hutan selatan Konoha ... ya yang sepi itu ... Biaya? Tenang saja, aku akan langsung transfer ke rekeningmu ... Oke, aku akan meletakkan kunci ini di dalam mobil ... Aku serahkan padamu. Aku mau pulang. Oh iya, jangan sampai kakek atau ajudannya tahu soal ini!"

Setelah percakapannya dengan seorang montir yang ia kenal selesai, Naruto berkata pada Sasuke "Sasuke, tolong antar aku pulang." Setelahnya Naruto berjalan memasuki mobil Sasuke.

Sasuke hanya mendenguskan nafas tanpa berkata apa-apa lagi sebagai respons terhadap tindakan Naruto. Melihat Naruto sudah duduk dengan nyaman di dalam mobil, ia pun segera memasuki mobil.

[]=[]=[]

Di bawah langit senja, jalanan di Kota Konoha terlihat ramai. Pada saat ini, hampir seluruh kantor dan sekolah mengakhiri kegiatannya. Itu artinya jalanan ini di penuhi oleh orang-orang yang sedang dalam perjalanan menuju rumah.

Akibat ramainya jalan, Sasuke hanya bisa mengebutkan mobilnya di kecepatan rata-rata serta. Keadaan dalam mobil cukup sunyi hingga Naruto bertanya.

"Hari ini kau lambat sekali. Ada apa?"

"Apa kau tidak lihat jalanan ini sedang ramai?"

"Ehh, bukan. Maksudku bukan saat ini. Tapi tadi saat kita balapan. Kenapa kau bisa tertinggal sangat jauh begitu. Tidak seperti dirimu yang biasanya."

"Oh, tadi aku sedang berbicara dengan Sakura lewat telepon. Makanya aku tidak mengebut untuk mengejarmu."

"Hah? Sialan kau! Pantas saja kau tertinggal sejauh itu. Tahu begitu, aku tidak akan memaksakan diri untuk mengebut. Aku mengira kau akan diam-diam mengebut saat aku lengah."

"Tidak ... aku tidak akan melakukan hal serendah itu. Tadi itu hanya balapan biasa tanpa adanya hal yang dipertaruhkan. Untuk apa aku serius."

"Sialan kau!" Naruto menjadi kesal karena mendengar alasan Sasuke. Ia membuka tasnya dan mengambil sepuntung rokok.

"Kau bawa korek? Sepertinya milikku tertinggal di mobil," tanya Naruto.

Sasuke menatap tajam Naruto. "Aku sarankan kau tidak merokok di mobilku. Jika sampai ayahku mencium bau rokok di dalam mobil ini, itu akan memberiku sebuah masalah. Mungkin saja bisa seharian penuh berada dalam sel. Jika itu sampai terjadi, aku berjanji akan turut melibatkanmu," ancam Sasuke.

Naruto bergidik ngeri mendengar ancaman tersebut. Ia mengambil kembali rokok yang sebelumnya sudah berada di mulutnya. "O ... ke." Perlahan ia memasukkan rokok itu kembali ke dalam tas.

"Terima kasih atas pengertiannya."

Setelah melalui perjalanan yang panjang, mereka akhirnya tiba di sebuah distrik perumahan elite di Konoha. Wilayah ini menjadi tempat berdirinya bangunan-bangunan megah milik para pejabat kota dan juga pengusaha kaya raya.

Jalanan di distrik ini cukuplah lenggang. Tak banyak mobil atau kendaraan lainnya yang berlalu lalang. Itu karena jalanan di distrik ini tidak menjadi penghubung antara distrik satu dengan distrik lainnya. Faktanya distrik ini hanya memiliki satu jalan keluar-masuk. Sehingga, mereka yang lewat jalan ini pasti adalah orang yang tinggal di distrik itu ataupun punya urusan di sana.

Setidaknya setelah berjalan beberapa meter dari jalan utama kota, mereka akhirnya tiba di depan pagar sebuah rumah. Rumah itu bukanlah rumah biasa. Rumah megah berlantai dua yang berada di tengah halaman luas milik keluarga Uzumaki—Pemilik sebuah perusahaan maskapai penerbangan terbesar di Jepang bernama Uzumaki Enterprise.

Begitu mobil Sasuke berhenti di depan gerbang, pintu gerbang seketika terbuka. Beberapa satpam terlihat keluar dari pos satpam untuk menyambut tuan muda mereka.

"Oh iya Sasuke. Apa kau mau mampir? Aku punya konsol game baru. Kau mau mencicipinya bersamaku?" tanya Naruto.

"Tidak. Aku mau pulang dan belajar untuk menghadapi ulangan tengah semester pertama kita."

"Ulangan masih lama. Sebulan lagi kok."

"Aku hanya berambisi untuk mendapat nilai bagus. Lagi pula ayahku sekarang sedang berada di rumah. Dia pasti akan bertanya yang tidak-tidak jika aku sampai pulang malam."

"Kalau begitu aku turun di sini saja. Terima kasih sudah mengantarku pulang, Sasuke."

Sasuke hanya mengangguk. Begitu Naruto turun, Sasuke dengan cepat memundurkan mobilnya dan kembali ke jalan. Setelahnya ia mengebut dengan sangat cepat meninggalkan kediaman Naruto.

Setelah sahabatnya itu pergi, Naruto pun berjalan memasuki rumah dan berharap tak ada satu pun orang di rumah yang bertanya tentang keberadaan mobilnya. Untuk satpam yang saat ini sedang melihatnya? Tenang saja, mereka bisa dengan mudah Naruto manipulasi dengan kata-katanya sebagai tuan muda selama tak ada orang berjas hitam duduk di pos satpam.

Naruto memandang jauh ke arah pintu rumah. Ia mendapati 2 orang ajudan sedang berjaga di sana. Karena penasaran dengan kondisi abnormal ini, Naruto berjalan dengan cepat menuju rumah untuk bertanya pada para ajudan tersebut.

Melihat kedatangan tuan muda mereka, para ajudan itu menyapanya. "Selamat datang, tuan muda."

"Ada apa? Kenapa kalian berjaga di depan pintu?" tanya Naruto penasaran.

"Siap! Tuan Jiraiya yang menyuruh kami. Ada tamu penting di dalam rumah. Sepertinya pembahasan mereka juga penting. Bahkan pramuwisma di suruh untuk masuk ke dalam ruangan mereka," kata salah satu ajudan.

"Sebenarnya siapa sih yang datang sampai-sampai pintu ini harus kalian jaga?" Naruto mendenguskan nafasnya. "Apa aku harus lewat pintu belakang?"

"Itu tidak perlu. Tuan Jiraiya dan Nyonya Tsunade sedang menunggu Anda, Tuan Muda."

"Bukankah sudah kubilang jangan memanggilku dengan panggilan itu? Aku benci panggilan tersebut," ujar Naruto kesal.

"Maaf, Tuan Muda. Kami harus memanggil Anda dengan sebutan itu. Kami tidak bisa melakukan apa yang Anda minta."

"Hufft. Terserah."

Naruto berjalan mendekati pintu. Para ajudan dengan sigap membukakan pintu rumah untuk Naruto. Dari depan pintu, ia bisa melihat ruang tamu. Namun ia tidak menemukan keberadaan satu orang pun di ruang tamu.

"Loh, kosong! Kenapa tidak ada orang?" batin Naruto sebelum melirik ke arah pintu yang tampaknya merupakan penghubung antara sebuah ruangan lain dengan ruang tamu ini. "Sepenting apakah tamu tersebut?" batinnya kembali seraya melangkahkan kaki perlahan menuju pintu tersebut.

Naruto mengetuk pintu sebanyak 2 kali.

"Siapa?" tanya orang di dalam.

"Ini aku, kek," jawab Naruto.

"Masuklah Naruto! Kami sudah menunggumu."

Setelahnya Naruto membuka pintu. Matanya memandangi sebuah ruangan yang tampak seperti ruang tamu lain di kediaman ini. Di ruangan itu, matanya mendapati ada 3 orang yang sedang duduk di sofa. Kakek dan neneknya itu sedang duduk menghadap ke arahnya, sementara seorang lagi duduk membelakanginya sehingga ia tidak bisa mengetahui siapa dia.

Namun dilihat dari rambut berwarna indigo yang panjang terurai milik orang tersebut, bisa dipastikan bahwa dia adalah perempuan. Yang menjadi pertanyaan di benak Naruto "Siapa gadis ini? Rambutnya terasa familiar. Tapi aku sama sekali belum pernah melihatnya." Ia membatin seraya mengelus dahinya.

Gadis itu sempat berbalik sesaat sebelum akhirnya kembali ke posisi semula sambil menundukkan kepalanya.

"Naruto, apa yang kau lakukan di situ. Cepat kemari. Ada sesuatu yang ingin kami bicarakan denganmu," ucap Tsunade—nenek Naruto.

Dengan langkah kaki yang terkesan malas, Naruto mendekat dan mengambil tempat di sebuah sofa kosong. Ia Melihat ke arah Hinata dengan tatapan bingung. Gadis itu sempat memperlihatkan wajahnya pada Naruto, namun hanya untuk sesaat sebelum akhirnya kembali merunduk.

Mengejutkan. Meskipun merasa familiar dengan rambut warna indigo itu, namun Naruto sama sekali tidak mengenal siapa gadis itu. "Sepertinya itu hanya perasaanku saja. Aku sama sekali tidak ingat pernah bertemu gadis ini. Wajahnya saja tidak kuingat," batinnya bingung.

"Jadi Hinata, ini adalah Naruto, cucu kami," ucap Tsunade memperkenalkan Naruto pada gadis yang diketahui bernama Hinata tersebut.

"Ha—Hai. Salam kenal, aku Uzumaki Naruto," Naruto menjadi kikuk saat ingin memperkenalkan dirinya.

Gadis bernama Hinata itu mengangkat kepalanya. "S—Salam kenal juga. Aku Hyuuga Hinata." Terlihat dengan jelas bahwa Hinata pun ikut merasa canggung. Namun ia berusaha memberikan sebuah senyuman pada Naruto yang menganggapnya sebagai orang asing.

"Ehem!" Deheman itu memecah kecanggungan. "Naruto, kau pasti bingung kan?" tanya Jiraiya.

"Benar, Kek," jawab Naruto.

"Hinata adalah anak teman ayahmu. Sepertinya bukan sekedar teman, tapi rekan bisnis. Ada sebuah alasan kenapa saat ini Hinata bisa berada di sini." Jiraiya berdiri dari tempat duduknya dan kembali berkata, "mulai hari ini, Hyuuga Hinata akan menjadi bagian dari keluarga kita! Hal ini pun akan kusampaikan nanti pada para pekerja yang lain."

Naruto membelalakkan matanya saat mendengar hal tersebut. Matanya sedikit melirik ke arah Hinata. Ia kembali terkejut kala melihat ekspresi bingung dari wajah Hinata.

"Tunggu dulu, Kek. Apa maksudnya itu?"

"T—Tuan Jiraiya. Anda sebelumnya tidak mengatakan itu?" tanya Hinata secara tiba-tiba hingga tak membiarkan Jiraiya menjawab pertanyaan Naruto.

"Kami berpikir, dari pada hanya sekedar memberimu tempat tinggal, kenapa tidak sekalian menjadikanmu bagian dari keluarga kami. Keluargalah yang kau butuhkan, Hinata," jawab Tsunade.

"Keluarga? Memang apa yang terjadi dengan keluarga Hinata?" tanya Naruto penasaran.

"Benar juga. Kau sama sekali tidak tahu apa-apa." Jiraiya mengelus dagunya. "Aku harus menceritakan hal ini dari mana ya?"

Jiraiya menatap Hinata. "Hinata, aku akan sedikit menyinggung masa lalumu yang pernah kau ceritakan padaku. Jika kau memang tidak ingin mendengarnya, kau bisa kembali ke kamar."

Hinata terlihat menundukkan kepala seraya berkata, "Silakan, Tuan Jiraiya."

"Naruto, dengarkan baik-baik. Mungkin ada beberapa hal yang belum kau ketahui dari apa yang akan kujelaskan."

Naruto mengangguk. Jiraiya pun mulai berbicara.

"Akan kumulai dari menjelaskan latar belakang perusahaan agar Hinata pun mengetahuinya. Uzumaki Enterprise terlahir dari kerja keras pantang menyerah dari Namikaze Minato—ayah Naruto. Usaha ini memang di bangun dari nol. Tapi dengan semua kemampuan dan semangat pantang menyerah, Minato berhasil mengubah usaha yang dulunya hanyalah agen penjualan tiket menjadi sebuah biro perjalanan.

"Namun Minato tidak berhenti sampai di situ. Bersama dengan Hyugga Hiashi—Mitra kerjanya sekaligus ayah dari Hinata—mereka membentuk sebuah biro perjalanan besar yang cukup terkenal di kawasan Jepang. Bahkan beberapa cabangnya tersebar di beberapa tempat di negara ini.

"Namun suatu ketika, Hyuuga Hiashi memutuskan untuk keluar dari perusahaan Minato. Dengan alasan bahwa ia ingin memfokuskan diri mengurusi perusahaan miliknya sendiri, ia menyerahkan sepenuhnya perusahaan rintisan mereka bersama itu ke tangan Minato.

"Kehilangan rekan yang dapat dipercaya memang sebuah pukulan berat bagi Minato. Namun itu bukan menjadi penghalang bagi Minato untuk terus memajukan perusahaannya. Dengan semua uang yang dimilikinya, Minato membeli sebuah unit pesawat dan mulai bekerja sama dengan bandara di Konoha. Pesawat yang dibelinya itu dikhususkan untuk menerbangkan para konsumen yang telah mempercayakan perjalanan mereka pada biro perjalanan milik Minato.

"Semakin lama pelanggan makin banyak dan terus berdatangan. Kondisi ini memaksa Minato untuk menginvestasikan sebagian besar uang perusahaan untuk menambah unit pesawat. Pada akhirnya, Minato memutuskan untuk mengubah perusahaannya menjadi sebuah perusahaan maskapai penerbangan bernama Uzumaki Enterprise. Dari sanalah kesuksesan Minato sampai pada puncaknya.

"Suatu ketika terdengar kabar kebangkrutan perusahaan milik keluarga Hyuuga. Kondisi itu mengundang perhatian Minato. Setelah Minato mengunjungi keluarga Hyuuga, diketahui bahwa penyebab kebangkrutan itu adalah karena semua uang perusahaan dan simpanan mereka habis untuk membiayai pengobatan istri tercintanya. Minato menceritakan bahwa kondisi mereka saat itu sangat buruk. Perusahaan, rumah, dan aset kekayaan lainnya telah di jual.

"Karena merasa berhutang budi pada Hiashi, Minato memutuskan untuk membantu pengobatan penyakit kanker istri Hiashi—ibu Hinata. Dengan memberikan setengah dari uang perusahaan untuk pengobatan, Minato menyarankan mereka untuk pergi keluar negeri. Atas saran tersebut, mereka pun berangkat. Kala itu yang berangkat adalah Ayah, ibu, adik Hinata saja. Hinata sendiri terpaksa harus tinggal karena sedang fokus untuk mengikuti ujian kelulusan tingkat SMP.

"Namun, semua tidak berjalan lancar. 15 jam setelah keberangkatan, terdengar sebuah kabar bahwa pesawat jet VIP yang ditumpangi oleh keluarga Hyuuga itu hilang kontak. Dua hari kemudian, ternyata pesawat itu ditemukan tenggelam di samudera.

Jiraiya memalingkan pandangannya ke arah Hinata. Gadis itu terlihat menundukkan kepalanya dari tadi. Namun kali ini, ia mencengkeram erat roknya. Jiraiya ingin berhenti bercerita, namun ia harus tetap menyelesaikannya.

"Kejadian itu merupakan pukulan berat bagi Hinata. Sejak kejadian itu, ia hidup seorang diri. Ayahmu yang merasa bahwa kejadian yang menimpa keluarga Hinata itu adalah salahnya memutuskan untuk segera bertemu Hinata dan meminta maaf. Hinata tidak bisa menyalahkan ayahmu sebab itu murni sebuah kecelakaan meski keberangkatan itu adalah saran Minato.

"Akan tetapi Hinata menolak ajakan Minato untuk tinggal di rumah kita. Namun bukan berarti Minato mau lepas tangan begitu saja. Diam-diam, Minato merawat Hinata secara diam-diam. Ia memberikan sejumlah uang tiap minggunya untuk keperluan hidup Hinata dan juga biaya sekolah dan lain-lain.

"Ketika Minato meninggal, ia sempat menitipkan pesan pada kakek. Dalam pesan itu, ia menitipkan perusahaan pada kakek untuk nantinya di serahkan padamu. Minato juga berkata untuk mencari gadis bernama 'Hyuuga Hinata' dan merawatnya sebagai bagian dari keluarga Uzumaki.

"Sayangnya pesan mengenai Hinata tidaklah lengkap. Tiga bulan sudah kakek mencarinya. Namun sama sekali tidak ketemu. Minato tidak sempat memberikan alamat tempat tinggal Hinata Kemudian, tiga hari yang lalu akhirnya kakek menemukan petunjuk mengenai keberadaan Hinata. Saat kakek menemukannya, Hinata sedang pingsan di dalam sebuah kontrakkan. Dengan segera kakek melarikan Hinata ke rumah sakit—" Perkataan Jiraiya terhenti oleh sanggahan Naruto.

"Kakek, hentikan. Dia menangis." Naruto malah terlihat panik sendiri.

"Kau tak apa-apa?" tanya Tsunade yang seketika itu mendekatinya.

"Hiks! Maaf. Aku tidak apa-apa," isak Hinata seraya menghapus air matanya memakai tisu.

"Sayang, sebaiknya kau bawa Hinata ke kamarnya," kata Hinata. Tak lama kemudian ia mengambil ponselnya untuk menghubungi seorang ajudan. "Tolong bawa masuk barang-barang Hinata dan bawa ke kamar tamu nomor 3."

Melihat Tsunade dan Hinata keluar dari ruang tamu khusus ini, Naruto pun bertanya pada Jiraiya. "Apa gadis itu akan tinggal di sini?"

"Tentu saja. Bukankah kakek sudah membuat pernyataan kalau Hinata akan menjadi bagian dari keluarga kita?" perkataan itu terkesan kasar di mata Naruto.

"Maaf kakek. Baiklah kalau begitu ... apa aku boleh pergi? Aku mau beristirahat."

"Silakan. Jangan lupa belajar."

"Baik, Kek."

[]=[]=[]

Alih-alih mendengarkan kata kakeknya dan belajar saat memasuki kamar, Naruto malah segera menyalakan konsol game miliknya dan mulai bermain setelah mengganti baju. Permainan yang dimainkan Naruto sangatlah seru. Bisa dilihat dari keseriusan Naruto memainkannya hingga malam.

"Misi ini sulit sekali sih?" keluh Naruto saat merasa kesulitan untuk menamatkan sebuah misi dalam permainannya.

Saat ia sampai pada klimaks dari misi tersebut, pintu kamarnya diketuk oleh seseorang.

"Tuan Muda, Anda dipanggil ke ruang makan untuk makan malam."

Dari suaranya, Naruto yakin yang memanggilnya tersebut adalah seorang pelayan di rumah ini.

"Katakan pada kakek, aku akan ke sana sebentar lagi!"

"Baik, Tuan Muda."

Ia tetap melanjutkan permainannya meski sudah berkata demikian. Sepertinya Naruto merasa harus menyelesaikan misi yang sedang ia mainkan ini sebelum makan. Pada akhirnya ia berhasil melewati titik klimaks dan kini tinggal penyelesaiannya saja.

Tiba-tiba saja ponselnya berdering. Ia segera mem-pause permainannya dan mengangkat panggilan tersebut.

"Yo, silakan bicara, teme!"

"Besok kau mau menemaniku balapan? Ada seseorang yang menantangku balapan di sirkuit balap liar di kota?"

Mata Naruto melebar mendengarnya. "Kau gila!" serunya.

Sasuke tak merespons perkataan Naruto itu. Pada akhirnya Naruto memutuskan untuk melanjutkan kalimatnya.

"Jadi, kau mau bertaruh berapa?"

"Tidak ada taruhan. Ini tantangan untuk membersihkan nama baik. Aku bertemu dengannya di jalan. Dia menantangku balapan di jalan setelah mendengar aku memainkan gas mobil. Hasilnya di kalah, namun ia ingin mengujiku lagi di sirkuitnya."

"Hmm... jadi begitu, baiklah. Tapi kapan kau akan balapan?"

"Besok siang," jawab Sasuke dengan santai.

Naruto dibuat terdiam dengan pandangan mata penuh keheranan. "S—Siang? K—kau gila! Besok bukan hari libur. Kita sekolah. Apa kau mau bolos hanya demi memenuhi tantangan itu?"

"Ini mengenai reputasi. Bayangkan saja apa yang akan terjadi jika aku bisa mengalahkannya untuk kedua kali di sirkuitnya sendiri. Namaku akan dikenal oleh mereka yang mengaku-ngaku sebagai pembalap di Kota Konoha."

"Ya ... ya. Bayangkan seorang ayah harus menangkap dan memenjarakan putranya sendiri karena terlibat dengan kelompok pembalap liar di kota. Sadarlah Sasuke, kau ini anak seorang Kepala Kepolisian Konoha. Reputasi seperti itu hanya akan membahayakan kita. Harusnya kau tahu itu mengingat kau biasanya selalu berpikir sebelum mengambil tindakan yang berpotensi membuatmu dalam masalah. Ini seperti bukan dirimu saja."

"Aku tidak tahu kalau kau sepengecut ini. Biasanya kau akan menerima sesuatu yang berpotensi membuatmu bisa balapan bersama para pembalap profesional tanpa pikir panjang."

Seketika Naruto terdiam mengetahui bahwa Sasuke membalas perkataannya seperti itu. Ia mendenguskan nafasnya lalu berkata, "baiklah. Aku akan menemanimu. Tapi berjanjilah. Jika ada sesuatu yang buruk terjadi, jangan libatkan aku, mengerti?"

Sasuke membuat jeda yang cukup lama sebelum akhirnya menyetujui persyaratan itu dan menutup panggilannya.

"Ada-ada saja si teme itu. Dia lagi kesambet apasih. Besok siang ya? Hmm ..." ia membatin. Tapi ia tidak mau terlalu memikirkannya. Ia kembali mengambil kontroler gamenya dan mulai bermain kembali.

Namun, ruangannya menjadi gelap seketika. TV, lampu, bahkan konsol gamenya mati. Naruto terdiam dengan ekspresi datar karena tak sanggup menyikapi situasi tersebut. Ia merasa yakin bahwa kondisi ini adalah perbuatan seseorang yang dengan sengaja menurunkan limit kamarnya. Sepertinya Naruto tahu siapa pelakunya namun ia tidak bisa kesal pada orang tersebut.

Malahan, dengan cepat ia berlari ke kamar mandi untuk mencuci muka. Setelah selesai, ia kembali berlari keluar dari kamarnya menuju dapur.

"Cih, tak kusangka kakek akan menurunkan limit kamarku lagi! Padahal aku hampir menyelesaikan misi 'The Dumb Train' itu. Sialan, kalau begini aku harus mulai lagi dari awal," gerutunya dalam perjalanan menuju dapur.

[]=[]=[]

Malam itu, semua anggota keluarga Uzumaki yang terdiri dari Jiraiya, Tsunade, dan tentunya Naruto sendiri sedang duduk menikmati menu makan malam yang tersaji di atas meja. Namun situasi ruang makan saat ini masih panas sebab Jiraiya baru saja memarahi Naruto yang tak dengan cepat merespons panggilan untuk makan malam karena bermain game.

Cara makan Naruto terkesan cepat karena merasa ingin segera pergi dari ruang makan. Ia menyadari sesuatu. Harusnya meja makan malam ini di tempati oleh 4 orang. Namun, saat ini hanya mereka bertiga saja yang duduk dan makan di meja ini seperti biasanya.

"Di mana dia?" tanya Naruto secara spontan kala menyadari ketiadaan Hinata di meja makan itu.

"Namanya Hinata," jawab Jiraiya yang sedang sedang memotong daging dipiringnya.

"Maaf. Di mana Hinata?"

"Dia ada di kamarnya."

"Apa dia tidak ikut makan malam bersama kita?"

"Katanya dia ingin tetap di kamar hari ini. Pramuwisma akan mengantarkan makan malam untuknya."

"Dia seperti anak yang manja saja. Padahal tinggal ke sini dan makan bersama saja, tapi malah dia tidak mau." cetus Naruto.

Jiraya meletakkan garpu dan pisaunya di atas piring sehingga menimbulkan sebuah bunyi dentingan. Mendengar suara itu membuat Naruto maupun Tsunade berhenti makan.

"Hinata bukanlah anak yang manja. Dia begini karena kakek mengorek tentang orang tuanya. Kondisinya saat ini belum stabil pasca ditinggal mati oleh seluruh anggota keluarga yang ia miliki. Apa kau tahu betapa sengsaranya kehidupan yang ia jalani setelah kematian orang tuanya? Terlebih lagi saat ayahmu meninggal dunia. Ia harus bekerja untuk bisa makan karena terputusnya uang mingguan yang sering diberikan oleh ayahmu padanya."

Naruto terdiam mendengarnya. Bukan karena menyesali perkataannya. Namun karena sikap Jiraiya saat itu.

"Memang yang dikatakan kakekmu itu benar. Lagi pula saat ini kondisi Hinata masih lemas karena sakit. Jadi dia perlu banyak istirahat karena baru saja keluar dari rumah sakit. Kita harus bersyukur karena kakekmu menemukan Hinata tepat waktu. Andai saja terlambat sehari saja, Hinata bisa meninggal."

"Dari pada mempertanyakan soal Hinata saat ini, lebih baik kau segera habiskan makanmu dan pergi belajar."

Seorang pramuwisma terlihat keluar dari dapur sambil membawa nampan berisi makan malam.

"Aku sudah memberitahu Hinata kalau akan ada pramuwisma yang akan mengantarkan makanan. Kau tinggal mengetuk pintu saja dan taruh makanan itu di meja yang ada di kamarnya," ucap Tsunade.

"Baik, Nyonya."

Naruto terlihat memakan makan malamnya dengan cepat. Setelah selesai, ia segera meninggalkan ruang makan. Namun, perkataan Jiraiya mencegatnya untuk pergi sejenak.

"Naruto! Buatlah Hinata merasa nyaman di rumah ini. Dia adalah bagian dari keluarga kita. Jadi, jangan bersikap dingin padanya. Ingatlah, kita bisa menikmati makanan mewah ini sekarang juga berkat ayahnya. Sampai ia menemukan seseorang yang mencintainya dengan tulus, Hinata akan tetap menjadi keluarga kita."

"Hufft." Naruto mendenguskan nafasnya. "Aku tidak membencinya atau apa. Tapi aku merasa seperti ada sesuatu yang aneh saat melihatnya. Dan itu bukanlah sebuah cinta pada pandangan pertama. Lebih kepada bingung dan heran."

"Kalau begitu baguslah." Jiraiya samar-samar terlihat tersenyum. Namun senyum itu berakhir saat Jiraiya kembali berkata, "kau boleh kembali ke kamarmu sekarang untuk belajar."

[]=[]=[]

Hari ini cuaca begitu cerah. Cahaya mentari di pagi hari menembus tirai jendela kamarnya membuat kamarnya menjadi terang. Hari ini seperti biasa, lagi lagi Naruto terlambat bangun. Menyadari bahwa ia sudah kesiangan membuatnya segera berlari ke kamar mandi.

Tak butuh waktu lama bagi Naruto untuk bersiap. !5 menit kemudian dia sudah keluar dari dalam kamarnya dengan pakaian seragam yang rapi, lengkap dengan tas.

Naruto berlari menuju dapur. Di sana ia bertemu dengan kakek dan neneknya. Sang kakek sepertinya sudah bersiap menuju kantor karena telah berpakaian rapi. Namun mereka masih makan dengan santai meski jam sudah menunjukkan pukul 7.

Ia dengan cepat menyambar 2 buah roti dan sebotol susu yang tersedia di atas meja seraya mengatakan, "selamat pagi, kakek ... nenek."

"Selamat pagi, Naruto. Lagi-lagi kau bangun kesiangan kan?" tanya Tsunade karena menyadari tingkah terburu-buru Naruto.

"Kau mau bawa ke mana sarapanmu itu? Kau tidak sarapan bersama kami di sini? Masih 30 menit lagi sebelum bel masuk berbunyi, kan?" tanya sang kakek.

"Iya. Tapi aku harus segera ke sekolah. Ada urusan. Aku akan makan dalam perjalanan."

"Di mana mobilmu? Kakek tidak melihat mobilmu di garasi."

"Mobilku ..." Sebuah pertanyaan yang ditanyakan oleh kakeknya itu membuatnya bingung sekaligus merasa terancam. Kakeknya bukan tipe orang yang mau ke garasi hanya untuk mengelap mobil atau mengambil barang yang tertinggal sebab itu semua akan dilakukan oleh bawahannya.

Jika kakeknya datang ke garasi untuk melihat keberadaan mobil Naruto, maka hanya ada satu jawaban. Kakeknya menaruh kecurigaan pada Naruto. Mungkin saja dua orang ajudan yang berjaga di depan pintu mengatakan kalau aku pulang bersama Sasuke. Padahal pagi harinya aku membawa mobil. Jelas saja bahwa hal itu mengundang rasa penasaran kakeknya.

"Mobilku ada di bengkel. Bannya bocor. Makanya kemarin aku minta Sasuke mengantarku pulang," jawabku meski fakta yang sebenarnya di tutupi olehnya.

"Jadi kau mau meminta salah satu ajudan kakekmu untuk mengantarmu ke sekolah, Naruto?" tanya Tsunade.

"I-ya."

"Baguslah. Nenek hampir mengira kau akan sarapan sambil mengemudi. Hampir saja nenek mau memarahimu."

"Aku berangkat dulu."

[]=[]=[]

Naruto berhasil tiba di sekolah tepat waktu. Namun Naruto tidak bisa menikmati sarapan dengan tenang di dalam mobil karena sang ajudan mengemudi terlalu ngebut agar Naruto tidak terlambat. Naruto hanya bisa minum dan makan dengan tenang sewaktu mobil berhenti di lampu merah.

Sang ajudan menghentikan mobil tak jauh dari gerbang sekolah.

"Apa Anda perlu dijemput nanti sore?" tanya ajudan tersebut.

"Tidak. Aku akan pulang bersama Sasuke.

"Baiklah. Semoga hari Anda menyenangkan." Setelah mengatakan itu, pintu mobil tertutup dan ajudan itu pun meninggalkan Naruto.

"Aku rasa lebih tepat jika menenggangkan ... sekarang apa Sasuke sudah menyiapkan rencana untuk sebentar siang?" tanyanya pada dirinya sendiri seraya berjalan perlahan memasuki gerbang sekolah.

Di sinilah Naruto berada, di depan gerbang sebuah sekolah nomor 1 di Konoha. Memang bukan tempat khusus bagi siswa-siswi elite dalam hal keuangan, tetapi sekolah ini adalah tempat bagi orang-orang elite di bidang prestasi. Sekolah ini bernama SMA Azumaro.

Keadaan sekolah cukup ramai karena memang sudah hampir memasuki waktu mulainya proses belajar-mengajar. Para siswa sudah hampir tidak mudah ditemui lagi di halaman sekolah. Mereka semua sudah memasuki gedung-gedung sekolah untuk bersiap belajar.

Setibanya di dalam kelas, Naruto langsung menuju tempat duduknya. Di sana, sudah ada Sasuke yang sedang duduk seraya menatap layar ponsel. Pagi itu, keadaan kelas 10-A cukuplah sibuk dengan aktivitas para penghuninya menjelang bel. Bukan sibuk karena bersiap untuk belajar, tetapi sibuk mengobrol, membaca novel, bermain game, bahkan ada juga yang tidur meski hari masih pagi. Mungkin belajar terlalu mainstream bagi mereka sehingga tak ada satupun siswa yang memegang buku pelajaran. Padahal kelas 10-A dikenal sebagai kelas yang mayoritas siswanya pintar.

Naruto menghampiri Sasuke dan menepuk pundak pemuda berambut hitam itu. "Teme ... siang ini jadi?" tanya Naruto seraya duduk di samping Sasuke.

"Hn!" Sasuke tak bergeming. Ia hanya mengeluarkan sebuah suara sebagai respons tanpa mengurangi perhatiannya pada layar smartphone miliknya.

Merasa penasaran dengan apa yang dilihat Sasuke, Naruto mencoba mengintip. Namun, baru saja melihat sekilas, Sasuke langsung mematikan layar ponselnya. Dari apa yang Naruto lihat meski sekilas, itu adalah sebuah video.

"Hei. Apa yang kau tonton? Aku Cuma liat saja kau langsung kasih mati? Apa jangan-jangan kau menonton—"

"Bukan video seperti itu yang kutonton. Pikiranku tidak semesum pikiranmu. Aku menonton tutorial balap. Aku mematikan layarnya karena Guru kita sudah datang."

Seketika Naruto melihat ke depan. Seorang guru benar-benar telah datang bersama sang ketua kelas—Sakura. Tentu saja selain Naruto, ada beberapa siswa lain yang juga dibuat kaget oleh kehadiran guru meski belum terdengar suara bel tanda mulainya pelajaran pertama.

Dengan cepat mereka menyimpan barang-barang mereka yang tidak berkaitan dengan pelajaran dan mulai membuka buku pelajaran mereka. Seseorang yang sebelumnya tertidur kini sudah terlihat terbangun dengan malas sambil menguap.

"Beri salam kepada guru kita!" perintah Sakura.

Semua siswa pun segera berdiri untuk memberi salam pada guru pertama yang masuk di kelas mereka atas komando dari Sakura. Salam di pagi itu menjadi awal di mulainya proses belajar-mengajar di kelas ini.

Waktu terus berjalan dan matahari kini sudah hampir berada di atas kepala. Setelah duduk berjam-jam dengan beberapa menit istirahat setiap pergantian jam, kini siswa SMA Azumaro dapat beristirahat untuk melepas lelah dan mengisi perut.

Istirahat di sekolah ini ada dua jenis. Istirahat pertama adalah istirahat yang diberikan sekolah di setiap berakhirnya sebuah mata pelajaran. Namun istirahat ini tidaklah lama sebab hanya beberapa menit saja. Pada istirahat ini mereka hanya bisa berada di dalam kelas sambil menunggu guru berikutnya. Mereka juga di izinkan untuk ke kamar mandi atau sekedar membeli minuman.

Lalu ada istirahat puncak. Ini adalah waktu istirahat yang paling ditunggu-tunggu. Waktunya cukup lama dan mereka diberikan kebebasan untuk berada di area mana saja di sekitar sekolah. Kantin biasanya menjadi tempat favorit bagi mereka yang kelaparan atau sekedar ingin makan sambil melepas lelah.

Setelah mengisi perut, beberapa siswa cenderung memilih kembali ke dalam kelas. Salah satunya ialah Naruto. Namun bukan untuk belajar. Tetapi untuk bermain game tanpa harus ditegur oleh guru sebab saat istirahat, setiap kelas seperti memiliki otoritas sendiri. Tidak ada guru yang berhak mengatur apa yang harus dilakukan para siswa saat sedang istirahat di dalam kelas.

Sasuke yang saat itu kembali ke kelas bersama Naruto setelah makan siang segera mengambil tas dan menghampiri Naruto.

"Kita berangkat?"

Mendengar kata itu, Naruto segera mem-pause gamenya dan melihat ke arah Sasuke. "Sekarang?" ucapnya bingung. "Lalu alasan apa yang mau kau pakai agar kita bisa keluar dari sekolah tanpa mendapat cap bolos?"

"Aku sudah bicara dengan Sakura. Ia akan mengiinkan kita. Bahkan dia sudah membuatkanku surat izin keluar sekolah," jawab Sasuke.

"Pacarmu sangat bisa diandalkan ya. Tak kusangka ia akan mengizinkanmu untuk membolos hanya untuk balapan," ucap Naruto seraya memasukkan ponselnya ke dalam tas.

"Sebenarnya ..."

"Ayo jalan!" perintah Naruto setelah memakai tasnya.

Akhirnya mereka mulai berjalan meninggalkan kelas menuju tempat parkir. Tak ada guru yang mereka temui di sepanjang jalan. Tak ada pun siswa yang curiga dengan kedua orang yang berjalan menuju tempat parkir sambil membawa tas. Setelah menaiki mobil, mereka segera menuju pos satpam untuk melapor.

Tak ada sedikitpun keraguan di benak Naruto maupun Sasuke. Mereka terlihat sudah berpengalaman. Bahkan saat melihat satpam menghentikan mobil Sasuke, mereka tak terlihat takut sama sekali.

"Mau ke mana kalian?" tanya satpam dengan tampang sanggar.

Sasuke mengulurkan surat izin keluar itu pada satpam tersebut. Beberapa detik ia membaca tulisan yang terdapat dalam kertas itu. "Jadi, di sini tertulis kalau kalian hendak pergi ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan keluhan yang diduga adalah salah satu penyakit menular seksual," kata Satpam itu sambil memperhatikan kedua orang di dalam mobil itu.

Naruto cukup kaget mendengarnya. Namun ia cukup bingung. "Kenapa Sasuke meminta Sakura membuat surat seperti itu? Tapi boleh juga alasannya." Batin Naruto sambil berbangga hati.

"Jadi siapa yang mau diperiksa?" tanya satpam itu kembali.

"Dia." Sasuke menunjuk Naruto.

Seketika Naruto terkejut mendengarnya. Ia sama sekali tidak menduga bahwa di sini dialah yang menjadi alasan kenapa mereka meminta izin keluar. Awalnya ia pikir Sasuke dengan sukarela membuat alasan izin seperti itu untuk dirinya sendiri. Tapi ternyata ia malah memfitnah sahabatnya sendiri. Ingin sekali rasanya ia memukul kepala pemilik mata Onyx itu dengan amat sangat luar biasa keras. Tetapi kedipan mata dari Sasuke menandakan ia harus mengikuti akting tersebut agar bisa keluar tanpa masalah.

"I—Iya. Saya meminta Sasuke mengantarku," dengan berat hati Naruto mengatakan itu.

Satpam itu menghembuskan nafas yang terdengar cukup berat. "Baiklah, kalian kuizinkan pergi. Semoga masih dapat disembuhkan." Satpam itu menyerahkan kembali surat izin keluar itu pada Sasuke.

Begitu mereka berhasil keluar dari lingkungan sekolah, Naruto memukul lengan Sasuke dengan amat kuat. "Kenapa kau pakai alasan seperti itu? Apalagi aku yang kau sebut terkena penyakit kelamin. Melihat perempuan telanjang saja aku belum pernah, apalagi berhubungan dengan mereka sampai terkena penyakit seperti itu!" Kemarahan Naruto benar-benar di tumpahkan di sini.

"Maaf. Aku rasa itu alasan terbaik. Karena kubuat alasan seperti itu, Sakura yang merasa bersimpati dengan segera membuatkan surat izin itu dan tidak mencurigaiku apa-apa."

"Ya. Dia tidak mencurigaimu. Tapi dia akan mencurigaiku sebagai laki-laki yang tidak-tidak."

"Oke maaf. Nanti suatu hari akan kujelaskan kok."

Keadaan pun mulia tenang. Namun Naruto masih belum benar-benar memaafkan perlakukan Sasuke. Mereka saat ini sudah berada sangat jauh dari sekolah. Naruto melepas seragamnya sehingga hanya tersisa pakaian berwarna orange dengan beberapa aksen putih dan hitam.

"Apa tempatnya masih jauh?" tanya Naruto.

"Lumayan. Tapi kita harus benar-benar waspada. Tempat yang akan kita tuju benar-benar bukan tempat yang ramah.

Naruto terlihat terdiam, akan tetapi pikirannya sedang memikirkan sesuatu. "Jangan bilang kalau tempat yang akan kita tuju adalah distrik 15," ucap Naruto.

"Sayang sekali. Tebakanmu benar."

"Kau gila! Sumpah kau parah! Itu adalah tempat terjadinya kejahatan terbesar di Konoha. Dan lagi, di sana ada markas besar pembalap liar di kota."

"Tenang saja. Kita tidak akan baik-baik saja selama sudah bertemu dengan lawanku itu," kata Sasuke dengan santai.

15 menit pun telah berlalu. Kecepatan mobil Sasuke pun mulai ia turunkan saat sudah memasuki area distrik 15. Distrik ini terlihat sangat sepi dari aktivitas manusia. Jalanannya pun sepi. Itu dikarenakan di tempat ini sering terjadi pembunuhan dan pencurian. Wajas saja jika tidak ada orang yang mau berkeliaran di luar.

"Pegang kemudian sebentar. Aku mau melepas seragamku," pinta Sasuke.

Saat Naruto mengambil alih kemudi, ia melihat beberapa orang yang muncul dari sebuah gang. Ketika melihat mobil Sasuke yang terlihat mewah dengan gaya yang sportif, orang-orang yang muncul itu segera lari.

"Sepertinya aku tahu seberapa mengerikannya pembalap di tempat ini."

Terlihat 2 orang yang mengendarai motor muncul secara tiba-tiba dari dalam sebuah gang. Mereka terlihat memalang jalan dan memaksa Naruto untuk menghentikan mobil dengan bantuan kaki dari Sasuke.

"Sasuke! Injak remnya!" titah Naruto yang saat itu hanya bertugas memegang setir mobil.

Dengan pakaian yang setengah terpakai di badannya, Sasuke menginjak rem dengan kuat.

"Hei. Mereka membawa senjata tajam," ucap Naruto panik.

"T-Tenang. Aku bisa menangani ini." Sasuke pun terlihat panik meski ia masih bisa berkata seperti itu. Ia dengan cepat mengambil secarik kertas dari dalam tasnya. Di atas kertas itu, tertulis sebuah nama dan tanda tangan.

Seseorang turun dari motor dan menghampiri mobil Sasuke. "Apa tujuan kalian memasuki distrik ini?" tanyanya.

Dengan tangan sedikit gemetar, Sasuke memberikan secarik kertas itu.

"Oh. Ternyata kalian orangnya. Kami sudah menunggu kalian atas perintah Yulino. Ikuti kami!"

[]=[]=[]

Naruto masih tidak percaya bahwa mereka bisa menghindar dari situasi tadi dengan hanya memberikan secarik kertas. Saat ini, Sasuke sedang mengikuti 2 orang yang mengendarai motor itu menuju sebuah tempat di mana Yulino—Orang yang menantang Sasuke—sedang menunggu.

Mereka tiba di sebuah gudang besar. Sepertinya itu adalah markas mereka. Di belakang gudang besar itu ada semacam tempat yang luas. Sasuke dan Naruto menduga itu adalah sirkuit balap mereka.

Sasuke di pandu untuk memarkir mobilnya di sebuah tempat. Saat mereka turun dari dalam mobil, aroma bensin, tumpahan oli, serta karbon monoksida tercium sangat pekat di dari arah gudang itu.

Namun yang diperhatikan Naruto dan Sasuke bukanlah kondisi gudang yang menjadi markas dari para pembalap liar di kota. Tetapi apa yang ada di dalamnya. Deretan mobil-mobil yang dicat dengan sanggar dan dihiasi oleh berbagai aksesori benar-benar memanjakan mata keduanya.

"Tempat ini benar-benar hebat. Aku jadi ingin menyentuh mobil-mobil mereka," ucap Naruto kagum.

"Ya. Benar sekali. Tapi jika sampai lecet, kita bisa langsung di bunuh."

Sebuah mobil berwarna Hijau dengan aksen emas dan perak mendatangi mereka. Seseorang keluar dari dalam mobil itu.

"Ternyata kau punya nyali juga, bocah. Aku ucapkan terima kasih karena sudah mau memenuhi tantanganku," ucap seseorang yang sepertinya sudah menanti kedatangan Sasuke. Dalam kata lain seseorang itu adalah Yulino.

"Aku berharap bisa cepat menyelesaikan ini karena aku sangat sibuk," kata Sasuke sombong.

"Cih, dasar Uchiha. Baiklah, kau pergi dahulu ke garis start. Aku akan menyusulmu," ucap Yulino.

"Baiklah." Sasuke menatap Naruto. "Kau mau ikut atau menonton?"

"Izinkan aku ikut!"

[]=[]=[]

Semangat Sasuke memuncak. Ini kali pertamanya ia berada di belakang garis start di sirkuit balap. Meskipun ini bukan sirkuit balap resmi, tetapi perasaan menenggangkan ini benar-benar memacu adrenalinnya. Namun Naruto tidak bisa merasakan hal serupa. Akan tetapi ia cukup menikmati ketegangan yang dirasakan oleh keduanya saat Yulino dengan suara mobilnya yang gahar itu berhenti tepat di samping mereka.

Para penonton pun berbondong-bondong datang ke garis start yang sekaligus menjadi garis finis itu. Dari garis start ini, Sasuke bisa melihat dengan baik sirkuit yang akan ia lewati. Cukup banyak belokan. Namun jalanan yang lurus pun cukup panjang dan banyak.

"Naruto. Sepertinya aku akan butuh banyak sekali doa untuk bisa memenangkan ini," ucap Sasuke.

"Aku rasa yang kau butuhkan bukan hanya doa. Tapi sistem handling yang mumpuni." Naruto mengatakan itu berdasarkan fakta. Mobil Sasuke ini sebenarnya tidak dirancang untuk balapan. Tetapi setelah dimodifikasi sedemikian rupa dengan biaya yang tidak sedikit, mobil tersebut dapat dipacu dalam kecepatan tinggi. Namun kelemahan dari mobil ini terletak pada handling. Bisa dikatakan bahwa Sasuke akan kesulitan untuk berbelok jika ia melesat dengan kecepatan tinggi. Akan tetapi, kalau di lintasan lurus, kemungkinan itu akan menjadi kesempatan Sasuke untuk bisa mengalahkan Yulino.

Balapan pun di mulai. Seperti yang diperkirakan. Sasuke bisa berada di depan Yulino saat di lintasan lurus. Namun kala memasuki belokan, Yulino berhasil melewati Sasuke dengan sedikit drift. Skil Sasuke saat berbelok memang tidak sebaik Yulino sehingga membuatnya tertinggal. Sekarang ia benar-benar merasa tidak punya harapan menang.

Namun, posisi mereka tidaklah berjauhan. Kecepatan mobil Sasuke masih lebih unggul sehingga setelah belokan, tak memerlukan waktu lama bagi Sasuke untuk kembali mendahului Yulino lagi. Akan tetapi di belokan berikutnya, ia kembali disalib oleh Yulino.

"Apa kau tidak bisa melakukan drift? Aku lihat di belokan terakhir cukup tajam. Kau tidak akan punya kesempatan untuk mengejarnya lagi," ucap Naruto.

"Diamlah. Aku juga sudah belajar. Tapi aku belum mempraktikkannya. Akan kucoba di saat-saat terakhir."

"Semoga saja kau benar-benar bisa melakukannya."

"Jangan khawatir. Aku lebih hebat darimu."

"Cih, semoga kau kalah!"

Sasuke tidak merespons lagi. Ia terlalu fokus untuk mengejar Yulino. Ketika mendekati belokan terakhir, Sasuke berhasil mendahului Yulino. Akan tetapi ia harus bisa berbelok tanpa dilewati oleh Yulino. Namun di belokkan ini ia merasa harus menurunkan kecepatan dengan sangat drastis agar tidak keluar jalur saat akan berbelok. Tetapi hal itu hanya akan membuatnya kalah dan kehilangan kecepatan untuk dapat mengejar Yulino lagi saat di lintasan lurus.

Naruto menutup matanya dan bersandar sambil melipat tangannya. Ia merasa Sasuke akan gagal di belokan ini. "Jangan khawatir kalau kau kalah. Aku akan mentraktirmu untuk menghiburmu."

"Aku ... tak akan kalah!"

Dengan mengabaikan semua risiko, Sasuke melakukan drift perdananya. Meski tidak sempurna, namun ia bisa berbelok dengan baik tanpa kehilangan banyak kecepatan. Yulino terkejut dan kehilangan kepercayaan untuk bisa mengalahkan Sasuke yang saat ini sudah mengebut dengan sangat cepat di jalanan lurus.

Garis finis pun sudah di depan mata. Yulino pun terlihat tertinggal cukup jauh di belakang mereka. Namun Sasuke tiba-tiba menurunkan kecepatan mobilnya.

"Hey. Kenapa kau melambat. Kau bisa terkejar!" ucap Naruto.

"Dengarlah!" ucap Sasuke.

"Dengar apa?" tanya Naruto.

"Suara sirene polisi."

"Sirene polisi? Jangan-jangan ... tempat ini mau digrebek!"

Suara sirene itu terdengar semakin keras setiap detiknya menandakan rombongan polisi sudah cukup dekat. Para penonton pun terlihat berlarian dengan panik menuju kendaraan mereka masing-masing. Yulino dengan kecepatan tinggi mendahului Sasuke yang sedang melambat. Namun bukan untuk mengincar kemenangan, tetapi untuk melarikan diri.

"Larilah! Bodoh!" ucap Yulino saat mobilnya berpapasan dengan mobil Sasuke.

"Ayo pergi dari tempat ini, Sasuke!" seru Naruto.

Brak!

Sebuah mobil kepolisian Konoha menabrak pagar seng yang menjadi pembatas sirkuit balap dengan wilayah pemukiman distrik 15. Sasuke tampak panik dan dengan cepat kembali menaikkan kecepatan mobilnya.

Ia melihat jalan utama sudah di blokir sehingga ia harus berpikir keras mencari jalan keluar lain untuk kabur. Ditambah saat ini sebuah mobil polisi sedang mengejar mereka.

"Sial. Kita dikejar. Lebih ngebut lagi, Sasuke!"

"Diamlah, bodoh! Aku sedang mencari jalan kabur."

Mata Sasuke tertuju pada sebuah tanjakan. Di depan tanjakan itu terdapat pagar pembatas. Di luar pagar pembatas itu ada jalanan lurus. Benar-benar rute yang bagus untuk kabur. "Pegangan yang erat, Naruto!"

Dengan kecepatan tinggi, Sasuke melewati tanjakan itu. Mobilnya pun melesat tinggi di udara.

"Whoah!" Seru keduanya.

Mata Naruto memperhatikan mobil polisi yang mengejar mereka. Sepertinya polisi yang mengendalikan mobil itu tidak punya nyali untuk melewati tanjakkan tersebut.

"Setelah keluar, kita pasti akan aman," ucap Sasuke.

Mobilnya menghantam permukaan jalan dengan cukup kasar. Namun tidak ada kerusakan berarti. Dengan cepat ia kembali melajukan mobilnya ke arah jalan raya. Akan tetapi, tiba-tiba saja 2 mobil polisi muncul dan menutup jalan memaksa Sasuke untuk berhenti dan bergerak mundur.

Akan tetapi, sepertinya pelarian mereka berakhir di sini. Sebuah mobil polisi tiba-tiba sudah berada di belakang mereka.

Sasuke melepas tangannya dari setir mobil dengan pasrah. "Maaf. Sepertinya kita hanya bisa sejauh ini."

"Sial! Kampret!"

Seorang polisi keluar dari dalam mobil seraya menodongkan pistol. Dengan pengeras suara, ia berkata, "keluarlah dari dalam mobil dengan tangan di belakang kepala!"

Sasuke menjadi orang yang keluar pertama dan di susul oleh Naruto. Betapa terkejutnya para polisi tersebut saat melihat 2 orang yang keluar dari dalam mobil yang mereka hadang. "Astaga! Ini tangkapan besar. Uchiha Sasuke, putra Kepala Kepolisian Konoha."

[]=[]=[]

Setelah tertangkap, Naruto dan Sasuke di bawa pergi ke kantor kepolisian. Di sana, mereka ditahan dalam ruang interogasi. Dengan tangan yang diborgol, mereka berdua hanya bisa duduk diam sambil menatap satu sama lain.

Keduanya merasa takut dan dipenuhi kekhawatiran. Terlebih lagi ini kali pertama bagi mereka berdua berada di dalam ruang interogasi.

"Lihatlah! Berkatmu, kita berakhir di sini. Aku sepertinya sudah mengatakan padamu bahwa menerima tantangan itu hanyalah tindakkan yang bodoh," ucap Naruto sedikit marah.

"Maaf. Aku sama sekali tidak mengira akan ada penggerebekan. Sejauh ini tidak pernah kudengar rencana untuk menggerebek tempat itu entah dari ayah maupun kakakku," ucap Sasuke penuh penyesalan.

"Sekarang reputasi keluargaku akan hancur sebab masalah ini. Hanya tinggal menunggu waktu saja hingga kakekku tahu hal ini."

"Jika sampai berita ini sampai pada ayahku, aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku."

"Kau beruntung karena kau bilang ayahmu sedang berada di luar kota."

"Sepertinya keberuntungan itu hanya sementara."

Seseorang membuka pintu ruang interogasi. Kedua pemuda di dalam ruangan itu pun langsung terdiam. Seseorang yang masuk itu adalah wakil dari Kepala Kepolisian Konoha. Ia datang sambil membawa secarik kertas.

Ia mengambil tempat duduk di hadapan mereka. "Uchiha Sasuke ...Uzumaki Naruto, Tangkapan kami hari ini bukanlah tangkapan biasa. Aku harus turun tangan." ucapnya sambil memperhatikan wajah kedua pemuda itu. "Tindakan yang kalian lakukan ini termasuk tindak pidana ringan. Akan tetapi, karena kalian masih di bawah perlindungan berdasarkan surat keputusan, kami membebaskan kalian dari pidana kurungan."

Betapa senangnya hati keduanya mendengar hal tersebut. Tetapi itu tidak berlangsung lama.

"Akan tetapi, membolos sekolah hanya demi mengikuti balapan liar, kami merasa kalian berdua masih tetap harus diberikan hukuman dan denda." Wakil Kepolisian itu terlihat mengambil kertas berikutnya. "Karena kalian ditangkap tanpa memakai seragam, hukuman kalian akan dilakukan oleh pihak kepolisian dan bukannya pihak sekolah."

Mereka tidak tahu lagi harus merasa senang atau bagaimana. Pada akhirnya mereka akan tetap dihukum. Dan hukuman yang akan mereka terima adalah,

"Setelah ini, kalian akan berdiri di atap gedung kepolisian sampai sore dan membayar denda sebesar 200 ribu perorang."

Naruto hanya bisa mengiyakannya saja. Ia patut bersyukur bahwa tindak pidana ini mereka lakukan sebelum menginjak usia dewasa. Tetapi tetap saja. Karena tindakan yang mereka lakukan ini, mereka mempermalukan nama keluarga mereka terutama Sasuke yang merupakan anak dari Kepala Kepolisian Konoha.

Wakil kepala kepolisian itu membuka borgol Naruto dan Sasuke lalu berkata, "ikuti aku ke atap. Hukuman kalian akan dimulai sekarang."

Baru saja akan meninggalkan ruang interogasi, seorang polisi tiba-tiba memasuki ruangan sambil membawa sebuah ponsel yang sedang berdering. "Ada panggilan masuk untuk Uzumaki Naruto."

Naruto segera mengambil ponsel dari tangan polisi tersebut. Ia melihat nomor yang menghubunginya. Dari nomor itu bisa dipastikan yang meneleponnya adalah Tsunade. "Halo, ada apa nek?"

"Tolong segera ke rumah sakit, Tuan Muda!"

Perkataan itu terdengar begitu tiba-tiba. Tetapi dari suara dan perkataan, Naruto meyakini itu merupakan milik salah satu ajudan. Tetapi, "rumah sakit? Apa yang terjadi?"

"Tuan Jiraiya mengalami kecelakaan. Beliau kini sedang berada di rumah sakit."

"Kakek? Apa yang terjadi? Kecelakaan bagaimana?" tanya Naruto dengan nada panik.

"Mobil beliau ditabrak oleh seseorang yang sedang mabuk."

"Baik. Aku akan segera ke sana."

Setelah mematikan ponselnya, Naruto menatap wakil kepala kepolisian itu.

Karena sudah mengetahui apa yang sedang terjadi, Naruto tidak perlu mengatakan apa-apa lagi.

"Kami akan mengantarmu ke rumah sakit," ucap wakil kepala kepolisian tersebut. Ia pun segera berbalik dan memerintah polisi yang membawakan ponsel milik Naruto. "Tolong antar anak ini ke rumah sakit. Setelah itu segera kembali dan jangan sampai kau menampakkan diri pada keluarganya. Aku tidak mau kekhawatiran mereka bertambah karena tahu cucu mereka membuat masalah."

"Siap!"

[]=[]=[]

Naruto POV

Setelah tiba di rumah sakit, resepsionis memberitahuku bahwa ruangan kakekku di rawat ialah di ruang VIP bernomor 21. Setelah mengetahui tempat yang harus kutuju, dengan segera aku berlari melewati lorong demi lorong bahkan naik ke lantai berikutnya demi menuju ruangan itu sesegera mungkin.

Para perawat dan dokter yang kutemui di perjalanan menegurku karena berlari di jalan. Namun teguran mereka tidak kuanggap. Aku tidak peduli karena yang kupedulikan hanya segera tiba di ruangan kakek di rawat.

Namun aku perlu bersyukur karena kakek saat ini berada di ruang VIP nomor 21. Itu artinya ia tidak kritis dan masuk UGD. Namun tetap saja saat mendengar kalau kakekku kecelakaan, kekhawatiranku sedikit memuncak. Apalagi melihat kondisi kakek yang sudah cukup tua.

"18 ... 19 ... 20." Aku berlari sambil melihat-lihat nomor pada pintu. Ketika aku berbelok, aku menemukan 2 orang ajudan milik kakek sedang berdiri di depan pintu kamar VIP nomor 21.

"Silakan masuk, Tuan Muda." Ajudan itu membukakan pintu untukku. Ketika kau masuk, bisa kulihat Hinata dan nenek melihat ke arahku. Aku juga melihat seseorang yang terbaring di atas kasur. Tentu dia adalah kakekku. Ia masih terbaring dan belum sadarkan diri.

Dahinya terlihat di perban. Namun selain kepala, sepertinya tidak ada luka di bagian tubuh lainnya. Tapi aku tidak tahu apakah luka di dahinya itu parah sehingga diperban secara menyeluruh.

"Bagaimana keadaan kakek?"

Dengan mata yang masih terlihat berkaca-kaca, Nenek berbalik kearah Hinata dan memintanya untuk menjelaskan kondisi kakek padaku.

"Kakekmu masih belum sadarkan diri. Tapi dokter berkata kakekmu hanya pingsan karena terkejut saja. Luka di dahinya pun tidak parah. Jadi jangan khawatir," kata Hinata.

Aku menghembuskan nafas lega. "Syukurlah."

Setelahnya aku berjalan menuju sofa dan mengistirahatkan tubuhku di sana. Rasanya aku capek sekali. Rumah sakit ini cukup besar sehingga memerlukan tenaga yang ekstra untuk bisa berlari dengan cepat menuju kamar ini. Tapi aku merasa semuanya setimpal saat aku mendengar kalau kondisi kakekku baik-baik saja.

Beberapa menit telah berlalu. Kusadari bahwa aku sempat tertidur. Saat terbangun dari tidur yang hanya sebentar itu, rasanya lelah dan penatku hilang. Dan saat aku melihat ke arah kasur, terlihat nenekku dan Hinata sedang merapat pada kasur tersebut.

Aku yang penasaran pun segera bangun dan mendekati mereka. Ternyata, kakekku sudah sadarkan diri. Setidaknya, sudah beberapa menit yang lalu ia siuman. Tapi kenapa mereka tidak membangunkanku?

Jawabannya kudapat setelah mendekat.

"Kau sudah bangun?" Pertanyaan konyol memang. Tapi aku tidak bisa memprotes pertanyaan itu dan hanya bisa mengatakan "ya," saja sebagai respons.

"Kau terlihat sangat lelah, jadi kakekmu menyuruh nenek untuk tetap membiarkanmu tidur," ucap Tsunade.

"Apa kau tergesa-gesa kemari setelah mendapat telepon dari ajudan kakek, Naruto?" tanya kakekku sekali lagi.

Pertanyaannya itu memang tepat jika kujawab dengan 'ya." Tetapi aku merasa tidak ingin mengakuinya sehingga aku berkata, "tidak juga. Sebenarnya aku habis selesai pelajaran olahraga."

Terlihat Hinata yang sebelumnya sempat menjauh kembali mendekat seraya membawa segelas air. "Sebaiknya Tuan Jiraiya minum dulu. Anda terlihat haus," ucapnya.

"Terima kasih, Hinata. Saya memang merasa sedikit haus."

Gelas itu diterima oleh nenekku. Ia membantu kakek untuk meminum air tersebut. Setelah kosong, gelas itu kembali diberikan lagi pada Hinata.

"B—Bagaimana kondisi kakek sekarang?" tanyaku karena penasaran meski sebenarnya aku tidak ingin mengatakannya.

"Selain kepala yang masih terasa sedikit sakit, kurasa kakek baik-baik saja. Kau tidak perlu terlalu khawatir."

"Sayang. Sebaiknya kamu tidak perlu berbicara terlalu banyak dulu. Sebaiknya kamu istirahat saja dulu."

"Tapi ada beberapa hal yang perlu kukatakan pada Naruto ... dan juga Hinata."

"Jangan-jangan ... mengenai semalam?" tanya Tsunade sedikit khawatir.

"Ya."

"T—Tapi tidakkah ini terlalu cepat bagi mereka?"

"Tapi, situasi seperti ini bisa datang kapan saja. Aku takut tidak bisa mengatakan pada mereka secara langsung."

Nenekku terlihat terdiam sesaat sebelum akhirnya berkata, "Baiklah. Silakan."

Tidak bisa kukatakan jika perhatianku tidak tertarik pada percakapan antara kakek dan nenekku itu. Aku kebingungan sehingga itu menimbulkan rasa penasaran. Ketika kulihat Hinata, dia pun demikian.

Entah kenapa rasanya sesuatu yang tidak akan pernah kupikirkan akan terjadi. Benar saja, tak lama kemudian kakek memanggilku dan Hinata untuk mendekat. Hinata yang saat itu sedang menaruh gelas di meja pun segera merapat ke kasur.

"Naruto ... Hinata ... dengarkanlah baik-baik. Perkataan kakek kalian ini mungkin bisa mengubah segalanya. Tapi sebagai kepala keluarga, keputusannya adalah mutlak. Aku harap kalian bisa menerimanya dengan sepenuh hati," nenekku terlihat sangat berat hati saat mengatakannya. Mendengar itu, aku memiliki sebuah firasat bahwa sesuatu yang tidak pernah kupikirkan akan terjadi persis seperti yang tadi kurasakan.

"Aku menyadari sesuatu. Usiaku semakin bertambah. Semakin bertambahnya usiaku, aku semakin menua dan semakin rentan terhadap penyakit. Ajal bisa menjemputku kapan saja secara tiba-tiba. Itulah yang kutakutkan sebagai pemilik dari perusahaan yang besar. Aku takut tidak bisa mewariskan perusahaan ini padamu, Naruto."

Syukurnya hari ini aku masih diberi kesempatan untuk hidup. Jadi kakek pikir sebaiknya kakek memakai kesempatan ini untuk mengatakannya," kakek terlihat menghirup nafas panjang dan menghembuskannya dengan cepat. "Kalian akan kakek nikahkan dalam beberapa hari untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk."

Aku terdiam. Pikiranku sedang merangkai perkataan-perkataan kakekku tadi. Sepertinya ada kata yang salah dengan perkataan kakekku. Apakah kepala kakekku ini terbentur sangat keras sehingga ia salah menyebut suatu kata dengan kata "menikah" Tapi jika aku pikir-pikir salah menyebut benar-benar tidak mungkin terjadi. Tidak mungkin kakek akan salah menyebut kata yang lain dengan kata "menikah".

Namun setelah menyadari tidak adanya kesalahan dalam perkataan kakekku itu, aku menjadi syok. "M—Me—Menikah!" Aku tersentak tidak percaya. Aku masih berpikir kakekku itu hanya bercanda. Tapi saat kulihat keseriusan dari tatapan mata kakek dan nenekku, harapan bahwa itu hanya sebuah candaan lenyap seketika.

[]=[Bersambung]=[]

[]

[]

Revisi Ulang Chapter 1 dari Fanfiction Destined to Live With You.

Dengan keputusan perbaikan DTLWY/Ch01/2018/Tandrato tanggal 31 Agustus 2018

Author Note

Hai Semua. Bagaimana menurut kalian tentang perbaikan menyeluruh untuk chapter 1 ini?

Semoga perbaikan ini jauh lebih baik dari chapter 1 yang sebelumnya.

Ucapan terima kasih saya ucapkan pada Author Chic White karena telah bersedia menilai dan mencari letak-letak keganjilan. Karena itu saya melakukan revisi ini.

Author Note Lama

"Destined To Live With You" terinspirasi dari sebuah fanfiksi yang sudah sangat lama author baca yaitu "Machiya Love" Tapi bukan berarti semua ide berasal dari sana. Tidak, 90% alurnya adalah hasil pemikiran author.

Tujuan utama saya mempublish cerita ini di sini tentunya adalah agar kalian semua dapat membacanya dan menilainya. Saya tahu pasti cerita saya ini masih punya banyak kekurangan. Terutama di bagian dialog. Tapi itulah gunannya ada review. Kalian bisa membantu saya untuk mengembangkan karya saya dengan mengisi sepatah kata pada kolom komentar di bawah.