:

Taufiq879/Tandrato

:

Destined To Live With You

:

Bab 23

Sehati Pada Akhirnya
:

Disclaimer : Naruto Adalah Milik Masashi Kishimoto

Karakter : Naruto & Hinata

Genre : Family & Romance

:

Rating : 16+ (T)

Warning : Alternatif Universe Fanfic, Out Of Character, Typo Kemungkinan Ada.

If You Like My Fanfic, Keep Calm And Enjoy It

[]

[]

[]


"Nyonya Tsunade dinyatakan menghilang dari pengawasan Genma. Kemungkinan terbesar adalah Nyonya Tsunade diculik setelah berpisah dengan rekan-rekannya selepas menghadiri pemakaman. Genma pun ditemukan pingsan di dalam mobil sendirian." Sekretaris itu berkata dengan nada amat bersalah.

Seketika mendengarnya, perasaan Naruto menjadi kacau. "Kenapa hal ini sampai terjadi? Sebenarnya ada apa?" Memikirkannya membuat Naruto stres. Ia memegang kepalanya dengan kedua tangan seraya berteriak, "Ahhhh! Yang benar saja!"

[]


Angin yang berhembus dengan kencang menerpa dan menguraikan rambut seseorang yang berdiri di puncak sebuah gedung. Rambut itu terlihat panjang, lebat, dan berwarna hitam. Namun itu bukanlah rambut seorang wanita.

Jika dilihat dengan seksama, rambut itu sudah jelas hanyalah wig. Terbukti saat ia melepaskan rambut tersebut dan menyisir rambut aslinya dengan tangan kanannya.

Gedung tempat ia berdiri saat ini cukup tinggi. Dari ketinggian ini, ia bisa melihat sebuah rumah megah yang berada cukup jauh dari tempat itu. Meski terpaut jarak yang cukup jauh, ia dapat melihat dengan jelas bahwa ada rombongan mobil polisi yang melaju menuju rumah tersebut—rumah kediaman Keluarga Uzumaki.

Ia menghembuskan nafas dengan berat. Melirik tangan kanannya ia mendapati sangkur yang berlumuran darah dan tangannya sedikit terkelupas akibat pertarungan fisik. Sementara itu di tangan kirinya, ia memegang erat sebuah map berwarna merah.

"Tuan Minato, maafkan aku. M-Maafkan aku juga, Naruto." Mulutnya berucap pelan sebelum akhirnya seseorang membuka sebuah pintu yang menghubungkan bagian dalam gedung dengan atap tempatnya berada.

"Kau berhasil membawanya kan, Arashi-san?"

Arashi menunjukkan map yang dipegangnya pada orang yang bertanya itu. "Aku sudah membawanya dengan pengorbanan statusku dalam keluarga Uzumaki. Sekarang juga, antar aku menemui bos kalian."

"Tidak secepat itu, Arashi-san," ucapnya dengan gaya menolak. "Kau harus menyerahkan map itu dahulu padaku," ia menunjuk map berwarna merah itu. "Setelah kupastikan bahwa itu asli, kau akan kami antar menemui bos kami."

Meski sedikit ragu, Arashi tetap memberikan map tersebut pada orang di hadapannya. Setelah melihat sekilas, orang tersebut tertawa puas. "Haha, mantan Yakuza yang bekerja untuk tuan Minato ternyata benar-benar hebat." Ia berbalik lalu berkata, "Ikuti aku jika kau ingin bertemu bos kami."

[]=[]=[]

Waktu yang dihabiskan Arashi dalam perjalan cukuplah lama. Ia sangat menyakini bahwa tempat yang akan ia datangi sangat jauh dari pusat kota. Dari rute yang mereka lewati, Arashi bisa berspekulasi bahwa tujuan mereka sangatlah jauh.

Rute yang dilalui membawanya ke depan sebuah rumah besar yang berjarak 30 menit dari perbatasan wilayah kota. Rumah megah itu terletak jauh dari jalan utama dan dikelilingi oleh pepohonan.

Dari letak rumah tersebut saja, Arashi bisa membayangkan ketikdaknormalan yang terjadi di rumah besar itu. Suasana rumah tersebut sangat familiar dengannya. Namun bukan berarti ia mengetahui rumah ini. Ia hanya pernah bekerja di rumah seperti ini 16 tahun lalu sebagai salah satu anggota Yakuza paling ditakuti. Suasana rumah tersebut semakin diperparah dengan terciumnya bau yang sudah tidak asing bagi Arashi—bubuk mesiu.

"Selamat datang, tuan

Dua orang keluar dari dalam rumah seraya membawa senjata. Mereka adalah orang yang akan mengawal Arashi memasuki rumah. Sepanjang perjalanannya mengikuti 2 orang yang mengawalnya, ia menyadari bahwa di dalam rumah ini terdapat lorong yang amat panjang dan berkelok-kelok. Siapapun yang baru memasuki rumah ini pastinya akan kebingungan, benar-benar tempat yang sempurna untuk dijadikan persembunyian.

Keamanan di rumah ini pun bisa dikatakan ketat. Hampir setiap lorong ada seseorang yang berpatroli. Jika seperti ini, kucing yang mencuri ikan pun tak akan bisa kabur dengan mudah.

Mereka pun akhirnya tiba di dalam sebuah ruangan yang cukup luas. Namun, pencahayaan ditempat itu terlihat suram. Mungkin saja seseorang yang berada di dalam ruangan ini lebih suka gelap-gelapan.

"Lama tak bertemu, Arashi! Bagaimana kabarmu?" Dari balik siluet hitam, seseorang bertanya pada Arashi. Namun Arashi tidak mengenali orang tersebut karena gelap. Namun suara itu mengingatkannya pada seseorang yang pernah ia temui beberapa bulan lalu.

"Aku sudah mendapatkan apa yang kau inginkan. Sekarang juga, lepaskan mereka bertiga, orang tua sialan!" ucap Arashi dengan nada marah.

"Tidak secepat itu. Aku ingin melihatnya terlebih dahulu." Ia mengadahkan tangannya berharap seseorang meletakkan sesuatu di tangannya tersebut.

"Ini tuan. Arashi-san benar-benar melakukannya." Seseorang yang mengantar Arashi ke tempat ini memberikan map yang dibawanya.

Orang yang sepertinya adalah penguasa tempat ini membaca dan menganalisa dokumen yang berada di map tersebut dengan seksama.

"Haha...hahah... Ahhhh! Sialan!" Suara tawa yang kemudian diakhiri dengan suara geraman menjadi tanpa bahwa ia kecewa dengan apa yang dilihatnya.

Sebagai bentuk pelampiasan, ia secara tiba-tiba mencengkeram leher orang yang memberikan map itu padanya. "Apa Maksudnya ini, Satoru?!"

Orang bernama Satoru itu hanya bisa memegang tangan bosnya tanpa sedikitpun niat untuk melawan. Itu wajar sebab jika ia melawan, maka itu seperti menyiramkan bensin ke badannya saat hendak melewati kobaran api yang menutup jalan.

"T—Tuan D—Danzo. Maaf. T—Tapi a-apa y—ang t—lah aku—lakukan?"

Seseorang yang bernama Danzo—yang mencekik—itu segera melempar Satoru ke bawah. "Bukankah sudah kukatakan untuk memperhatikan dengan detail akta kepemilikan itu?"

Sambil menahan sakit sehabis dicekik, Satoru berkata, "A—Aku sudah memeriksanya. Sudah kupastikan jika tanda tangannya itu mirip."

"Tapi kenyataannya ini bukan tanda tangan Jiraiya!" ia menggertak, melempar map, dan meludah ke wajah Satoru. "Aku mengenal Jiraiya. Aku mengetahui setiap lekukan dan garis untuk tanda tangannya. Dokumen ini tidak memiliki tanda tangan yang sesuai seperti apa yang kuingat."

"T—Tidak mungkin itu palsu. Aku mendapatkannya di lemari yang terkunci," ucap Arashi merasa khawatir. Khawatir karena kesalahannya yang dapat berakibat pada 3 orang yang ingin ia selamatkan.

Danzo hanya menatap Arashi sekilas. Tetapan kecewa dipancarkan oleh matanya. Arashi terlihat mendekati Satoru dan memungut akta palsu itu yang diperoleh dengan jerih payah dan pengorbanannya.

"Demi keamanan, Jiraiya memakai tanda tangan dan bukannya sekedar cap dalam setiap dokumennya. Dalam dokumen ini, tidak ada yang salah pada tandatangannya kecuali satu hal. Ada sebuah garis yang seharusnya tidak ada dalam tanda tangan asli Jiraiya. Memang dalam namanya, garis itu ada. Tapi ia sengaja meniadakannya dalam tanda tangan untuk keperluan keamanan."

"Lalu, bagaimana dengan nasib 3 orang yang kalian tawan."

"kau pikir aku akan membebaskannya? Tidak sebelum aku mendapatkan akta yang asli."

"Jika kepolisian yang membuat dokumen palsu ini, berarti yang asli tersimpan di sana. Apa kau mau aku mengambil akta itu dari sana, orang tua?"

"Kalau kau menyayangi ketiga orang itu, kau harus melakukannya. Bukankah begitu?"

Kesal adalah perasaan yang di rasakan oleh Arashi saat itu. Ia terjebak dalam situasi di mana ia harus melakukan hal gila atas perintah Danzo jika ingin 3 orang yang mereka tawan dapat dibebaskan. Danzo dimatanya merupakan orang yang licik. Tidak heran jika Arashi sangat ingin memukulnya sekarang. Tapi setelahnya, bagaimana nasib 3 orang tersebut adalah yang menghalanginya untuk memukul Danzo.

"Aku sudah mengorbankan semuanya untuk mendapatkan dokumen itu. Aku sudah melukai semua rekan-rekanku. Aku mengkhianati kepercayaan tuan Minato. Sebaiknya kau segera melepaskan ketiga orang itu jika kau tidak mau berurusan denganku, akan kubuat kau menyesali perbuatanmu, orang tua siala—" belum juga selesai bicara, mulutnya sudah dihantam oleh pukulan tangan keriput Danzo.

"Kau harus menyadari posisimu, bocah!. Di sini aku berkuasa. Jika kau mau, akan kubunuh 3 orang itu lalu membunuhmu. Kau bukanlah Yakuza sejati. Kau sudah dilemahkan oleh cinta dan kepercayaanmu pada Minato. Kau seharusnya sudah tidak pantas untuk hidup lagi, dasar pengkhianat!"

Sebuah tendangan Danzo lancarkan di akhir ucapannya untuk menumbangkan Arashi. Serangan itu cukup kuat hingga membuat Arashi, orang terkuat di perusahaan tidak sadarkan diri.

"Sekarang apa yang harus kita lakukan, tuan Danzo? Jika sudah seperti ini, kita tidak akan bisa memanfaatkan Arashi lagi." tanya Satoru.

"Panggilkan dia. Sekarang kita membutuhkan koneksinya sebagai politisi untuk bisa mengakses informasi di kepolisian. Kita perlu mengetahui di mana akta asli tersimpan. Aku punya sebuah rencana. Dan tidak akan kubiarkan rencana ini gagal seperti rencana-rencana kita yang sebelumnya."

"Baik."

[]=[]=[]

Naruto duduk bersila tangan menatap cemas ke arah ponsel miliknya. Sudah lebih dari 2 jam ia menanti kepastian tentang keberadaan neneknya. Itachi sebelumnya telah mengatakan bahwa Kepolisian Konoha telah mengirimkan beberapa intel untuk menyelidiki kasus penculikan Tsunade.

Alasan mengapa Naruto menatap cemas ke arah ponsel miliknya tersebut sudah pasti karena ia menantikan panggilan dari Itachi tentang kabar keberadaan neneknya.

Saat ini, keadaan kediaman sudah menjadi lebih tenang. Meski sebelumnya diperpanas oleh kedatangan puluhan personil kepolisian yang dilengkapi oleh kerumunan warga sekitar yang penasaran.

Namun, bukan berarti kepolisian pergi begitu saja setelah melakukan penyelidikan di kediaman milik pimpinan perusahaan paling berpengaruh di Jepang itu. Saat ini, beberapa anggota polisi bersenjata lengkap sedang melakukan patroli di sepanjang jalanan dan halaman kediaman keluarga Uzumaki.

Dari keenam ajudan milik keluarga Uzumaki, kini hanya 1 yang benar-benar masih berada di samping Naruto demi menemaninya dalam keadaan ireguler ini.

"Hayate, apa kau sudah mendapat kabar tentang kondisi ajudan yang lain?"

"Sudah. Ketiga ajudan yang terluka sudah berhasil ditangani medis. Luka yang mereka alami juga sebenarnya tidak fatal... namun, Genma saat ini masih terbaring lemas di rumah sakit luar kota. Sepertinya mereka menyuntikan semacam pelumpuh padanya."

"Huh. Lalu bagaimana soal Arashi?"

"Karena akta yang diambil oleh Arashi adalah akta palsu, kita tidak perlu terlalu panik. Saat ini regu polisi yang dipimpin Itachi sedang melakukan penjagaan di tempat di mana akta asli itu diarsipkan."

"Dan di manakah akta itu diarsipkan? Kenapa aku tidak diberitahukan hal sepenting itu?"

"Itu permintaan Tuan Jiraiya sendiri. Sebenarnya, sebelum meninggal, Tuan Jiraiya ingin mengakhiri perseteruannya dengan sebuah organisasi yang mengincar perusahaan kita sehingga saat Anda memimpin, Anda tidak akan mengalami hal seperti ini. Namun rencana itu gagal saat kematian kakekmu. Memang sangat di sayangkan sebab saat Anda mengambil alih kepemimpinan, tragedi ini bisa terjadi. Padahal selama ini, kami berenam sudah melakukan upaya untuk mencegah hal seperti ini terjadi secara diam-diam dibelakang Anda. Ini benar-benar membingungkan sebab saat itu, Arashilah yang mengusulkan kami untuk melanjutkan rencana Tuan Jiraiya."

"Benarkah? Lalu kenapa Arashi berkhianat? Apa dia membenciku?"

"Meskipun sikapnya selama ini keras dan terdengar sedikit kasar pada Anda, namun setahu saya Arashi sangatlah menghormati Anda. Bahkan ia lebih menghormati Anda ketimbang Tuan Jiraiya sendiri. Hal itu karena Anda adalah putra dari Minato, orang yang telah mengeluarkan dia dari kegelapan."

"Ya. Aku tahu kalau dulu Arashi adalah seorang Yakuza yang kemudian berhenti dan menjadi bawahan ayahku. Tapi bagaimana itu bisa terjadi?"

"Sayangnya, informasi itu benar-benar dirahasiakan oleh Tuan Minato dan juga Arashi sendiri. Namun satu hal yang kuyakini, Arashi tidak mungkin mengkhianati kepercayaan Tuan Minato dengan cara seperti ini jika tidak terpaksa."

Tok! Tok!

"Masuklah, Hinata!"

"Aku membuatkan kalian teh. Kamu harus meminumnya agar menjadi lebih tenang," ucap Hinata seraya meletakkan secangkir teh di hadapan Naruto dan Hayate.

"Nona—maksudku Nyonya Hinata benar. Anda tidak bisa mengambil keputusan yang tepat jika emosi Anda seperti ini."

"Hn. Terima kasih, Hinata."

Setelah meletakan cangkir berisi teh itu, Hinata segera duduk di samping Naruto. Meski terpisah beberapa sentimeter oleh bantal kursi. Percakapan untuk sementara hilang saat kedua orang itu menikmati teh yang dibuat oleh Hinata.

"A—Aku jadi ingin mencari Arashi dan menanyakannya langsung," ucap Naruto sesaat setelah meletakkan cangkir ke atas meja.

"Itu tindakan bodoh! Sangat berbahaya," sergah Arashi setelah meneguk teh dalam cangkir. "Meski Arashi bukanlah orang yang semudah itu mengkhianati kepercayaan tuan Minato, bukan berarti Anda tidak akan berada dalam bahaya jika bertemu dengannya. Selama kita belum mengetahui alasan mengapa Arashi berkhianat? Saya tidak akan membiarkan Anda bertindak gegabah."

"Tapi... Menunggu saja tidak akan menyelesaikan permasalahan ini!" Naruto mengentakkan kedua tangannya di atas meja. Teh yang berada dalam cangkir tersebut nyaris saja menyembur jika saja Naruto mengentakkan tangannya lebih kuat. "Aku ingin segera menyelesaikan masalah ini. Dan tak ada yang bisa menghentikanku! Hinata, bantu mencari kunci mobil. Sepertinya terjatuh di kamarmu."

"Anda tidak boleh meninggalkan kediaman. Sangat berbahaya jika Anda bertemu Arashi," ucap Hayate mencoba menghentikan Naruto dengan kata-kata. Namun, Naruto seperti tidak mengidahkan perkataannya.

"Cih, coba saja hentikan aku." Naruto dengan keras kepala segera berdiri dan mulai melangkah menuju kamar Hinata.

"T—Tunggu Naruto. Hayate benar," ucap Hinata mencoba menghentikannya.

Naruto tetap berjalan tanpa mengidahkan perkataan Hinata atau situasi sekitarnya. Padahal, di belakangnya, Hayate mulai berdiri seperti hendak menyerangnya.

"H—Hayate, apa yang—" Hinata begitu terkejut sampai berhenti berbicara saat melihat Hayate dengan cepat menghampiri Naruto. Saking cepatnya, Naruto baru menyadarinya saat tengkuknya sudah dipukul oleh Hayate untuk membuatnya pingsan.

"Maaf. Aku tidak punya pilihan lain. Tidak akan kubiarkan Naruto bertindak ceroboh dan membahayakan dirinya. Kuharap Anda mengerti, Nyonya Hinata."

Hinata mengangguk. "Aku mengerti, terima kasih." Hanya kata itu yang bisa ia ucapkan selepas terkejut. Meskipun baginya cara itu sedikit kasar, namun jika itu bisa menghentikan Naruto dari bertindak ceroboh maka ia tidak mempermasalahkannya.

"Akan kubawa Naruto menuju kamarnya. Tolong urus dia, Nyonya Hinata."

[]==[]==[]

Naruto terbangun dengan rasa sakit di leher dan kepalanya. Rasanya penglihatannya berkunang-kunang. Ia sempat tidak mengingat apa yang terjadi saat pertama kali membuka matanya. Itu wajar saja, tengkuknya baru saja dipukul oleh Arashi hingga membuatnya pingsan. Dan ketika ia sadar, matahari sudah tidak lagi bersinar.

Naruto berusaha bangkit dari tidurnya. Namun ia merasa berat untuk melakukannya. Kepalanya benar-benar terasa sakit. Terlebih lagi saat ia menyadari ada perubahan lokasi.

"Apa yang terjadi. Kenapa aku bisa ada di sini." Naruto berusaha melihat ke arah kanan. Saat matanya menatap sisi kanan dari kasurnya, ia berjumpa dengan wajah seseorang. Wajah orang yang sedang tertidur itu terlihat manis saat Naruto menatapnya. Ia sempat melupakan kebingungannya sejenak saat melihat wajah tersebut.

Pipinya merona saat menyadari bahwa itu adalah wajah Hinata. "K—Kenapa Hinata bisa tidur di sampingku?" Naruto melihat sekujur tubuhnya dan juga tubuh Hinata. "S-Seragam?" Naruto menyadari bahwa baik dirinya maupun Hinata masih memakai seragam lengkap tanpa satupun kancing terbuka. "Syukurlah. Ternyata itu tidak terjadi." Perasaannya seperti lega mengetahui fakta tersebut.

Lalu tiba-tiba saja matanya membola saat ia teringat dengan apa yang telah terjadi. Karenanya, ia segera bangkit dan berjalan menuju pintu. Ia mencoba membukanya. Tak ada respons bahwa pintu tersebut akan terbuka saat ia menarik gagang pintu. Berulang kali ia mencoba, namun pintu kamarnya tak kunjung dapat ia buka.

"Sial. Terkunci kah? Hayate sialan. Apa yang mau dia lakukan."

Ia terus mencoba membuka pintu dengan kasar. Tidak menyadari bahwa orang yang tertidur di kasurnya kini merasa terganggu oleh suara pintu yang sedang berusaha ia buka.

"Apa dia juga berkhianat? Apa dia juga mengunci kami di kamar agar bisa mencari sesuatu? Sialan kau Hayate."

Ia terus berusaha menarik pintu dan berharap dengan seluruh tenaga yang ia kerahkan, ia dapat membuka pintu yang terkunci itu.

"N—Naruto, apa yang kau lakukan!?"

"Oh, Hinata. Kau sudah sadar. Sepertinya Hayate juga berkhianat. Ia membuat kita pingsan dan mengunci kita di kamar. Ambilkan aku sesuatu yang bisa kugunakan untuk mencungkil pintu ini. Akan kuhentikan dia."

Hinata hanya duduk di pinggiran kasur dengan tenang saat mendengar Naruto berkata seperti itu. Ia nyaris saja terkekeh dengan kesalahpahaman yang dibuat oleh pemikiran Naruto.

"Naruto, tenanglah. Kau salah paham. Hayate tidak berkhianat. Memang dia mengunci kita di kamar. Tapi itu agar kau tidak melarikan diri."

"B-Benarkah? Lalu kenapa kau bisa pingsan di kamarku?"

Wajah Hinata seketika memerah mendengar pertanyaan itu "A-Aku tidak pingsan. A-Aku hanya tidak sengaja tertidur. Saat aku melihatmu tertidur, rasanya...rasanya aku jadi mengantuk. Tiba-tiba saja saat aku berbaring di kasurmu, aku... aku tidak sengaja tertidur," Hinata mengetuk-ketuk kedua ujung jari telunjuknya sebagai pengalih dari rasa malu yang ia rasakan saat itu.

"Begitu ya. Lalu kenapa Hayate juga menguncimu di kamarku?"

"Ee... Sebenarnya... itu permintaanku... Aku tidak bisa membiarkanmu terbangun dalam keadaan terkunci di kamar sendiri. Karena aku yakin dalam keadaan seperti ini, kau hanya akan bertambah panik." Terlihat sikap Hinata semakin malu saat mengatakan itu. Meski ia sudah bersama Naruto untuk beberapa bulan, ia tidak pernah melakukan hal seperti ini. Hal yang benar-benar ingin ia lakukan demi Naruto.

Naruto terduduk lemas di depan pintu menyadari kebodohannya yang dengan cepat mengambil kesimpulan. Namun, ia merasa sedikit lega karena Hayate tidak berkhianat. Namun itu tidak menutup kekesalannya pada Hayate karena telah membuatnya pingsan dan mengurungnya di kamar bersama Hinata. Bagaimana kalau terjadi "Kecelakaan" saat ia bangun dan tak sengaja menyentuh Hinata? Itu pasti yang sedang di pikirkan Naruto.

"Tapi... aku tidak bisa berada di sini terus. Apa kau tidak bisa menghubungi Hayate dan memintanya mengeluarkan kita?"

Ceklek!

Pintu kamar mereka terbuka. Dari balik pintu, terlihat seseorang yang memakai pakaian hitam yang di lengkapi dengan sepasang sepatu hitam berbentuk boot dan celana panjang. Di tangan kanannya terlihat sebuah pistol dan kunci mobil. Sementara ditangan kirinya, terlihat plastik belanjaan yang sangat besar.

"Anda tidak perlu melakukan apa-apa. Aku sebagai ajudanmulah yang akan menyelesaikan masalah ini."

"H—Hayate, kau mau apa dengan benda itu?' tanya Naruto sedikit ketakutan.

"Menangkap Arashi. Jika itu tidak memungkinkan, aku akan membunuhnya. Akan kupastikan dia membayar perbuatannya.

"B—Bukankah kau yang bilang untuk tidak gegabah? Kenapa malah kau bertindak sendiri?"

"Karena aku menanggung beban untuk menyelesaikan masalah ini sebagai satu-satunya ajudan yang masih berdiri di samping Anda. Meskipun itu Arashi, ajudan nomor satu keluarga Uzumaki. Tetapi jika dia menyakiti keluarga ini dengan sengaja, maka aku tidak akan memaafkannya.

"Cukup bercandanya. Aku adalah atasan kalian. Ikutilah perintahku! Bawa aku bersamamu." Naruto menatap tajam mata Hayate.

"Kuakui kau punya keberanian, Tuan Naruto. Tetapi, kau tetap saja ceroboh." Ia membalas Naruto dengan tetapan serius untuk beberapa detik sebelum akhirnya melempar plastik belanjaan ke arah Naruto. Isinya yang banyak itu membuat Naruto terpental kebelakang.

"Aku tadi mampir ke supermarket. Maaf aku hanya bisa beli makan malam seperti itu."

"Agh! Sialan kau Hayate. Belanjaan itu terasa menyakitkan. Apa saja yang kau beli," ucap Naruto seraya berdiri.

"Aku pamit." Hayate kembali menutup pintu. Saat itu, Naruto menyadari bahwa Hayate akan mengunci pintu kembali. Oleh karena itu, dengan sekuat tenaga ia berusaha untuk berdiri agar bisa mencegah Hayate mengunci pintu.

Namun, Hayate sudah memikirkan hal tersebut. Sebelum Naruto bisa menyentuh gagang pintu, dengan cepat ia menarik pintu dan menguncinya.

"Setidaknya biarkan pintu kamarku terbuka, Sialan kau, Hayate!" Naruto memukul-mukul pintu saat mengatakan itu.

"Sampai aku kembali, aku tidak akan membiarkanmu keluar dari kamar, Tuan Naruto. Ahh, Nyonya Hinata. Tolong jaga Tuan Naruto agar tidak bertingkah bodoh seperti melompat dari jendela," ucap Hayate dari balik pintu.

"Buka pintu ini, Hayate!" serunya sekuat tenaga. Namun itu percuma saja karena Hayate sudah melangkah meninggalkan kamar Naruto.

Tetapi, pemuda yang mewarisi nama Uzumaki ini tidak menyerah begitu saja. Merasa bertanggung jawab dan juga kesal karena berbagai peristiwa yang menimpanya di hari yang sama, Naruto memutuskan untuk menyelesaikan masalah ini.

Dengan tubuhnya, ia berusaha mendobrak pintu kamarnya. Akan tetapi, meski ia melakukannya dengan sekuat tenaga secara berulang-ulang, engsel pintu tidak menunjukkan tanda-tanda akan rusak.

"He-hentikan Naruto. Tidak ada gunanya kau berusaha mendobrak pintu dari dalam."

"A—Aku tahu itu. Pintu ini membuka ke dalam. Tetapi, menariknya justru hanya akan membuang-buang waktu. Itu sia-sia karena sekuat apapun aku menariknya, pintu ini tidak akan bisa terbuka dengan mudah."

"Sama halnya dengan mendobraknya."

"Tidak. Jika aku terus mendobraknya, engselnya seharusnya tidak akan bertahan."

Gagasan gila yang diucapkan oleh Naruto membuat Hinata nyaris menyerah untuk menghentikan tindakan Naruto.

Naruto mengambil langkah mundur. Dengan bahu kanan mengarah ke pintu, ia mengambil ancang-ancang untuk kembali mendobrak pintu. "Akan kuberi pelajaran pada si Hayate dan Arashi karena menentangku!"

"N-Naruto! Apa kau tidak mendengarku?!" Meskipun begitu, ia tidak bisa tinggal diam melihat Naruto menyakiti diri sendiri untuk mendobrak pintu dari arah yang salah. Seharusnya mereka berdua tahu jika ada sekat yang akan menyulitkan Naruto untuk mendobrak dari sisi ini.

Bagaimanapun keadaannya saat ini, Naruto sama sekali tidak peduli. Ia bahkan tidak merespons perkataan Hinata yang khawatir akan dirinya. Sekuat tenaga ia mendobrak pintu itu dengan bahu kanannya. Mulutnya mengeluarkan lirihan sewaktu bahunya menghantam pintu yang masih kokoh tersebut. "S—Sakit! Sialan! Pintu ini kokoh sekali," batin Naruto menahan rasa sakit agar mulutnya tidak bersuara.

Naruto tidak bisa menarik kembali perkataannya sekarang. Ia kembali mengambil langkah mundur, mempersiapkan bahu kirinya untuk mendobrak pintu. Hinata tidak bisa berkata apa-apa lagi saat melihat sikap keras kepala si direktur muda.

"HAAA!" Seiring dengan teriakan tersebut, Naruto mulai bergerak menghantam pintu dengan bahu kirinya. Tetapi di pertengahan jalan, tiba-tiba lengan kanannya menjadi berat. Hinata memeluk lengan Naruto sekuat tenaga.

"He—Hentikan tindakan bodohmu ini, Naruto!"

"H—Hinata?! Apa yang kau—" Mata keduanya saling bertatap. Naruto seketika terdiam saat ia menyaksikan mata Hinata yang menunjukkan ekspresi khawatir. "L-Lepaskan! Aku harus mencari tahu apakah Arashi ada hubungannya dengan penculikan nenek atau tidak. Setiap detiknya sangat berharga."

"Percayalah pada kepolisian dan Hayate. Mereka pasti sedang melakukan sesuatu untuk menemukan dan menyelamatkan nenek. Tetapi, jika kau tidak bisa sepenuhnya mempercayakan pada mereka, setidaknya dinginkan kepalamu dan carilah jalan keluar tanpa menyakiti dirimu sendiri. A—Aku akan membantumu."

Naruto merasakan perasaan serius dari wajah Hinata. Seketika bibirnya tersenyum. Senyuman Naruto yang secara tiba-tiba itu ternyata membuat Hinata merasa malu. Ia mencoba untuk menyembunyikan wajahnya.

"Apa benar kau mau membantuku, Hinata?"

Hanya anggukan yang menjadi jawaban atas pertanyaan Naruto.

"Yosh! Kukira kau akan terus mencoba menghentikanku. Kalau begitu, ayo bekerja sama untuk selamatkan nenek dan perusahaan, Hinata!" Naruto mengulurkan tangannya pada Hinata.

Tanpa keraguan sedikit pun, Hinata meraih tangan Naruto setelah melihat senyuman dan mendengar perkataan Naruto. "Tapi, aku tidak akan membiarkanmu bertindak ceroboh ataupun bertindak terlalu jauh."

"Ok!"

Sebuah senyuman terpancar dari wajah Naruto maupun Hinata saat itu. Sebuah senyuman yang berasal dari rasa saling percaya dan saling memberi dukungan. Sesuatu yang tidak bisa didapatkan dari sebuah hubungan biasa.

[]=[]=[]


A/N

Pertama, saya Tandrato—Author dari cerita ini—meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada semua pembaca karena telah membuat kalian menunggu sangat lama tanpa pemberitahuan sebelumnya.

Kesibukan didunia nyata benar-benar tidak bisa ditinggalkan. Perlahan saya mencicil dan merevisi beberapa bagian dari chapter ini saat ada waktu luang. Jika dilihat dari waktunya, seharusnya saya bisa mencicil lebih dari 1 chapter. Namun saya baru mulai mencicil cerita ini pada bulan desember saat liburan. Karena sudah lama tidak mengetik, saya merasa kemampuan saya menumpul. Jari-jari saya sudah melambat karena kebanyakan tulis laporan.

Untuk mengembalikan kemampuan itu, saya berlatih mengetik dan menulis cerita. Saya bersama Author bernama Azumamaro membuat sebuah proyek orific yang saya jadikan sebagai wadah untuk berlatih kembali. Meski... proyek itu sepertinya terbengkalai lagi :v

Saya sudah melakukan revisi besar-besaran pada bagian awal chapter yang sudah saya tinggal berbulan-bulan. Untuk bagian terakhir, jujur saya tidak melakukan pemeriksaan menyeluruh. Saya bertekad untuk update malam ini.

Alasannya chapter ini saya luncurkan adalah untuk melihat tanggapan kalian tentang penulisan saya. Dari tanggapan kalian, saya berusaha untuk memperbaikinya di chapter berikutnya.

Mungkin beberapa dari kalian menyadari bahwa cerita ini sudah berbelok terlalu jauh dari genre utamanya. Maaf soal itu. Saat mengerjakan chapter sebelumnya saya tidak memikirkan plot dengan baik. Saya akan mencoba untuk membuat alurnya tidak menjadi seperti cerita-cerita saya sebelumnya sehingga cerita ini masih bisa dikatakan sejalan dengan genre utamanya.

Sekian dari saya.

Tambahan : Maaf karena hanya bisa menghadirkan chapter dengan 3400 kata meski sudah berbulan-bulan tidak up. Dan saya harapan kalian masih berminat untuk membaca.