Disclaimer : demi apapun, naruto bukan punya saya, punya masashi sensei, saya hanya pinjam saja.

.

.

Stop it!

.

(Hati hati typo, tulisan mendadak hilang, OOC, AU dan lain-lain. Udh usahain sebagus mungkin)

.

Stop it! by authors03

Uzumaki Naruto x Hyuuga Hinata

Romance\Fantasy

.

.

.

Please.. Dont like dont read.. Thanks.

.

.

Chapter 1

.

.

.

"AKU BILANG AKU TAK MAU, AYAH!"

Priaang!

Vas bunga besar di sebelah sofa jatuh dan pecah karena di tendang kuat oleh kaki dengan alas sandal santai itu.

"Jika kau tak mau ikut denganku, harusnya kau jaga sikapmu! Mengapa kau selalu melakukan kesalahan yang sama lagi dan lagi?!" lelaki yang di panggil ayah semakin menaikan suaranya, marah dan juga frustasi.

"itu bukan salahku! Mere"

"Tetap saja itu salahmu! Dengan alasan apapun, tak seharusnya kau menghajar mereka begitu parah bahkan sampai pingsan! Bagaimana jika mereka kenapa-napa?! Apa kau bisa bertanggung jawab?!"

"Aku tak perduli! Para jalang itu terus mencari gara-gara denganku!"

"JAGA BAHASAMU, HYUUGA HINATA!"

"Ayah yang seharusnya begitu! Jangan hanya menyalahkanku!" gadis bernama Hinata itu menimpal. Emosinya benar-benar sudah di atas kepala hingga ia merasa ingin mengahajar ayahnya sendiri.

"Berani sekali kau! Harusnya kau bisa kontrol sikapmu itu! Kau bukan lagi anak kec"

"Diamlah ayah! Kau sangat cerewet! Aku tak butuh ceramahmu. Kau tak lebih baik dariku!"

Hiashi Hyuuga, ayah Hinata memilih untuk diam. Berbicara pada anak tunggalnya ini sungguh sia-sia. Dia tak akan pernah mau mendengarkan apalagi menurut.

"Baiklah, lakukan saja apa maumu. Cari sekolah baru dan daftar sendiri. Siapkan segala yang kau butuhkan sendiri. Kau tak membutuhkanku'kan?" Hiashi berlalu pergi setelah ucapannya, meninggalkan Hinata yang masih mengeram padanya.

.

.

.

"Hinata-sama, sarapan sudah siap." sepasang mata dari manusia di meja makan menoleh ke ambang pintu dapur, menatap seorang gadis yang telah rapi dengan seragam sekolah Sma barunya.

Tanpa sepatah kata, wajahnya kembali berpaling ke piring sarapan di atas meja.

"Aku ingin makan di luar saja." dan gadis yang di tatap tadipun memilih membalikkan badan dan melangkah pergi. Biarkan saja ayah mengabaikannya, ia tak perduli. Ia tak butuh lelaki berwajah datar yang hanya pandai terceramah itu.

.

.

07.50

"Tak tahu." jawaban tak perduli kembali gadis yang diketahui bernama Hinata berikan untuk sang kepala sekolah di balik meja hitam besar.

"Tak tahu?" sang kepala bertanya dengan heran. Murid baru ini terasa sangat tak sopan dan tak ramah?

"Aku tak tahu. Ayahku sibuk, itu sebabnya dia tak bisa hadir." alasan asalan Hinata berikan, berharap sang kepala sekolah barunya berhenti bertanya.

"Oh, aku mengerti."

.

.

.

"Selamat pagi, Kakashi-sensei!" sapaan serentak para murid berikan untuk guru mereka yang baru saja memasuki kelas dan berdiri di balik meja guru.

"Pagi semua. Hari ini kalian kedatangan siswi baru." Kakashi menoleh ke arah pintu sebelum mengatakan. "Silahkan masuk."

"Pffft..." beberapa siswi di pojokan belakang kanan menahan tawa mereka saat sang siswi baru berdiri di sebelah meja guru.

"Silahkan kenalkan namamu." pinta Kakashi.

"Hinata." jawab sang siswi tak perduli.

Well, Kakashi pun tak begitu ambil pusing. Mungkin dia malu untuk berkata lebih banyak.

"Ah, Sensei melupakan sesuatu. Duduk saja di bangku kosong itu." pinta Kakashi. "Berbaiklah pada siswi baru." tambahnya sebelum meninggalkan ruangan.

"Hahahaha.. Mengapa kau mengecat rambutmu begitu? Indigo? Jelek sekali!" Hinata yang masih belum bergerak dari posisinya menoleh ke arah salah satu gadis di pojokan belakang.

"Sebaiknya kau tak mempermalukan dirimu sendiri. Ini rambut asli, jangan samakan dengan rambut menjijikan milikmu." jawab Hinata sinis yang kemudian melangkah ke bangku kosong di belakangan bagian kedua dari dalam.

Tap!

Ia melempar ranselnya ke atas meja sebelum duduk dengan kasar.

Sial tak sial, mengapa selalu saja ada manusia yang ingin mencari gara-gara dengannya? Ia bahkan baru masuk ke sini dan ada gadis yang sangat minta di hajar.

"Hah~" Hinata bernafas kasar. Jangan marah, ini hari pertama. Jangan sampai ia berurusan dengan polisi sialan seperti kemarin lagi.

Sabar~

Sabar~

"Sok tahu. Jangan hanya karena rambutmu asli terus ramb"

"Sehebat-hebatnya orang tuamu. Dia tak akan bisa menciptakanmu dengan rambut merah darah seperti itu. Orang bodoh pun tahu fakta itu, jadi diam dan jangan mengangguku." semua mata menoleh ke Hinata, mereka terdiam. Wow

Apa yang baru saja mereka saksikan? Murid baru ini berani sekali.

"Apa kau menantangku?" gadis itu berjalan menghampiri dan berhenti di sebelah meja Hinata.

"Menjijikan. Kau kalah bicara dan malah membuat fakta aku menantangmu?"

Brack!

"Hei murid baru. Apa kau selalu begini tak tahu diri?" Karin adalah nama gadis bersurai merah tadi, berucap dengan kesal setelah menendang kaki meja Hinata dan melipat kedua tangannya di depan dada.

"Manusia sialan. Kuperingatkan untuk pertama dan terakhir kalinya." Hinata berucap dengan penuh penekanan tanpa menatap gadis bersurai merah yang sudah membuatnya sangat emosi ini. "Jangan pernah mengangguku kalau kau tak mau berakhir di rumah sakit." sambungnya mengancam. Menendang mejanya lagi, Hinata pastikan gadis ini akan berakhir pingsan selama tiga hari, tiga malam.

"Ka"

"Karin, tolong kembali ke tempatmu." suasana yang sempat tegang mendadak terkendali karena dijeda oleh lelaki bersurai kuning yang terduduk di sebelah Hinata. Dia berbicara dengan mata yang masih sibuk membaca buku di tangannya. Dia lelaki beraura dingin yang juga di kenal dengan sebutan ketua osis.

"Cih!" Karin menurut, membuat Hinata menghela nafasnya kesal. Menyebalkan! Sepertinya, ia salah pilih sekolah.

"Ano, kalau boleh tahu. Kau dari mana?" lelaki di bangku depan Hinata bertanya dengan penasaran.

"Konoha." jawab Hinata singkat sambil mengobrak isi ranselnya di atas meja. Lelaki inipun sangat menjengkelkan.

"Oo, kukira kau pindahan. Kau sekol" pertanyaan lelaki tadi terjeda karena Kakashi memasuki kelas.

"Tenang semua. Sekarang mari kita mulai pelajaran kita."

.

.

.

Treng

Treng

Treng

13.25

Bel pulang berbunyi, dimana semua murid-murid langsung berhambur keluar dari kelas menuju gerbang, berbeda cerita dengan gadis bersurai indigo yang memilih masuk ke ruang renang di salah satu ruang di lantai dasar yang hampir ia lewati.

Berenang adalah kesukaannya.

Semua emosi selalu terasa hanyut saat ia menyelam.

Rasanya menenangkan dan jika kalian ingin tahu. Hinata memiliki kolam pribadi dengan ketinggian setara dengan 5 tingkat ruko.

Sangat dalam, bahkan dasarnya pun gelap tapi ketika badan Hinata tertarik hingga ke dasar, rasanya sangat menenangkan. ia merasa nyaman dan tenang.

Plump

Kaki dan tangan mungil itu mengayun dari sisi ke sisi, membawa badannya yang hanya dibungkus bra dan celana dalam.

Splash

"Hah~" helaan nafas keluar dari bibir mungil itu saat ia tiba dsn timbul di sisi lainnya.

"Hmm..." senyum lega menghiasi bibir saat ia berbaring di atas air dan membiarkan dirinya yang tampak tertidur hanyut. Sangat nyaman.

"Aku tak tahu kau bisa tersenyum." senyum menghilang, mata itu terbuka saat ada suara lain di dalam ruangan yang ia yakini sepi.

"Kau terkejut mengapa aku ke sini atau kapan aku di sini?" gadis bersurai merah itu berucap dengan nada mengejek saat Hinata keluar dari kolam dan meraih seragam putihnya yang tergantung di gantungan di dinding.

"Jangan mengangguku." Hinata melapiskan seragam putihnya ke badan tanpa mengancingnya.

"Apa seorang siswi berenang hanya dengan pakaian dalam itu? Bagaimana jika ada lelaki? Apa kau ingin menggoda mereka?"

"Kalau iya mengapa, kau cemburu?" Hinata melipatkan kedua tangan di depan dada setelah berdiri tepat di depan gadis tadi.

Matanya melirik ke name tag di atas saku seragam. "Karin."

"Aku bukannya cemburu, hanya jijik pada gadis tak tahu malu sepertimu."

Grep!

Tatapan membunuh Hinata berikan saat satu tangannya mencengkram erat kerah kemeja putih Karin.

"Dengar kau, sebaiknya kau belajar menjaga mulutmu." tangan Hinata yang lain turut mencengkram kerah kemeja tadi.

Brack!

"Kau sungguh kasar." Karin berusaha untuk santai saat gadis ini tak segan-segan menabrakan punggungnya dengan sangat kuat ke dinding.

"Kenapa? Kau mau memukulku'kan? Lakukan saja kalau kau berani." tatapan menantang Karin berikan saat Hinata terus mengeram padanya.

.

.

.

"Karin hilang lagi." lelaki bersurai kuning itu bergumam malas.

Kakinya menyusuri lantai dasar untuk mencari gadis itu tapi langkahnya berhenti pada ruangan dengan pintu yang sedikit terbuka.

'Ruang renang' tercetak di kertas yang tertempel pada pintu itu.

Apakah dia di sini?

Tanpa ba-bi-bu lagi lelaki itu melangkah masuk.

"Hah?!" suara gema berhasil di tangkap oleh indera pendengarnya.

"Diamlah jalang." tangan Hinata melayang ke pipi Karin.

Tap!

Tapi sebuah tangan menangkap tangannya yang hanya berjarak 5cm dari pipi mulus itu.

"Hentikan kalian berdua." dua pasang mata itu menoleh ke asal suara.

"Naruto." panggil Karin terkejut mungkin senang dan lega.

"Jauhkan tangan sialanmu." Hinata menepis kesal tangan yang berani menahannya.

"Apa yang kalian berdua lakukan disini?" lelaki yang dipanggil Naruto bertanya dengan datar.

"Entahlah, aku mau berenang tapi murid baru ini malah melarang dan ingin memukulku." jawab Karin cepat, sontak membuat Hinata menoleh lagi ke arahnya. Apa-apaan ini?

"Aku melarang? Kau kalau mau berenang sana pergi!"

Grep!

Hinata menarik kesal rambut Karin dan menyeretnya ke kolam.

"Iitai!! Sakit!"

Plump

Dan melemparkannya begitu saja.

Semoga saja dia mati tenggelam.

"Hyuuga Hinata, kau kira apa tengah kau lakukan?" Naruto masih bertanya dengan datar meski ia tak suka pada sikap itu.

Splash!!

"Hah! Hah!" Karin berdiri di dalam air setinggi bahu dan menyapu rambutnya yang kacau ke belakang. Berani sekali gadis ini melakukan hal ini padanya!

"Membantu si jalang itu masuk ke dalam air? Dia'kan mau berenang." Hinata melipat kedua tangannya di depan dada dan melepaskan tatapan kesalnya pada lelaki sok dingin ini.

"Sebaiknya kau jaga sikapmu di sini. Ini sekolah bukan tempat bar-bar."

"Benarkah? Maksudmu dia yang menghinaku di kelas bukan sikap bar-bar dan aku yang melemparnya ke air adalah iya? Wow, sangat hebat." Hinata menimpal.

"Terserah apa katamu tapi kalau kau melakukannya lagi, kau akan mendapat hukuman begitu juga denganmu, Karin." ucap Naruto memperingati.

"Well boy, i dont give a fuck!" jawab Hinata sebelum berlalu pergi dengan membawa rok dan ranselnya yang masih tergantung.

To be continue

Hehe

Baru lagi.

Semoga suka

Review untuk next chap. Maaf kalau gak Bagus

Sebenarnya ya hehe.. Judulnya author buat asalan

Mengapa? Jawabannya karena gak sabar mau up. Hehehehehe..

Bye bye