Duscalimer : Naruto Masashi Kishimoto
.
Story by KiRei Apple
.
Pairing. Neji. H x Sakura. H
.
.
.
.
Netra emerald itu menatap dalam seolah mengatakan jika dirinya yang kini terpantul dari cermin di depannya seperti seseorang yang menyedihkan. Kehidupan yang tidak jelas akan kedepannya, hati yang gelisah dengan perasaan tidak menentu seolah dirinya pantas untuk di tertawakan. Bukannya hidupnya memang seperti ini semenjak kehilangan sasuke?
Menarik napas kemudian menghembuskannya perlahan, Sakura menepuk pelembab malam dengan pelan pada wajahnya dengan perasaan yang sedikit gundah. Sejak kejadian tadi pagi, ingatan akan kejadian dua tahun lalu kembali di ingatnya dan itu sangat menakutkan. Dalam benaknya terus bertanya, apa mungkin saat bersama Neji kini akan terulang kejadian mengerikan itu kembali? Tidak. Mungkin ini hanya kecemasan yang berlebihan, pikir Sakura.
Ponselnya berdering menunjukan jika ada pesan masuk. Membacanya, Sakura tidak tahu kenapa ia tersenyum karena rasa bahagia yang datang tiba-tiba. Dengan hati yang mulai membaik ia pun bangkit dan keluar dari kamar untuk menemui Neji yang sudah menunggunya di meja makan.
.
"Wah, seharusnya aku yang menyiapkan ini,"ucap Sakura yang kini sudah berdiri di tepian meja makan.
Neji yang sedang menata makanan menatap Sakura sebentar dan menyuruh Sakura untuk duduk setelah meletakan apron yang tadi di gunakannya untuk memasak.
"Apa ini hari special?" Sakura kembali membuka topik pembicaraan. Melihat Neji seperti ini membuat hatinya serasa di penuhi bunga-bunga namun sekali lagi sisi dalam dirinya menolak untuk menerima perhatian yang berlebihan.
"Aku hanya ingin," Neji duduk tepat di depan Sakura dan kini menuangkan air minum untuk Sakura sehingga lagi-lagi membuat Sakura di landa kecemasan. "Sudah lebih baik?"
Lebih baik?
Ah, Neji bertanya tentang keadaannya setelah kejadian tadi pagi, mungkin saja. Mungkin suaminya ini hanya kasihan kepadanya bukan perhatian.
"Ya." tidak! Karena rasa takut itu masih ada hingga membuat tubuhnya terasa lemas.
Untuk beberapa saat Neji menatap Sakura dalam diam. Bibirnya terbuka hendak mengatakan sesuatu tapi kembali tertutup memilih untuk diam. Sebenarnya ada sesuatu yang ingin Neji katakan tapi saat ini bukan waktu yang tepat, sepertinya.
Gelagat Neji sudah terlihat oleh Sakura sejak tadi. Mulai dari pertanyaan suaminya itu dan raut wajahnya yang seolah ingin mengatakan sesuatu namun di urungkannya membuat Sakura penasaran, "ada apa?" tanya Sakura pada akhirnya.
Menggeleng, Neji memilih untuk memulai makan malam mereka meskipun Sakura merasa tidak puas akan tindakan Neji yang menghindari pertanyaannya.
"Ittadakimasu." Sakura pun mengangguk dengan senyum simpul. Mungkin saja Neji belum siap untuk mengatakan sesuatu yang mengganggunya, pikir Sakura.
Mereka makan dalam diam tanpa ada percakapan sedikitpun. Sakura memilih memfokuskan makan dengan terus menatap makanan enak yang sudah di siapkan Neji, sedangkan Neji makan dengan tatapan terus tertuju pada Sakura yang kini bertingkah aneh baginya. Maka dari itu, setelah selesai Neji pun memulai pembicaraan. Baginya terasa aneh melihat Sakura terus berdiam diri tidak seperti biasanya.
"Ada sesuatu?"
"Hm?" Sakura mendongak saat suara Neji yang sejak tadi di tunggu akhirnya terdengar. Meletakan sendok di piring yang masih tersisa sedikit makanan, ia alihkan penuh perhatiannya kini dengan menatap suaminya.
"Sepertinya ada sesuatu mengganggu mu karena sejak tadi kau tidak berbicara." ucap Neji dengan menghela napas pelan.
Sakura mengerjapkan matanya mendengar perkataan Neji. Bahkan sikap diamnya di karenakan menunggu Neji berbicara dan kini d
Suaminya itu menanyakan balik kepadanya? Sungguh kesalah pahaman yang membuatnya tidak terasa tersenyum karenanya.
"Aku bahkan menunggumu untuk berbicara, karena tadi sepertinya kau ingin mengatakan sesuatu." balas Sakura yang terkekeh kecil membuat sang suami mendengus kecil.
"Ada yang ingin aku katakan tapi..." Neji menghentikan ucapannya dengan menatap serius sang istri di depannya. Beberapa hari ini pikiran dan hatinya terus di penuhi dengan pertanyaan yang membingungkan dan kini ia akan memastikan nya meskipun sudah tahu jawaban akan dirinya tapi tidak dengan Sakura. Maka dari itu ingin sekali ia katakan sesuatu untuk menentukan semua ini kepada Sakura.
"Jika ragu tidak usah." Sakura tersenyum tipis. Jujur saja meskipun dalam dirinya ingin tahu apa yang akan di sampaikan Neji, tapi jika Neji merasa keberatan ia pun tidak memaksanya. Mungkin itu sesuatu yang membuat Neji terasa berat mengatakan permasalahan yang terjadi kepadanya, entah apa itu.
Merapihkan piring yang ada di meja, Sakura meletakannya ke bak pencucian. Sempat melirik Neji yang masih terpaku di tempatnya namun sekali lagi Sakura tidak bisa memaksa Neji pada kehendaknya. maka dari itu ia membiarkan nya saja.
Senandung yang sejak tadi mengiringi kegiatan Sakura mencuci piring terus di dengar Neji dengan perasaan senang. Entah kenapa melihat Sakura walaupun hanya punggung membuatnya bahagia. Bunyi peraduan piring, sendok, gelas menjadi musik tersendiri saat ini dan baginya ini seperti mengisi sesuatu yang kosong dengan barang penting. Sekali lagi ia tatap punggung itu sebelum ia bangkit dan berjalan dengan langkah pelan.
Berdiri tepat di belakang Sakura, Neji menggerakkan kedua tangannya untuk memeluk Sakura dari sana.
"Maaf."
Sakura tentu terkejut akan perlakuan Neji yang tiba-tiba dan untung saja ia sudah selesai mencuci. Saat akan berbalik justru tubuhnya tertahan karena pelukan Neji yang tiba-tiba.
"Maaf?"
Menjatuhkan kepalanya pada bahu Sakura hingga hidungnya bisa menyentuh pepotongan leher yang beraroma manis, Neji kembali mengucapkan kata maaf dan semakin mempererat pelukannya.
"Maafkan aku."
"Sebenarnya, ini kah yang ingin kau katakan sejak tadi Neji-san?"
Neji mengangguk pelan sehingga bibirnya sekilas mencium leher yang kini berkeringat dingin.
Menghela napas, Sakura meraih tangan Neji dan melepaskannya perlahan kemudian berbalik menghadap Neji yang menatapnya dengan wajah yang penuh dengan rasa khawatir.
Sebenarnya apa yang terjadi Neji-san?
Mereka menatap satu sama lain tanpa berbicara seolah ingin mencari tahu apa yang ada di pikiran lawan mereka hanya melalui cara menatapnya.
"Sakura." Neji memulai pembicaraan yang sudah ia yakini dengan kesungguhan hatinya. Apapun yang ia katakan, ia sepenuhnya ingin jujur terhadap Sakura maupun dirinya sendiri.
"Ya?"
Netra keperakan Neji terus menatap wajah yang selalu membuatnya berdebar kala melihatnya. Dengan keberanian ia menarik satu tangan Sakura dan menggenggamnya.
"Naruto dan Hinata sudah menikah jadi apa yang kau inginkan?"
Pertanyaan yang selalu membuat Sakura dilema untuk saat ini, dimana perasaannya mulai terbuka untuk Neji dan kini orang yang membuatnya selalu gelisah akhirnya mengatakan itu. Apa mungkin Neji menginginkan perpisahan? Tapi kenapa? Bukan kah dia sudah berjanji dan sikap manisnya selama ini, apa maksudnya?
"Kau akan melepaskan ku?"
Neji menggeleng saat dugaan yang Sakura pertanyaan untuknya.
"Aku pernah berbicara, ya, kau boleh pergi jika menemukan orang yang kau cintai dan apakah kau sudah memutuskan?"
Memutuskan?
Menatap dalam pada netra keperakan yang terus menawannya selama ini, pada akhirnya harus menyerah atau memulai pada saat ini. Tapi pada kenyataannya pun akan sama walaupun ia mengatakan tentang perasaan hatinya dan Neji sudah pasti akan melepaskannya. Maka dengan keyakinan yang sudah siap ia terima akan segala hasil akhir, ia pun akan mengatakan yang sebenarnya.
"Sejak awal kau tahu jika hatiku sudah mati bersama cintaku. Kau terus memaksa ini demi Hinata dan Naruto. Semua ini akan berakhir jika salah satu di antara kita sudah menemukan orang yang benar-benar kita cintai, itu yang kau katakan. "
Sakura menarik napas dalam kemudian dihembuskannya perlahan saat rasa sesak kembali di rasakan nya. Mungkin perasaannya hanya boleh sampai di sini saja tidak lebih.
"Neji-san," ucap Sakura yang tentu saja mendapat perhatian penuh oleh suaminya itu.
Meskipun diam, Neji sejak tadi terus mengamati dan mendengar dengan jelas apa yang Sakura katakan. Sengaja ia berdiam karena ingin tahu apa yang selama ini mengganggu Sakura dan mungkin perasaanya hanya sampai di sini saja jika sang istri sudah menemukan cintanya.
Sakura kembali berbicara, "Awalnya aku tidak peduli tapi waktu terus berjalan dan seiring berjalannya waktu hatiku mulai tumbuh kembali. Aku terus mengelaknya tapi tetap tidak bisa, karena semakin aku ingin mencoba menjauh perasaan ini semakin tumbuh."ucap Sakura dan langsung menundukkan wajahnya.
Mendengar perkataan Sakura, Neji mengerti bahwa Sakura saat ini sedang menyukai seseorang dan apa bisa ia melepaskannya? Menarik napas sedalam dalamnya kemudian ia hembuskan perlahan, Neji menyentuh satu sisi wajah Sakura hingga sang istri mendongak menatapnya dengan raut sedih. Kenapa?
"Kau boleh melepaskan semua ini jika kau yakin dengan cintamu itu."
"Melepaskan?"
"Hn." Neji mengangguk dengan senyuman kecil. Mungkin Sakura akan bahagia tanpanya dan lepas dari ikatan ini.
"Bagaimana bisa aku pergi jika orang yang aku maksud ada di sini."
Neji terdiam mendengar ucapan Sakura barusan. Apa telinganya tidak bermasalah?
"Di sini?"
Yakinkan Neji ingin lebih memper jelas akan ucapan Sakura. Pada kenyataannya ia sudah paham dan tentu saja ia bahagia karena nya.
Kesal karena Neji yang tidak mengerti Sakura menyentak tangan Neji yang ada di wajahnya kemudian hendak berbalik pergi namun tertahan dengan tubuh berputar dan jatuh kedalam pelukan sang suami.
"Maaf."
"Kau menyebalkan!"
Satu sisi sipat Sakura yang membuat Neji tersenyum. Merajuk dan tentu sang istri terlihat menggemaskan. Mengeratkan pelukan, Neji mendekatkan wajahnya hingga hidung mereka saling bersentuhan.
"Tidak ada lagi peraturan bodoh itu dan kita akan hidup bersama selamanya, bagaimana?"
"Hm," Sakura memundurkan wajahnya namun Neji terus maju tidak ingin menjauh membuat sang istri mendengus menatapnya sebal. "Kau suamiku dan kita sudah berjanji tapi bagaimana denganmu? Apa kau menyukai..."Sakura menghentikan perkataanya karena mengingat kembali apa yang telah ia lihat dan dengar.
Melihat ekspresi murung Sakura, Neji mengecup sekilas bibir sang istri dan manatapnya serius. "Aku pun sama sepertimu, alasan pertama sebenarnya karena Tou-san,"ucap Neji yang membuat Sakura membulatkan matanya tidak percaya. Jadi selama ini Neji, "kau tahu akan semua ini?"
"Tentu saja." ucap Neji pelan dan Sakura tahu ada raut kesedihan di sana.
Mengangkat kedua tangannya dan meletakannya di kedua sisi wajah sang suami, Sakura pun mengecup ringan pada bibir yang terus menggodanya. "Semua akan baik-baik saja." ujar Sakura meyakinkan dan Neji tersenyum membalasnya.
"Aku pria yang sama sekali tidak memikirkan pernikahan. Namun karena keluargaku aku melakukan semua ini. Aku pun tidak tahu kenapa aku memilihmu. Saat melihatmu, kau yang ku inginkan itu saja karena melihat perempuan lain aku sama sekali tidak tertarik."
Mengalungkan tangannya pada pundak Neji, Sakura tersenyum mendengar Neji berbicara tentang pertemuannya. Bagaimana Neji menatapnya seperti perempuan penggoda pasangan orang lain dan sikapnya yang tiba-tiba baik menjadi pertanyaan tersendiri baginya. Tapi kini semua berjalan dengan apa adanya dan ia sudah berjanji akan membahagiakan Neji.
"Jadi, kau menyukai ku?" tanya Sakura yang tersenyum sangat menggoda saat ini.
Menggesekkan hidungnya dan Sakura, Neji terkekeh pelan karena gemas akan tingkah Sakura. "Bisa dibilang benar."
"Chk. kau berbicara selalu ambigu."
"Hn."
Suara gemuruh terdengar dengan dentingan air pada atap membuat Sakura menoleh ke jendela. Hujan kembali turun malam ini dan ia lupa menutup jendela di kamarnya. Mencoba melepaskan diri Sakura berucap, "sudah malam sebaiknya kita tidur."
"Ayo!"Neji menarik Sakura hingga sang istri merengutkan kedua alisnya.
"Kemana?"
langkah Neji terhenti dan menoleh, "bukan kah kau mengajak tidur?"
Wajah Sakura memerah saat tahu apa maksud dari perkataan Neji. "B-bukan, maksudku..."
"Kau tidak ingin memberi hadiah kepada Tou-san?"
Neji sengaja menggoda Sakura hingga wajah yang kini memerah itu dapat dinikmatinya. Tapi, mulai dari sekarang semua berawal untuk kehidupannya dan Sakura.
"T-Tidak... T-tapi..." Sakura menelan ludah karena gugup dan semua ini ulah suaminya. Bagaimana dia terus menggodanya dan lagi ucapannya tadi tentu saja membuatnya berdebar dan malu.
Menarik kembali tangan Sakura dan membawanya kepelukan, Neji membisikan sesuatu hingga membuat kedua netra klorofil Sakura membulat sempurna mendengar pengakuan Neji.
"Aku mencintaimu."
"Ha..." Sesaat Sakura membuka mulut untuk berbicara namun Neji sudah membawanya kedalam ciuman panjang nan lembut.
Satu tangan Neji memeluk tubuhnya dan satu lagi berada di sisi wajah Sakura, mengelus lembut di sela ciuman yang terus di berikan kepada sang istri. Kini tangannya berpindah, menekan leher untuk memperdalam ciumanya.
Sempat diam karena keterkejutan, Sakura akhirnya menutup mata seiring perasaan bahagia yang mulai memenuhi rongga hatinya. Jantungnya terus memacu karena sentuhan yang di berikan Neji yang begitu menggetarkan hatinya. Mengalungkan kedua lengan ya, Sakura pun akhirnya membalas ciuman yang mulai menyingkirkan keresahannya dan kini ia sudah memastikan akan pilihan hatinya.
.
.
.
Bunyi benda kristal berbenturan pada kaca terdengar memenuhi ruangan. Tekanan pelan namun karena ruangan yang sunyi membuat suara yang terdengar satu hentakan seperti suara mengerikan. Tangan lentik itu mengitari permukaan gelas yang berisi wine dengan wajah yang terlihat tenang. Namun lawan bicaranya menampilkan hal yang berbeda. Ada ketakutan di sana yang jelas sekali terlihat hanya dengan menatap sang lawan yang menatapnya dengan raut tenang tapi baginya itu menakutkan.
"Kau menghubungi ku saat semua sudah terjadi dan aku kesal saat ini, hm!"
Perempuan berambut karamel pendek mendengus dan berusaha terlihat tenang walaupun ia tahu siapa sosok yang ada di hadapannya saat ini. Perempuan yang lebih gila dari nya dan apapun akan di lakukannya jika tidak di sukainya. Maka dari itu, untuk menghadapinya ia tidak boleh memperlihatkan ketakutan ataupun kelemahannya.
"Neji akan menikah denganku sebelumnya, asal kau tahu Shion."
Shion, perempuan berambut pirang pucat menarik sudut bibirnya mendengar ucapan lawan mainnya. Meraih gelas yang masih tersisa setengah, ia pun meminumnya dengan perlahan dan kembali berbicara.
"Sayangnya Neji tidak menginginkan nya kan?"tanya Shion dengan tatapan mengejek.
Matsuri mendengus kasar lalu meraih gelas yang serupa dengan Shion dan meminumnya cepat. Perkataan Shion membuatnya kesal. Kesal karena seperti itulah kenyataannya dan ia sungguh membencinya.
"Dan aku menghubungi mu kembali agar kau mengacaukan mereka, huh."
"Kau yakin? Kau tahu Neji sangat mencintaiku."
Matsuri mengetuk-ngetukan jarinya pada meja dan kembali berbicara, "Karena itu pisahkan mereka. Aku tahu Neji mencintaimu tapi kau mencintai bungsu Uchiha itu dan kau pun tahu jika aku sangat mencintai Neji sejak dulu."
"Hm, memang apa untungnya bagiku memperdulikanmu?" Shion memiringkan kepalanya dan terkekeh kemudian.
"Sialan! Aku menghubungi mu kembali untuk itu semua dan aku akan memberikan imbalan apapun yang kau mau."
"Yang ku mau?"
Matsuri menyetujuinya dan mengangguk sebagai jawabannya, "ya, apapun."
"Bagaimana dengan..." Shion menyeringai mendapati wajah Matsuri yang terlihat terkejut. Menuangkan kembali wine pada gelasnya Shion pun melanjutkan ucapannya, "kau sangat terkejut."
Menarik napas dalam kemudian ia hembuskan perlahan Matsuri menatap serius pada Shion. "Kau tidak akan merebut Neji dariku kan?"tanya penuh selidik.
"Hm," memutar-mutar gelas hingga air yang ada di gelas bergoyang-goyang Shion menatap Matsuri dengan tatapan datar. "Neji mencintaiku dan aku yakin dia akan memilihku."
"Kau..."
"Orang yang aku cintai sudah pergi dan kini saatnya menerima orang yang mencintaiku, itu sangat menyenangkan daripada harus terus berharap pada cinta sepihak."
"Apa maksudmu?"
"Kau dan aku sama-sama pernah merasakan cinta sepihak dan aku akan mengejar orang yang mencintaiku. Sebaiknya kau berhentilah akan obsesimu itu, Matsuri."
Mendengar perkataan Shion membuat Matsuri ingin sekali muntah dan menghajar perempuan berkepribadian ganda itu. Ia dan Shion adalah sahabat sejak kecil dan ia tentu saja tahu apa yang sudah dilakukan Shion selama ini.
"Kau yakin bisa menyingkirkan perempuan itu?"
"Kau meremehkan ku?"
Kembali meminum wine nya, Matsuri tertawa pelan. "Tentu saja. Kau tahu alasannya?"
Shion hanya menaikan alis tanda ia ingin mendengarkan ocehan sahabtanya itu tanpa berkata lagi.
"Apa kau bisa melenyapkan nyawa untuk kedua kalinya?"
Raut wajah Shion berubah dan kini terlihat gelap dan menakutkan. Melihat itu Matsuri hanya santai menanggapinya seolah ini bukan hal mengejutkan untuknya.
"Kau mengancamku?"
Meletakan kedua tangannya untuk menyangga dagu, Matsuri memberikan seringaian ya pada Shion.
"Jika kau menganggap begitu, boleh saja. Bagaimana... Shion?"
"Aku akan membunuhmu setelah ini."
Matsuri tertawa keras sehingga seisi ruangan penuh dengan gelegar tawanya.
"Aku pastikan nyawamu yang lenyap terlebih dahulu."
"Mengerikan."
Matsuri bangun dan berjalan menghampiri Shion. Di angkatnya dagu perempuan itu dan menatapnya sinis. "Kau dan aku sama-sama mengerikan tapi kau lebih kejam daripada aku, Nona Shion yang terhormat." ucap Matsuri yang kini berjalan menuju pintu dan terhenti saat tangannya menyentuh knop.
Menoleh, ia kembali berujar untuk Shion.
"Aku tunggu hasilnya sahabatku tersayang." ucapnya kemudian pergi meninggalkan Shion dengan wajah tenang namun genggaman tangannya pada gelas mengerat.
Bunyi gelas pecah terdengar mengerikan dibarengi teriakan Shion yang kini menunjukan wajah marah akibat perkataan sahabat sekaligus musuh baginya.
"Sialan!"
.
.
Kedua telapak tangan yang berbeda itu saling menggenggam erat di kala rasa bahagia yang membuncah mereka rasakan pada hati yang kosong kini seolah sedang di isi. Helaan napas saling sahut dengan keringat seolah menjadi satu.
Senyuman di berikan Neji untuk sang istri yang juga tersenyum untuknya. Dahi mereka saling menempel dengan napas yang masih terengah. Merapihkan rambut yang basah oleh keringat pada wajah Sakura, Neji merasakan bagaimana bisa dirinya begitu bahagia saat ini.
Untuk pertama kalinya ia menyentuh wanita dan ternyata Sakura pun seperti itu. Bahagia,tentu saja. Apa yang dilakukannya saat ini membuatnya merasa sangat beruntung di dunia. Mendapatkan wanita yang luar biasa seperti Sakura dan ia pun jatuh cinta karenanya. Merasa bodoh terus menolak akan kehadiran Sakura yang pada akhirnya menyerah akan ketidak berdayaan akan perasaannya yang semakin mendalam.
"Aku mencintaimu." untuk kedua kalinya Neji mengatakan isi hatinya kepada Sakura dan membawa kembali Sakura pada ciuman panjang yang mengutarakan isi hatinya. Ia hanya ingin tahu jika saat ini betapa bahagia dan semakin mencintai perempuan yang dulu sempat di bencinya hanya karena seseorang.
"Neji-kun," Sakura mengelus kedua sisi wajah sang suami saat Neji melepaskan tawanan pada bibirnya. Rasa bahagia dan perasaan yang meletup membuat jantungnya terus berdetak kencang saat sentuhan demi sentuhan lembut Neji lakukan di setiap inci pada dirinya. Rasa suka dan cinta semakin bertambah seiring dirinya dan Neji menjadi satu dan melebur dalam sebuah harapan yang akan membawa mereka pada kebahagiaan kelak.
Neji menatap balik Sakura saat dirinya kini berbaring di samping Sakura. Menghadap Sakura, ia terus mengelus surai yang baru ia ketahui jika rambut itu sangat halus dengan aroma yang memabukan hingga membuat dirinya merasa tenang hanya dengan menghirupnya. Mendengar sebutan baru untuknya membuatnya kini tersenyum lembut.
"Ada apa?"
"Aku ingin menikmati waktu berdua denganmu, lebih lama. Apa bisa?"
"Hm," Neji berpikir sejenak dan kembali berbicara. "Sebulan kedepan aku penuh dengan pekerjaan, ada apa?"
Sakura menghela napas pelan. Dalam diri ia kesal dan menggerutu karena pekerjaan Neji yang memang tidak bisa di abaikan barang sejenak. Mau bagaimana lagi, dia penanggung jawab akan kelangsungan hotelnya kan.
"Tidak ada apa-apa, lupakan." Sakura berkata dengan nada kesal membuat Neji menyeringai di buatnya.
Memeluk tubuh di balik selimut, Neji mengecup kening sang istri dan berkata, "kau menginginkan ku lebih lama? Aku kan suamimu tentu saja ada setiap saat Sakura sayang."
Pintar sekali dia merayu astaga! Pikir Sakura.
Membalas pelukan Neji, Sakura menyamankan kepalanya pada dada bidang Neji yang terbuka. Dapat ia dengar irama detak jantung Neji yang berdetak kencang sepertinya dan entah kenapa ia senang mendengarnya.
"Jangan menggodaku Sakura, kau tidak merasakan kah jika dia menginginkan mu lagi."
"Baka!" Sakura memukul pelan dada Neji dan semakin menenggelamkan wajahnya pada tubuh yang kini membuatnya candu. Semuanya sudah ia serahkan kepada Neji mulai saat ini. Perasaan dan kepercayaan semua ia berikan untuk Neji.
Meletakan dagu di kepala Sang istri, Neji tersenyum entah untuk kesekian kalinya semenjak kehidupannya sudah di isi Sakura. Namun di dalam dirinya masih tersimpan ketakutan jika alasan ia menikahi Sakura di ketahui Sakura.
Maafkan aku.
Semakin mengeratkan pelukannya, Neji memejamkan mata mencoba menghirup setiap aroma yang kini menjadi bagian terpenting untuknya. Aroma memabukan dan juga membuatnya tenang bersamaan.
"Neji-kun."
Suara Sakura kembali terdengar menyebut nama Neji.
"Hn?"
Kini Sakura menjauhkan wajahnya agar bisa menatap langsung wajah sang suami. Oh Kami-sama, betapa sempurna nya sosok Neji dan pantas saja Neji menjadi incaran seperti kekasihnya terdahulu.
Sejujurnya Sakura ingin bertanya sesuatu kepada Neji namun ia urungkan dan memilih menggantinya dengan memberikan kecupan ringan pada bibir sang suami.
"Oyasumi."
Meskipun Neji merasakan ada sesuatu yang mengganggu Sakura, ia tidak ingin memaksanya. Mungkin Sakura akan mengatakan pada akhirnya dan sekarang bukan saatnya. Membalas mengecup bibir sang istri, Neji pun memberikan senyuman yang lebih manis.
"Tidurlah!" ucapnya kemudian membawa Sakura kembali dalam pelukannya.
'Melihatmu hatiku selalu cemas dan aku tidak bisa melepaskan mu karena aku semakin mencintaimu. Kini aku paham bagaimana Sasuke begitu mencintaimu Sakura... Karena kau benar-benar luar biasa.'
.
.
.
"Sudah bangun?"
Neji berdiri membelakangi Sakura yang kini terdiam tidak jauh darinya. Walaupun begitu, ia tahu Sakura mendengarkannya. Tangannya sibuk membuat kopi di mesin yang kini sedang menggiling biji kopi. Gelas yang di ambilnya hampir saja terjatuh karena pelukan yang di berikan Sakura tiba-tiba. Tangan istrinya melingkari tubuhnya yang sudah berbalut kemeja putih. Tersenyum, Neji mengelus tangan sang istri dan berucap, "pagi-pagi kau sudah seperti ini."
Sakura nyatanya memejamkan matanya menghirup aroma tubuh Neji yang kini sudah mengenakan kemeja. Neji akan berangkat bekerja sebentar lagi sedangkan ia di larang Neji karena sudah ada penggantinya di kantor Naruto. Neji tidak ingin melihat dirinya kelelahan, alasannya. Tapi tetap saja ia bosan jika harus terdiam di sini terus menerus.
"Kau akan pergi?"tanya Sakura memastikan dan berdoa semoga Neji ijin untuk hari ini.
"Ya, ada beberapa yang harus di urus." ujar Neji yang kini memutar tubuh hingga menghadap Sakura dengan kedua tangannya memegang cangkir berisi kopi yang sudah di buatnya tadi.
Terpaksa, Sakura melepaskan pelukannya dan berjalan pada kursi dan duduk di sana.
"Kau bertindak tanpa meminta pendapatku dulu dan kini apa yang harus aku lakukan sendirian?"
"Ini." Neji mengecup sekilas permukaan bibir sang istri dan memberinya satu cangkir.
Sakura mendengus. Meraih cangkir dan menyesab nya perlahan, Sakura dibuat tertegun akan rasa yang di dapatnya pada minuman pekat yang di berikan Neji untuknya.
"Kopi seperti biasa tapi sangat enak."
"Karena di buat oleh cinta, sayang."
Sakura tersedak mendengar gombalan yang keluar dari seorang Hyuga Neji. Apa telinganya sedang tidak normal kah?
"K-Kau... Ah sudah lah."
Neji melirik Sakura melalui ekor matanya dan menarik satu tangan Sakura hingga Sakura terbangun dan langsung terduduk di pangkuan ya.
"N-Neji..."
Menarik wajah Sakura agar menghadapinya, Neji menarik leher sang istri untuk merunduk kemudian membawanya kembali pada ciuman panjang di pagi hari.
Tangan Neji terus mengelus pada setiap inci tubuh sang istri dan kini mengelus paha yang tidak tertutup kain karena Sakura hanya menggunakan kemeja kebesaran yang semalam di pakai nya.
"N-Neji... Kau akan bekerja kan?" tanya Sakura dengan napas terengah dan kepala yang bersandar pada pundak Neji.
"Sepertinya aku akan masuk siang."
"Ap-"
Belum sempat Sakura berucap Neji sudah kembali menawan bibir yang nampak sedikit membengkak karenanya. Kecupannya berpindah pada leher yang masih jelas terlihat bekas tanda kepemilikan di sana dan Neji tersenyum saat melihat hasil perbuatannya. Di bukanya kancing kemeja yang di gunakan Sakura tanpa melepaskan ciumannya pada sang istri.
"N-Nejihh ponselmuhh."
Getaran pada meja mengalihkan perhatian Sakura dan tentu saja Neji kesal karenanya. Siapa yang menganggunya di pagi hari seperti ini.
Meraih ponselnya, Neji mendengus saat nama GM hotel tertera di sana. Menghela napas pelan, Neji menjawab telpon itu pada akhirnya walaupun dengan perasaan malas.
"Hn?"
"Ya, tunggu di ruangan ku." ucap Neji dan menutup sambungan telepon kemudian.
Sakura memandang Neji dengan tatapan bertanya, "ada apa?"
"Ada yang harus di selesaikan segera."
"Ah," Sakura mengangguk mengerti. Menusuk pipi Neji dan memberi sang suami sebuah senyuman ia berucap, "tunggu apa lagi, ayo berangkat."
"Kau tidak mengerti jika suamimu ini ingin bersamamu, heh?"
Neji kembali mendengus kesal membuat Sakura terkekeh karena sisi lain Neji yang nampak manja saat ini.
"Aku akan menunggumu pulang."
Bagaikan sebuah tawaran yang berharga bagi Neji membuat pria itu kini tersenyum mendengar perkataan sang istri.
"Kau pasti masih sakit, aku akan mengantarmu kembali ke kamar dan memberikan makanan pagi."
Tanpa menunggu jawaban Sakura, Neji sudah mengangkat Sakura dan mengalungkan kedua kaki Sakura pada tubuhnya dan ia kembali menciumi sang istri sambil berjalan menuju kamarnya, kamar mereka.
.
.
.
Hari sudah berganti malam dan Sakura kini berjalan-jalan di sekitar rumah. Langkahnya yang hanya berkeliling rumah akhirnya terhenti karena sebuah mobil yang di kenal nya berhenti di depannya. Sosok yang sedang di tunggu nya muncul setelah pintu terbuka dengan pakaian yang masih sama di saat pagi tadi.
Sakura tidak mengerti kenapa kakinya bergerak begitu saja dan berlari menghampiri prianya dan menghambur ke dalam pelukannya.
"Neji-kun."
Neji tertawa geli melihat Sakura yang seperti saat ini. Apa ini rasanya jika hati yang sedang di penuhi kebahagiaan dan cinta?
"Baru setengah hari kau sudah merindukan ku?"
Sakura melepaskan pelukannya pada Neji dan menatap sebal sosok Neji yang sekarang penuh dengan gombalan yang membuatnya merinding.
"Kau menyebalkan!"
Menarik sebelah pipi Sakura dan menjawilnya, Neji mengecup satu sisi lain dan merangkul sang istri.
"Di luar tidak leluas lebih baik di dalam." bisik Neji dan sengaja menggit pelan telinga sang istri membuat sang istri langsung menghadiahinya sikut pada perutnya.
"Dasar."
Pasangan yang sedang hangat penuh dengan perasaan bahagia karena cinta berjalan dengan mesra meninggalkan seseorang yang berdiri menonton adegan live tadi dengan mengepalkan kedua tangannya dengan tatapan penuh kebencian.
.
.
Sakura memeluk Neji yang berbaring di sampingnya. Sakura yang sedang beristirahat di kamar atap di kejutkan oleh kedatangan Neji. Sempat ia menolak namun Neji tetap bersikeras dan kini menguncinya agar terdiam tanpa perlawanan.
"Bisakah kau pergi ke kamarmu?"
Satu alis Neji terangkat mendengar perkataan Sakura.
"Kamarku? Sekarang tidak ada istilah kamarku atau kamu tapi kita Sakura."
"Tapi aku ingin istirahat."
"Aku tidak menganggumu. Apa kau yang berpikiran lebih?"
Lebih?
Mendengus, Sakura menarik-narik kaos putih yang di kenakan Neji membuat tubuh sang suami berguncang karena ulah nya.
"Terserah lah!"
Neji mengacak surai merah muda sang istri dan mengecupnya pelan. Seharian ini ia sibuk bekerja dan mengurus sesuatu untuk dirinya dan Sakura. Maka dari itu ia pulang agak terlambat.
"Tidurlah."
Pada kenyataanya, dengkuran halus sudah terdengar dari bibir sang istri yang sudah tertidur lelap. Menaruh kepalanya di pucuk kepala sang istri, Neji kembali teringat akan kata-kata Shion yang membuatnya cemas.
Menarik napas dalam dan menghembuskan nya perlahan, Neji menatap jendela atap yang di biarkan terbuka membuat langit yang kini di penuhi bintang menghiasi pandangannya.
Sekarang sudah berubah. Ia yang dulu sempat membenci akan sosok kekasih Sasuke kini mencintainya. Dan kehadiran Shion membuatnya harus tetap berada di sisi Sakura. Rasa cemasnya kini lebih besar di banding mencemaskan Shion yang menangis karena cintanya yang selalu di tolak Sasuke. Ke khawatiran ini muncul karena firasat nya akan Shion yang sudah mengetahui jika ia menikah dengan Sakura.
Menarik Sakura kedalam pelukannya, Neji mencium kening sang istri pelan agar tidak membangunkan nya. Di elusnya rambut yang terurai dengan pelan, ia kembali mencium keningnya dengan sayang.
"Ada aku di sini, semua akan baik-baik saja."
Ya. Janjinya akan melindungi dan membahagiakan Sakura bukan hanya janji belaka. Pada kenyataanya itu adalah janjinya akan hidupnya.
.
.
.
.
.
Bersambung
Susah ya bikin adegan romantis itu/hiks/ oh ya untuk chp depan kyknya mereka akan bukan madu. Tapi kemana ya kira2? (Bantu jawab ya )
Oke sekian dluu persembahan dari nyonya Rei Sabaku. Bantu vote jika suka ya hehe
Wyd Rei Gilg Kuran Tanaka
Ckrg
