Blood Lunar Eclipse

.

.

.

prologue ; Vampir Min Yoongi.

.

Nafasnya terengah dan matanya merah menyala. Jalannya terseok, mengandalkan dinding kayu di sampingnya sebagai penyangga tubuh. Lukanya tak langsung sembuh seperti biasanya, ia kehabisan energi. Rambut hitamnya kini terpadu antara debu dan salju. Sudut-sudut bibirnya masih melelehkan darah segar, darah hasil gigitannya. Langit mulai becahaya, memaksanya untuk mengerti bahwa matahari sebentar lagi akan menampilkan sinar jingganya.

"Arah baraat." Suara lantang dan keras itu memaksa Yoongi untuk berlari lebih cepat. Ia harus sembunyi, atau berakhir terpisah antara badan dan kepala. Makhluk dengan tubuh manusia dan berkepala banteng tadi sudah menggores lengannya dengan pisau metal. Pisau untuk kaum vampir.

Dengan mengandalkan sedikit kekuatannya, Yoongi menyingkirkan batu dan kayu yang menghalangi pergerakannya. Matanya mulai berkunang, tanpa sadar memasuki rumah kayu yang memiliki dinding berwarna merah, ada dua teko dan dua gelas di atas meja bundar dan satu mantel menggantung di dinding kayu.

Rumahnya kosong. Mungkin penghuninya sudah mati. Tapi keadaan rumah yang masih terbilang rapi itu, rasanya sulit dikira pemilik rumah sudah di serang – oleh bangsanya, vampir maupun bangsa demons.

Tangan kurusnya mencengkram sandaran kursi, mencoba berjalan menyusuri isi rumah. Yoongi harus tahu jalan keluar aman. Atau Giga dan kawanannya akan menemukan dan memotong lehernya. Ia menengadah, dari dalam rumah ia masih bisa melihat setitik langit gelap yang mulai terang. Kekuatannya akan memudar, atau memang sudah memudar. Ia mulai mencari benda apa saja yang dapat ia jadikan sebagai senjata, setidaknya untuk menghalau para demon berkepala babi atau berbentuk gurita menggelikan itu.

Yoongi menatap pintu kayu yang bolong dan berukiran bunga itu sedikit agak lama hingga akhirnya ia membuka pintu, sempat menoleh saat mendengar suara orang terlempar dan auman makhluk demons. Tak ada sesuatu yang istimewa di dalam kamar. Bersih dan rapi itu yang ia temui hingga akhirnya seorang bayi terlentang dengan pakaian serba putih membuatnya membeku.

Ada seorang bayi di atas ranjang.

Terdiam menatap langit-langit kamar tanpa menangis. Dengan perlahan Yoongi melangkah mendekat, dan saat matanya bersitatap dengan bola mata sehitam malam dan seindah gerhana itu, Yoongi benar-benar membeku tak dapat bergerak. Mata mereka saling bertemu, terdiam tanpa suara.

Saat bayi itu mengedip, Yoongi tersadar dan segera memeriksa seisi rumah dan kamar. Nihil tak ada siapapun. Rumah ini layaknya tak berpenghuni sekarang atau si bayilah penghuni tunggal rumah ini. Yoongi kembali mendekat. Bayi itu tengah menatapnya. Kakinya bergerak-gerak menendang. Yoongi terus mendekat, mengendus.

Tak ada bau. Sama sekali tak ada bau. Tak ada bau darah manis, darah amis, bau bunga atau bau bayi. Bayi itu sama sekali tak berbau. Maka detik selanjutnya, adalah Min Yoongi, seorang vampir dari Klan Min barat itu menggendong bayi manusia itu, membawanya menjauh, menjauh dari rumah kayu itu, di dekap ke dalam jubah hitamnya. Berlari menghindar dari demons dan vampir yang masih berperang di belakangnya.

Min Yoongi terus berlari.

.

.

.

Min Yoongi kembali terengah, matahari masih bersinar terik tepat di atas kepala. Tenaganya nyaris hilang. Kakinya melemah, Yoongi memutuskan untuk duduk di bawah pohon besar yang rindang. Dengan pelan ia terduduk, setelah menyenderkan punggung, ia membuka jubahnya. Bayi manusia itu tertidur, di dalam gendongannya.

Dengan lelah Yoongi menyenderkan kepalanya yang terasa berat. Siang hari, matahari terik dan kehabisan tenaga, mungkin bisa saja Min Yoongi akan half dead setelah ini. Dan Klan Min barat akan hilang. Tangan kanannya menyentuh dedaunan di atas tanah, mencengkramnya dengan erat, berusaha menyalurkan rasa sakitnya.

Siang hari dan matahari adalah kelemahan besarnya. Kelemahan kaum vampir. Dan Min Yoongi amat sangat haus. Mungkin dengan setetes darah akan menambah sedikit kekuatannya. Matanya yang masih merah menyala melirik bayi manusia yang tertidur di dalam jubah hitamnya. Manusia dan darah adalah satu kesatuan bagi kaum vampir. Min Yoongi menginginkan darah.

Tangan yang semula menggenggam daun itu, terangkat, menyingkirkan jubah hitam dan kain putih yang menyelimuti bayi manusia. Halus, permukaan kulit bayi itu begitu halus, dengan pelan Yoongi memajukan wajahnya bibirnya menyentuh permukaan leher bayi.

.

.

.

Vampir berdarah Min itu menghempaskan tubuhnya pada lantai. Sementara servus nya, Junwoo, memerhatikan dengan seksama. Tuannya begitu pucat dan bajunya tak layak pakai. "Tuan."

"Biarkan aku. Panggilkan Raejin, dan urus dia." Yoongi menunjuk dengan dagu, dengan sisa tenaganya.

"Siapa dia Tuan? Harus ku apakan?" Junwoo tampak kebingungan karena ini pertama kalinya ia menggendong bayi "Maaf Tuan, dia, manusia?" Yoongi mengangguk lemah. "A-akan ku letakkan di kamar Tuan." Junwoo bergegas pergi untuk menemui Raejin.

Kepalanya terus menggeleng bingung, bayi dalam gendongannya sama sekali tak berbau darah layaknya manusia. Ia bahkan sempat mengira Tuannya mencuri bayi vampir milik lawannya, namun bayi dalam gendongannya begitu hangat dan detak jantungnya berdetak teratur.

"Tuan?" Wanita muda dengan gaun sederhana berwarna hijau itu memanggil Yoongi dengan lembut. Sedikit mengerutkan kening saat melihat bagaiamana kondisi Yoongi yang mengenaskan – baginya. "Biar saya bantu." Raejin membantu Yoongi untuk duduk, menempatkan diri di depan Yoongi dengan posisi memunggungi Tuannya itu. Dengan pelan Raejin membuka tali pengait di punggungnnya dan melorotkan sedikit baju bagian bahunya. Menampangkan bahu mulusnya yang langsung membuat mata Yoongi kembali memerah menyala.

Raejin terlonjak dan memejamkan mata, merasakan perih pada bagian bahunya. Matanya terus terpejam saat Yoongi terus menggigit bahunya. Yoongi bagaikan vampir yang tidak minum puluhan tahun. Raejin dapat merasakan bagaimana darahnya di hisap oleh Yoongi dengan rakus. Tak biasanya Min Yoongi seperti ini.

Di sampingnya berdiri Junwoo yang sedikit membungkukkan badan. Menunggu Yoongi menyelesaikan makannya. Karena Junwoo tahu bagaimana Yoongi usai perang kemarin. Tuan yang amat ia sayangi itu pergi tanpa membawanya. Menyuruhnya diam menjaga mansion sementara Yoongi bergerak melawan para demons.

Rasa perih bertambah saat Yoongi melepas taring dari bahunya, dengan sigap Junwoo menutup lubang bekas gigitan Yoongi dengan kain yang ia bawa. "Obatmu ada di kamarmu Raejin. Kau boleh pergi sekarang." Raejin mengangguk dengan satu tangan menahan kain di bahunya. "Tunggu."

Semua menoleh, menatap Yoongi yang tengah mengelap mulutnya. "Ada yang ingin kutanyakan padamu." Yoongi mengisyaratkan Raejin untuk kembali duduk, sementara Junwoo bergerak mundur. "Bagaimana caranya merawat bayi manusia?" Semua mata di dalam ruangan melotot mendengar pertanyaan Yoongi yang sama sekali tak terbayang oleh mereka.

"Bayi manusia?" Raejin tak dapat menyembunyikan keterkejutannya. Junwoo pun, dia sedikit menegakkan badannya.

"Tuan." Yoongi menoleh pada Junwoo "Apa yang di maksud Tuan, bayi manusia yang Tuan bawa?" Yoongi mengangguk kaku.

"Saat perang di wilayah manusia, aku menemukannya sendirian di dalam rumah. Sempat aku mencari penghuni rumah yang lain. Tak ada. Kau tahu Junwoo" Jeda sejenak, Yoongi menatap Junwoo dengan serius "Dia berbeda, dia tak memiliki bau. Dia tidak menangis kemarin." Junwoo mengangguk mengiyakan, sejenak memikirkan bayi yang masih tertidur semenjak Yoongi membawa masuk ke dalam mansion.

"A-aku kurang tahu Tuan." Cicit Raejin. "Aku menjadi budak fanamu semenjak aku berumur tujuh belas tahun. Dan sekarang aku berumur dua puluh tiga. Aku belum tahu cara merawat bayi." Mereka terdiam "Ah tapi bayi membutuhkan susu." Raejin bercakap riang. "Susu Tuan, susu Ibu." Sedetik kemudian dia terdiam "Dia tidak memiliki Ibu." Nadanya terdengar sedih.

Semua terdiam, hanya Raejin lah satu-satunya manusia di dalam mansion Yoongi. Yang Yoongi tahu bayi vampir hanya menghisap darah dari Ibunya. Dan bayi vampir memiliki pertumbuhan yang cepat. Selebihnya ia tak tahu. Apalagi seorang bayi manusia "Yang saya tahu," Raejin tiba-tiba berbicara memandang lantai "Bayi membutuhkan kehangatan, kasih sayang dan perhatian lebih Tuan. Mereka akan menangis jika lapar, mereka akan menangis jika mengompol, mereka akan menangis jika terbangun." Raejin tersenyum, matanya beralih menatap Yoongi. "Tuan bisa mengganti susunya dengan susu sapi." Yoongi mengangguk mengerti. Menyuruh Raejin untuk kembali ke kamar dan meminum obat agar luka dan darah Raejin kembali normal.

Manusia itu berdiri, berjalan menjauh, bibirnya sedikit tersenyum.

"Apa yang terjadi Tuan?" Yoongi menghela.

"Aku tak tahu. Tiba-tiba Demons membabi buta dan menuduh beberapa vampir membunuh puteri dari Raja mereka. Dan saat itu Demons tengah membunuh beberapa manusia di wilayah Giok. Beberapa klan Ahn barat memintaku untuk mengurus mereka. Namun ada vampir yang menyerangku. Aku tak tahu siapa. Aku kehabisan tenaga. Dan aku masuk ke dalam rumah, menemukan bayi itu." Yoongi terdiam. "Junwoo bayi itu tak berbau. Dan matanya, matanya segelap dan seindah gerhana."

"Saya mengerti Tuan."

Yoongi melirik dinding ruang tengahnya. Begitu luas dan hanya terisi satu lukisan keluarganya. "Jangan lengah Junwoo. Aku tahu sebentar lagi, aku akan di serang." Yoongi menyentuh dadanya, menyentuh benda yang menggantung di dadanya.

"Pergilah cari susu sapi. Aku akan menyiapkan kamar untuk bayi." Yoongi bangkit dengan mencengkram tangan Junwoo.

"Baik Tuan. Pakaian sudah saya siapkan. Permisi."

.

.

.

Yoongi menatap dengan diam bayi yang tengah ia sendoki susu sapi. Bayi itu juga tengah menatapnya, bibir kecilnya bergerak rakus meminum setetes demi setetes susu yang Yoongi suapi. Yoongi sangat mencintai bagaimana mata gerhana sang bayi menatapnya. Rasanya ia dapat melihat dunia dan melihat bagaiamana rasanya ketentraman hanya dengan menatap mata bayi itu.

Yoongi tersenyum, senyum yang selama ratusan tahun tak pernah hadir dalam wajahnya, kini hanya ia tunjukkan seorang pada bayi di depannya. Susunya telah di minum habis oleh si bayi. Setelah mengelap dengan lembut bibir bayi, Yoongi bergerak menggendong bayi. Yoongi tahu, itu anugerah si bayi, jika saja saat itu bayi ini memiliki aroma dan menangis, mungkin bayi ini telah mati. Pilihan terbaik orang tuanya meninggalkan bayi di rumah sendirian. Yoongi sudah mendengar bagaimana si bayi menangis, terdengar menggemaskan sekaligus merdu. Yoongi menyukai tangisan bayi.

Namun ia masih tak tahu, kenapa saat itu ia tak jadi menggigit bayi. Seharusnya, dalam keadaan seperti itu, dia membutuhkan darah, namun setelah mengecup leher si bayi, Yoongi justru tersenyum, tersenyum untuk pertama kalinya dan kembali menedekap si bayi. Dengan sisa tenaga dan hampir mati, Yoongi membawa bayi dalam gendongannya, melaju menuju mansionnya.

Bayi itu tersenyum, jemari kecilnya menyentuh pipi kurus nan dingin milik Yoongi. Dia tertawa, suaranya begitu menggemaskan. Seakan menyukai sosok vampir yang seharusnya menakutkan baginya.

Min Yoongi, vampir murni kalangan bangsawan , memiliki tubuh kurus, berambut hitam, kulitnya putih pucat, bola matanya hitam dengan garis lingkar merah, dan akan memerah penuh jika terjadi sesuatu. Vampir dingin, tak suka dunia luar, bukan, bukan karena ia di jauhi, melainkan ia yang menjauhi. Hidupnya hanyalah untuk menjaga mansion satu-satunya milikinya.

Mata hitam berlingkar merah itu memerhatikan ruangan yang ia ubah menjadi kamar rahasia si bayi. Kamar yang ratusan tahun tak ia jamah, kamar tersembunyi yang hanya Min Yoongi lah yang bisa masuk. Dindingnya berwarna putih, memiliki ranjang besar dan ranjang kecil. Yoongi meletakkan beberapa bunga, hingga wanginya mengisi seluruh ruangan.

Yoongi mengelap lembut pipi putih si bayi, tak menyangka jika ia sudah bersama bayi manusia selama dua bulan lamanya. Banyak perubahan terjadi padanya, hanya di depan bayi manusia itu Min Yoongi mau tersenyum. Hanya di depan si bayi manusia Min Yoongi mau bersenandung. Hanya di depan bayi manusia Min Yoongi merasa begitu lemah. Dan di depan si bayi itu, Yoongi merasa tak ingin menjadi vampir dan meminum darah manusia.

Dan satu yang ingin Yoongi tahu, bagaimana ia menamai si Bayi.

.

.

.

"Sudah jelas mereka menuduh kaum kita. Perang kemarin sama sekali tak membuahkan hasil. Justru beberapa prajurit vampir kita mati." Pria bertubuh tinggi yang duduk pada tingkat kursi tertinggi itu menyatukan jari-jarinya. Wajahnya masih nampak serius sekaligus tegang.

Berbeda dengan Min Yoongi yang duduk pada sisi selatan. Dia hanya diam, memainkan jempol dan jari telunjuknya. Membiarkan beberapa kaum vampir dom menatapnya dengan pandangan nakal dan kaum vampir sub yang menatapnya dengan raut tak suka. Ini menjadi hal biasa baginya jika berkumpul di Black Ground.

"Untuk kau Min Yoongi. Berhati-hati lah. Karena kau sendirian di dalam mansionmu."

"Ada savarusku."

"Tidak menjamin." Sehun angkat bicara, matanya lurus menatap Yoongi.

"Akan kuusahakan untuk terus waspada."

Perkumpulan kali ini lebih lama dari sebelumnya. Karena mereka tengah merundingkan bagaimana menjaga teritorial mereka jika sewaktu-waktu demons dan mutan menyerang mereka. Kim Junmyeon terus memimpin pertemuan, High Vampir Barat itu tak henti-hentinya memberikan petuah tentang bagaimana demons bisa kembali menyerang dan membuktikan bahwa kaum vampir tak ada sangkut pautnya dengan puteri Raja Demons.

Baru kali ini Min Yoongi tak fokus pada pertemuan. Di dalam pikirannya hanyalah bayi yang tengah tertidur. Berharap bayi manusia itu tidak segera bangun sebelum ia datang. Sekuat tenaga Min Yoongi tidak menyeringai saat ini saat memikirkan bayi manusia dalam kamar putihnya.

Pertemuan selesai saat matahari mulai menampakkan sinarnya. Junwoo segera mendatangi Yoongi sebelum Tuannya itu di cegat oleh beberapa vampir dom yang tertarik pada Yoongi. Saat menaiki kereta kudanya, Min Yoongi mengintip matahari dari keretanya. Kenapa semenjak kehadiran si bayi, dunia begitu cerah baginya? Kenapa Min Yoongi mulai menyukai matahari saat ia membawa si bayi di bawah sinar matahari pagi? Dan kenapa si bayi begitu cantik saat Min Yoongi meletakkannya di bawah sinar rembulan? Ingat jadi memikirkan sesuatu. Sebuah nama.

.

.

.

"Kau bisa pulang Seungcheol." Seungcheol tersenyum mengangguk, bangkit dari duduknya.

"Baik Yoongi. Tapi ingat tawaranku. Aku bisa menyelamatkanmu. Selamat pagi My Blood. Sampai berjumpa lagi." Seungcheol mengecup punggung tangan Yoongi, tersenyum miring lalu pergi meninggalkan mansion. Matanya sedikit menyipit saat cahaya matahari menyinarinya. Ia segera masuk ke dalam kereta kudanya, menghindari sinar matahari.

"Tuan." Junwoo datang dan menyodorkan segelas darah di dalam gelas berwarna emas. Yoongi menerimanya dan menenggaknya habis, lalu mengelap sudut bibirnya dengan kain. "Anda yakin Tuan? Atau saya panggilkan Raejin?" Yoongi menggeleng.

"Tidak. Ini sudah cukup. Aku akan ke kamar." Yoongi berdiri melangkah, namun di langkah kedua ia berbalik "Junwoo. Kurasa bintang itu terus muncul di samping bulan. Dan menikahi Seungcheol bukanlah jalanku. Kuharap kau bersiap, sebelum mereka datang. Bintang sudah muncul di samping bulan." Junwoo mengangguk patuh. Meletakkan tangan di depan dada kirinya.

"Kau keluar dari lingkaran demons, dan sekarang kau di ujung tebing vampir, itu berat, Jungkook-ie." Yoongi bergumam.

.

.

.

Hmm. saya si ga yakin sama prolog Vampir Yoongi ini :"

oke tak apalah. thankyouuu

HIXTAPE IS COMING. DAYDREAAAAMMM

i'm crying, i'm screamiiinnggg. see ya!