Beloved Enemy

.

.

.

01

.

.

.

^_^ Happy Reading ^_^

.

.

.

Brak!

Tap

Tap

Tap

Terdengar suara pintu di dobrak paksa, kemudian derap kaki beberapa orang memasuki sebuah rumah besar yang terdapat di pinggiran kota Seoul.

Tak berapa lama terdengar keributan.

Seorang gadis kecil terbangun dari tidurnya, dia lalu menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya dan turun dari ranjangnya.

Kaki kecilnya melangkah perlahan mendekati pintu kamarnya, ingin melihat apa yang sedang terjadi. Namun belum sempat tangan mungilnya meraih handle pintu itu, tiba-tiba pintu itu terbuka.

Sosok yang biasa di panggilnya 'eomma' itu masuk dengan tergesa ke dalam kamarnya lalu mengunci pintu kamar itu.

"Eomma!" lirih gadis kecil itu.

Perempuan dewasa itu tak menyahut. Dia bergerak cepat meraih tas ransel yang biasa di gunakan putri kecilnya untuk pergi ke sekolah. Lalu dengan cekatan dia memasukkan beberapa pakaian gadis kecilnya itu dan juga mainan serta sebuah kotak kecil.

Setelah semua beres, dia baru melihat putrinya, lalu berjongkok di depan sang putri sambil menggenggam tangan mungil itu dengan sangat erat.

"Baekhyunie dengarkan eomma! Kau harus pergi dari sini dengan Shin ahjumma."

"Wae?"

"Keadaan rumah kita tidak aman sayang. Nanti kalau semuanya membaik, eomma dan appa akan menyusul kalian."

"Eomma..."

Tok... tok...

Ibu Baekhyun membuka pintu itu sedikit, setelah memastikan yang mengetuk pintu itu adalah orang yang di kenalnya, dia baru membuka sedikit lebar dan menarik tangan orang itu untuk segera masuk ke dalam kamar si kecil.

"Keadaan di luar semakin parah Nyonya. Tuan besar..."

Ibu Baekhyun memberi isyarat pada perempuan itu untuk diam.

"Appa wae?" tanya si kecil Baekhyun.

"Tidak apa-apa sayang. Baekhyunie ingat kata eomma nde."

Ibu Baekhyun memakaikan ransel itu ke punggung Baekhyun, lalu dia mengangkat putrinya dan menyerahkannya untuk di gendong perempuan itu.

"Kau hanya perlu berlari melewati hutan kecil di utara rumah ini. Jangan sekalipun menoleh ataupun kembali apapun yang terjadi. Kau mengerti Shin Si Kyung!"

Perempuan yang di panggil Si Kyung itu mengangguk kuat.

Ibu Baekhyun kembali menggenggam tangan kecil putrinya yang sudah berada dalam gendongan Si Kyung.

"Baekhyunie! Putri kecil eomma yang cantik dan sangat baik, kau harus tahu sayang, sampai kapanpun, eomma dan appa menyayangimu." Perempuan berambut coklat itu menciumi wajah putrinya. Setelah itu, dia mengusap pelan kepala si kecil. Matanya menatap gadis kecilnya yang begitu polos. "Jaga diri kalian." Pesannya sebelum keluar kamar untuk memastikan kondisi di sekitar kamar itu aman.

"Kka!" lirihnya setelah di rasa keadaan di sekitar kamar putrinya aman.

Si Kyung mengangguk, lalu berlari kecil menyusuri lorong gelap lantai dua rumah itu.

"Eomma!" pekik Baekhyun keras. Tangannya terulur ke arah ibunya dari balik punggung Si Kyung.

Tap

Tap

Tap

"Dia disini!" seru bayangan hitam yang baru naik ke lantai dua rumah itu.

Ibu Baekhyun, sekali lagi menoleh pada putrinya yang semakin menjauh darinya. Semua dilakukan demi memastikan bahwa putrinya sudah aman dari jangkauan para penjahat yang merangsek masuk ke dalam rumahnya.

Perempuan itu kemudian memasang posisi siaga saat beberapa orang mulai ikut naik di lantai atas rumahnya itu.

Sepasang matanya terlihat garang menatap gerombolan orang-orang yang sudah mengepungnya. Sebuah pistol kecil ditariknya dari balik punggungnya.

"Suamimu sudah terkapar bersimbah darah di bawah, beberapa anak buahmu juga demikian. Tidakkah kau berpikir untuk menyerah Kim Heechul?" ujar salah satu dari pria-pria yang mengepungnya itu.

Heechul tersenyum sinis.

"Bahkan jika aku mati, aku tak akan menyerahkan diriku padamu bajingan tengik!"

"Cuih! Kau masih sangat sombong. Bereskan dia!" perintah orang itu yang langsung diamini anak buahnya.

Baku hantam terjadi setelah itu. Ibu Baekhyun a.k.a Kim Heechul, harus menghadapi sekitar tujuh orang yang menyerangnya, sementara dia sendirian. Pukulan demi pukulan diterimanya, tendangan dari satu pria ke pria lain tak luput melukai tubuhnya.

Sekuat apapun dia, dia hanya perempuan yang tentu kekuatannya berbeda jauh dengan pria-pria itu.

Di menit ke sepuluh, Heechul tersungkur tak berdaya di lantai.

"Berhenti!" teriak pria tadi. Dia melangkah mendekati Heechul, lalu berjongkok di dekat tubuh lemah itu.

"Kau tak harus mengalami hal ini kalau dari dulu kau memilihku Kim Heechul. Kebahagiaan yang di berikan Youngwoon padamu, aku juga bisa memberikannya untukmu. Hhh... kau memilih jalan yang salah chagiya."

"Uhuk... uhuk... aku sudah memilih yang terbaik untukku Tan Hankyung. Cintamu padaku, tak sebesar yang sering kau katakan padaku. Aku tak pernah menyesali semua keputusanku." Lirih Heechul.

"Kau hampir mati, tak bisakah kau meminta belas kasihan dariku?"

"Aku yang justru merasa kasihan denganmu, hatimu dipenuhi dengan racun Hankyung-ah."

Pria yang di panggil Hankyung oleh Jungsoo, berdiri lalu berbalik. "Habisi dia!" perintahnya pada anak buahnya.

Perintah itu disambut patuh oleh anak buahnya, moncong pistol kecil milik anak buahnya teracung ke arah Heechul, tak berapa lama pelatuk di tarik perlahan dan...

Door!

Si Kyung yang tengah berlari sambil menggendong Baekhyun menghentikan langkahnya saat telinganya mendengar bunyi tembakan. Nyonya besarnya, sudah menyusul Tuan besarnya ke alam lain. Gadis kecil dalam pelukannya kini sebatang kara.

"Ahjumma! Itu suara apa?"

Si Kyung mengusak punggung kecil Baekhyun. "Bukan apa-apa sayang."

"Eomma dan appa baik-baik saja 'kan?"

"Hmm."

Si Kyung ingin berbalik dan kembali ke dalam Mansion itu, melihat apa yang sebenarnya terjadi. Tapi pesan dari nyonya besarnya membuatnya harus melanjutkan pelariannya.

Perempuan berusia di awal empat puluh tahun itu kembali berlari. Sedikit lagi, sedikit lagi dia akan sampai di tempat yang di maksud Heechul tadi. Setelah melewati hutan, dia akan membuka lembaran hidup baru dengan nona mudanya itu. Tapi...

Langkahnya harus terhenti ketika dia hampir mencapai hutan kecil di utara Mansion Byun.

Seorang pria tinggi berdiri di depannya, sorot matanya terlihat datar. Pria itu tak sendiri, ada beberapa sosok tinggi besar yang berdiri di sekitar pria itu.

"Tuan muda!" lirih Si Kyung. Dia tahu siapa pria itu, beberapa kali pria itu pernah berkunjung ke Mansion. Sosoknya di kenal sebagai tangan kanan Tan Hankyung, dia orang yang paling disayangi Hankyung, karena dia adalah putra dari sepupu kesayangan pria China berhati batu itu. Si Kyung tahu hal itu dari Heechul.

Pria itu tak bicara, dia melangkah maju lalu dengan kasar merebut Baekhyun dari gendongan Si Kyung.

"Tuan muda!" pekik Si Kyung, dia hendak merebut Baekhyun kembali, tapi langkahnya di cegah oleh anak buah pria itu.

"Ahjussi siapa? Lepaskan aku!" Baekhyun meronta dalam gendongan pria itu.

"Bereskan dia!" perintah pria itu yang langsung diangguki anak buahnya.

"Ahjumma! Ahjumma! Jangan tinggalkan Baekkie! Iiiiiihhhh! Lepaskan!" Baekhyun memukul keras dada pria itu.

"Tuan muda! Tuan muda! Saya mohon, jangan sakiti dia. Anda boleh membunuh saya, tapi jangan lakukan apapun padanya, dia tak bersalah!" seru Si Kyung.

"Andwae! Ahjumma! Jangan pergi. Baekkie ikuuuuuttttt!" teriak Baekhyun sembari meronta. Gadis kecil itu kembali memukuli dada pria itu, namun hal itu tak membuat pria itu bergeming.

"Naeppeun!" pekik Baekhyun sambil memukul, mencakar dan kemudian menggigit kuat pundak pria itu, hingga mengalirkan darah.

"Tuan muda!" seru seorang pria yang melihat atasannya terluka.

Tak menghiraukan pekikan dan rontaan Baekhyun juga seruan anak buahnya yang lain. Pria itu membawa Baekhyun masuk ke dalam mobilnya.

"Jalan!" perintahnya dengan suara rendah.

"Nde." Pria lain yang duduk di balik kemudi mengangguk. Tak berapa lama pedal gas diinjaknya dan perlahan mobil itu melaju meninggalkan bagian utara Mansion Byun.

"Andwae! Ahjummaaaaaaaaaa!"

.

.

.

"Agahsi!"

Baekhyun yang mendengar pekikan itu berbalik, lidahnya terjulur sambil kakinya melangkah masuk ke dalam sebuah bis. Setelah itu, tawanya terdengar lepas.

Sementara itu, empat orang yang mengejarnya sejak dari bandara tadi, terlihat putus asa.

"Tuan muda akan menggantung kita kalau tahu hal ini." keluh salah satu dari empat orang itu.

"Apapun yang terjadi, kita harus menghubunginya." Sahut yang lainnya.

"Kalau kau memang berani, kau saja yang melakukannya." Sergah si rambut cepak.

Pria yang sebelumnya mengeluarkan ponselnya, lalu mendial nomor satu dari ponsel layar sentuhnya.

"Ya."

"Jeosonghamnida Tuan Muda. Agashi..."

"Biarkan saja. Aku sendiri yang akan menjemputnya. Kalian kembali ke markas."

"Nde."

Pria berambut klimis itu memasukkan ponselnya ke saku celananya.

"Apa kata Tuan Muda?" tanya pria berambut cepak penasaran.

"Kita kembali ke markas. Tuan muda yang akan menjemput agahsi nanti. Kajja!" ajaknya pada temannya yang lain.

"Tunggu! Apakah tak apa-apa kita kembali ke markas tanpa agashi. Bisa dikatakan, agashi adalah harta yang paling berharga milik Tuan muda, kalau sampai terjadi sesuatu dengannya di luar sana, kita bisa berakhir di ujung pistol."

"Lebih berbahaya mana, mendengar ocehanmu atau menjalankan apa yang di perintahkan Tuan muda. Dia tak sebodoh kita, dia tahu apa yang harus dia lakukan untuk mengawasi hartanya itu. Jadi lebih baik kita kembali sekarang!"

"Ayo!"

Sementara itu

Di salah satu gedung pencakar langit di Seoul, seorang pria dengan setelan jas hitam serta kemeja putihnya terlihat tersenyum kecil menatap layar monitor di depannya.

"Kau masih seperti biasanya, nakal dan sulit diatur." Lirihnya.

"Tuan muda! Anda sudah di tunggu di ruang meeting." Ujar seorang pria yang berpakaian tak kalah rapi dari pria sebelumnya, dari name tag yang dipakainya, dia memiliki nama Kim Jae Ha. Dia adalah salah satu sekretaris pria yang masih duduk di tempatnya itu.

"Hmm. Kosongkan jadwalku setelah meeting ini. Atau kalau memang ada hal penting yang harus ku lakukan setelah ini, minta Donghae ahjussi untuk menggantikannya."

"Nde."

Pria berambut ikal yang sejak tadi duduk itu berdiri dari duduknya, merapikan jasnya dan kemudian melangkah keluar dari ruangannya. Namun sebelum pintu ruangannya terbuka, dia kembali memberi pesan pada Jae Ha.

"Minta Jongdae menyiapkan mobil untukku."

"Nde."

Sedangkan di tempat lain.

Baekhyun terlihat menikmati hari kebebasannya, tanpa pengawalan ketat tentunya. Ini hari pertamanya menginjak kembali tanah kelahirannya setelah sebelas tahun berlalu.

Hmm...

Selama sebelas tahun ini, dia tinggal di Perancis. Sekolah dan tentu saja bergaul dengan orang sana. Tapi itu pun terbatas. Seseorang yang di sebutnya 'Ahjussi' selalu membatasi ruang geraknya. Dia tak dibiarkan kemana-mana sendirian, paling tidak harus ada dua pengawal yang menjaganya.

Tindakan itu dirasa berlebihan, tak jarang dia protes namun setiap kali ahjussi kesayangannya itu menjelaskan maksud dan tujuan kenapa harus ada orang yang mengawalnya, dia hanya bisa diam dan mengangguk patuh.

Baekhyun sering melarikan diri dari pengawalnya, tapi ahjussinya selalu bisa menemukan dimana dia berada.

Pernah dia bertanya, apa semua orang di dunia ini mata-mata ahjussinya itu? Si tinggi yang kalau kesal Baekhyun sering meneriakinya tiang listrik itu hanya tertawa lalu menjawab dengan ringan 'kalau iya, kau mau apa?'.

Pria itu, ahjussinya itu, benar-benar sangat menyebalkan. Pun demikian, Baekhyun sangat mencintainya.

Baekhyun melangkah masuk ke dalam toko sepatu. Melihat dengan seksama beberapa sepatu, lalu tak berapa lama meminta beberapa sepatu sesuai dengan ukuran kakinya untuk di coba.

Gadis bertubuh ramping itu terlihat bergaya di depan cermin, melihat pantas atau tidaknya dia memakai sepatu itu.

Butuh sekitar satu jam untuk gadis itu memilih sepatu yang akan di belinya. Total ada sekitar lima pasang sepatu yang di belinya.

"Bisa dikirim ke rumah?" tanya Baekhyun.

"Tentu saja Nona. Toko kami melayani antar barang sampai ke alamat tujuan." Sahut petugas jaga toko itu.

"Kirimkan ke alamat ini dan ini untuk pembayarannya." Baekhyun mengeluarkan sebuah kartu nama untuk alamat penerima barangnya nanti, lalu dia juga mengeluarkan black cardnya yang tentu saja tak memiliki batas limitnya.

Petugas itu menatap Baekhyun, lalu menatap black card yang di sodorkan Baekhyun padanya, bergantian.

"Kenapa?"

"Aniya." Balas petugas itu sambil menggeleng, dia dengan cepat memproses pembayaran sepatu yang di beli Baekhyun.

Petugas itu mungkin tak menyangka, Baekhyun yang hari ini hanya memakai kaos berlengan pendek berwarna putih dan celana jeans robek-robek hingga sebatas paha, yang terlihat seperti orang biasa saja, ternyata memiliki black card yang di Korea ini hanya di miliki oleh orang dari golongan atas saja.

"Terimakasih atas kunjungannya Nona." Ujar petugas itu sambil menyerahkan bukti pembayaran serta black card itu pada Baekhyun.

"Ehm. Sore ini harus sudah sampai ke alamat itu ya. Bye!"

Baekhyun melangkah keluar dari toko itu. Dia melanjutkan perjalanan belanjanya ke sebuah toko pakaian. Beberapa potong pakaian di borongnya, dan seperti di toko sebelumnya, dia minta barangnya di kirim langsung ke Mansion milik ahjussinya, pembayarannya masih dengan black card tentunya.

Setelah dari toko pakaian, dia menuju toko tas. Tak jauh beda dengan sebelumnya, total ada sekitar empat tas yang di belinya, yang harus di kirim ke alamat yang sama dengan sebelumnya dan pembayarannya tentu dengan kartu berwarna hitam berukuran kecil yang membuat siapapun yang melihatnya ingin memilikinya juga.

Baekhyun, membuat iri semua orang yang kebetulan belanja bersamaan dengannya.

"Kenapa kalian melihatku seperti itu?" tanya Baekhyun sebelum keluar dari toko tas itu.

Beberapa orang yang melihat Baekhyun dengan tatapan curiganya menggeleng perlahan.

Baekhyun mendengus pelan sebelum keluar dari toko tas itu.

Sekarang dia merasa lapar. Matanya yang terlihat cantik karena bingkai eyeshadow berwarna burgundy dan juga eyeliner berwarna coklat itu berpendar menatap ke sekeliling tempat itu. Senyumnya merekah lebar saat menemukan satu restoran.

Dengan riang, Baekhyun melangkah ke restoran itu. Dia masuk lalu duduk di salah satu tempat duduk di dekat jendela.

Tak berapa seorang pelayang mendekatinya, menanyakan menu apa yang di pesannya.

Setelah sekitar lima menit memilih, Baekhyun memutuskan makan samgyetang. Lidahnya sepertinya merindukan masakan Korea.

"Minumnya?" tanya pelayan itu.

"Air putih saja." Sahut Baekhyun. Pelayan itu mengangguk.

"Baik. Tunggu sebentar nona." Baekhyun mengangguk-angguk.

Setelah makan, apalagi yang akan dia lakukan? Dia belum ingin kembali ke Mansion. Karena apa? Karena dia tahu, setelah masuk ke Mansion milik ahjussinya, akan sulit baginya keluar sendiri tanpa pengawalan ketat.

Huft!

.

.

.

"Dia masih di dalam?" tanya seorang pria pada pria lainnya yang baru saja menghampirinya.

"Iya. Filmnya selesai sekitar sepuluh menit lagi." Sahut pria itu.

"Baiklah. Kau boleh pergi. Katakan pada mereka yang di luar sana, mereka juga boleh pergi."

"Baik. Saya permisi Tuan muda." Pamit pria itu. Yang di panggil Tuan muda hanya mengangguk kecil.

Pria tinggi yang sore ini memakai kaos polo serta jaket yang di padu dengan celana jeans robek di bagian lutut dan juga sepatu sneaker putih itu, terlihat tampan.

Atributnya sebagai Tuan muda, pemilik saham dari puluhan perusahaan dan juga pemilik Mansion besar di selatan Seoul, dilepasnya hanya demi menjemput seorang perempuan yang usianya terpaut tiga belas tahun dengannya, Park Baekhyun.

Katakan pria itu sangat kuat dan tangguh bila berhadapan dengan musuh-musuhnya, namun bila di hadapkan pada sosok mungil itu, sikapnya pasti melunak.

Setelah menunggu sekitar sepuluh menit, pintu studio dua terbuka. Beberapa orang keluar dari sana, tak terkecuali sosok gadis yang di tunggunya.

Segaris senyum tergambar di bibir pria itu saat melihat gadis itu keluar dari ruangan itu.

"Sudah waktunya pulang Baekhyunie." Suara rendahnya mengejutkan Baekhyun yang baru beberapa langkah keluar dari dalam studio dua gedung bioskop itu.

"Ahjussi!" pekik Baekhyun sedikit kesal. Ayolah! Dia belum puas jalan-jalan, pria itu merusak daftar tempat yang ingin di kunjunginya setelah dari gedung bioskop ini.

Pria itu menawarkan tangannya untuk di raih Baekhyun.

Logikanya, bila kita sedang kesal dengan seseorang, tentu kita tak ingin menerima apapun dari orang tersebut bukan. Tapi lain halnya dengan Baekhyun, dia memang kesal dengan sosok tinggi itu, tapi ketika tangan pria itu terulur, dia tetap menyambutnya hangat. Dan lihatnya, senyumnya merekah lebar setelah itu.

Tak hanya menggenggam tangan pria itu, Baekhyun bahkan mengamit manja lengan kekar pria itu.

"Aku masih ingin jalan-jalan." Rengek Baekhyun manja.

"Ini kita sedang jalan." Jawab pria itu.

"Iya. Tapi begitu keluar gedung, deretan mobil sudah menjemput kita."

"Tidak. Khusus untuk malam ini, kita akan jalan kaki, lalu naik bis dan kalau kau lelah aku akan menggendongmu."

"Jinjja!" mata Baekhyun berbinar bahagia.

Pria itu mengangguk-angguk. Baekhyun bersorak bahagia, tangannya terangkat keatas, lalu dengan tak tahu malu di berjoget-joget dihadapan pria itu.

"Yeeeaaaayyyy!" pekiknya bahagia.

Pria itu hanya melihat, tak merasa malu sama sekali dengan tindakan Baekhyun. Menurutnya, si mungil tampak semakin menggemaskan dengan tingkahnya itu.

"Kajja!" Baekhyun kembali mengamit lengan pria itu. Keduanya kemudian melangkah menyusuri sepanjang trotoar di salah satu jalanan kota Seoul.

"Kenapa kau pulang?" tanya pria itu kemudian, setelah mereka berjalan cukup jauh.

"Park Chanyeol-ssi! Apakah kau tak suka melihat gadismu ini kembali ke negaranya sendiri?"

Bukannya menjawab, Baekhyun justru balik bertanya pada pria itu, yang di panggilnya Park Chanyeol, dengan gayanya yang lucu. Dia melepaskan tangannya dari lengan Chanyeol, lalu berdiri di depan Chanyeol sembari berkacak pinggang dan badan sedikit di condongkan ke depan.

"Senang. Apalagi kalau kau kembali ke Perancis besok."

"Ck!" Baekhyun menghentikan langkahnya, setelah berdecak sebal, mulutnya terpout sempurna.

Chanyeol menatap Baekhyun. "Aku lebih khawatir kalau kau ada disini Baekhyunie."

"Wae? Kau memiliki anak buah banyak, aku tentu lebih aman tinggal di dekatmu."

"Tak sesederhana itu sayang. Kau sangat tahu bagaimana kehidupanku berjalan bukan. Banyak musuh yang tak hanya mengintaiku. Sejauh ini aku bisa menyembunyikanmu, kau jauh lebih aman disana. Jadi..."

"Aku merindukan ahjussi." Putus Baekhyun tanpa peduli kelanjutan dari apa yang akan dilontarkan Chanyeol padanya.

Chanyeol tersenyum menggoda. "Aku sudah memberikan kebebasanmu hari ini, imbalannya apa untukku?"

"Semua yang ahjussi inginkan."

"Kau yakin?"

Baekhyun mengangguk kuat. Chanyeol mengusak sayang kepala perempuan yang usianya terpaut lebih dari tiga belas tahun dengannya itu.

"Kita pulang!" ajak Chanyeol yang diangguki Baekhyun.

Seperti yang dijanjikan Chanyeol, khusus untuk malam ini, mereka pulang dengan naik bis. Tanpa pengawalan ketat dari anak buah pria tinggi itu.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih satu jam. Mereka akhirnya turun di salah satu halte yang lokasinya lumayan dekat dengan Mansion mewah milik Chanyeol.

"Kau lelah?" tanya Chanyeol. Baekhyun mengangguk.

Chanyeol sekali lagi tersenyum kecil, dia kemudian duduk berjongkok di depan Baekhyun.

"Naiklah! Aku akan menggendongmu."

Baekhyun tersenyum lebar, terlihat sekali kalau saat ini dia begitu bahagia menyambut tawaran Chanyeol.

Tak perlu di perintah dua kali, Baekhyun langsung naik ke atas punggung Chanyeol. Seperti biasanya, punggung itu terasa nyaman untuk dijadikannya sandaran.

"Kajja!" pekik Baekhyun senang.

Chanyeol mulai melangkah meninggalkan halte.

"Ahjussi!"

"Ehm."

"Eomma... apa dia orang yang baik?"

"Tentu saja."

"Sebaik halmeonie?"

"Ya."

"Sebaik ahjusii juga?"

Chanyeol menghentikan langkahnya. Dia melirik Baekhyun yang tengah menelengkan kepalanya, menunggu jawabannya.

"Nde."

"Ahjussi!"

"Ehm."

"Saranghae!"

Chanyeol memalingkan kepalanya ke samping. Matanya menatap Baekhyun yang juga tengah menatapnya. Tak lama kemudian, bibir mereka saling bertemu, saling melumat dengan sangat lembut.

"Nado saranghae."

.

.

.

"Aaaaaahhhhhh!"

Tubuh mungil Baekhyun yang sudah telanjang di atas ranjang sedikit terpelanting saat merasakan bagian bawah tubuhnya, di lumat habis oleh pria yang sering di panggilnya ahjussi itu.

Park Chanyeol, bibirnya tengah bekerja keras di bagian bawah tubuh gadis yang selalu berhasil mengubah setiap keputusannya, Park Baekhyun.

"Ahjussihhhhhh!" seru Baekhyun tak tahan. Dia sudah berusaha mendorong Chanyeol dari bawah tubuhnya, tapi selalu gagal. Chanyeol selalu memiliki cara untuk membungkam protesannya. Mengganti setiap protesannya menjadi desah nikmat yang hanya pria itu yang mampu memberikan padanya.

Dan sekali lagi, Baekhyun harus menjerit ketika bibir pria yang sangat dicintainya mencium kuat miliknya. Setelah itu, pria berambut ikal itu naik ke atas. Menatapnya dengan sepasang mata lebarnya.

"Eeeeemmmmhhhhh!" desahan Baekhyun kembali lolos saat benda tumpul milik pria itu menghujam miliknya, pelan tapi terus mendesak masuk hingga amblas tak terlihat.

"Aku mencintaimu sayang, sangat mencintaimu."

"Ehm. Nado saranghae ahjussi." Balas Baekhyun sembari mengalungkan lengannya di bahu Chanyeol.

Mereka saling menatap kemudian, lalu bibir mereka kembali bertaut dalam kelembutan. Bergerak seirama dengan gerakan bagian bawah tubuh mereka.

Baik Chanyeol maupun Baekhyun, terlihat sangat menikmati penyatuan tubuh mereka itu. Pria berambut ikal itu, yang bergerak diatas tubuh Baekhyun, tak hanya menciumi bibir tipis yang sudah diklaim sebagai miliknya sejak Baekhyun tumbuh menjadi sosok remaja yang cantik. Bibir Chanyeol tak puas hanya mencumbu bibir Baekhyun, dia juga mencumbu leher lalu berpindah ke dada, membuat Baekhyun mau tak mau mengeluarkan desahan halusnya.

"Ahjussihhhhh!" pekik Baekhyun tak tahan, saat Chanyeol menggigit dadanya yang dia yakini pasti meninggalkan bekas disana. Kedua tangannya meremas kuat punggung belakang pria yang selalu menghujaninya dengan cinta, kasih sayang dan juga segala kemewahannya.

"Eeeehhmmmm!" desah Chanyeol saat menampah kecepatan dorongannya atas milik Baekhyun. Tak berapa lama, gerakannya semakin cepat.

Hal itu tentu saja membuat Baekhyun tak berhenti mendesah. Tubuh kecil Baekhyun semakin terlihat tersentak, berulang kali, hingga dia bingung mencari pegangan.

"Aaaaaahhhhh... aaaaahhhhh... aaaaahhhhh..."

"Eeeemmmhhh... eeeemmmmhhhh..."

"Ahjussihhhhh... aaaaahhhhh!"

"Aaaaaggghhhhh!"

Tubuh keduanya menegang, sebelum kemudian lahar panas Chanyeol menyembur kuat, membasahi dinding rahim Baekhyun bahkan hingga tumpah keluar. Sama halnya seperti yang dirasakan Baekhyun, sesuatu dalam tubuhnya juga ikut mendesak keluar.

Chanyeol menyelipkan salah satu lengannya di bawah leher Baekhyun, kemudian bibirnya mengecup kuat pipi Baekhyun. Gadis itu, memejamkan matanya, menikmati setiap hal yang dilakukan Chanyeol atas dirinya.

Tak berapa lama kemudian, tubuh Chanyeol berpindah ke samping, lalu memeluk si mungil dari belakang.

"Ahjussi!"

"Ehm."

"Kalau aku hamil, kau akan bahagia?"

"Tentu saja. Aku ingin memiliki banyak anak denganmu."

"Berapa?"

"Lima."

"Ya!"

Chanyeol sedikit mengangkat tubuhnya, kepalanya sedikit di majukan ke depan, sedangkan Baekhyun, dari posisi miringnya, dia menoleh ke belakang, menatap kesal Chanyeol.

"Aku mencintaimu." Bisik Chanyeol sebelum kembali meraup bibir tipis kekasih hatinya itu.

Dan sepertinya, malam ini akan mereka lewati tanpa tidur, karena Chanyeol masih ingin mendengar bibir gadisnya itu mendesah untuknya.

"Eeeemmmhhhhhh!"

Sementara itu di tempat yang cukup jauh dari Mansion milik Chanyeol...

Sosok pria paruhbaya tengah berdiri di dekat jendela ruang kerjanya. Pandangannya dia lempar keluar, di kegelapan malam yang menyelimuti kediamannya.

"Bagaimana?" tanyanya pada anak buahnya yang berdiri tak jauh darinya.

"Kami sudah memeriksa semua tempat, mulai dari dinas kependudukan, rumah sakit di sekitar kediaman mereka juga, tapi tak ada kelahiran atas nama mereka sebagai orangtua."

"TIDAK MUNGKIN!" seru pria tua itu keras. "Aku melihat sendiri, Heechul pernah keluar dengan membawa seorang anak kecil, anak itu tak mungkin anak orang lain." Pria itu berbalik, di antara minimnya penerangan di ruangan itu, sangat jelas terlihat matanya kini tengah melotot tajam pada orang kepercayaannya itu.

"Saya sudah menanyai semua orang yang mengenal mereka, tapi mereka semua mengatakan tak pernah melihat Ny. Kim hamil bahkan melahirkan."

"Aku akan menemukannya. Darah terakhir dari pasangan bangsat itu, aku harus menemukannya dan membinasakannya!" teriak sosok itu penuh amarah.

.

.

.

"Larry... Larry...!"

Seekor anjing jenis siberian husky berlari dengan cepat menghampiri Baekhyun yang baru turun dari lantai dua mansion mewah itu.

Seolah mengerti, anjing dengan bulu lebat berwarna abu-abu putih itu mengusak-usakkan kepalanya di kaki majikannya.

"Omo! Kau sudah sebesar ini?" Baekhyun mengelus pelan leher anjingnya itu. Anjing itu hadiah dari Chanyeol saat dia berulang tahun yang ke tujuh belas. Mereka tak pernah bertemu, hanya sesekali saat melakukan video call Chanyeol mengenalkan Larry padanya. Dan hebatnya, meski tak pernah bertemu, Larry sepertinya sangat tahu kalau Baekhyun adalah majikannya.

"Kau sudah makan?" tanya Baekhyun yang di balas Larry dengan gonggongan keras. Baekhyun kembali membelai leher anjing yang ukurannya lumayan besar itu. Dia kemudian menciumi pipi Larry. "Neomu bogoshippo Larry-ya." Ujarnya sembari mengelus sayang punggung anjingnya itu.

"Agashi! Sarapan untuk anda sudah siap di meja." Seorang perempuan yang usianya sudah kepala lima sepertinya, datang menghampiri Baekhyun.

"Ahjussi eodi?" tanya Baekhyun sembari menatap perempuan yang dikenalnya dengan panggilan Kwon ahjumma itu.

"Tuan muda berangkat ke Jepang sekitar satu jam yang lalu."

"Ada pesan untukku?"

"Anda di minta sarapan begitu bangun tidur. Tuan sendiri yang membuatkan sarapan itu untuk anda."

"Jeongmal?"

Kwon ahjumma mengangguk pelan.

"Ada lagi? Larry kajja!" Baekhyun menggiring Larry untuk mengikutinya.

"Ada beberapa brosur dari berbagai universitas di meja. Anda di minta untuk memilih salah satunya."

Baekhyun mendengus sebal. Chanyeol selalu berhasil membuatnya kesal.

Dia kembali ke Korea bukan dengan tujuan melanjutkan pendidikannya. Dia hanya ingin berada dekat dengan pria itu, melakukan kegiatan ataupun bekerja di tempat dimana dia bisa setiap saat melihat Chanyeol, tapi...

Chanyeol tak pernah membiarkan dia mengambil keputusannya sendiri.

Baekhyun menghempaskan dirinya dengan cukup kesal diatas kursi meja makan. Menu yang di buatkan Chanyeol untuk sarapannya memang tak banyak tapi bagi Baekhyun itu sangat istimewa. Garis bawahi, hanya Baekhyun yang membuat Chanyeol rela berada di dapur untuk membuat sandwich. Simple cook tapi meski begitu Baekhyun sangat menyukai sandwich buatan Chanyeol.

"Hari ini aku ingin ke makam Halmeonie. Setelah itu baru ke universitas untuk mendaftar." Ujar Baekhyun sembari menikmati sandwichnya.

"Baik. Saya akan memberitahu Jongdae-ssi."

"Katakan padanya, aku tak ingin di kawal banyak orang. Cukup tiga sampai lima orang."

"Nde agashi!"

.

.

.

Baekhyun terlihat khusyuk berdoa di hadapan patung budha di sebuah kuil yang terdapat di lereng Mount Chiseosan.

Beberapa kali dia terlihat berdiri, lalu duduk dan bersujud sambil membuka kedua tangannya ke atas. Bibir tipisnya tak henti merapalkan doa, untuk seseorang yang Chanyeol kenalkan padanya sebagai neneknya.

Meski tak pernah bertemu, Baekhyun memiliki perasaan sayang yang cukup besar untuk perempuan yang diakui Chanyeol sebagai ibunya itu.

Setelah sekitar setengah jam berada di dalam kuil itu, Baekhyun kemudian keluar. Di berjalan ke arah selatan dari bangunan kuil itu.

Sebelas tahun yang lalu, tempat ini sering di kunjunginya. Chanyeol sering membawanya ke tempat ini untuk mengunjungi tempat peristiratan terakhir neneknya itu.

Baekhyun melangkah riang sambil membawa satu buket bunga mawar putih yang menjadi bunga favorit neneknya itu.

Begitu kakinya menjejak ke salah satu gundukan tanah yang menjadi tempat peristirahatan terakhir perempuan yang melahirkan Chanyeol itu, Baekhyun meletakkan buket bunga itu di depan altar pemujaan. Setelah itu dengan di bantu Kwon ahjumma, dia meletakkan beberapa buah-buahan yang di tata di atas piring disana. Tak lupa, Baekhyun juga membakar dupa untuk mendiang perempuan yang dia yakini sebagai neneknya itu.

"Halmeonie! Apa kau merindukanku? Ehm... melihat tempatmu yang seperti ini, aku rasa ahjussi sangat jarang mengunjungimu." Baekhyun mencabuti rumput-rumput yang mulai tumbuh liar disana, dia juga menyapu tempat itu hingga tempat itu terlihat lebih baik dari sebelumnya.

"Aku akan tinggal disini setelah ini halmeonie. Kau tak perlu khawatir, mulai sekarang aku akan lebih sering mengunjungimu. Hmm... aku membuatkan halmeonie sebuah syal, nanti malam aku akan membakarnya untukmu. Oh ya! Terimakasih sudah melahirkan sosok hebat seperti ahjussi. Dia sangat baik padaku, dia juga menyayangiku dengan sangat besar." Baekhyun tersenyum kecil. Berbicara seperti ini, entah mengapa menghadirkan sebuah perasaan lain. Ada rindu yang dirasakannya, rindu pada seseorang yang dia sendiri tak pernah tahu siapa.

Baekhyun cukup lama berdiri di depan makam ibu dari Chanyeol itu. Tatapannya tiba-tiba kosong, seperti hatinya saat ini.

Dia merasa ada janggal dalam hidupnya. Sama halnya seperti Chanyeol, bukankah seharusnya dia juga memiliki orang tua? Sejauh ini, yang dia tahu orangtuanya sudah meninggal. Itu jawaban yang sering dia terima dari Chanyeol saat dia bertanya. Tapi setiap kali dia bertanya dimana makam kedua orangtuanya, Chanyeol lebih memilih menghindar untuk menjawab. Atau kalaupun menjawab, Chanyeol tak memberinya jawaban pasti. Pria itu hanya mengatakan orangtuanya sudah meninggal dan makam keduanya jauh dan Baekhyun tak perlu tahu dimana letak makam kedua orangtuanya itu. Dan setiap kali dia menangis mendengar jawaban itu, Chanyeol selalu memiliki cara tersendiri agar dia diam dan menerima jawaban itu. Ehm... betapa gampangnya dia luluh untuk seorang Park Chanyeol.

Tak hanya pada Chanyeol, Baekhyun juga pernah menanyakan hal yang sama pada Kwon ahjumma dan juga Jongdae, keduanya memiliki jawaban yang berbeda. Kalau Kwon ahjumma menjawab tidak tahu dan Jongdae dengan tegas menjawab kalau jawabannya sama dengan jawaban yang diberikan Chanyeol. Haish!

"Agashi!"

Baekhyun menoleh pada Kwon ahjumma.

"Jongdae-ssi meminta kita untuk segera pergi dari sini."

"Wae?"

Kwon ahjumma tak menjawab pertanyaan Baekhyun, perempuan dewasa yang usianya tak lebih tua tujuh tahun dari Chanyeol itu menggandeng lengan Baekhyun dan memaksa gadis itu melangkah mengikutinya.

"Ahjumma waeeeee?" tanya Baekhyun yang cukup heran dengan sikap asisten rumah tangga yang menemaninya sejak dia kecil itu.

Kwon ahjumma tak menjawab, dia terus menarik Baekhyun pergi dari tempat itu. Disamping dan belakang Baekhyun ada guard yang menutupi tubuh kecil Baekhyun.

Setelah beberapa saat, mereka sampai ke tempat parkir. Jongdae sudah membukakan pintu mobil untuk Baekhyun.

Gadis itu menepis pegangan Kwon ahjumma pada lengannya. Mata kecilnya menatap Jongdae dan perempuan itu dengan tatapan marah.

"Aku akan mengatakan hal ini pada ahjussi. Lihat saja nanti!" ujarnya marah sambil masuk ke dalam mobilnya.

Setelah Baekhyun masuk, yang lainnya juga ikut masuk dan dua mobil itu meninggalkan halaman kuil itu dengan laju mobil cukup cepat.

Sementara itu di area makam Park Jungsoo.

Seorang pria beruban dan beberapa pria berpakaian hitam terlihat berdiri disana. Menatap dengan heran gundukan tanah milik saudaranya yang terlihat bersih dan ada beberapa jenis buah dan makanan serta satu buket bunga kesukaan perempuan yang jasadnya tersimpan di bawah tanah itu.

"Kau tahu siapa yang baru datang kemari?" tanyanya pada salah satu pria yang berpakaian serba hitam itu.

"Saya akan bertanya pada biksu di kuil itu."

Pria tadi, yang bertanya, mengangkat tangan kanannya ke atas. "Tak perlu. Urus itu nanti saja. Aku ingin berdoa untuk dia tanpa gangguan apapun."

Tak lama kemudian, pria itu terlihat takzim dalam doanya.

.

.

.

"Jongdae-ssi! Kenapa aku dibawa paksa pergi dari makam halmeoni?" tanya Baekhyun yang masih cukup penasaran dengan insiden yang baru saja di alaminya. Dia masih cukup kesal dengan tindakan Kwon ahjumma dan juga pria yang duduk di bangku samping kemudi mobil yang di tumpanginya.

"Ada sesuatu dan anda tak perlu tahu hal itu."

"Wae?"

Jongdae melirik Baekhyun yang terlihat penasaran menatapnya. Dia hanya diam tanpa mengeluarkan jawaban sama sekali.

Baekhyun mendengus sebal. "Di mansion itu, hanya dua orang yang paling ku benci, ahjussi dan tentu saja anda Jongdae-ssi!" ujar Baekhyun kesal sambil menendang kecil bangku di depannya.

Setelah itu, dia diam sambil matanya menatap pemandangan di luar jendela.

Yang dikatakannya memang benar, di Mansion milik Chanyeol itu, dia memang hanya membenci dua orang saja. Chanyeol dan Jongdae, karena keduanya selalu menyembunyikan sesuatu darinya dan Jongdae selalu mendukung apapun yang menjadi keputusan Chanyeol meskipun hal itu dirasakan merugikannya.

Pun demikian, Baekhyun tak pernah bisa benar-benar membenci keduanya. Bagaimana pun juga, dia sangat tahu dan begitu memahami, apapun yang dilakukan keduanya selalu untuk memberikannya yang terbaik.

Kekesalan yang dirasakan gadis itu, akan segera hilang. Bisa dikatakan, Baekhyun tidak menyimpan dendamnya terlalu lama untuk dua orang itu.

"Silahkan agashi!" Baekhyun menatap Jongdae yang membukakan pintu untuknya dan mempersilahkan dia keluar dari mobil yang di tumpanginya.

Beberapa detik yang lalu, mobil yang dia tumpangi sudah terparkir di depan lobi universitas yang dia pilih untuk melanjutkan pendidikannya.

Baekhyun keluar dari mobil, lalu melangkah masuk ke kampus berlantai tiga itu dengan tiga gedung di area itu.

Dia melangkah menuju ruang administrasi dengan di dampingi Jongdae dan satu pengawal lainnya.

Tak membutuhkan waktu lama, setelah setengah jam, Baekhyun kembali ke dalam mobil.

"Anda ingin kemana setelah ini?" tanya Jongdae sopan.

"Jangan bertanya, kalau pun aku meminta kemana, belum tentu anda akan mengabulkannya. Kita pulang saja, aku ingin bermain dengan Larry." Sahut Baekhyun masih dengan nada kesal.

"Baiklah! Kita pulang!" perintah Jongdae pada sopir yang duduk di sampingnya.

Lihatlah!

Hah!

Baekhyun membuang nafasnya keras. "Aku berdoa semoga perempuan yang akan menjadi istri anda nanti adalah perempuan yang paling sabar diantara perempuan penyabar lainnya Jongdae-ssi."

Jongdae sedikit menoleh pada Baekhyun sebelum menyahut. "Amin."

Baekhyun kembali mendengus sebal. Selanjutnya dia memilih untuk memejamkan matanya, beristirahat sejenak sampai mereka sampai di Mansion nantinya.

Tak ada gunanya bicara dengan Jongdae, karena pria itu tak jauh beda dengan Chanyeol.

Dingin!

.

.

.

TBC

Maaf di psot ulang, tadi ada sedikit kesalahan. Terimakasih sudah diingatkan #bow

Note :

HAI! Aku kembali...

Ada yang merindukanku?

Semoga saja ada.

Sebenarnya, hiatusnya kurang lama ya...

Apalah daya diri ini yang sangat ingin cepat memposting ff ini.

Terimakasih untuk semuanya, atas perhatian kalian terhadap cerita baru ini. Aku harap kalian menyukainya.

Big thanks and big love for you guys 3

.

.

.

^_^ Lord Jonggie ^_^