Owari no Seraph © Takaya Kagami & Yamato Yamamoto

.

[Pengarang tidak mencari/mendapatkan profit atas pengerjaan hasil karya fanfik ini].

.


. : (Kelu) Kidung Pemerhati Luka : .


Sejak kecil ia memang telah ditanamkan iman. Tetapi rupanya itu tidak menjamin ke mana hasratnya akan terbang dan mendarat. Meski demikian, aku tidak pernah mencoba menyalahkan alih-alih menghakimi. Karena wanita dan pria itu sama―sama-sama makhluk Tuhan. Yang berbeda hanya pada jenis kelamin.

Ya, ini mengenai adikku yang mempunyai preferensi penyuka sesama jenis.

.

Kita sama-sama tahu, Tuhan Sang Pemelihara Kehidupan;

tidak pernah berpilih kasih, tidak pernah berpilih kasih

.

Ketekunannya pada agama mulai berkurang ketika pada suatu khotbah, sang pastor menyinggung betapa bahayanya LGBT yang sedang marak diperbincangkan. Matanya memancar terluka mendengar kata-kata, bahwa; 'mereka' teramat bercela, penyakit menular yang dapat merusak generasi bangsa, dan saat mati, Tuhan pun tidak bersudi menerimanya.

Hatinya terhantam sangat telak. Merasa tersinggung bahwa ia yang sebenarnya homoseksual dianggap sebagai sampah masyarakat.

Semenjak itu, ia tidak pernah lagi mengikuti kebaktian. Kakinya melangkah mundur. Melepas dogma-dogma yang memagari. Memotong tali-tali ajaran. Baginya keimanan sekarang bukan lagi tempat yang aman.

.

Sejatinya kau yang tergolong berbeda di antara umat;

enggan merisak balik pada mereka yang mengumpat, pada mereka yang mengumpat.

.

Ia sedikit pun tidak merasa tersesat. Justru ia menganggap ini adalah keterasingan yang nikmat. Begitu yang aku baca pada helai-helai buku hariannya. Pun di mana dari sana aku mengetahui tentang curahan hatinya mengenai ia yang menyukai teman prianya.

Aku tidak melarang. Tidak pula membenarkan. Aku hanya kelu. Dan membiarkan adikku merasa nyaman dengan paham yang ia pegang. Lagi pula, rasa cinta yang ia pelihara sangat tulus dan tidak macam-macam. Rasa yang hanya ia pendam dalam-dalam. Tidak pula ia luapkan berupa nafsu berahi serakah seperti binatang di musim kawin. Perasaan itu sakadar ia jaga. Ia kecap sendiri saja tanpa perlu menerima balasan atau memiliki sebongkah hati yang ia cinta. Jadi, apakah adikku masih layak dikatakan sebagai makhluk terkotor di dunia?

Adikku sama seperti manusia pada umumnya. Ia punya hak untuk menaruh hati, entah pada siapa pun jenisnya.

.

Ke mana pun kau berkiblat, jangan pernah memadamkan pelita

Selalulah berpegang pada cahaya

Sebab terangnya dapat memayungimu dari pekatnya gulita

Sebab kudusnya bisa membasuhmu dari beracunnya dosa

.

Risalah hatinya mulai bermain-main dengan keadaan. Rasa ketidakadilan yang mendera, menangkupnya pada tangis air mata. Dari kejauhan aku melihat ia begitu terluka saat mencoba menyadarkan kebenaran pada Yuu-chan. Baru kali ini pertahanan adikku runtuh dengan mudahnya. Hati yang kokoh sekalipun lama-lama akan menjadi rapuh jika dikikis sedikit demi sedikit dan terus menerus.

"Mika-chan."

Ia menatapku sekilas sambil menyeka air matanya. Lalu ia memalingkan muka. Mengambil langkah gegas, menjauhi padang ilalang. Mengabaikanku.

Pasti setelah ini adikku akan menangis puas-puas di dalam kamar, merutuki ketololannya.

Tidak, adikku. Kau tidak tolol. Kau adalah orang terpemberani yang pernah aku kenal. Karena kau dengan tegarnya sanggup bertahan di tengah-tengah masyarakat yang menggunjing, dan dengan kemelut permasalahan hati yang getir.


END


Fanfik ini adalah sudut pandang lain dari dua fanfik sebelumnya.

Fanfik ini hanya rekaan tanpa ada maksud membela atau menyinggung sesuatu atau apa pun itu.

-Snaw-