"Mulai detik ini, kau adalah seorang RENWICK. Gunakan segala cara untuk mencari tahu rahasia dan kelemahan target demi memenuhi keinginan klien. Jika kau kalah dalam permainan tipu daya ini, maka nyawamu yang akan menjadi jaminannya."
.
.
.
###
ORPHIC
–Prologue–
Main Casts : Park Chanyeol & Byun Baekhyun
Support Casts: Kim Sangjoong, Park Haejin, Oh Sehun, Lee Yeonhee, Go Ahra, Do Kyungsoo, Kang Daniel (Wanna One)
Genre : Romance, Drama, Crime/Action
Rate : M
Warning : Yaoi, Shounen-ai, Boys Love, Boy x Boy
###
.
.
.
Boston, Amerika Serikat, 20 Oktober 2018..
Terhitung setengah jam lamanya bulir-bulir langit membasahi jalanan Boston. Tak ada petir atau gemuruh, hanya beberapa kali sayat kilat dan suara deru milyaran air yang terjatuh. Terang saja suhu yang dihasilkan menusuk sampai ke tulang rusuk, terlebih musim gugur hampir berakhir dan musim dingin tinggal menghitung hari.
Park Chanyeol adalah satu dari sekian banyak yang memutuskan untuk berteduh di dalam café dan memesan americano hangat selagi menunggu hujan reda. Sambil menunggu pesanannya di depan meja kasir, pria bersurai ebony itu mengecek ponselnya yang sedari tadi ia matikan. Terdapat dua pesan dan satu panggilan tak terjawab, semuanya dari orang yang sama—Go Ahra. Isi pesannya menanyakan keberadaan Chanyeol saat ini.
Chanyeol tahu betul sahabatnya itu mengkhawatirkannya, tapi alih-alih menelepon balik, ia hanya membalas singkat pesan itu. Atensinya kemudian bergerak ke sekeliling setelah ponselnya dimasukkan ke dalam saku mantel. Satu siluet yang berjalan keluar café sempat tertangkap ekor matanya. Tidak terlalu jelas siapa, Chanyeol pun tidak ambil pusing. Ia mengambil americano pesanannya yang baru datang, hendak duduk di kursi yang masih kosong.
"Noir?"
Panggilan itu sontak menghentikan pergerakan tungkai Chanyeol, membuatnya menahan napas untuk sesaat.
'Noir'. Sudah lama Chanyeol tak mendengarnya, hanya orang-orang yang pernah berurusan dengan pekerjaannyalah yang memanggilnya dengan nama itu.
Pekerjaan yang Chanyeol tinggalkan sebelas tahun lalu demi kehidupan normal.
"Hey, kau Noir, kan?"
Dipanggil kembali oleh pria itu, Chanyeol pun terpaksa menoleh ke samping. Di sana, ia mendapati wajah tak asing tersenyum padanya. Chanyeol tentu mengenalnya. Pria itu dipanggil 'Daniel', dia adalah salah satu partner Chanyeol di tempat kerjanya dulu.
"Ini benar kau rupanya." Daniel bangkit dari duduknya, mengulurkan tangan pada Chanyeol untuk berjabat tangan. "Sudah lama kita tidak bertemu ya? Bagaimana kabarmu?"
"Lumayan." Chanyeol menarik senyum tipis sebagai basa-basi. "Apa yang kau lakukan di sini? Kau sudah berganti profesi?"
Terkekeh, Daniel menggelengkan kepalanya. "Tidak, aku masih bekerja di sana. Tadi aku ada urusan dengan seseorang, jadi aku menunggu di sini sambil minum kopi."
Daniel benar-benar belum berubah. Pria yang lebih muda darinya itu masih lebih suka melakukan bisnis di café, ketimbang di bar atau tempat sepi seperti mereka yang lain. Mungkin satu-satunya yang berubah adalah jabatannya saat ini.
"Duduklah, kita mengobrol sebentar."
Sebenarnya Chanyeol enggan. Padahal ia berhenti dari tempat itu tidak secara baik-baik, tapi anehnya Daniel bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.
"Ayolah," bujuk Daniel. Tampaknya ia menyadari raut canggung Chanyeol. "Hanya karena kita tidak lagi bekerja di tempat yang sama, bukan berarti kita harus menjadi orang asing, kan? Ini hanya percakapan sesama teman lama kok."
Merasa tidak enak, Chanyeol pun menghela napas, kemudian duduk di depan Daniel.
"Jadi, sejak kapan kau tinggal di Boston lagi? Kupikir kau sudah memutuskan untuk tinggal di Seoul." Daniel membuka topik pembicaraan.
"Empat hari yang lalu." Chanyeol menyesap americano-nya sesaat. "Aku tidak benar-benar tinggal di Boston, ada urusan yang harus kubereskan di sini. Begitu semuanya selesai, aku akan kembali ke Seoul."
"Urusan apa?"
Chanyeol terdiam. Untuk beberapa detik fokusnya melayang pada sosok yang teramat dirindukannya.
"Sesuatu." sahut Chanyeol dengan suara lirih. Kentara pria berumur tiga puluh tujuh tahun itu tak mau memberikan detail apa-apa, terutama pada orang-orang yang dulu bekerja dengannya di sana.
Sebuah dokumen yang tak tertutup milik Daniel tiba-tiba menarik atensi Chanyeol. Dahinya berkerut pada satu nama asing di sana.
"Keir?"
"Hm?"
"Dia anggota baru?"
Sadar Chanyeol sedang membicarakan orang yang tadi ditemuinya, Daniel pun mengangguk membenarkan. "Begitulah. Usianya masih tujuh belas, tapi cukup banyak klien yang memakai jasanya."
"Memang sejak kapan dia direkrut?"
"Dia direkrut lima tahun yang lalu dan terjun ke lapangan dua tahun yang lalu. Aku cukup terkesan dengan perkembangannya, padahal kita yang direkrut sejak kecil saja membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk terjun ke lapangan, tapi dia berhasil hanya dengan pelatihan tiga tahun."
Chanyeol antara dibuat terkejut dan berdecak kagum mendengar penjelasan Daniel. Pikirnya, siapa sosok 'Keir' ini dan sespesial apa ia sampai bisa terjun ke lapangan hanya dengan pelatihan singkat?
"Kau penasaran dengannya? Dia manis, kau tahu?" Daniel ternyum penuh makna. Chanyeol merotasikan bola matanya.
"Aku tidak tertarik."
"Kurasa kau terlalu cepat menjawab, Noir. Aku yakin kau akan tertarik begitu bertemu langsung dengannya. Aku tahu tipe kesukaanmu."
"Jangan sok tahu." Chanyeol kembali menyesap americano-nya. "Lagipula, aku gay."
Kekehan renyah Daniel keluarkan. Ia memencet sesuatu di tablet, kemudian menunjukannya pada Chanyeol. "Aku tidak pernah bilang Keir itu perempuan. Tapi harus kuakui, dia tergolong cantik untuk ukuran laki-laki."
"Aku tetap tidak bermi—"
Kata-kata yang hendak Chanyeol lontarkan seolah tertelan kembali saat maniknya melihat foto Keir di tablet Daniel. Dalam hitungan detik, jantungnya menghentak kencang dan matanya membeliak utuh.
"Dia.."
Karena faktanya sosok Keir tidaklah asing bagi Chanyeol.
.
.
Derap langkah kaki seorang remaja sedikit terburu menembus derasnya hujan. Tubuhnya yang mungil itu masuk ke dalam sebuah mobil hitam, di mana seorang pria tinggi bersurai dark brown tengah menunggunya.
"Kau terlambat."
Suara rendah si pria membuat si mungil menghentikan kegiatannya yang sedang menepuk-nepuk air hujan di mantelnya. Ada sedikit raut bersalah di sana, namun berusaha ia sembunyikan.
"Maaf."
Tak memusingkannya lebih jauh, pria bersurai dark brown itu kemudian memberi tabletnya pada si mungil.
"Dia adalah targetmu selanjutnya. Klien memintamu untuk membunuhnya di Hotel Grand Ambassador Boston lusa nanti dan mengambil ponselnya. Segala yang kau butuhkan sudah disiapkan, kau hanya tinggal—"
Sadar lawan bicaranya menatap kosong tablet itu, si pria lantas menghentikan ucapannya. Dahinya berkerut bingung melihat sikap tak biasa yang ditunjukkan remaja berusia tujuh belas tahun itu. Ia melamun, seperti ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.
"Keir?"
Merasa dipanggil, si mungil mengerjapkan matanya, lalu menoleh ke samping. "Ya?"
"Kau melamun."
"Aku?"
"Mm-hm."
Bukannya langsung menjelaskan apa yang sedang dipikirkannya, remaja yang dipanggil 'Keir' itu malah mengalihkan atensinya ke arah lain, kentara tak ingin membahas lebih lanjut apa-pun-yang-memenuhi-benaknya.
Tak hanya Keir, pria tinggi bersurai dark brown itu pun tak mengucapkan apa-apa lagi. Keduanya sama-sama sibuk dengan pikiran masing-masing, hingga mobil melaju di jalanan Boston yang agak lengang.
Namun tanpa Keir ketahui, pria tinggi di sampingnya juga tengah memikirkan hal yang sama dengannya. Itu adalah sosok bersurai ebony yang tak sengaja Keir temui tadi di café. Sosok sahabat yang lama tak ditemuinya.
.
.
Mata itu. Hidung itu. Bibir itu.
Semua fitur wajah Keir sama persis dengan seseorang yang Chanyeol kenal dulu. Tidak mungkin ia lupa atau salah. Meski sembilan tahun telah berlalu semenjak kejadian itu, Chanyeol tetap mengingatnya.
"Dia dipanggil 'Keir'?"
"Ya."
"Di mana dia direkrut?"
"Entahlah. Tidak banyak data tentangnya. Tuan Kim juga tidak terlalu mengumbarnya. Memang kenapa?"
Chanyeol tak menjawab. Maniknya bergeming pada data Keir, berharap ada sesuatu yang bisa ia temukan sebagai petunjuk.
"Di mana dia sekarang?"
"Apa?"
"Keir," Chanyeol menatap tajam mata Daniel. "Di mana aku bisa menemuinya?"
"Kau ingin menemuinya?"
"Ya." tandas Chanyeol. "Pertemukan aku dengannya sekarang juga."
Hanya masalahnya, seseorang yang Chanyeol kenal itu telah meninggal sembilan tahun yang lalu.
TBC
TADAAA~ saya datang dengan FF baluuuuu! Dan sekali lagi, menonjolkan age-gap ChanBaek kesukaan saya. Sedikit curhat, sebenarnya saya ingin membuat RAVEN versi ChanBaek melalui FF ini. Cuma daripada pake judul yang sama, saya memilih 'ORPHIC', yang artinya sosok misterius nan memesona; di luar batas pemahaman biasa. Tentu saja alurnya jauh berbeda dengan RAVEN, afufu~
Oh ya, BTW FF ini terinspirasi dari film Gifted dan Red Sparrow. Saya ingin menggambarkan Baekhyun sebagai anak kecil yang jenius matematika dan Chanyeol yang mati-matian mempertahankan Baekhyun di sisinya meski bukan keluarganya sendiri, juga kisah kelam di antara keduanya.
Kalian yang udah nonton dua film itu pasti tahu karakater seperti apa yang ingin saya terapkan di FF ini. Meski karakternya dibuat seperti dalam film, tentu saja alurnya tetep milik saya. Berharap kalian gak bosen sama alurnya yang kemungkinan besar akan berjalan lambat, termasuk dalam hal romansa ChanBaek. Makanya jangan nagih kapan ChanBaek enaena, walaupun rated M, saya gak mau buru-buru soal alur. RELAX, pasti ENA pada waktunya.
Last but not least, monggo ketikan review kalian sebagai awal FF baru saya. Gomawowww~
