"Outside the autumn post office"
A kookv fanfiction by Cakue-chan
disclaimer : BTS bukan punya saya.
warnings : crossdress!taehyung, VioletEvergarden!AU. setting diambil pasca peperangan. diambil dari sudut pandang Seokjin (ngetiknya sambil denger lagu koveran Jin dengan judul yang sama heuheu).
.
a/n : terima kasih banyak buat JcattailH (taehyung mah emang manis digimain-gimanain juga heuheu lemah saya ;;;A;;/heh), audriepramesthi (aaaaa speechless saya makasiiih ;;A;; dan iyaa lagunya tjakep semua bikin lemah heuheu), The RED Phantom (thanksss akhirnya ada yang bilang juga kalo taehyung di sini antara tahu sama ga tahu ehe/oy. Mereka kudu bersama meskipun saya pengen bikin angst :'D/HEH), bibblebubblebloop (OMG saya masih inget fanfiksi author yang chansoo judulnya Blooming In Kitchen, fanfic fave heuheu ga nyangka bakal mampir dan makasiih banyaaaak sampei saya bingung harus jawab apa 8'))), dan AprilKimVTae (iiihhh lama ndak ngobrolll huehuehue kukangen suaramu /heh); terima kasih sudah menyempatkan review yaa~ dan makasih juga yang udah pencet tombol fave sama follow, love yaaa /3/
.
[i]
'Kalau terjadi apa-apa padaku, aku titip Taehyung padamu, Seokjin-a. Separuh hidupku ada di sana, tolong jaga dia baik-baik.'
[ii]
Selaiknya boneka yang rusak, Seokjin menemukan Taehyung di antara puing-puing bebatuan, reruntuhan acak, dan sisa-sisa debu juga asap pekat. Ada ledakan besar yang terjadi, puluhan kilometer jauhnya dari tempat Seokjin berjaga dan ia, bersama rekan prajurit di bawah komandonya, tak ambil menunggu perintah atasan dan lekas menuju titik di mana Seokjin dan Taehyung berjaga. Mereka akan baik-baik saja, harapan Seokjin kosong, tetapi terus terucap dalam hati, mereka akan baik-baik saja. Seokjin bahkan berjanji akan mentraktir Namjoon segelas bir juga pai puding kesukaan Taehyung. Ia akan lakukan apa saja, apa saja, asalkan mereka ditemukan masih dalam keadaan utuh dan yang paling penting, masih dalam keadaan bernapas.
Akan tetapi, pada akhirnya manusia hanya bisa berencana.
Namjoon tidak ditemukan; di antara reruntuhan bangunan, di antara puing-puing berantakan, di antara tubuh para kawan prajurit yang telah hancur, tulang-belulang, tenpa jejak sedikit pun. Eksistensinya lenyap ditelan semesta, manakala ketik Seokjin mengangkat tubuh Taehyung yang tergeletak memprihatinkan. Barangkali sekarat, barangkali detak jantungnya tinggal menghitung detik, barangkali Seokjin terlambat.
'… tolong jaga dia baik-baik.'
Kim Namjoon tidak pernah ditemukan. Namun raga dan jiwanya, setiap semangat juang dan komandonya, akan selalu hidup dalam keping memori bagi mereka yang bertahan hidup. Abadi sepanjang sejarah bercerita.
Sebab, separuh hidup lelaki itu ada dalam diri Kim Taehyung.
[iii]
"Taehyung, mengenai Namjoon …"
"Dia pasti baik-baik saja, kan?"
Seokjin berhenti, tanpa sadar menahan napas dan ia mengabaikan bagaimana sesak yang tiba-tiba muncul di sudut hati. Ia menatap Taehyung tepat di mata; seorang pemuda dengan goret-goret luka tipis di sebagian pipinya, tubuh kurus, perban di lengan kiri, sepasang mata kosong itu; tak menduga memandang balik Seokjin dengan begitu yakin. Ada semangat hidup yang melintas, tetapi Seokjin tak bisa bohong kalau ia merasa amat sangat takut.
Kemudian jeritan khas peluit melengking nyaring, asap tebal mengepul bebas, tanda bahwa kereta yang membawa mereka ke Desa Hallstat telah tiba. Seorang petugas bertubuh gemuk sempat berhenti di kursi Seokjin, tersenyum ramah sambil berkata kalau perjalanan panjang sudah selesai. Seokjin membalas senyuman itu, mengangguk, lalu kembali memusatkan fokus kepada Taehyung. Masih sama, tatapan Taehyung mengandung siluet yang membuat Seokjin takut.
"Ya," ujar Seokjin akhirnya, pahit. "Dia baik-baik saja, Taehyung-ah."
"Kapan aku bisa bertemu dengan Lieutenant lagi?"
Sesak sialan, Seokjin jadi sulit bernapas. "Aku … tidak tahu."
"Kenapa kau tidak tahu?"
Seokjin beringsut maju, berlutut di hadapan Taehyung lalu meletakkan kedua tangannya di bahu pemuda itu sembari mendongak lesu. "Dengar, Taehyung-ah," mulai Seokjin. "Di dunia ini, ada hal-hal yang memang tidak bisa kita ketahui dengan pasti. Contohnya sekarang, aku maupun kau, tidak bisa memasikan kapan tepatnya kita akan bertemu dengan Namjoon. Jadi, untuk saat ini, cukup percaya padaku dan kita akan jalani hidup yang baru, oke?"
Konfirmasi Taehyung bukan dalam bentuk anggukan, bukan pula dalam bentuk gelengan. Pandangannya refleks beralih dan berhenti menatap Seokjin, merasa barangkali panorama pedesaan dari balik kaca jendela kereta jauh lebih menarik sekaligus menenangkan.
Seokjin menghela napas panjang, sedikit lega, sedikitnya berat. Ia bangkit berdiri dan meraih dua tas selempang di bagian teralis atas lalu berkata. "Ayo," ia memberi isyarat dengan gerak kepalanya. "Sebentar lagi kereta akan beropasi untuk pemberhentian berikutnya. Kita harus cepat, Taehyung-ah."
"Jin-hyung,"
Tiga langkah maju, Seokjin berhenti. Ia menoleh lewat bahu kanan hanya untuk mendapati Taehyung berdiri kaku di dekat bangku yang selama perjalanan mereka duduki. Tampak ragu meski rasa penasaran lebih mendominasi.
"Ada apa, Taehyung?"
"Aku akan bertemu dengannya lagi, kan?"
Jawaban Seokjin nihil, bibirnya terkatup rapat.
"Kau akan mempertemukan kami lagi, kan?"
Dua sudut bibir Seokjin menekuk miris, membentuk seulas senyum tipis. "Ayo cepat, Taehyung-ah. Peluitnya mulai berbunyi."
Dan ia berbalik pergi, tak sekalipun kembali menoleh bahkan sekadar memberikan sederet jawaban pasti.
[iv]
Orang-orang menyebutnya, boneka berjalan.
Semula ide itu muncul ketika Miss Winkler, salah satu bawahan Seokjin dan seorang doll yang handal, sekaligus juga putri dari pasangan Winkler yang menjalankan bisnis gaun wanita di pusat desa, dengan senang hati memberi perombakan penuh terhadap diri Kim Taehyung. Karena siapa yang tahu kalau kemampuan mengetik Taehyung memiliki kecepatan di atas rata-rata para doll lain (katanya jemari wanita itu jauh lebih lentik dibandingkan pria, alasan yang mendasari wanita ditunjuk di bagian pembuatan surat), tetapi rupanya istilah lentik tidak selamanya berada dalam diri wanita.
Miss Winkler berhasil mehasilkan sosok baru dalam diri Taehyung, dan dia hidup dalam nama Kim Taehee; rambut bersanggul kepang-kepang kecil sewarna permen karamel, sapuan riasan natural dan poles bibir berwarna peach, kemeja country berenda yang dipadu dengan rok lipit mengembang, dan sepasang kaki berbalut stocking hitam juga sepatu model oxford.
Taehyung tidak pernah protes, tidak juga mengeluh dengan profesi yang akan dijalaninya.
Dan Seokjin mengerti mengapa juluan boneka berjalan begitu cocok untuk Taehyung.
Tidak hanya fisiknya yang menunjukan, tetapi juga sepasang mata seperti orang mati.
Tak ubahnya boneka yang telah lama rusak.
[v]
Yah, tidak semuanya berjalan lancar.
Seokjin seringkali mendapatkan protes dari beberapa klien kalau surat yang ditulis salah satu doll dengan nama Taehee ternyata lebih cocok disebut laporan pertanggung jawaban dibandingkan surat berisi hati seseorang.
[vi]
"Taehyung?"
Saat itu awal musim gugur, kedai Miss Petrov tutup pada pukul sepuluh malam ketika Seokjin melihat Taehyung berjalan keluar seorang diri. Akhir pekan adalah waktu libur Taehyung, jadi dia tidak sedang berada dalam figur Kim Taehee. Walaupun kantung case berisi mesin tik tergenggam di kesepuluh jemarinya dan itu cukup membuat Seokjin paham bahwa pemuda itu baru saja selesai dengen rentetan surat yang dia ketik.
"Larut sekali," sahut Seokjin, ada kekeh geli mengudara. "Permintaan klien memang tidak bisa ditebak, ya."
Alih-alih mengiyakan, balasan Taehyung berupa gelengan samar. "Bukan surat untuk klien, tapi ini suratku."
"Oh," Seokjin memandang Taehyung lamat-lamat. "Kepada siapa?"
"Lieutenant."
Begitu polos, naif, terselip harapan yang sampai kapan pun, tidak akan pernah bisa Seokjin raih. Apa yang akan dikatakan Kim Namjoon nanti jika tahu betapa lemahnya ia dan sangat tidak berdaya ketika dihadapkan dengan Kim Taehyung? Sementara pada satu sisi yang sama, Taehyung tetap menyimpan mimpi bahwa sosok sang letnan yang dikaguminya selama ini, cepat atau lambat, entah kapan di suatu saat nanti, akan pulang dan kembali bersama cengir khas yang menurut Seokjin sangat menyebalkan itu.
"Jin-hyung?" Samar-samar Taehyung memanggil. Seokjin merasa telinganya bedengung, pun kedua mata dan pipi yang terasa panas. "Kau menangis?"
Seokjin menggeleng, berusaha meloloskan kekeh serupa; renyah dan geli, walau akhirnya ia gagal. Entah sejak kapan ia berderap maju dan berhenti di hadapan Taehyung, tanpa ragu mengangkat kedua lengan hanya untuk menarik tubuh sang prajurit, dulu, ke dalam satu pekukan erat. Sewaktu perang berlangsung, nama Kim Seokjin ditakuti sebagai letnan yang tak pernah pandang bulu terhadap musuh. Namun pada satu sekon Kim Seokjin saat ini, ia tak jauh berbeda seperti manusia kecil yang tak bisa apa-apa selain membenamkan wajah di bahu kiri Taehyung. Melepas segala perih, luka, bahkan secuil kendali dirinya yang rapuh, yang selama ini Seokjin sembunyikan dengan rapi. Tersimpan di bagian paling dalam relung hati dan kotak memorinya yang lapuk dimakan waktu.
"Jangan bohong, Jin-hyung. Kau menangis."
Ketika pelukan Seokjin dikembalikan dan hangat telapak tangan Taehyung menepuk punggungnya dengan sabar, tangis Seokjin pecah dan ia merasa begitu hancur bekeping-keping.
Ia menangis untuk Namjoon, untuk Taehyung, untuk dirinya sendiri.
[vii]
Yang terhormat,
Lieutenant Kim Namjoon.
.
"Festivalnya hari ini, festivalnya hari ini! Jin-hyung, kenapa lama sekali, eoh? Jungkook menunggu di bawah."
Seokjin kepayahan mengunci ruang kerja pribadinya, perlu waktu cukup lama sampai suara klek halus terdengar dan pintu berhasil dikunci. Langkah kaki berderap meniti anak tangga, berusaha menyamai langkah Taehyung lima langkah di depan.
.
Bersaamaan dengan dikeluarkannnya surat dalam bentuk laporan ini, saya, Kim Seokjin, ingin menyampaikan bahwa situasi objektif Kim Taehyung bisa dikatakan baik sekali.
.
"Hati-hati, Taehyung," peringat Seokjin. "Awas kalau sampai lenganmu patah di hari penting begini."
"Tanganku sudah seperti patah sewaktu menerima permintaan membuat surat sampai pendaftaran ditutup, Hyung," Taehyung berkilah usil. "Puluhan—tidak, tapi ratusan! Bayangkan itu!"
"Nah, pasti sulit juga."
"Astaga, Hyung itu mengasihaniku atau bagaimana, sih?"
"Menyemangatimu, mungkin?"
Bola mata Taehyung berotasi malas. "Kedengarannya tidak seperti itu."
.
Ada waktu sekiranya enam bulan lebih untuk Taehyung, untukku, untuk kami agar bisa sembuh dari luka masing-masing. Untuk bisa bangkit dan menjalani hidup sebagaimana manusia pada umumnya, yang saya yakin Anda juga bisa mengerti bahwa waktu adalah komponen terpenting dalam penyembuhan.
.
"Omong-omong Jin-hyung,"
"Hm?"
"Kau juga menulis surat, kan?"
Sudut mata Seokjin menjeling penasaran. "Tentu saja, Taehyung. Kau sendiri?"
"Halah, jangan tanya."
"Aiishh."
"Biar kutebak, kau menulis untuk anakmu di masa depan? Iya kan, iya kan?"
"Sok tahu."
.
Perlu Anda ketahui, Letnan Kim Namjoon, bahwa membuat Taehyung hidup layaknya manusia biasa bukan hanya dariku saja. Ya, sangat disayangkan, saya tahu Anda kecewa dengan kinerja saya dalam menjaga Taehyung. Akan tetapi, saya merasa sangat berterima kasih dengan kehadiran Jeon Jungkook di sisi Taehyung. Tanpanya, saya tidak yakin bisa berjalan sampai sejauh ini.
.
"Ini akan jadi surat terakhirku, untuk Lieutenant."
Beberapa meter sebelum menyentuh pintu utama gedung perusahaan, langkah Taehyung berhenti, pun diikuti Seokjin setelahnya. Mata mereka bertemu dalam detik yang cukup lama, baik Taehyung maupun Seokjin, keduanya berusaha memahami isi hati masing-masing tanpa perlu penjelasan lebih.
"Untuk kemarin, hari ini, besok, dan selama ini; terima kasih, Jin-hyung."
.
Tapi bukan berarti saya akan melepas Kim Taehyung begitu saja. Tidak, Anda bisa tenang soal ini. Saya akan tetap menjaganya selama sisa hidup saya. Karena ini permintaan terakhir dari Anda.
.
Seokjin tertawa sengau. "Kau membuatku takut, Taehyung."
"Begitu?" Taehyung terkekeh kecil, tidak protes ketika Seokjin melangkah maju dan meninggalkan satu kecupan singkat di puncak kepalanya. "Dan terima kasih mau menangis untukku."
"Kapan pun, Tae, kapan pun."
.
Maka, dengan berakhirnya surat ini, sekali lagi saya sampaikan bahwa Anda tidak perlu khawatir mengenai Kim Taehyung. Kini ia bisa tersenyum bebas, bisa mengeluh, bisa merasa marah, bahkan handal menyampaikan isi hati seseorang lewat ketikan suratnya. Bahwa Taehyung bisa tersambung dengan manusia di belahan dunia mana pun lewat surat-surat yang telah tersampaikan.
.
Pintu utama gedung perusahaan didorong lebar, cerkas cahayanya merembes masuk dan sejenak membutakan penglihatan Seokjin.
Tak berapa lama, Taehyung berderap keluar dengan langkah lebar dan satu cengiran lebar.
"Maaf menunggu lama, Jungkook!"
.
Laporan selesai.
Tertanda,
Lieutenant Kim Seokjin.
selesai