Inilah perjalanan hidupku yang mungkin tidak bisa dikatakan. Baik. Ya, tidak seperti kehidupan yang lain, kehidupanku disini normal-normal saja: hidup di Apartement sederhana, sekolah dengan taraf yang biasa saja, terus...

Ibuku menyatakan perasaannya terhadapku.

Shock pastinya.

Ya shock. Haha, dia bilang cumang ingin merasakan bagaimana dirinya menyatakan perasaannya terhadap Ayah. Tapi, beliau menyatakannya seperti anak sekolah. Wajahnya di imutkan layaknya anak sekolahan. Astaga, apa salahku sehingga ditakdirkan seperti ini?

Masa bodoh! Dia memang ingin bercanda denganku. Karena Ayah sendiri selalu berada di kantornya, sedangkan aku sendiri masih anak kuliahan.

Tapi semua berubah saat dia benar-benar...

.

.

.

Mengambil keperjakaanku.

Naruto © Masashi Kishimoto

My Mom by Shinn Kazumiya

AU, OOC, incest, Mom and Son, Typo, dan berbagai macam hal yang ada disini. Lemon! Lime! NTR!

Kushina x Naruto

Kehidupanku sungguh normal layaknya remaja SMA yang lain. Datar, dan tidak ada yang berwarna. Hidupku tidak seperti kebanyakan anime atau manga yang menonjolkan konflik-konflik luar biasa.

... Karena konflik besar itu hanya khayalan saja.

Ingin sekali aku tertawa membayangkannya. Lagipula hidup normal itu sangat menyenangkan, kau bisa mempunyai sahabat yang bisa di andalkan. Di andalkan? Ah, mungkin Sahabat yang Brengsek. Namun dalam artian berbeda. Setidaknya itu yang mungkin bisa aku ceritakan.

Sekarang aku sedang menonton televisi bersama Ayah, beliau bernama Minato Namikaze. Seroang pekerja kantor yang ingin libur untuk meluangkan waktunya bersama anak dan istri. Beliau adalah Manajer di dalam sebuah perusahaan besar.

Aku melirik sebentar. Ayah sudah berpakaian rapi dengan Jas hitam serta dasi berwarna merah hati miliknya. Sesekali beliau melihat jam tangan miliknya, "Naruto, Ayah berangkat ke Kantor. Mungkin nanti akan pulang malam."

"Di hari minggu? Kau tidak bercanda kan? Apa Kantor tidak memberikan jatah libur kepada Ayah?"

"Aahahaha, maafkan aku. Aku terus saja dipercaya oleh bos untuk menjadi wakilnya. Mungkin beberapa minggu lagi aku diberi cuti selama satu minggu."

Aku menghela nafas pasrah, "Mau bagaimana lagi? Aku tidak bisa menghentikan Ayah. Jadi semoga berhasil!" Aku tersenyum ke arahnya sembari mengangkat jempol.

"Terima kasih Naruto. Ayah janji, kita bertiga akan berlibur setelah Ayah menyelesaikan pekerjaan."

Ayah pun pergi sambil mengucapkan salam perpisahan, dan aku sendirian. Tapi setidaknya ada Ibu yang masih tidur di kamarnya. "Ibu mungkin sangat lelah karena terlalu banyak jadwal mengajarnya. Jadi biarkan saja." Gumamku entah kepada siapa.

Aku pun kembali duduk di kursi sofa yang ada di ruang tamu ini, sembari menyalakan televisi. Yah, di hari libur seperti ini. Aku selalu memghabiskan waktu di rumah. Tapi rasanya bosan juga jika menghabiskan waktu di sofa sembari menonton televisi. Acaranya juga tidak ada yang bagus lagi, sial.

"Lebih baik aku membangunkan Ibu. Dia mungkin mau aku masakkan sesuatu."

Ini kebiasaanku yang lain. Jika ibu belum bangun, maka aku akan membangunkannya. Kau harus tahu, Ibu menurunkan sifatnya kepada diriku, jadi beliau juga mempunyai sifat pemalas saat bangun di hari minggu ini.

Setelah sampai di kamar Ibu, aku mengetuk pintu yang terbuat dari kayu itu dengan pelan. Siapa tahu kalau aku ketuk, pintunya malah hancur berkeping-keping. "Ibu, apa kau sudah bangun? Aku sudah menyiapkan sarapannya untukmu!"

"Oh, Naruto? Masuklah, ibu sedikit malas jika harus keluar kamar—hoaammz!"

Apa boleh buat? Dia memang pemalas, percayalah. "Baik, aku masuk." Pintu kamar itu ku buka, dan sekarang terlihat jelas kalau Ibuku ini! Aku tekankan, IBUKU! Okeh, ini terlalu berlebihan. Mungkin hidungku sudah mengeluarkan darah kali ini. Ah, sialan.

Dengan cepat, aku menutup hidungku. Ini sangat menyebalkan.

"Ibu, kenapa kau hanya memakai tank top?"

"Hah? Apa tidak boleh? Aku kan hanya memakai tank top di rumah saja." Ia merenggangkan dengan cara menarik tangannya ke atas, dan itu memperlihatkan…. Yah, emmm…. Fetish—bagian dari wanita yang sangat aku sukai.

side boobs, and armpits.

Ah, juniorku mulai mengembang.

"Ibu, aku tunggu di bawah. Aku khawatir kalau sarapannya akan dingin jika tidak dimakan." Aku langsung melenggang pergi dari hadapan Ibu.

Memalukan.

Kau terangsang hanya karena melihat bagian kesukaanmu itu.

\('-')/

Duduk di kursi makan bersama ibu yang berada di depanmu. Ya, aku sedikit canggung dengan ibuku ini. Beliau masih memakai tank top miliknya, dan tidak malu kalau anaknya terus menatapnya.

"Ibu, apa kau akan terus memakai tank top itu?"

"Ada masalah?"

Keh, mungkin aku akan diam saja tidak menjawab pertanyaannya.

"Lagipula di rumah tidak ada siapapun. Hanya kamu yang ada Naruto, dan itu tidak masalah bagiku."

Ibu terus melanjutkan makannya yang tertunda karena pertanyaanku tadi. Aku pun juga begitu, walaupun aku sudah makan tadi. Tapi kali ini aku makan ramen untuk makanan penutupku. Aku bisa melihat kalau dia…

"—Terima kasih atas makanannya."

…cepat! Tidak aku sangka. Ibu merapikan semua peralatan makannya, kemudian membawanya ke tempat pencucian, dan aku masih berkutat dengan ramen instan yang aku makan.

"Apa kau tidak bosan memakan hal seperti itu?"

"Ingat, aku hanya makan ini di hari minggu. Ibu selalu memberikan sayur untukku."

Dia terkekeh geli mendengarnya, kemudian ibu duduk kembali di depanku. Dia menatapku dengan pandangan bosan. "Hmmm, bosan. Ayo main sesuatu."

"Main?"

"Ya, seperti…. Menyatakan perasaan ala murid SMA."

*Cough! "Kau bercanda!?"

Dia kembali terkekeh, "Tidak, aku sudah lama tidak menyatakan perasaanku kepada lelaki loh—ah, kecuali Minato." Aku melongo dibuatnya. Ibuku umurnya berapa sih!? "Boleh aku coba?"

Aku mengganguk ragu untuk menjawab pertanyaannya. "Um, tapi ini hanya permainan saja ya?"

Dia mengangguk sambil tersenyum sumringah, kemudian langsung menggenggam kedua tanganku—ramennya sudah habis—sambil menatapku dengan pandangan malu-malu ala anak SMA. Sial, dia terlihat menggoda. "Na-naruto-kun… a-ada sesuatu yang ingin aku sampaikan…"

…. Dia remaja SMA sialan! Dan apa-apaan mata sayu itu!? "Em, ya… me-memangnya apa yang akan kau katakan?" sial, aku benar-benar gugup sekarang.

"Umm, eemm… Aku—aku menyukaimu! Tolong jadilah pacarku!"

Aku langsung menarik tanganku, kemudian menepuk dahiku. Sial, benar-benar mirip dengan anak SMA, dan apa-apaan wajahku yang mulai terbakar ini!?

"Hahahaha, bagaimana? Apa jawabanmu Naruto?" dia kembali tertawa keras melihatku menepuk dahi. "Lihat, wajahmu sudah memerah."

Aku langsung menutup wajahku dengan kedua tangan sambil meletakkan kepalaku di atas meja. Aku merutuk diriku ini yang mungkin menyukai ibuku sendiri—dalam artian yang sebenarnya. Ah, sial.

Namun, beberapa saat kemudian aku baru sadar jika ada sesuatu yang menyentuh juniorku. Celanaku terbuka hanya di bagian depan saja, aku terkejut sekali. Dengan sekali gerak, aku langsung mundur kebelakang sambil mewaspadai siapa yang membuka celanaku.

"Ibu!? Ke-kenapa!?"

Dia malah terkikik melihatku gelagapan tidak karuan. Ibu langsung keluar dari bawah meja dengan senyuman mesum miliknya. "Ternyata anakku masih perawan."

A-apa!?

"Dari wajahmu, aku bisa menebak kalau kau masih perawan. Sungguh kasihan…" Aku menatap ibu yang sedang membenahi kursi makan itu. Tanpa sadar, aku ditarik olehnya untuk duduk di atas kursi.

Pipiku di elus lembut olehnya, bulu kudukku berdiri karena elusannya yang menggoda. Ah sial, adik kecilku bangun! Elusannya mulai turun ke bawah, hingga ke ujung kaos yang aku pakai sekarang. Ia menariknya ke atas membuat tubuh bagian atasku terekspos olehnya.

"Ah, tubuhmu terlihat seksi dengan perut yang seperti… emm, binaragawan." Jemari lentiknya mulai menyentuh perut yang sudah aku bentuk ini.

"I-ibu…!"

Dia mendongak menatapku dengan pandangan sayu miliknya. Sial, ibu terlalu cantik dan Seksi untuk di lihat. "Hmmm…. Aromamu…. Kau lebih seksi dibanding ayahmu, Naruto…" dengan lembut, jemari lentiknya mulai mengelus gundukan besar yang menggembung di bagian bawah. "Kau terangsang?"

Dengan cepat, dia menurunkan celana panjangku, dan membebaskan juniorku dari sarangnya. Si-sial! Komentar apa yang akan di lontarkan olehnya.

"Hebat. Aku belum pernah melihat yang seperti ini, milik Minato saja tidak seperti ini. Kau arti porno?"

"Bu-bukan!" aku membantahnya dengan wajah yang sangat merah sekarang. Gila, ibu di luar sangat anggun, di dalam sangat agresif. "A-a-aah… Ibu…"

"Panggil Kushina disaat tidak ada Ayahmu."

Seluruh tubuhku seperti tersengat sesuatu saat Ib—Kushina memegang batang kemaluanku. "Ib—"

"Kushina!"

"Ib—Kushina…. Jangan..."

"Jangan apanya? Aku baru saja mengocok ini, dan kau menolaknya." Kushina langsung meremas dengan keras kemaluanku. "Heh, dasar perawan." Dan sekarang aku bisa merasakan benda lunak yang mulai mengitari kepala kemaluanku.

Ini yang aku herankan sekarang. Kenapa aku bisa pasrah saat dirinya mengocok batangku? Ada yang bisa—aw! "Kushina!"

"Ah, maaf… aku menggigitnya karena kau melamun terus."

Sial, aku dikerjai! Dia tertawa keras melihatku yang sekarang ini sedang kesakitan. Dasar. "A-ahhh… Kushinaahh…." Tangan kananku yang sekarang bergetar, menyentuh rambut merah panjang Kushina. Ibuku yang satu ini sedang memasukkan penis ini ke dalam mulutnya. "Ku-kushi—Ugh!" spermaku langsung menyembur deras ke dalam mulut Kushina, dan ia menelan semuanya.

Aku dibuat melongo olehnya.

Dan sekarang aku bisa mendengar suara kecapan yang berada di bawah sana. Ibuku sedang membersihkan ceceran sperma yang berada di kepala penisku.

"Kaauw mewmang—perawan." Dia tertawa halus setelah mengatakannya. Ugh, dibuat malu olehnya. Kushina pun berdiri, sekarang aku baru sadar kalau Ibuku ini tidak memakai celana pendek, dan hanya memakai celana dalamnya saja. Ia melepas celana dalamnya itu, lalu membuangnya sembarangan. "Nah, sekarang pengambilan keperawananmu."

Aku bisa melihat vagina miliknya yang sudah diselimuti lendir.

"Hm, kau kagum dengan tempat kelahiranmu ini?" dia berjalan mendekatiku, kemudian duduk di atas penisku yang sudah lemas tidak berdaya. "Ah, mungkin harus di rangsang lagi."

Kushina langsung menggesekkan vaginanya. Rasanya seperti kau di jilati oleh wanitamu, tapi ini lebih…. Ugh! Aku tidak bisa mengatakan apapun saat merasakan ini. "Kuh…. Ahh…"

"Ahhnn… Naruto…. Anakku, kau memhaang…. Ahnn… menggo—Hmmpph!"

Bibirnya langsung aku sumbat dengan bibirku. Memang benar kalau Kushina sangat cerewet sekali seperti sebuah senapan yang tidak berhenti menembak. Aku terus memagut bibir seksinya, serta memasukkan lidahnya ke dalam bibirnya. Dia menyambut lidahku dengan senang hati, kami berdua bersilat lidah dengan mesranya.

Aku lupa kalau kita ibu dan anak.

Ah, khilafku jauh lebih tinggi daripada akalku.

Kedua payudaranya yang masih terbungkus oleh tank top mulai aku remas. Dia mendesah di dalam ciuman kita.

Selanjutnya, aku menarik bibirku, ia mendesah kecewa saat aku menarik bibirku. Tank top miliknya aku tarik ke atas, dan memperlihatkan kedua payudara yang lumayan besar serta kenyal.

"Aku merawatnya dari dulu, jadi kau bisa lihat sekarang." Dia menyatukan kedua payudaranya, memperlihatkannya kepadaku. "Indah bukan?"

Aku mengangguk lemah sembari terus menatap kedua gunung besar itu. Baru kali ini aku menatap payudara seorang wanita, dan ini Ibuku! Sial! Dia terlihat seksi saat telanjang bulat seperti ini.

"Ohh, kau sudah bangun ternyata."

Aku gelagapan saat dia seperti itu. Kushina kemudian mengangkat pinggulnya, lalu menancapkan penis tegang milikku ke dalam vagina merah miliknya. Perasaan geli mulai menjalar ke penis milikkku. "Ahhh… Kushina…"

"Yahhh, akuh… aku…. Engghh!" dia mendesah saat penisku masuk terlalu dalam ke vagina Kushina. Egh! G-spot milik Kushina tersentuh oleh penisku. "Ohh…. Kau menyentuh ujung rahimku…" Kushina terus menggerakkan pinggulnya naik turun. Ia menikmati setiap sodokan penis besarku.

Kedua tanganku mulai bergerilya di sekitar area pantatnya, aku meremas keras kedua pantat tersebut. "Kushina…. Pantatmu…. Aahhh….!"

"Hm? Kau mau memasukkannya disanaah?"

Aku mengangguk kecil, kemudian dia kembali berdiri dan membalikkan badannya. Ia membuka bongkahan pantatnya, dan terlihatlah lubang anus miliknya.

"Pertama kalinya bagiku." Aku menatap wajahnya yang sekarang ini sudah sangat merah. "Mungkin akan terasa sakit, tapi penismu sudah di selimuti oleh lendir yang ada di vagina milikku."

Kemudian, aku berdiri dari tempatku duduk. "Bersiaplah." Aku mengarahkan penis besarku ke lubang anus Kushina. Ibuku terlihat sedikit terkejut dengan sebuah benda keras yang mulai memasukki anusnya.

"Aaakk…. Kah! Ti-ti…ahh…Tidak!"

Aku tidak mengdengarkan perkataannya. Sekarang aku masih menfokuskan diri untuk memasukkan benda besar ini ke dalam anus Kushina. "Sial…" aku mengumpat saat merasakan desakan yang aku terima saat penisku memasukki lubang itu. "Semphitt…"

"Sakit… Naruto… Sakit…"

"Tenanglah…" Aku mengangkat tubuh bagian atas Kushina, kemudian meremas payudara besarnya. "…Kushina harus tenang. Mana sifat Agresifmu tadi?" Tanyaku berbasa-basi untuk menghilangkan rasa sakit yang mendera anus Kushina.

"Heh, kau meremehkan ibumu ini?" aku tersenyum mendengarnya, kemudian Kushina mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur. "Ahh… Ini lebih gila daripada yang tadi… Shit!"

Aku pun tidak mau kalah. Pinggulku bergerak maju mundur untuk mengikuti gerakan yang di keluarkan oleh Kushina. Ah, benar-benar gila. Aku khawatir kalau besok Kushina tidak akan bisa berjalan untuk beberapa saat setelah aku masuki lubang anusnya ini.

Ugh! Sempit dan nikmat.

"Lebih…berikan aku lebih!"

Aku menuruti permintaannya dengan mempercepat gerakanku. Desahannya mulai berubah menjadi teriakan, tidak mau ada yang mendengar. Aku menutup mulutnya dengan salah satu tanganku.

Beberapa saat kemudian, aku merasakan sebuah dorongan di ujung penisku. Mungkin sperma milikku akan keluar. Aku harus menyelesaikannya! "Kushina…" aku melepas tanganku yang sedang membekap mulutnya. Dia sepertinya tahu kalau aku sebentar lagi akan klimaks.

"Apaah? Kau mauh keluaar?" dengan cepat, ia mencabut penisku dari lubang anusnya. Kemudian mendorongku untuk duduk kembali di atas kursi. Kushina kembali memasukkan penisku ke dalam vaginanya. "Nah, sekarang kau boleh menyirami rahimku sepuasmu."

Wajahnya sungguh menggoda, lebih imut daripada anak SMA.

Aku terus menaik turunkan tubuh Kushina. "Naruhh… Iebih… lebih…. Lagi!" ia terus mendesah, menyuruhku untuk mempercepat gerakan pinggulnya. "Ahh…Ahh…ahhnnn!"

"I-ibu! Keh!"

"AHHHH!"

Kushina mendesah panjang bersamaan denganku yang menyemburkan sperma ke dalam vagina miliknya. Hebat, aku… aku menyemburkan banyak sperma di dalam vaginanya.

Kami berdua mengambil nafas sebanyak-banyaknya. Pagi ini sangat melelahkan, seperti aku selesai melakukan lari marathon. Sementara itu, Ibu langsung memeluk tubuhku, ia sangat lemas kali ini.

Di pagi yang indah ini kami berdua tertidur dengan lelapnya.

\('-')/

"Ugh…." Aku melihat sekitar. Berantakan sekali, pakaianku dan pakaian ibu berserakan dimana-mana, dan aku masih duduk di atas kursi dengan Ibu yang aku pangku. "Ibu… Ibu… sudah siang." Aku mencoba membangunkannya dengan mencolek pipi chubby miliknya.

"Emmh… beberapa menit lagi Naruto…" ia kembali tidur sambil memeluk tubuhku. Oh, penisku kembali mengembang, dan dia masih berada di dalam vagina Ibu. "Ahhh… kalau mau lagi, bilang saja Naruhh!"

"Ti-tidak! Le-lebih baik kau mandi…!" aku mengangkat tubuh Ibuku untuk mengeluarkan penisku dari dalam vaginanya. "Ahhh, masih tegang ternyata…"

"Perlu bantuan untuk menidurkannya?" Ibu sudah bersiap di depan penisku. Ia memegang sedikit meremas penisku. "Bagaimana?" dia menyeringai mesum melihatku kesakitan karena penisku diremas olehnya.

"Bo-boleh…"

Dengan cepat, ia langsung melahap penisku sesekali mengocoknya dengan cepat, dan itu membuatku gelagapan dengan kecepatan yang dikeluarkan oleh Ibu.

"Ahh, I-ib—"

"Kwuswina!"

"Kushina… aku keluar lagi!"

Aku kembali menyemprotkan sperma, kali ini tidak banyak seperti tadi. Wanita ini menelan semua spermaku, ia terlihat lahap meminum semua spermaku.

"Terima kasih air susu-nya." Ia mengecup bibirku sebelum berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

Aku sendiri masih melongo dengan kejadian yang menimpaku hari ini. Entah ini disebut keberuntungan atau kesialan. Tapi yang terpenting aku bisa memuaskan ibuku serta diriku sendiri.

"Oh ya, kalau ada Minato, jangan seenaknya meminta. Kalau pun terpaksa, kita lakukan dengan cepat saja, okey sayang?"

Aku tersenyum mendengar perkataannya. Kemudian aku membereskan semua pakaian yang berserakan serta menaruh semua peralatan makanan yang tadi digunakan. "Kushina, tolong tunggu sebentar. Aku akan membersihkan punggungmu."

"Aku tunggu Naru…. Jangan lupa, persiapkan penis besarmu itu."

Dengan kecepatan kilat, aku langsung masuk ke dalam kamar mandi bersama dengan Kushina Namikaze. Ibuku tercinta.

END!

Catatan:

Oke, ini saya Publish lagi. Emm, gitulah.

Tidak menerima Request apapun.