"Aduh, kenapa dia tidak bisa mengingat tunangannya sendiri," komentar seorang gadis berhelaian merah muda saat ia sedang asyik menonton maraton drama Korea di suatu siang.
Adegan menunjukkan sosok lelaki tampan berkulit pucat yang sedang memperhatikan seorang wanita berambut pendek dengan tatapan nanar. Lelaki pucat itu adalah tunangan dari sang wanita, yang sayangnya tidak diingat karena wanita itu telah mati otak selama enam tahun. Dan sayangnya, sosok lelaki itu kini dalam wujud roh, alias hanya orang 'spesial' yang bisa melihatnyaㅡtermasuk wanita tunangannya itu.
Sakura mengeraskan volume kala penghujung episode yang ditontonnya tiba. Soundtrack penutup lagu drama ini merupakan kesukaannya; tentang cinta yang terus tumbuh, seperti kuku pada jari kita yang meskipun dipotong tapi tak menyerah untuk bertumbuh.
"Ah, kalau diikuti oleh hantu ganteng begitu, sih, aku juga mau," ucap Sakura saat wajah tampan lelaki itu memenuhi televisi.
.
.
an original debut story by tyXsc
.
all characters are owned by Masashi Kishimoto
.
warning: OOC, typo(s), plotless, AU, less-conflict, don't expect too much bcs you've always been warned
.
happy reading!
.
.
Di suatu siang di bulan Februari.
Musim dingin sudah berlalu. Cuaca mulai menghangat. Dominasi warna putih pun sudah mulai tergantikan dengan warna-warna cerah. Suasana yang cukup menyenangkan, terlebih bulan kedua dalam setahun ini dianggap cukup istimewa; bulan penuh kasih sayang. Bulan penuh nuansa merah muda. Bulan bertabur hiasan berbentuk hati dan bunga hampir di setiap tempat. Bulan yang menaungi hadirnya hari Valentine.
Haruno Sakura tersenyum tipis, mengingat sepuluh hari lagi adalah hari Valentine. Dalam benaknya sudah terpikir cokelat yang akan diberikannya pada sahabat-sahabatnya. Oh, jangan harap ia memberikannya pada 'lelaki spesial' karena sudah beberapa tahun belakangan ia tidak memilikinya. Alias, statusnya saat ini adalah single; jomlo; tuna asmara; dan segudang sebutan lainnya untuk orang-yang-tidak/belum-memiliki-kekasih.
Sakura sendiri bingung kenapa sampai saat ini ia tidak memiliki pacar. Secara fisik, boleh dikatakan Sakura cukup percaya diri dengan penampilannya: rambut merah muda sebahu, mata emerald yang meneduhkan, tubuh proporsional, selera fashion yang cukup oke, dan tentu saja wajah yang menarik.
Meskipun ia tidak secantik Yamanaka Ino, sahabat terdekatnya yang mirip Barbie, atau seanggun Hyuuga Hinata, sahabatnya yang lain yang bak bangsawan, tapi Sakura rasa ia tidak buruk-buruk amat, kok. Ia yakin seharusnya ia juga bisa memiliki pacar seperti sahabatnya yang lain.
Oleh karena itu, saat ia dan Ino mengatur waktu untuk bertemu di pusat kota hari ini, ia akan meminta Ino mengantarnya ke tempat ramal. Walaupun tidak mempercayai hasil ramalan itu seratus persen, setidaknya ia bisa memperbaiki diri jika ada hal-hal yang sampai membuatnya susah dapat jodoh begini.
Semoga saja berhasil.
.
.
"Ino-pig, kau yakin ini tempatnya?"
Sakura menyikut Ino yang alih-alih membawanya ke tempat suram seperti tempat ramal dalam film, malah berhenti dan menunjuk sebuah café bergaya zen modern yang ditudingnya sebagai 'tempat ramal masa kini'.
"Sudahlah, forehead, kau tenang saja! Percaya padaku, oke? Aku pernah kesini dua kali, dan kau lihat, kan, sekarang hubunganku dengan Sai bagaimana? Hm?"
Sakura memutar matanya bosan. Segala perdebatannya dengan Ino akan berakhir pada Shimura Sai, lelaki yang sudah hampir dua tahun menjadi pacar Ino. Oh, jangan lupakan status singlenya yang biasanya turut dibawa-bawa.
Dengan enggan, Sakura mengikuti Ino masuk ke dalam café dengan plang bertuliskan 'Destiny' itu. Ia cukup terkesan mendapati material kayu yang mendominasi café itu, dengan warna terang namun lembut. Jangan lupakan tanaman pot yang meneduhkan, juga jendela-jendela besar yang ada pada setiap sisi tembok.
Ino berjalan menuju sebuah meja kosong dan duduk, yang diikuti oleh Sakura. Layaknya café, seorang pramusaji memberikan mereka buku menu. Dan seperti pada café 'normal', menu yang disajikan adalah menu minuman dan makanan ringan biasa.
"Hei, Ino, kau tidak menipuku dan memintaku mentraktirmu makan di sini, kan?" Sakura menyipitkan kedua matanya dan menatap Ino sangsi.
Ino mendengus kecil. "Ini salah satu service di sini, tahu. Setelah kita pesan makanan, baru kita bisa minta diramal."
Sakura menaikkan sebelah alisnya. Ia mendekat pada Ino yang duduk di seberangnya dan berbisik, "Jangan katakan makanannya diguna-guna, lalu kita terhipnotis dan jadi percaya pada ramalannya?"
"Kau boleh tidak memakannya, kok. Yang penting pesan dulu. Peraturannya begitu, Saki, jadi ikuti saja lah," jawab Ino sambil membuka-buka buku menunya.
Masih dengan curiga, Sakura akhirnya diam sambil ikut mengamati buku menunya. Ino memanggil seorang pramusaji, lalu memesan tuna sandwich dan honey lime tea, sementara Sakura hanya memesan ice cappuccino karena selera makannya hilang entah ke mana.
Pesanan datang lima belas menit kemudian. Ino dan Sakura sedang asyik mengobrol saat seorang wanita cantik dengan entah tanda apa di dahinya menghampiri mereka dengan senyum kecil.
"Tsunade baasan, apa kabar?" sapa Ino riang saat melihat siapa yang datang.
Wanita yang dipanggil Tsunade itu membalas dengan ramah. "Tentu saja aku sebaik biasa-biasanya, Ino," tatapannya lalu beralih pada Sakura, dan Sakura bersumpah ia melihat wanita itu agak terkejut melihatnya. "Jadi, apa yang membawamu ke sini, Nona?"
Melihat temannya yang mendadak gugup, Ino langsung mengenalkan Sakura pada Tsunade. "Ini Haruno Sakura, baasan. Dia teman dekatku."
Ucapan Ino hanya membuat Sakura tersenyum salah tingkah, sedangkan Tsunade tetap memperhatikan Sakura.
Tsunade duduk di sebelah Sakura dan memegang kedua tangannya, membuat Sakura jadi semakin gugup. "Katakan padaku, apa yang kau lakukan sampai kau diikuti olehnya?"
Mata Sakura membulat bingung. Diikuti oleh siapa? Apa selama ini ia memiliki stalker? Kenapa selama ini ia tidak merasakannya, ya?
"Maaf, saya tidak mengerti maksud baasan," cicit Sakura, takut setengah mati melihat Tsunade yang memasang wajah tegang seperti itu.
Tsunade mengambil sebuah pot kecil yang ada di dekat jendela di dekat mereka. Pot kecil berisi bunga berwarna kuning itu ia letakkan di atas meja.
"Ini adalah Chrysanthemumㅡbunga seruni. Ini adalah identitasku," jelas Tsunade pada Sakura. Ino yang tahu Tsunade akan segera memulai praktiknya segera menghampiri pojok café, di mana terdapat spot menunggu yang nyaman.
Tsunade mengambil air yang ditempatkan dalam sebuah sloki, lalu menyiram bunga seruninya. Tidak terjadi apa-apa sebenarnya pada bunga itu, tapi Sakura dapat merasakan energi Tsunade berbeda dari sebelumnya.
Tsunade mengamati Sakura dalam-dalam. Sakura sendiri hanya diam sambil menundukkan sedikit kepala. Ia tidak tahu apa yang terjadi, tapi pasti ada sesuatu.
Tsunade menghela napas, membuat Sakura mengangkat kepalanya.
"Sakura," ucap Tsunade lamat-lamat, namun tatapan mata wanita itu meneduh, dan berikutnya ia berbicara dengan lebih lembut. "Coba ceritakan padaku apa yang membawamu ke sini."
Sakura menjelaskan garis besar alasan ia sampai datang menemui peramalㅡatau Tsunade lebih tepatnya. Tentang ia yang sulit mendapat pacar.
"Aku beberapa kali dekat dengan seseorang, tapi tidak ada yang berhasil. Empat tahun lalu, saat sekolah menengah, aku berpacaran dengan salah satu temanku, tapi itu hanya bertahan dua bulan. Ia memutuskanku dengan alasan orangtuanya tak akan setuju ia berpacaran pada masa sekolah," Sakura menutup ceritanya dengan senyum pahit.
Tsunade tersenyum maklum. "Kau tahu, Sakura, apa yang membuatmu sulit dekat dengan para lelaki itu?"
Sakura jelas menggelengkan kepalanya. Jika ia tahu, tentu ia tidak akan berakhir dengan menemui Tsunade di café ini.
"Kau ingat, apa yang kau lakukanㅡatau katakan, beberapa tahun lalu? Lima tahun lalu, mungkin?"
"Eh?" Sakura mengerjap bingung. Ada ribuanㅡoh mungkin jutaan kata yang sudah Sakura katakan dalam kurun waktu lima tahun ini, dan kata yang mana pula yang dimaksud Tsunade?
"Tsunade baasan, kalau tidak keberatan, boleh baasan jelaskan dulu apa yang terjadi padaku?" tanya Sakura takut-takut, namun rasa penasarannyalah yang menang.
Tsunade menyemburkan tawanya. "Hahaha! Bodoh sekali aku! Tentu saja kau bingung kata mana yang kumaksud, karena aku belum memberitahumu apa yang terjadi. Aduh, maafkan aku, ya, Sakura. Ini kasus yang cukup unik, makanya aku terlalu bersemangat sampai lupa begini," ujarnya sambil mengelap sudut mata. Ia tertawa sampai menangis ternyata.
Sakura hanya meringis pelan walau tak sabar mengetahui kebenaran yang akan disampaikan Tsunade.
"Jadi," Tsunade sudah bisa mengatur suaranya. Ekspresinya kembali lembut, namun lebih serius. "Sakura, kau diikuti hantu lelaki selama lima tahun ini."
"A..." Sakura hendak meneriakkan kata 'Apa?!' yang dramatis, namun tenggorokannya tercekat. Jadi begini, ya, kalau seseorang benar-benar terkejut? Reaksinya hanya membeku saking terkejutnya.
"A-apㅡtapi... bagaimana?" bisik Sakura pelan. Selama ini ia diikuti hantu lelaki? Ya, Tuhan! Padahal selama ini ia rajin berdoa, rajin beribadah, dan tidak macam-macamㅡjika skip kelas saat kuliah bisa dikatakan 'macam-macam'.
Tunggu! Katanya ini ada hubungannya dengan kata-kata yang diucapkannya lima tahun lalu... Tapi kata apa itu? Walaupun kemungkinan ia mengingatnya kecil, tapi ia memiliki kemampuan mengingat yang cukup hebat.
Sakura memutar ingatannya pada kejadian lima tahun lalu. Lima tahun lalu... Berarti saat itu tahun 2013. Dan ia masih kelas 2 di sekolah menengah. Ia saat itu sedang dekat dengan seorang lelaki di kelasnya yang merupakan anggota klub sepak bola.
Sakura mengingat-ingat apa yang dikatakannya pada orang itu. Apa ia mengatakan sesuatu yang jahat? Atau ia menjanjikan sesuatu yang ia sendiri lupa dan malah tidak sengaja mengingkarinya?
Tidak. Ia sangat yakin ia tidak mengatakan sesuatu yang aneh, macam-macam, atau sesuatu yang malah membuatnya diikuti hantu macam drama Korea yang dulu ditontonnyaㅡ
Sakura terbelalak. Mendadak mengingat satu line yang ia katakan saat sedang menonton drama Korea itu. Yang ia tujukan untuk dirinya sendiri.
Astaga! Jadi ia sembarangan bicara, ya?
Tsunade tersenyum simpul melihat reaksi Sakura yang sepertinya sudah menemukan akar permasalahannya.
"A-ano, baasan... Apa... Apa hantu itu jahat? Apa dia menggangguku?" Sakura untuk kesekian kalinya bertanya takut-takut.
Tsunade melirik ke samping Sakura sejenak. Sakura yang tengah memperhatikannya mendadak diam dan tak berani menoleh.
"Tidak," jawab Tsunade sambil tersenyum, tapi matanya tetap pada sisi kanan Sakura. "Tidak," tegasnya, kini sambil menatap Sakura dengan senyum lebih tulus. "Kau jadi tidak bisa dekat dengan laki-laki karena auramu dengan auranya bersatu. Itu berpengaruh pada hubunganmu dengan lawan jenis."
Sakura menghembuskan napas yang sedari tadi ditahannya. Setidaknya ia tidak diikuti hantu jahat dan iseng. Mendadak sesuatu muncul dalam benak Sakura, yang tidak dapat ditahannya.
"Baasan, apa dia tampan?"
Tsunade tertawa. "Tidak."
Sakura tidak mengerti mengapa dirinya sedikit kecewa mendengar kenyataan itu.
"Dia sangat tampan," lanjut Tsunade. Senyumnya semakin lebar. "Setidaknya kata-kata yang kau ucapkan 'sembarangan' dulu berbuah manis. Asal jangan kau lakukan lagi, karena kali ini kau beruntung, Sakura."
Senyum Sakura merekah. Ia mengangguk dengan semangat. "Ya, baasan, aku sudah kapok. Tapi, apa aku bisa melihatnya? Atau berkomunikasi, mungkin?"
Tsunade menggeleng pelan. "Tidak, Sakura. Tapi kalau kau mau aku menggambarkannya, baiklah. Ia memiliki wajah sangat tampan, matanya tajam dan jarang tersenyum. Rambutnya model raven berwarna hitam kebiruan. Tubuhnya atletisㅡtidak besar, tapi proporsional. Kalau kau berdiri... Sakura, coba berdiri sebentar." Sakura berdiri sesuai perintah Tsunade. "Hm... Kalau berdiri, kau hanya setinggi dagunya."
Sakura merasa hatinya berbunga-bunga. Diikuti hantu tampan, cool, berbadan bagus dan tinggi... siapa yang takut?
Sakura lalu sadar akan satu hal penting lainnya. Ia berdeham dan tersenyum kikuk. "Err... Baasan, apa aku boleh tahu namanya?"
Tsunade diam sejenak, lalu mengangguk. "Sasuke. Uchiha Sasuke."
Sakura mengangguk paham. Uchiha Sasuke, salam kenal, batinnya pelan sambil menoleh sedikit ke sisi kanannya. Walaupun tidak bisa melihat dan merasakan kehadiran sosok di sebelahnya, tapi Sakura yakin seratus persen, saat itu juga hatinya menghangat.
.
.
to be continued.
.
.
.
halo, semua! salam kenal yaa. maafkan diriku yang baru dateng malah bawa fic plotless dan rush begini T.T
terimakasih kalau ada yang mau baca fic ini, dan jika ada yang berkenan meninggalkan review aku sangat berterimakasih :') sekaligus mau tanya, apa baiknya fic ini selesai sampai disini atau dilanjutkan?
terimakasih sebelumnya!
