Naruto : The King Of Heroes

Disclaimer :

Naruto : Masashi Kishimoto

Fate/Stay Night : Datto Nishiwaki

High School Dxd : Ichiei Ishibumi

Rate : -?-

Pair : -?-

Presented by : Undying08

Genre : Action, Fantasi, Supranatural.

Sub Genre : Humor/Comedy (Maybe)

Warning : Typo, HumanNaru!, OOC, Author Newbie, Isekai, and Etc.

Summary

Uzumaki Naruto! Seorang pahlawan perang yang mati karena menyegel Juubi didalam tubuhnya, saat ia berpikir akan pergi ke alam baka,, dia malah bereinkarnasi menjadi anak dari Dewi sihir dan seorang Raja agung. Mungkinkah ini akan menjadi kehidupannya yang baru? Hmm... Mungkin tidak.

Author note :

Hallo Minna-san! Lama tak jumpa, sudah ... Em... Berapa ya?...Ah-ahahahaha maaf sepertinya saya lupa sudah berapa lama saya belum Up... Hehehe...

...

...

Krik~ krik~

...

Ok... Itu jangkrik darimana! Dari kemaren ada terus... Ah sudahlah mungkin nanti saya akan mencarinya... Jika ada reader yang bertanya kenapa saya lama... Well... Saya sedang memperbaiki chapter tiga, dan sedikit menambahkan patahan-patahan cerita di chapter 2... Ya... Sebenarnya saya tidak ingin merubahnya sebelum... * Sambil mengingat kembali kejadian beberapa hari yang lalu *

Flashback (Sekali-sekali dari Author sendiri gak apa-apakan?)

"Hmm... Hmmm... Ok... Udah bagus nih... Tinggal perbaiki aja apa masih ada typo apa gak... " Author bergumam sendiri sambil membaca tulisan-tulisan yang muncul di layar elektronik di hadapannya.

"Ok! Mari kita Updat-!"

Brakkhh

"-E! What the F**k! Apaan tuh!" Karena kaget, Author langsung berdiri tegak sambil melihat kesegala sisi kamar, mata Author langsung berpindah ke arah atapnya yang bolong.

"The H***l! Atap kamar gue! Jebol anjirrr! Kok bisa!" Author langsung panik saat langit-langit kamarnya yang kini jadi langit sungguhan, matanya bisa melihat bintang-bintang yang berkelap-kelip manja dilangit sana. Saat ingin mencari paku dan sebuah palu, mata author langsung melihat sesosok gadis kecil berambut hitam yang berdiri di hadapannya.

"..." Author mengucek matanya, lalu membuka matanya, kucek, buka, kucek-buka-kucek-buka. (Gitu aja terus, sampe mata authornya bintitan)

'Ini... Loli darimana... Woi... Siapa yang ngelantarin lolinya?' Author pun bertatap muka dengan gadis mungil dihadapannya. Sedangkan si gadis pun terus menatap intens sang Author.

"Kau siapa..." Tanya Author yang akhirnya lelah dengan acara kontes tatap-menatap mereka.

'Bisa-bisa nanti mataku bintitan...'

"Admin Yui..." Ucap sang gadis pelan dengan nada datar.

"Huh? Apa?" Author kembali bertanya ketika telinganya yang tak mendengar ucapan dari gadis mungil dihadapannya ini.

"Admin Yui..." Ucap sang gadis lagi dengan nada yang masih sama.

"..."

'... Itu namanya? Gak... Mana mungkin...' Pikir Author.

"Maksudku... Nama aslimu..." Sang Author berbicara lagi, matanya menatap wajah sang gadis mungil yang datar.

"Admin Yui..." Ucap sang gadis lagi, Author yang mendengar jawaban datar itu pun mulai kesal.

"Ok Admin Yui! Darimana dan bagaimana kau bisa ada disini!" Tanya Author dengan nada tinggi sambil menunjuk-nunjuk wajah imut gadis kecil itu.

'Aku tak akan dengan mudah terjebak oleh wajah kawaii itu...T-tapi... I-itu terlalu m-manis, a-aku tak k-kuat... A-akkhhh!... M-moeee~ desuuu~...' Batin Author nyeleneh.

"Darimana aku berasal... Itu tak penting... Yang terpenting adalah aku datang kemari untuk ini." Ucap 'Yui' datar, dalam sekejap mata beberapa lembaran kertas muncul di tangan mungilnya, lalu dengan cepat menunjukkannya ke Author.

"Hmm? Apa ini... Eh? Ini... Bukannya ini cerita dari chapter 2 dan 3?... Darimana kau dapat ini?! Kau penguntit ya?!" Author lagi-lagi menunjuk wajah 'Yui', 'Yui' yang dituduh langsung melayang dan langsung menampar bibir sang Author dengan tangan mungilnya.

Plakk!

"Hmmppph?!" Author langsung memegangi bibirnya dengan kedua tangannya, yang terasa amat nyeri setelah ditabok oleh tangan mungil itu, kecil-kecil tapi terasa.

"Berani sekali kau sebut aku penguntit. Admin Yui ni... Bukan kaleng-kaleng, kau kira kaleng-kaleng." Ucap datar 'Yui' yang masih melayang-layang di udara.

"T-thapi-" Author yang ditabok berucap dengan mulutnya yang masih tertutup.

Plakk!

Tapi 'Yui' langsung mengambil lembaran kertas yang ada di tangan Author dan menamparnya dengan kertas-kertas itu.

"Uhh!" Author langsung memegangi pipi kirinya yang sekarang terasa panas, Author terdiam.

"Diam... Kau banyak bicara..." Ucap 'Yui' datar sambil menunjuk Author dengan kertas di tangannya.

"Okh..." Gumam Author dengan sedikit mengangguk kecil.

"Bagus... Dan untuk apa aku datang kemari... Ini soal chapter 3 milikmu yang penuh kesalahan! Bellial dimana! Kenapa kau menghilangkannya?! Dan kenapa para malaikat jatuh tak ada perlawanan sama sekali! Apa apaan itu!" Ucap 'Yui' dengan aura hitam yang menyelimuti tubuh mungilnya dan sebuah topeng menyeramkan muncul di belakangnya, Author yang merasakan sesuatu yang berbahaya mulai berkeringat dingin.

'K-kok... Rasanya kayak mau mati aja ya?'

"B-bhenarkh?" Tanya Author yang masih memegangi bibir dan pipinya.

"Ya... Jadi... Perbaiki itu." Ucap 'Yui' sambil menunjuk Author tepat di hidungnya dengan jari kecilnya. Author tanpa pikir panjang, menganggukkan kepalanya sekali lagi dengan cepat.

"Baik... Kalau begitu aku pergi... Tapi ingat kata-kataku... Perbaiki kesalahanmu..." Ucap 'Yui' datar sambil memutar tubuhnya, membelakangi sang Author, lalu tubuhnya tiba-tiba bersinar terang.

Sringg

'A-akhh! Apa ini?! T-terang anjirr! Apa ini yang dinamakan siraman rohani?!" (Siraman rohani palalu Thor) Batin Author yang langsung menutup matanya, saat sinar tersebut redup, Author langsung melihat kesegala penjuru kamarnya, matanya langsung melihat kearah langit-langit kamarnya yang kini sudah kembali seperti semula.

"..."

'Tadi itu apaan njir...'

Flashback end

...

...

Yah... Sebenarnya bukan itu yang terjadi... Tapi ya begitulah, semua orang punya kesibukan masing-masing bukan? Dan juga... Selama ini, saya juga terus meremas otak saya yang lelet banget ini untuk membuat scene-scene yang pas buat chapter 3 walaupun tidak banyak yang dirubah...

Dan juga... Kalo ada yang bertanya kenapa saya re-post ulang chapter 3, dan juga menertawakannya... Memangnya kenapa? Bruh, This is my story, my rule! Are you have problem with it? If you had, then just don't read my story, got it?...

Lalu soal usulan Servant class Berseker... Setelah saya pikir-pikir... Akhirnya saya memilih seorang Hero dan Heroine dari class Berseker, yang... Tentu saja saya tidak akan memberitahukan nama mereka disini...

Jadi jangan kecewa ya bagi yang merasa hero/ine usulannya tak saya ambil... Juga saya berencana untuk menambahkan genre Komedi/Humor disini... Jadi... Well... Begitulah... Saya sudah punya rencana untuknya nanti... Bersama dengan servant lainnya tentunya.

... Dan jika yang penasaran kenapa Authornya lelet banget Up nya... Ya maklum... Otak saya... Ukurannya hanya 4 GB... Itupun banyak virusnya...

...

..

.

Ah~... Lupakanlah... Yang lalu biarlah berlalu bagaikan eek yang terbawa arus sungai, err maksudnya daun yang terbawa angin.

...

...

... Well enjoy chapter 4! Minna!

Chapter 4

Petualangan baru sang Raja... Dengan para servantnya

Thousand years later

Present

'Ah... Akhirnya sampai juga... Cih... Alat transportasi jaman sekarang sangat lambat dibandingkan dengan Vimana, jika seperti terus ini aku tak mau menaikinya lagi...' Batin seorang pemuda yang berjalan menuju pintu keluar bandara sambil menenteng sebuah tas di pundaknya.

Pemuda tersebut mempunyai tinggi badan sekitar 5,9 kaki dengan rambut pirang yang tegak dan terarah kebelakang dengan sebuah poni yang cukup panjang ke mata kirinya, wajah tampan dengan mata merah rubinya. Untung saja para manusia biasa tak bisa melihat mata merahnya, mereka hanya dapat melihat sepasang mata berwarna biru sapphire. Memakai sebuah jaket kulit hitam dengan kaus orange lengan panjang sebagai dalaman, memakai sebuah celana jeans hitam dengan sebuah rantai emas sebagai penghiasnya, dan sepasang sneaker hitam putih.[1]

Entah terlalu dalam dengan pemikirannya atau apa, pemuda tersebut menghiraukan semua reaksi para wanita ketika mereka melihatnya. Bukan, bukan hanya para wanita saja, para pria dan juga para petugas yang bekerja di bandara terus melihat dirinya.

Gumaman dan juga bisikan terdengar dari mereka tentang pemuda tersebut seperti sebuah selebriti ataupun model, bahkan ada beberapa kumpulan gadis-gadis muda yang berteriak girang karena penampilannya.

Tapi pemuda tersebut tidak terlihat terganggu dengan tatapan ataupun teriakan para gadis terhadapnya, pemuda tersebut hanya berwajah datar dan terus melangkahkan kakinya menuju pintu keluar bandara.

Tak lama kemudian, pemuda tersebut sudah keluar dari wilayah bandara. Matanya melihat kearah jalanan yang ramai, pemuda tersebut lalu memberhentikan sebuah taksi lalu masuk kedalam taksi tersebut.

"Anda mau kemana, tuan?" Tanya sang supir taksi dengan hormat kepada penumpangnya, pemuda itu hanya menatap wajah sang supir sebentar lalu membalasnya.

"Ke kota kuoh, secepatnya." Ucap pemuda tersebut pelan, tapi itu sudah cukup bagi sang supir untuk didengar. Sang supir menganggukkan kepalanya lalu mulai mengemudikan taksinya.

Brumm~

.

.

.

Selama perjalanan, pemuda tersebut hanya melihat pemandangan diluar jendela. Ia tampak seperti memikirkan sesuatu, terlihat jelas dari wajahnya yang serius.

"Hmm... 30 tahun yang lalu... Hari dimana aku memanggil 'mereka'... Ha~ah... Hari yang menyebalkan..." Gumam pemuda tersebut dengan malas sambil sedikit menghela nafasnya, matanya terus melihat keluar jendela sambil mengingat kejadian ribuan tahun yang lalu yang lalu.

Flashback

Thirty years ago...

"Hmm... Hmm... Ahh~... Akhirnya... Sebuah pemandangan yang sangat indah setelah ribuan tahun menggembara... Ne~..." Ucap pemuda kuning saat ia sedang melihat pemandangan indah di depannya, dengan mata 'biru' indahnya, saat ini pemuda tersebut tengah berada di puncak gunung tinggi yang hutannya masih rimbun dan hijau asri.

Tak ada yang aneh dari pemuda itu, kecuali cara berpakaiannya yang sangat mencolok, bagaimana tidak. Saat ini ia sedang memakai sepasang anting emas di kedua telinganya, dan sebuah pelindung pundak yang terbuat dari emas murni disertai dengan kain sutra berwarna kuning yang juga menutupi pundak pemuda tersebut, memakai pelindung perut, pelindung kaki, dan juga sendal yang sama-sama terbuat dari emas, serta tak lupa sebuah selendang berwarna merah dengan rajutan benang-benang emas halus yang ia pakai di pinggangnya. Dan dua buah bilah pedang emas yang bertengger manis di punggung pemuda tersebut. [2]

"Kurasa... Tempat ini cocok untuk kujadikan tempat ritual pemanggilan...Kurasa dengan Holy Grail semuanya akan berjalan lancar." Gumam pemuda tersebut pada dirinya sendiri. Lalu pemuda tersebut berlutut dengan satu kakinya dan merentangkan tangan kanannya kedepan, tak lama kemudian muncul sebuah cangkir emas yang didalamnya terdapat sebuah cairan berwarna merah.

Lalu pemuda tersebut menuangkan cairan merah tersebut ke tanah didepannya dengan pelan, setelah cairan tersebut tertuang ketanah, muncul sebuah lingkaran emas yang lumayan besar, yang bersinar terang, dengan pemuda tersebut sebagai pusatnya. Pemuda tersebut lalu menyentuh titik pusat lingkaran tersebut dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya masih menggenggam erat cangkir emas yang tadi digunakannya.

Sringgg!

Lingkaran tersebut semakin bersinar terang saat pemuda tersebut menyentuh lingkaran tersebut dengan tangannya. Dengan pelan, pemuda tersebut mulai menggumamkan beberapa kalimat dengan pelan.

"Wahai pondasi batu dan kontrak Archduke.

Wahai leluhur, dan guruku, Schweinorg.

Menutup gerbang arah mata angin.

Datang dari puncak, dan mengikuti jalan bercabang menuju Kerajaan.

Penuhilah, penuhilah, penuhilah, penuhilah, penuhilah.

Ulangi sebanyak lima kali.

Jika masing-masing terpenuhi, maka hancurkan.

Set.

Dengarkan kata-kataku.

Aku akan menciptakan tubuhmu, dan pedangmu untuk menciptakan takdirku.

Jika kau mendengarkan panggilan Cawan ini, maka patuhilah kehendak dan alasanku, Jawablah aku.

Dengan ini aku bersumpah… Bahwa aku akan melakukan semua kebaikan di dunia ini.

Bahwa aku akan mengalahkan dan menghapuskan seluruh kejahatan di muka bumi ini.

Ketujuh Surgamu, yang dibalut di dalam kekuatan tiga ucapan, keluarlah dari lingkaran penggekang ini, Sang Timbangan Pelindung!"

Sringgg!

Lingkaran emas yang sebelumnya hanya berjumlah satu kini memunculkan dua belas lingkaran-lingkaran kecil yang mengelilinginya, layaknya angka-angka yang terletak di jam.

Flash!

Dua belas lingkaran itu lalu mengeluarkan cahaya putih yang amat terang, tak lama kemudian sinar terang dari lingkaran-lingkaran itu memudar dan memunculkan beberapa sosok yang sedang dalam keadaan berlutut. Naruto yang melihat ritual pemanggilannya berhasil menghela nafasnya, Naruto bisa merasakan jika Prana-nya berkurang, tapi tidak dalam kadar dimana itu bisa membuatnya lelah.

'Jujur saja... Ini mengejutkan, aku tak mengira jika aku bisa memanggil 12 roh pahlawan sekaligus, tapi itu cukup menguras Prana ku.' Batin Naruto sambil melihat ke arah dua belas sosok yang berhasil dipanggilnya. Walaupun ia tak bisa melihat raut wajah dari para roh pahlawan yang telah dipanggilnya, Naruto masih ingin melihat wujud mereka. Naruto lalu melihat kearah sosok pertama yang di panggilnya, sosok tersebut adalah seorang gadis kecil yang menurutnya bertubuh cukup mungil, kalau ia boleh menganggapnya seperti itu. Berambut pendek dengan warna putih keperakan, memakai pakaian hitam ketat yang terlihat kurang cocok di tubuh mungilnya, memakai stocking hitam panjang yang hanya sampai pada lututnya. Pada pinggang gadis kecil itu, terselip dua buah pedang kecil berwarna merah dengan bilah berwarna perak mengkilat. Pada kedua bahu gadis tersebut terdapat tatoo bulat berwarna merah.[3] Melihat cara berpakaian gadis kecil tersebut yang cukup 'menarik', Naruto sedikit menaikkan alisnya.

'Hmm... Assasin kah? Menarik... Tapi pakaiannya terlalu... Bukankah... Ah, entahlah...' Batin Naruto yang masih melihat kearah gadis mungil tersebut, setelah cukup lama memandangi gadis tersebut, Naruto akhirnya mengalihkan mata 'biru' miliknya kepada sosok lain yang di panggilnya. Jika sosok tadi yang bertubuh mungil, maka sosok kali ini berbeda, sangat jauh berbeda, Naruto sangat yakin jika sosok tersebut tinggi tubuhnya mencapai dua meter, Naruto tak perlu mengukurnya untuk tahu berapa ukuran tubuh dari sosok yang tubuhnya tinggi dan besar itu. Sosok tersebut adalah seorang pria yang menurut Naruto berada pada umur tiga puluhan, memakai sebuah zirah dan dua pelindung tangan yang juga terbuat dari perunggu dengan hiasan bulu-bulu halus berwarna putih, memakai sebuah mantel merah dengan kerah yang di hiasi dengan bulu-bulu halus yang juga berwarna putih. Pria besar itu memiliki rambut, jambang, serta janggut yang berwarna merah menyala, dan membawa sebilah pedang di pinggang kirinya.[4]

'Pria ini... Ia kuat...' Batin Naruto setelah memandangi sosok itu cukup lama. Naruto mengalihkan perhatiannya kepada sosok ketiga yang dipanggilnya, sosok kali ini adalah seorang wanita bersurai pirang panjang yang terlihat begitu indah dan halus bagaikan sutra dengan mahkota emas di atas kepalanya, tubuhnya ramping, memakai sebuah armor perak tanpa memakai sebuah helm pelindung, dan sebuah jubah berwarna merah dengan kerah berbulu yang terpasang manis di pundaknya.[5] Naruto merasakan jika pipinya memanas saat melihat kecantikan wajah sang wanita yang masih menunduk tersebut. Naruto tak sadar jika ia mengambil dua langkah kebelakang akibat kedua matanya terlalu terpaku pada sang wanita.

'D-dia... C-cantik sekali... A-akh! A-apa ini! Apa yang aku pikirkan? Sadar Naruto, sadar!' Batin Naruto sambil menggelengkan kepalanya cukup kuat untuk menghilangkan pikiran anehnya, saat pikirannya mulai jernih kembali. Naruto melihat sosok keempat yang ia panggil.

Sosok keempat adalah seorang pria muda berambut ungu dengan pakaian zirah perak dengan warna putih dan biru dengan hiasan gelang dan garis-garis halus berwarna emas yang menutupi setiap bagian tubuhnya, memakai sebuah jubah biru tipis yang tersemat di sela-sela zirah di bagian pundaknya. Laki-laki tersebut membawa sebilah pedang emas dengan bilah perak yang digunakannya sebagai sandaran kedua tangannya.[6] Samar-samar Naruto dapat merasakan aura suci dari laki-laki ini yang sama seperti wanita sebelumnya.

'Hmm?... Class Saber? Tapi aura yang dikeluarkannya agak berbeda... Walaupun itu juga aura suci... Apa mereka berhubungan?' Batin Naruto sambil melirik ke arah wanita sebelumnya dan ke lelaki ungu di depannya secara bergantian. Mengangkat bahunya tak peduli, ia kembali membalikkan tubuhnya untuk melihat sosok ke lima, sebelum sebuah suara halus nan merdu menyapa telinga sensitifnya.

"Hamba bertanya... Apa anda Master kami?" Dengan spontan, Naruto membalikkan badannya menghadap ke arah sumber suara, matanya langsung melihat kearah seorang wanita berambut ungu gelap panjang dengan mata merah rubinya yang sama sepertinya, wanita tersebut memakai sebuah pakaian yang menurut Naruto lebih cocok disebut sebuah piyama dari pada sebuah pakaian tempur, bagaimana tidak. Pakaian yang dipakai wanita tersebut begitu menampakkan lekuk tubuhnya, dan hanya menutupi bagian-bagian pribadinya dengan sempurna sedangkan bagian perut, pinggang, dan pinggulnya tidak tertutupi sama sekali, itupun hanya ditutupi oleh selembar kain tipis tembus pandang berwarna ungu pudar. Naruto sedikit mendengus geli saat melihat pakaian wanita tersebut yang begitu... 'terbuka' baginya.[7]

"Ya... Aku yang memanggil kalian..." Jawab Naruto dengan suara yang cukup keras agar semua roh pahlawan yang dipanggilnya dapat mendengar apa yang diucapkannya. Mendengar jawaban itu membuat sang wanita menganggukkan kepalanya sedikit.

"Baiklah... Kalau begitu... Nama hamba adalah Scáthach, Penyihir dari Dun Scaith, Servant class Lancer, Master." Ucap wanita itu pelan. Naruto mengangguk kecil, saat ingin membalas perkenalan dari wanita ungu tersebut, sebuah suara lain menggangunya lagi.

"Jadi... Kau Master kami? Jujur saja, ini cukup mengejutkan. Baru kali ini aku melihat ada seseorang yang mampu memanggil 12 Servant sekaligus tanpa mengalami efek samping sama sekali. Luar biasa." Naruto membalikkan tubuhnya untuk menghadap ke seorang pemuda bermata merah dan berambut biru tua dengan bagian belakangnya diikat dengan sebuah silinder emas menyerupai ekor kuda, pemuda tersebut memakai sebuah pakaian armor ketat berwarna biru dengan beberapa plat besi minimalis berwarna perak yang berada dan melindungi persendiannya dan dua buah anting perak, sambil menenteng sebuah tombak merah panjang yang terlihat begitu menakutkan.[8] Naruto sedikit menaikkan alisnya ketika ia mengenali tombak yang di bawa oleh pemuda tersebut.

'Tunggu dulu... Gáe Bolg? Jadi... Pemilik kedua tombak kesayanganku adalah laki-laki ini?' Batin Naruto sambil menatap tajam tombak yang di tenteng oleh lelaki biru tersebut. Ya, jujur saja. Naruto menyayangi tombak merah tersebut, selain warna merahnya yang disukai olehnya, kekuatan dari tombak merah tersebut cukup berguna sebelum ia memilih Merodach untuk mengetes apakah lawannya tersebut pantas untuk dihadapi dengan Ea, jika kekuatan dari Merodach dan Gáe Bolg tidak cukup untuk mengalahkannya.

'Tapi... Pemuda ini... Dia belum terlalu menguasainya, ia belum menguasai potensi terbesar Gáe Bolg... Hah~ mengecewakan sekali.' Naruto sedikit mendesah lelah saat ia mengetahui jika pemuda biru di depannya ini masih dalam kadar 'pemula' baginya.

"Dan juga... Kau memanggil guruku! Luar biasa, Master! Kau luar biasa!" Teriakan dari pemuda biru tersebut kegirangan membuat Naruto menatap pemuda biru tersebut aneh.

'Dia... Apa dia gila?' Batin Naruto sambil sweatdrop, berbeda dengan pemuda biru itu yang di tatap aneh oleh Naruto entah kenapa tiba-tiba merasa kesal.

"Hei, Master! Jangan lihat aku seperti itu! Kau memang memanggil Guruku! Lihat dia disana, kau baru saja berbicara dengannya." Ucap sang pemuda biru itu setengah berteriak, sambil menunjukkan Naruto dengan tombaknya, atau lebih tepatnya orang yang berada di belakangnya.

"Itu memang benar Master. Aku adalah gurunya." Lagi, Naruto mendengar suara merdu yang tadi barusan ia dengarkan, Naruto hanya memutar kepalanya dan melirik wanita ungu -Scáthach- itu di belakang tubuhnya.

"... Bagitukah... Lalu siapa namamu?" Tanya Naruto santai sambil kembali memutar kepalanya untuk menatap pemuda biru di depannya.

"Baiklah! Perkenalkan, aku Setanta. Pahlawan dari Ulster, Anjing Culann, Anak cahaya dan murid kesayangan dari guruku Scáthach! Oh! Dan kau juga bisa memanggilku dengan Cú Chulainn! Master! Hahahaha!" Jawab sang pemuda biru tersebut -Cú Chulainn- dengan wajah sumringah, lalu tertawa senang dengan lepasnya. Naruto yang mendengar julukan dari Cú Chulainn tak merasa aneh pada awalnya, sampai pada julukannya yang kedua membuat Naruto terdiam seribu bahasa.

'...Anjing... Anjing Culann katanya? Julukan konyol macam apa itu?' Batin Naruto sweatdrop sambil terus menatap Cú Chulainn dengan wajah deadpan-nya.

"... Terserah apa katamu... Aku tak peduli, Ekor kuda." Ucap Naruto pelan saat Cú sudah berhenti tertawa, Cú yang mendengar kata terakhir dari Naruto langsung berubah menjadi kesal.

"Hei! Kau panggil apa aku barusan?!" Teriak Cú kesal dengan sebuah perempatan yang terlihat jelas di dahinya sambil menunjuk-nunjuk wajah Naruto dengan ujung tombaknya. Scáthach yang melihat tingkah Cú yang menurutnya tak sopan, kembali mengangkat suaranya.

"Cú... Tenangkan dirimu, dia Master kita. Jadi jangan bersikap tak sopan seperti itu... Master, maaf. Dia kadang-kadang lepas kendali." Ucap Scáthach sambil membungkukkan badannya kepada Naruto. Naruto hanya mengangkat bahu tak peduli. Naruto hanya membalasnya pelan dengan wajah datarnya.

"Tak apa-apa... Aku sudah terbiasa... Jadi kau tak perlu kaku seperti itu." Scáthach yang mendengar jawaban halus dari Masternya tersenyum tipis walaupun ia tahu Naruto tak melihatnya.

"Jadi... Bolehkah kami mengetahui siapa nama dari Master kami?" Sebuah suara baru kembali menarik perhatian Naruto dari Cú dan Scáthach, Naruto kembali melirikkan matanya kesamping. Seketika matanya bertemu dengan sepasang manik indah berwarna ungu terang, sebuah wajah cantik dengan rambut putih panjang yang terurai dengan indahnya, asal suara tersebut adalah seorang wanita muda dengan jubah panjang yang berwarna sama seperti rambut indahnya, sambil menenteng sebuah tongkat yang cukup besar dengan hiasan berupa beberapa untaian kain berwarna ungu dan biru muda di tongkat tersebut, tapi ada hal yang janggal dari tongkat tersebut yang membuat Naruto tertarik.[9]

'Hmm? Apa itu? Sebuah gagang pedang?... Itu bukan hanya sebuah tongkat sihir biasa, jadi class Caster macam apa dia ini?' Batin Naruto lagi pada dirinya sendiri ketika matanya mengetahui sebuah benda aneh yang terletak di sarungnya, yang cukup mengejutkannya, adalah tongkat sihir itu sendiri.

Mencoba untuk seformal mungkin, Naruto pun menjawabnya segera. "Bukankah itu agak tidak sopan jika kau menanyakan nama seseorang, tapi kau sendiri tak memperkenalkan namamu terlebih dahulu?" Tanya Naruto pada wanita putih didepannya ini. Mendengar pertanyaan dari Masternya, sang wanita pun menjawabnya sambil tersenyum riang.

"Ha'i! Perkenalkan Master! Namaku Merlin! Penyihir bunga dari Camelot, Servant dari class Caster, Salam kenal!" Ucap sang wanita -Merlin- dengan nada kekanakan sambil mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi lalu memutarnya dan melakukan gerakan-gerakan aneh yang layaknya hanya dilakukan oleh anak-anak, lalu diakhiri dengan Merlin melakukan pose 'aneh' dengan mencondongkan badannya kedepan, menaikkan satu kakinya, menempelkan jari telunjuk dan tengahnya yang dalam bentuk 'V' di mata kanannya, dan tangan kirinya yang mengangkat tinggi-tinggi tongkat miliknya diudara.

...

...

...

Dooongg~~

'A-apa... A-apa-apaan ini? K-kenapa tiba-tiba dia bertingkah nyentrik seperti itu?.' Batin Naruto sweatdrop, ia tak menyangka jika Caster dihadapannya ini tiba-tiba berkelakuan aneh seperti itu, Naruto tak bisa berkata apa-apa. Menghela nafas lelah yang cukup panjang, akhirnya Naruto memperkenalkan dirinya.

"H~aahhh... Baiklah, kalau begitu perkenalkan, Namaku Naruto. Master kalian salam kenal." Tak lama setelah Naruto memperkenalkan dirinya, sebuah suara tertawa kecil terdengar di telinganya, karena penasaran siapa yang tertawa, Naruto sedikit membalikkan badannya untuk melihatnya, matanya langsung melihat Cú yang sedang memegangi perutnya sambil menutup mulutnya dengan kedua tangannya, ekspresinya seperti seseorang yang kesulitan menahan tawa.

"... Kau kenapa?" Tanya Naruto yang bingung dengan pemuda biru tersebut, 'memangnya apa yang lucu?' Batin Naruto sambil menaikkan salah satu alisnya tinggi-tinggi. Cú yang sudah tidak tahan dengan tawa yang ditahannya dari tadi, akhirnya tertawa terbahak-bahak sambil menunjuk wajah Naruto.

"H-hahahaha! K-kue ikan! Hahaha! Itu nama paling konyol yang pernah aku dengar, Hahahaha!" Cú tertawa dengan keras, bahkan ada beberapa air mata yang menetes deras dari matanya.

T-twitch!

"..." Naruto yang dari awal menunjukkan wajah datarnya, yang kini entah kenapa terlihat lebih datar. Naruto lalu mengangkat satu tangannya tinggi-tinggi, tak lama kemudian sebuah bulatan transparan berwarna emas muncul di samping tubuhnya. Naruto lalu menurunkan tangannya dan menunjuk kearah Cú yang masih setia tertawa.

Syuuut!

"!" Merasa ada bahaya yang datang padanya, Cú dengan cepat melompat kesamping dengan refleksnya, matanya langsung melihat kearah tempatnya tadi berdiri yang kini tertancap sebuah pedang panjang berwarna perak. Setelah melihat tempatnya berdiri tadi, Cú langsung berteriak pada Naruto.

"Hei! Untuk apa itu tadi!? Hah?! Kau ingin membunuh Servant mu sendiri? Tapi... Tunggu dulu, ada yang aneh disini..." Cú yang tadinya berniat untuk membentak Masternya kini terdiam dan terlihat memikirkan tentang sesuatu. Naruto yang melihat Cú berfikir tetap memasang wajah pasifnya.

'Teknik ini... Aura ini... Tak salah lagi, ini dia! Salah satu pahlawan yang hilang dari Holy Grail! Tapi bagaimana bisa ia ada disini?!' Batin Cú ketika ia sadar akan sesuatu, Masternya, bukan manusia biasa. Cú kembali memasang wajah seriusnya, matanya menatap tajam Naruto yang masih berdiri tegap dihadapannya denagan santai.

'Selain cara berpakaiannya yang aneh... Kedua benda di belakang tubuhnya itu bukan senjata biasa, cih! Kenapa aku baru sadar dari tadi... Ayolah pasti kau tahu siapa dia. Dia yang namanya hilang dari ikatan cawan suci.' Cú terus berfikir keras, giginya bergemelatuk satu sama lain. Tak lama kemudian sebuah patahan memori tentang seorang pahlawan muncul di otaknya.

Degh!

"K-kau... Kau Gilgamesh... Apa aku benar?" Cú bertanya dengan wajahnya yang menggeras sambil sedikit mendesis. Scáthach, Merlin, dan 9 Servant lainnya yang dari tadi diam dan terus mendengar membulatkan mata mereka.

"A-apa?! Bagaimana mungkin! Seharusnya ia sudah terhapuskan ketika Holy Grail menghilangkan ikatannya dengan dirinya." Kali ini sebuah teriakan keras yang berasal dari seorang wanita muda yang memakai gaun hitam panjang, "Itu mustahil untuk dirinya bisa selamat dari kekangan cawan suci." Lanjutnya, wanita tersebut memiliki wajah yang amat cantik dengan rambut hitam panjangnya, tapi wanita tersebut memiliki sepasang telinga panjang meruncing yang seharusnya tak dimiliki oleh manusia biasa.[10]

"Kau benar Caster, Master. Siapa kau sebenarnya." Sebuah suara lain berasal dari seorang wanita yang berada di samping wanita hitam tadi, Caster, yang membenarkan ucapan dari Servant di sampingnya sebelum bertanya dengan suaranya yang merdu kepada Naruto. Perlu diketahui bahwa wanita tersebut tampak normal dengan rambut ungu panjangnya, pakaian hitam dengan strip ungunya yang terlihat tak begitu ketat di tubuh indahnya, kecuali sebuah penutup mata berwarna ungu yang dari awal menutup matanya.[11]

Naruto yang menyadari kesalahannya ingin sekali menepuk dahinya sekarang juga, tapi entah kenapa ia tak bisa melakukannya.

'Dasar bodoh... Kenapa kau terlalu cepat marah seperti tadi...'

"H~aahh... Baiklah... Kurasa aku harus memperkenalkan diriku sekali lagi. Perkenalkan, namaku Gilgamesh, Raja dan Pahlawan pertama di muka bumi, Raja Uruk, Rajanya para pahlawan, dan juga Master kalian... Salam kenal." Ucap Naruto pelan dan menutup wajahnya, lalu dengan pelan mengusap wajahnya serta menarik rambut depannya kearah belakang, sambil membuka matanya dan menunjukkan warna dari matanya yang sesungguhnya, dua buah bola mata yang merah menyala. Saat Naruto selesai mengucapkan kalimat tersebut, seluruh roh pahlawan yang mengelilinginya langsung berposisi siap menyerang.

"Ternyata itu memang benar kau... Raja para pahlawan... Tapi, bagaimana kau bisa melepaskan 'ikatan' dari Cawan suci dan memanggil kami?" tanya wanita ungu tadi yang masih dalam kuda-kudanya, Naruto yang melihat seluruh pahlawan yang mengelilinginya dalam posisi siap bertarung pun, kembali menghela nafasnya dalam-dalam.

"Sebelum aku menjawab pertanyaan dari mu, bolehkah aku mengetahui namamu terlebih dahulu?" Ucap Naruto santai dengan melipat kedua tangannya di dada, ia tetap tenang walaupun dalam keadaan yang bisa dibilang tidak menguntungkan sama sekali baginya. Wanita ungu tersebut diam sesaat, sebelum akhirnya sedikit mengangguk dan memperkenalkan dirinya.

"Baiklah, perkenalkan. Namaku Medusa, Servant Rider, salam kenal, Raja para pahlawan." Dengan suara dan nada bicaranya yang terkesan datar, itu sudah membuat Naruto sedikit puas dengan perkenalan dari wanita ungu itu -Medusa-, Naruto lalu mengangguk sambil sedikit menarik ujung bibirnya, sangat tipis bahkan itu tak bisa dibilang senyuman sama sekali.

"Ya... Sepertinya aku harus menjelaskan sesuatu hal yang penting bagi kalian. Aku, Gilgamesh, bukan lagi roh pahlawan," Naruto menjeda ucapannya saat melihat para pahlawan yang mengelilinginya terlihat terkejut.

"Dan ya, aku tidak berbohong. Tubuh ini, jiwa ini, tidak terikat lagi dengan cawan suci."

"Tapi bagaimana bisa?" Tanya Merlin kebingungan. 'Seharusnya tak ada satu pun pahlawan yang bisa meloloskan diri dari Holy Grail. Tak peduli sekuat apapun mereka, itu sangat mustahil.'

Naruto kembali menghela nafasnya saat ucapannya dipotong oleh Caster.

"Aku akan menjelaskannya padamu, jika saja kau tidak terus memotong ucapanku, jadi bisakah kau tenangkan dirimu sebentar saja?" Tanya Naruto dengan wajah datarnya yang sarat dengan rasa kesal. Merlin, dia hanya sedikit mengangguk kecil sebelum menundukkan kepalanya dan memainkan kedua kakinya karena rasa malu yang tiba-tiba ia rasakan.

"Dan bagaimana caranya aku bisa lepas darinya? Mudah saja, dunia ini bukanlah lagi dunia yang kalian ketahui." Ucap Naruto pelan sambil mendongakkan kepalanya keatas, melihat awan-awan putih yang dengan malas dan bebasnya bergerak di atas sana. Entah kenapa saat Naruto melihat awan, ia teringat akan seorang teman lamanya yang begitu malas, berambut nanas, dan mempunyai hobi untuk tidur dengan lelapnya dimana pun ia berada, tak peduli jika itu sarang musuh sekalipun. Naruto sedikit tersenyum tipis saat mengingatnya.

'Heh... Sekarang aku tahu kenapa Shikamaru begitu menyukai melihat awan sambil bermalas-malasan, hei... Nanas malas, apa kabar mu disana? Semoga saja sifatmu yang mengesalkan itu tidak terbawa sampai kau mati... Ne~.' Batin Naruto tertawa kecil sambil terus melihat awan di langit biru. Sebelum suara baru membuatnya harus menghentikan acara melihat awannya.

"Dunia yang tidak kami ketahui? Apa maksudmu?" Tanya seorang gadis muda berambut pink pendek dengan rambut belakangnya yang diikat panjang, memakai baju hitam ketat lengan panjang, sebuah plat armor di bagian dada yang minimalis, sepasang pelindung tangan berwarna putih, rok berwarna putih dengan beberapa bagiannya berwarna merah dengan ornamen-ornamen emas yang menghiasinya. Serta sebuah jubah putih panjang dengan kerah berbulu yang tersemat di kedua pundaknya. Gadis muda tersebut membawa dua benda yang terselip di kedua pinggangnya, sebuah pedang perak bertipe Longsword di pinggang kanannya dengan pinggiran emas, dan sebuah buku bersampul coklat tua di pinggang kirinya.[12]

"... Maksudku adalah, kalian semua sekarang berada di dunia lain..." Ucap Naruto malas, tak memperdulikan keadaan yang terjadi setelah ia mengucapkan beberapa kata pendek tersebut.

"Apa!" Kali ini Cú kembali berteriak, ia tak percaya. 'Dunia lain?! Apa lagi ini?! Dipanggil kedunia lain itu sangat mustahil!' Batin Cú yang memasang raut terkejutnya, Naruto yang melihat Servant Lancer itu terkejut seperti Servantnya yang lain, langsung melanjutkan ucapannya.

"Ya, Kalian di dunia lain. Dan bagaimana caranya aku bisa melakukannya?... Anggap saja, aku punya caraku sendiri untuk melakukannya." Naruto menjeda ucapannya, lalu menghirup udara segar disekitarnya dengan pelan. 'Tentu saja dengan Holy Grail... Dan, ah... Kurasa pilihanku memang tepat menggunakan Sha Nagba Imuru dari tadi, jadi... Aku mengetahui basic dari kekuatan para mantan roh pahlawan ini.' Batin Naruto sambil melirikkan matanya dan melihat satu persatu mantan para roh pahlawan ini.

'Ya... Mereka bukan lagi roh... Menarik, Holy Grail dari dunia ini luar biasa... Bahkan bisa merubah sebuah roh kembali ke bentuk makhluk hidup dengan mudahnya... Tapi... Apa mereka belum mengetahuinya sama sekali?' Batin Naruto yang entah kenapa merasa sedikit kecewa. Ya, ia tahu jika para pahlawan yang dipanggilnya ini bukanlah para spirit lagi, melainkan sebuah makhluk hidup yang bernafas. Ia tahu hal itu sejak ia mengaktifkan Sha Nagba Imuru kepada Kedua Belas manusia yang mengelilinginya ini.

"... Begitu kah? Menarik... Sungguh menarik... Ne~ Master... Kau membuatku kagum padamu, kau tahu? Jadi... Bisakah kau kabulkan satu permintaan ku ini?" Cú kembali berbicara, kali ini dengan nada suara yang seperti orang kesenangan, lengkap dengan sebuah senyuman lebar yang menghiasi wajahnya, sebuah senyuman yang menunjukkan deretan gigi serta taringnya yang tajam. Naruto kembali menatap wajah Cú dengan wajah datar miliknya, sebelum membalas ucapan pemuda biru itu dengan malas.

"... Apa itu?" Ucap Naruto pendek, jujur saja. Ia tahu jika sifatnya ini sangat,sangat jauh berbeda dengan dirinya yang dulu, ia akui hal itu. Tapi, hei, pernahkah kau percaya jika kau bereinkarnasi, maka sifat dirimu yang menjadi inkarnasi akan jauh, jauh berbeda dari dirimu di kehidupanmu yang lama. Yap, Naruto tahu itu adalah sebuah fakta, karena ia mengalaminya.

..

..

Sweatdrop...

'Ok... Aku baru sadar sesuatu... Kenapa sikap ku sekarang mulai miripsi Sasu-Teme?' Batin Naruto dengan sebuah keringat sebesar biji jagung muncul di kepala pirangnya.

Mendengar jawaban dari Masternya, Cú menyeringai dengan lebarnya, Naruto yang melihat seriangi yang muncul di wajah Cú berani bersumpah jika seringai itu hampir membelah wajahnya menjadi dua.

"Baguslah, Master! Kalau begitu aku meminta padamu! Lawanlah aku!" Ucap Cú lantang sambil memposisikan dirinya dengan kuda-kuda bertarung miliknya, tombak merah yang berada di genggaman tangannya mengeluarkan cahaya merah redup. Naruto yang melihat tingkah laku Cú yang melakukan sesuatu tanpa berfikir membuatnya mengingat seseorang yang mirip sekali dengan pemuda biru ini.

'Ya... Benar, kenapa aku lupa... Inuzuka Kiba... Cú Chulainn... Sama sama mempunyai gelar yang berhubungan dengan anjing... Sifatnya pun sama... Aku mulai curiga, apa laki-laki biru ini inkarnasi dari Kiba?' Batin Naruto sambil menggerinyitkan kedua alisnya, saat mengingat persamaan antara pemuda biru dihadapannya ini dengan teman pecinta anjingnya yang sangat amat berisik itu.

'Ya... Mungkin saja, kehidupan ku tak seburuk yang aku pikirkan... Kurasa ini akan menarik, ne~.' Batin Naruto dengan sebuah senyum miring yang timbul di bibirnya.

"Begitukah? Baiklah..." Naruto menjeda ucapan, ia menggengam kedua pedang kembar yang berada di belakang punggung, lalu menarik kedua pedang itu.

Sringg~

Suara gesekan khas sebuah pedang pun terdengar sangat jelas, setelah menarik kedua pedang itu dari tempatnya. Naruto menggenggamnya dengan erat, lalu secara perlahan, senyuman miring yang tadinya tidak terlalu terlihat kini semakin melebar.

"Ayo, kemarilah." Ucap Naruto menantang, Cú yang merasa tantangannya diterima, melebarkan seringainya yang sudah lebar tersebut. Cú lalu melihat ke sebelas pahlawan yang lain.

"Hei! Kalian semua, bisakah kalian sedikit memberikan kami ruang disini? Master dan aku akan bertarung di sini." Ucapnya lantang, kesebelas pahlawan yang lain, termasuk gurunya, mengganguku pelan sebelum mereka semua melompat dan menjauh dari tempat itu. Mereka sebenarnya juga ingin tahu seberapa besar kekuatan yang dimiliki oleh Master mereka ini sehingga bisa memanggil dua belas pahlawan sekaligus.

Cú yang melihat para pahlawan yang lain menyingkir dan mengamati dari jauh pun tersenyum senang, ia kembali melihat Naruto yang masih dalam posisi siap bertarungnya. Cú membungkuk sedikit badannya, lalu tanpa peringatan sedikit pun ia menerjang kedepan, tombak merahnya di arahkan untuk menusuk Masternya.

"Aku datang! Master!" Ucap Cú dengan wajah maniaknya, ia terus memotong jarak mereka berdua yang sedari awal memang tak terlalu jauh, dalam dua detik setelah berucap, Cú sudah berada di hadapan Naruto.

"..." Naruto yang sudah memprediksi jika Cú akan menyerangnya dengan kecepatan gila miliknya, mengangkatnya satu pedang miliknya untuk memblokir sebuah tusukan yang mengarah pada perutnya.

Tringgg!

"Hoh? Cukup mengesankan Master... Kau bisa memblok tusukan dariku dengan sangat mudah ne~... Tapi itu belum ada apa-apanya!" Ucap Cú dengan berteriak diakhir kalimatnya, ia menarik tombak merahnya, lalu melancarkan serangannya yang berupa tusukan-tusukan mematikan yang mengarah pada titik vital di tubuh lawannya dengan sangat cepat.

Trankk!

Tringg!

Crinnkk!

Tapi usahanya tidak membuahkan hasil sama sekali, karena setiap Cú menusukkan tombaknya, lawan pirangnya ini dengan sangat mudahnya menangkis bahkan mementalkan setiap serangannya. Cú mendecih tak suka saat melihat wajah Masternya yang tetap pasif. Menggertakkan giginya dengan kuat, Cú melompat sambil bersalto di udara beberapa kali untuk menjauh. Naruto yang melihat Cú mundur, diam ditempatnya, ia sama sekali tidak berniat untuk mengejarnya bahkan Naruto sama sekali tidak punya niat untuk bertarung dari awal.

"Master... Aku tahu kau kuat, sungguh kuat... Maka dari itu... Biarkan aku menunjukkan padamu... HARTA MULIA MILIKKU!" Cú berteriak kencang di akhir kalimatnya, dengan cepat Cú meringkuk di tanah, tangan kirinya digunakan untuk menahan tubuhnya agar tidak menyentuh tanah, kakinya di tekuk dan di renggangkan, sedangkan tangan kanannya menggenggam erat di belakang tubuhnya.

Degh!

"I-ini... Tidak... Cú akan menggunakannya..." Scáthach yang sedari tadi melihat pertandingan yang berat sebelah dari awal bersama dengan Merlin serta 9 pahlawan lainnya, bergumam lirih. Ia tak menyangka jika Cú akan menggunakan hartanya secepat ini.

"Ano... Scáthach-san? Memangnya apa yang akan murid-murid lakukan?" Scáthach memalingkan wajahnya, seketika kedua mata merahnya bertemu dengan dua buah bola mata ungu. Scáthach sedikit berkedip saat melihat wajah Merlin yang terlihat imut saat penasaran, Scáthach langsung menggelengkan kepalanya pelan dan menjawab pertanyaan dari Merlin.

"Muridku... Dia akan mengeluarkan kekuatan penuh dari Gáe Bolg, tombak yang mempunyai kutukan untuk membunuh hanya dengan satu kali tusukan mematikan miliknya." Ucap Scáthach pelan, tapi cukup untuk didengar oleh Merlin dan pahlawan-pahlawan lainnya.

"B-begitukah... Kutukannya... Begitu menyeramkan... T-tapi... Bukan kah itu akan mengancam nyawa Master kita?" Tanya Merlin kembali, kali ini sinar matanya menunjukkan rasa khawatirnya, melihat itu membuat Scáthach pun juga merasa cemas akan keselamatan master mereka ini.

"Ya... Aku juga khawatir..." 'Tapi aku juga ingin melihat seberapa besar kekuatannya itu...' Batin Scáthach yang kembali melihat kearah medan pertarungan tersebut, lebih tepatnya Naruto yang tetap terlihat santai.

"Haaahhh! Aku datang! Master!" Cú berteriak dan mengeluarkan tekanan mananya dengan gila, seketika aura kebiruan muncul dan menyelimuti tubuhnya, tapi berbeda dengan tombak merahnya yang mengeluarkan aura merah yang begitu pekat.

"Heeyaahhh!"

Dash-

Duashh!

Cú berlari kedepan lalu melompat, tapi bukan kearah Naruto, melainkan ia melompat tinggi ke udara dan membidikkan tombaknya kearah Naruto. Tombak merah yang digenggam Cú semakin mengeluarkan aura merah dengan jumlah besar dan tekanan yang menggila.

"Terimalah seranganku ini... Master! Gáe-!" Cú menarik tombak merahnya kebelakang, lalu dengan sekuat tenaga ia melemparkan kearah Naruto, yang tetap berdiri ditempatnya semula dengan wajah bosannya.

"Bolg!"

Whusssss!

Syyuuutt!

Gáe Bolg meluncur dengan deras setelah dilempar sekuat tenaga oleh Cú, Naruto yang menjadi targetnya tetap diam ditempatnya, tidak bergerak sama sekali, sebelum sebuah senyum miring muncul di bibirnya. Naruto menancapkan pedang emas yang berada di tangan kanannya ketanah, setelah itu Naruto mengangkat tangan kanannya kearah Gáe Bolg yang meluncur kearahnya dengan kecepatan tinggi.

'Jujur saja... Ini cukup menarik melihat orang lain memakai senjataku dengan begitu baik... Tapi, itu belum ada apa-apanya!' Batin Naruto dengan kedua mata merahnya yang kini menajam, perlahan-lahan sebuah pendar emas pudar muncul di telapak tangan kanannya.

"Your Master calls you... Come and protect me, Rho Aias!" Naruto berteriak kencang, sambil menekan sedikit prana-nya keluar. Seketika sebuah perisai perunggu berukuran besar muncul di hadapannya, perisai itu berpendar sebelum memunculkan 6 perisai lainnya yang serupa tetapi memiliki ukuran yang semakin kecil pada perisai paling depan. [13]

Trinkkk-!

Gáe Bolg yang meluncur kencang kearah Naruto dengan mudah tertahan oleh perisai perunggu yang dikeluarkan oleh Naruto, Cú yang melihat usahanya gagal tentu saja kaget.

'Apa?! Perisai itu... Bukankah itu milik Aias 'The Great'... Lalu... Apa itu juga salah satu Noble Phantasm miliknya?' Batin Cú bertanya-tanya, ia tak habis pikir, sebuah perisai legendaris yang amat terkenal di zaman peperangan Troya, dimiliki oleh orang di hadapannya ini. Perlahan-lahan wajah Cú yang sebelumnya menampakkan raut terkejut berubah menjadi seringai kembali.

'Meh! Siapa yang peduli dengan hal itu?! Aku semakin bersemangat dengan tantangan ini... Hahaha! Master kau memang luar biasa!' Batin Cú berteriak kesenangan, matanya terus melihat tombak merah miliknya yang terus berusaha untuk menembus ke tujuh lapis perisai perunggu tersebut, perlahan-lahan mulai tercipta retakan-retakan di perisai lapisan pertama yang di panggil oleh Naruto.

Krak-

Krak-!

Pyaar!

Pyaar!

Pyaar!

Saat perisai pertama tertembus, Gáe Bolg terus menerjang masuk dan menembus perisai lapisan kedua dan ketiga dengan mudahnya. Naruto yang merasa jika tombak merah tersebut lebih unggul daripada perisai perunggu miliknya pun tersenyum tipis.

'Sudah kuduga... Gáe Bolg memang kuat, Rho Aias bahkan tak mampu untuk menahannya... Tapi, bukan berarti aku akan menyerah begitu saja!' Naruto kembali menancap pedang emas ditangan kirinya ketanah, lalu menggengam tangan kanannya dengan erat sambil mengeluarkan tekanan prana miliknya.

S-sringg!

Perisai yang tadinya berwarna perunggu, dengan mengejutkannya berubah wujudnya menjadi perisai berwarna kuning tembus pandang, bahkan perisai paling dasarnya juga berubah wujudnya menjadi kelopak bunga emas yang mekar dengan begitu indahnya.[13]

Gáe Bolg yang tadinya menerjang dan menembus perisai tersebut dengan buasnya, kini terlihat kesulitan menembus pertahanan sesungguhnya milik perisai tersebut. Sedikit demi sedikit daya tusukan dari Gáe Bolg melemah, tapi aura dari Gáe Bolg tidak menghilang atau memudar sedikitpun, melainkan aura tersebut tampak semakin menyala dan memunculkan percikan-percikan api kecil yang sedikit demi sedikit mulai membesar.

C-crinkk-

Bwoooshhh!

Cú yang melihat dari kejauhan, cukup terkejut saat melihat wujud lain dari perisai yang di gunakan Masternya, ia cukup yakin jika Masternya mengeluarkan kekuatan sesungguhnya dari perisainya sejak awal pertarungan mereka, maka ia tak yakin jika tombaknya bisa menembus pertahanan dari perisai lapisan pertama miliknya sekalipun.

"Luar biasa... Memang luar biasa... Master, kejutan apa lagi yang kau miliki ne~." Gumam pelan Cú dengan seringainya. 'Ini pertama kalinya! Ya, pertama kalinya ada seseorang yang bisa membuatku sangat bergairah karena pertarungan seperti ini!' Batin Cú yang semakin melebarkan serigainya.

Jika Cú bereaksi seperti tadi, maka kesebelas orang yang melihat pertarungan mereka dari tadi bereaksi sangat jauh berbeda.

At other Servant place

"A-apa?! Itu! Tak mungkin, perisai itu milik Aias! Bagaimana Master bisa memilikinya?" Ucap pria besar berambut merah dengan raut wajahnya yang menunjukkan keterkejutan. Mendengar ucapan dari pria merah tersebut, sebagian pahlawan ada yang melihat pria tersebut, sebagian lagi hanya mendengar tanpa menoleh sedikitpun.

"Ano... Maaf jika aku terdengar tidak sopan... Tapi siapa dirimu?" Pria merah tersebut menolehkan kepalanya keasal suara yang memanggilnya, tak lama kedua matanya melihat wanita putih yang tadi berbicara dengan Master mereka. Pria merah tersebut mengangkat satu alisnya sebelum menjawab wanita tersebut.

"Hmm... Sebelum aku menjawabnya... Kau Merlin bukan?" Tanya pria merah tersebut, Merlin hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawabannya.

"Baiklah, kalau begitu perkenalkan. Aku Iskandar, Raja para penakluk, Servant class Rider. Salam kenal semuanya." Ucap pria merah tersebut, Iskandar, sambil sedikit membungkuk tubuhnya, setelah selesai dengan perkenalannya Iskandar kembali bertanya kepada Merlin.

"Jadi, apa aku benar? Maksudku... Apa itu benar-benar Rho Aias?" Tanya Iskandar dengan wajahnya yang terlihat bingung dan penasaran, Merlin yang mendengar pertanyaan Iskandar melihat pria merah tersebut dengan pandangan aneh, sebelum akhirnya menjawabnya juga.

"Ya... Kau benar, itu memang Rho Aias, kenapa kau bertanya jika kau sudah tahu akan hal itu? Iskandar?" Tanya balik Merlin sambil menatap Iskandar dengan menaikkan satu alisnya.

Mendengar pertanyaan wanita putih tersebut yang membuatnya agak malu, Iskandar tanpa sadar menggaruk belakang kepala merahnya karena entah kenapa tiba-tiba ia merasa gugup.

"A-ah... Itu... Hahaha, aku hanya ingin mengetahui apa benda itu benar-benar asli atau tidak." Ucap Iskandar sambil menunjukkan senyum kikuknya, tak lama kemudian Iskandar menjadi serius dan kembali melihat kearah pertarungan yang dilakukan Masternya dengan orang yang bernama Cú tersebut.

"Apa kau tak merasa aneh... Jika Master kita sebelumnya adalah roh pahlawan juga seperti kita, bagaimana mungkin ia bisa melepaskan dirinya dari Cawan Suci?" Iskandar kembali bertanya kepada wanita putih di sebelah, ia cukup terkejut saat Master mereka mengatakan jika ia dahulu juga roh pahlawan, tapi ada yang janggal dengan kata-kata yang keluar dari mulut Master mereka.

'Dia mengatakan jika ia punya cara untuk melakukannya... Untuk kembali menjadi makhluk hidup... Tapi apa itu?' Batin Iskandar sambil menajamkan penglihatanya kearah Naruto yang masih tetap menahan Gáe Bolg dengan Rho Aias yang kini menunjukkan bentuk sesungguhnya.

Merlin yang juga melihat kearah pertarungan Naruto dengan Cú hanya mengangguk setuju dengan ucapan dari Iskandar.

"Ya, kau benar... Tapi apapun itu, kita pasti akan mengetahuinya nanti." Ucap Merlin dengan suara merdunya, mata ungu indahnya memandang tajam kearah pertarungan tersebut. "Tapi, bukankah lebih baik jika kita melihat pertarungan mereka dahulu, agar kita tahu seberapa kuat dan berbahaya Master kita. Kau setuju bukan?" Ucap Merlin sambil bertanya pada pria merah di sampingnya ini, Iskandar hanya tersenyum miring saat mendengar ucapan Merlin. Sebelum tanpa peringatan apapun, ia berlari dengan kencang kearah pertarungan Naruto dan Cú, Merlin yang melihat Iskandar pergi ke area pertarungan tersebut tentu saja kaget.

"H-hei! Apa yang kau lakukan!? Kembali! Itu sangat berbahaya!" Teriak Merlin yang tidak digubris sama sekali oleh Iskandar, yang terus berlari sambil menarik pedang miliknya dari sarungnya.

"AAAALaLaLaLaLaie! Aku datang!" Iskandar dengan teriakannya yang membahana, terus maju ke tempat pertarungan, Merlin berserta ke sembilan pahlawan yang tersisa melihat tingkah gegabah dari Iskandar nyaris menepuk dahi mereka.

"D-dia itu... Gegabah sekali..." Ujar Merlin sambil mendesah pelan, ia tak habis pikir kenapa bisa pria seperti Iskandar bisa bertingkah seperti itu.

"Tapi... Ya sudah lah... Biarkan saja dia ikut, dengan begitu pertarungan ini akan semakin menarik bukan?" Gumam Merlin pelan, sambil menajamkan matanya kembali ke arah pertarungan yang kini mulai berat sebelah.

Back to Cú

Bwoooshhh!-

Blarrr!

Akhirnya sebuah ledakan besar pun terjadi, sebuah ledakan yang menyinari segala penjuru pegunungan dengan terangnya. Ledakan tersebut berasal dari Gáe Bolg yang akhirnya menciptakan ledakan karena tak sanggup lagi untuk menembus pertahanan perisai milik Naruto, yang sekarang tengah berada di pusat ledakan.

Cú melihat 'trik' kecilnya berhasil pun menyeringai senang, ia sangat bersyukur saat ia pernah berlatih untuk mencoba Gáe Bolg agar bisa menciptakan sebuah ledakan besar jika gagal menusuk jantung lawannya. Tapi seringainya langsung pudar ketika ia mengingat sesuatu yang baginya sangat mustahil untuk terjadi begitu saja.

'Benar juga... Ia tak akan kalah dengan begitu mudahnya...' Batin Cú yang kembali memasang kuda-kuda bertarung miliknya. Satu tangannya terulur kedepan, seketika sebuah sinar merah terang muncul ditangannya yang tak lama kemudian tombak merah miliknya kembali berada digenggamnya.

'Sepertinya aku harus benar-benar seri-' Semua pikirannya langsung hilang ketika ia mendengar seseorang yang berlari dengan kencang kearahnya, Cú langsung memutar tubuhnya untuk menyerang siapapun yang berlari kearahnya, tapi apa yang ingin ia lakukan berhenti seketika ketika melihat sebuah pria besar merah yang menenteng senjata pedangnya tinggi-tinggi keudara sambil berteriak aneh.

"AAAALaLaLaLaie! Heyyyaaa! Lancer! Pertarungan kalian sangat menarik! Jadi bolehkah aku ikut menikmatinya?!" Tanya pria besar itu ketika ia sudah sampai di hadapan Cú, yang sweatdrop melihat tingkah Servant di depannya ini bertingkah sangat aneh.

"A-ah... I-itu... Haaa~... Baiklah... Kau boleh ikut, tapi sebelum itu perkenalkan aku Cú Chulainn... Servant Lancer, siapa dirimu?" Tanya Cú dengan ramah walaupun ia masih agak terkejut dengan servant merah besar ini.

"Baiklah! Namaku Iskandar! Raja para penakluk! Servant Rider! Salam kenal, kawan!" Ucap Iskandar dengan senyuman yang menunjukkan barisan gigi putihnya yang langsung memantulkan sinar matahari.

"O-ok... Baik... Senang berkenalan dengan-"

Sringgg!

Dan Cú berhenti sekali lagi karena ada sebuah cahaya terang yang menyinari area tersebut.

"Huh?/Hah?" Kedua orang yang tengah berbicara di tengah area pertarungan tersebut langsung melihat kearah asal sinar tersebut, mata mereka langsung melihat sosok Naruto yang masih berdiri tegap tanpa ada luka sedikitpun di tubuhnya, kedua pedang emasnya masih setia tertancap diatas tanah yang dekat dengannya, perisai bunga emas yang tadi melindunginya kini telah lenyap tanpa sisa sedikitpun. Cú melebarkan matanya ketika melihat keadaan Naruto yang masih berdiri kokoh tanpa ada luka bahkan tak ada goresan sedikitpun di tubuhnya.

"I-itu... Seharusnya dengan ledakan sebesar itu akan membuatnya terluka parah, tapi bagaimana bisa ia keluar tanpa luka goresan sedikitpun..." Gumam Cú yang kembali mengambil kuda-kudanya, giginya bergemelatuk, matanya menajam. Sedangkan Iskandar, ia tetap melihat kearah Naruto yang masih memasang wajah datar miliknya, sebelum Iskandar menolehkan kepalanya ke arah Cú.

"Ano... Cú... Apa kau punya rencana?" Tanya Iskandar dengan menggaruk pipinya dengan satu jarinya, mendengar pertanyaan dari Iskandar yang aneh hampir membuat Cú terjungkal kebelakang.

"A-apa? Kenapa kau tiba-tiba bertanya seperti itu?" Teriak Cú dengan wajah kesalnya. Iskandar hanya tertawa canggung saat melihat Cú yang memperlihatkan wajah kesalnya.

"Maa... Maa... Hahaha... Kukira kau punya rencana bagus agar kita bisa melawannya, tapi ternyata kau tidak punya sama sekali... Ha... Haha..." Ucap Iskandar dengan sedikit sweatdrop di dahinya, ia tertawa dengan garingnya. Membuat Cú menepuk dahinya dengan kuat karena tingkah absurd Iskandar.

"Tentu saja kita akan menyerangnya langsung, kau dan aku berada di dalam kelas yang menyerang dalam jarak dekat." Jelas Cú sambil mengurut dahinya, mendengar ucapan Cú, Iskandar kembali tersenyum lebar. Ia kembali mengangkat pedangnya tinggi-tinggi. Lalu dengan segenap hati ia kembali berteriak.

"Heyaaa! Baiklah! Mari kawan! Kita maju! AAAALaLaLaLaie!" Iskandar langsung menerjang kedepan, meninggalkan Cú dibelakang yang terkejut dengan Iskandar yang tiba-tiba maju tanpa peringatan.

"O-oi! C-cotto! Tunggu dulu! Dia kuat! Kenapa kau maju sendirian?!" Teriak Cú yang kini berlari kencang untuk mengejar Iskandar yang sudah lebih dulu meninggalkannya di belakang.

"Hahahaha! AAAALaLaLaLaie! Ayo Maju!" Teriak Iskandar yang terus berlari kedepan tanpa memperdulikan jika ia meninggalkan Cú dibelakangnya yang sedang berlari untuk mengejarnya.

Back to Naruto

"..." Naruto yang sedari awal melihat tingkah konyol kedua pahlawan yang dipanggilnya pun membisu, wajahnya yang sudah tak dapat diartikan semakin menjadi misteri.

'Sungguh?... Mereka berdua itu pahlawan?... Lalu kenapa, kenapa tingkah mereka berdua begitu konyol... Dan apa-apaan itu... Mereka sedang kejar-kejaran?' Batin Naruto yang melihat Cú sedang mengejar Iskandar yang berlari bagaikan orang sakit jiwa, menurutnya mereka berdua sedang bermain kejar-kejaran karena Cú yang terlihat marah-marah entah kenapa dan juga karena ia tak tahu maksud sebenarnya dari tingkah laku mereka berdua.

Mengabaikan tingkah absurd dua pahlawan yang jauh di hadapannya itu, Naruto melihat sekelilingnya. Seketika matanya melihat pemandangan dimana sebuah hutan yang sebelumnya rindang dan tebal serta rimbun, kini berubah menjadi sebuah ladang api yang membakar serta menghanguskan pepohonan di sekitarnya dengan ganasnya. Jujur saja, Naruto akui jika trik barusan cukup mengejutkan baginya. Yang ia tahu Gáe Bolg tidak bisa digunakan seperti itu, atau itu hanya menurutnya saja.

'Cukup menakjubkan, tak kusangka pengguna kedua tombak kesayanganku itu bisa sekreatif ini... Tapi... Kurasa aku harus segera mengakhiri pertarungan ini... Sebelum para 'Dewa' pengganggu itu datang kemari... Ck... Aku terlalu cepat menggunakan 'sedikit' kekuatan sesungguhnya Rho Aias... Untung saja aku dengan cepat menonaktifkannya sesudah ledakan tadi mereda...' Naruto terlarut dalam pemikirannya, ia sama sekali tidak memperdulikan keadaan sekelilingnya, bahkan Naruto tidak melihat Iskandar yang sudah berdiri di hadapannya yang jaraknya hanya beberapa langkah saja.

Iskandar yang masih berdiri dihadapan Naruto tersenyum lebar, ia cukup kagum dengan pemuda pirang dihadapannya ini yang sama sekali tidak terlihat terluka sama sekali setelah ledakan besar tadi. Iskandar kembali melihat Masternya dari atas kepala hingga bawah kakinya, dan Iskandar kembali di buat kagum dengan betapa banyaknya emas yang menyelimuti tubuh pemuda pirang ini. Iskandar pun bersiul pelan.

'Hmm... Menarik... Aku berani bertaruh jika Master dulu adalah seorang raja yang begitu kaya raya, maksudku... Ayolah, siapa yang tidak setuju denganku, seluruh tubuhnya di selimuti dengan emas murni. Ha-hahahaha... Master! Kau sungguh menarik!' Batin Iskandar sambil tersenyum lebar, pedang yang berada di genggaman tangan kirinya tetap digenggamnya dengan erat. Iskandar menarik nafasnya dalam-dalam, ia berniat untuk mengejutkan Masternya yang terlihat begitu terlarut dalam pikirannya.

Huupp-!

Setelah menarik nafas cukup dalam hingga membuat dada kekarnya semakin membusung, Iskandar pun bersiap untuk berteriak dengan sekencang-kencangnya yang ia mampu.

Drap!

Drap!

Drap!

"ISKANDAR! Berhenti! Dengarkan aku dulu!" Sebelum rencananya untuk mengejutkan Masternya berhenti.

"Huh?/Hmh?" Iskandar langsung membalikkan tubuh besarnya ke asal suara yang memanggilnya, karena dipanggil dengan tiba-tiba ia lupa untuk menghembuskan udara yang ia hirup tadi sehingga kedua pipinya menggembung karena menampung udara yang tidak jadi keluar tadi, bukan hanya Iskandar saja yang melihat kearah suara, Naruto yang sudah kembali sadar dari pikirannya menatap Cú yang berlari kehadapan mereka dengan diselimuti oleh keringatnya sendiri.

"H-hah... Kau... Hah... Apa... Kau... Hah... Tak bisa... Mendengarkan... Orang sekali... Saja!" Ucap Cú yang terbata-bata sambil menarik nafasnya yang diakhiri dengan teriakan keras, ia sekarang sedang menopang tubuhnya yang dibantu dengan tombak merah miliknya dengan tangan kirinya yang mengelap keringat yang mengalir di dahinya.

'I-ini... Aneh... Kenapa aku cepat kelelahan seperti ini, aku tahu jika aku barusan mengeluarkan mana yang cukup banyak, tapi ini konyol... Mana mungkin seorang Servant bisa kelelahan hanya karena habis berlari...' Batin Cú yang kembali menarik nafasnya yang tersengal-sengal. Ia tak habis pikir dirinya seorang Servant dari kelas Lancer, yang terkenal dengan kecepatan serta Agility mereka yang tinggi, jadi tentu saja ia merasa aneh ketika ia kelelahan begitu saja karena berlari.

"Oh? Hahaha! Maaf Lancer! Ku kira kau tepat di belakangku jadi aku tak melihat kearah belakang sama sekali, hahaha." Ucap Iskandar sambil membuka serta mengeluarkan udara dari mulutnya, sedangkan Naruto yang melihat keadaan Cú hanya menatapnya nanar.

Twitch~

Sebuah perempatan muncul di kening Cú setelah ia mendengar ucapan Iskandar yang ia tak tahu harus dikategorikan sebagai permintaan maaf atau sebuah ejekan. Cú membuka matanya dan menatap tajam Iskandar yang tetap menunjukkan senyum lebar miliknya yang menurutnya sangat menggangu pemandangan.

"Kau! Pertama kau menganggu pertarunganku, dan sekarang kau mengabaikan ku begitu saja?! Aku tak peduli kau raja atau apa, tapi... Kau baru saja membuatku kesal!" Cú kembali menyiapkan kuda-kuda bertarungnya, tapi kali ini kepada Iskandar, Iskandar yang melihat perubahan drastis Cú tentu saja mengangkat pedangnya kedepan, siap untuk bertarung.

"Hoh? Jadi... Apa yang akan kau lakukan, Lancer?" Tanya Iskandar dengan senyumnya yang berubah menjadi seringai menakutkan. Cú hanya mendecih sebagai respon darinya.

Dash!

"Heyahhh!" Sebelum ia menerjang kearah Iskandar dengan kecepatan tinggi miliknya, dalam sekejap mata Cú sudah berada tepat dihadapan Iskandar dengan mata tombaknya yang siap untuk menusuk kepala Iskandar.

Iskandar membulatkan matanya ketika melihat mata tombak merah tersebut tepat berada di wajahnya, bagaikan gerakan slow motion, ujung tombak merah tersebut hanya berjarak beberapa milimeter lagi dari bola mata kanan milik Iskandar.

'Sial! Ia terlalu cepat! Aku tak punya waktu untuk menghindari serangannya!' Batin Iskandar berkeringat dingin, ia tak menyangka jika Servant Lancer ini bisa bergerak selincah ini. Bahkan ia tidak sempat mengangkat pedangnya untuk memblokir tombak merah tersebut.

Syu-uu-t!

Trankk!

Tepat, sebelum tombak merah Cú berhasil menembus bola mata kanan Iskandar, sebuah pedang emas meluncur dan membentur tombak merah tersebut, membuat Cú terdorong kebelakang dan sedikit kehilangan keseimbangannya karena kuatnya hantaman dari pedang emas tersebut.

Iskandar dan Cú melihat kearah datangnya pedang emas tersebut, dan melihat Naruto yang masih berdiri santai dengan tangan kanannya yang terulur kedepan seperti baru saja melempar sebuah benda, dan tentu saja adalah pedang emas miliknya tadi yang tertancap di tanah. Naruto mengangkat tangan kirinya dengan pelan dan mengenggam gagang satu pedang emas yang tersisa di samping kirinya. Sedangkan pedang satunya lagi tepat berada di antara Iskandar dan Cú. Lalu menunjuk kedua orang dihadapannya dengan pedang tajam yang berada di tangan kirinya tersebut.

"... Kalian tahu... " Naruto akhirnya mengangkat suaranya setelah melihat kedua orang dihadapannya ini yang dari tadi mengabaikannya begitu saja, sebenarnya Naruto ingin cepat-cepat mengakhiri pertarungan yang menurutnya tidak berguna dan bodoh ini secepatnya, karena ia tak ingin berurusan dengan para makhluk supernatural.

'Ya... Aku belum ingin berurusan dengan mereka dahulu... Itu akan sangat merepotkan...'

Cú menatap tajam Naruto dengan mata merahnya, sedangkan Iskandar sedang bernafas lega karena ia tidak kehilangan satu matanya. Melihat reaksi kedua pahlawan tersebut membuat Naruto kembali menghela nafasnya pelan, lalu melanjutkan kembali ucapannya.

"Dari awal aku tak ingin bertarung... Hah~... Bahkan, dari tadi aku tak serius sama sekali... Jadi... Bisakah kalian berhenti bersikap kekanakan seperti itu dan bisa kita hentikan saja pertarungan ini? Aku tak ingin berurusan dengan para dewa dan dewi..." Ucap Naruto datar dengan wajahnya yang masih tidak menunjukkan ekspresi sama sekali, mata merahnya bersinar terang menatap malas kedua pahlawan di depannya ini. Cú dan Iskandar yang mendengar ucapan dari Naruto melihat satu sama lain untuk beberapa saat, kemudian melihat Naruto lagi.

"Bagitukah?... Jika kau tak berniat sama sekali dari awal... Lalu kenapa kau menerima tantangan ku?" Tanya Cú dengan satu alis birunya terangkat keatas, tubuhnya kini terlihat lebih santai.

"... Jika soal itu, aku hanya ingin mengetes mu saja..." Jawab Naruto pendek, kali ini Iskandar yang mengangkat alis matanya.

"Mengetes? Itu saja?" Tanya Iskandar agak ragu, ia kurang percaya dengan pemuda pirang didepannya ini yang menjadi Masternya. Ia kuat, Iskandar aku itu, maka dari itu Iskandar datang ke area pertarungan agar bisa merasakan seberapa besarnya kekuatan yang dimiliki Masternya ini, tapi sepertinya pilihan yang diambilnya kali ini salah dan akan berdampak buruk baginya, sangat.

"... Ya, tapi sepertinya kau," Jawab Naruto dan menjeda ucapannya sambil menunjuk wajah Cú, "Kelihatannya mudah kehilangan kendali atas dirimu sendiri... Dan akibat dari perbuatanmu tadi, aku yakin... Para dewa dan dewi dari mitologi Celtic atau yang lain akan segera datang kemari secepatnya karena merasakan tekanan kekuatan darimu..." Ucap Naruto yang masih menunjuk Cú dengan sebilah pedang di tangan kirinya, matanya tetap memandang malas pemuda biru itu.

'Dan... Ya... Terimakasih... Berkat serangan mu tadi aku mungkin juga menarik perhatian dari dewa dan dewi Yunani karena menggunakan Rho Aias...' Batin Naruto sambil menghela nafasnya kembali.

"Jadi... Jika kalian tidak ada lagi hal yang ingin kalian lakukan... Sebaiknya kita segera pergi dari tempat ini..." Ucap Naruto sambil melangkahkan kakinya ke arah tempat lingkaran pemanggilan miliknya yang ajaibnya masih menyala terang tanpa ada kerusakan sama sekali, ia terus berjalan dan melewati Cú dan Iskandar tanpa memperdulikan jika mereka berdua akan mengikutinya atau tidak, bahkan Naruto mengabaikan begitu saja satu pedang emasnya yang masih tertancap di tanah tanpa mengambilnya.

"M-master..." Naruto akan meneruskan langkahnya jika saja dirinya tidak dipanggil, dengan malas Naruto membalikkan tubuhnya dan seketika matanya melihat Iskandar beserta Cú yang sudah dalam posisi siap bertarung, Naruto lantas mengangkat satu alis pirangnya.

"Apa yang kalian inginkan?" Tanya Naruto penasaran, sebenarnya ia sangat, sangat malas untuk bertarung saat ini. Maksud hati ingin menggunakan tempat indah ini untuk tempat pemanggilan, lalu membawa 'Servant' yang dipanggilnya pulang ke rumahnya, kini tiba-tiba malah berubah menjadi area pertarungan. Naruto sedikit mendesah dalam hati ketika mengingat pemandangan indah yang beberapa waktu yang lalu terpapar dengan cantik dan indahnya di hadapannya, kini berubah menjadi hutan yang membara karena api akibat ledakan besar tadi.

'Hah~... Mengecewakan sekali... Padahal, tempat ini cukup indah selain taman gantung milikku... Kuharap... Tak ada satupun hewan langka yang dilindungi mati karena ledakan tadi..." Hei, walaupun ia adalah raja. Ia tetap menghormati alam, karena didikan ibunya, Ninsun. Setelah cukup berkutat dengan pikirannya sendiri, Naruto kembali menatap tajam kedua pahlawan di hadapannya ini.

Drap!

"Huh?" Naruto cukup terkejut saat Iskandar dengan tiba-tiba menginjak tanah di depannya dengan cukup keras hingga menciptakan retakan serta suara yang cukup kuat.

"Aku memiliki satu keinginan! Jadi kuharap kau bisa mengabulkannya juga Master!" Teriak Iskandar cukup keras, ia menggenggam pedang tajam miliknya dengan kedua tangan kekarnya, Cú yang berada tepat dibelakangnya kembali menyiapkan kuda-kuda bertarungnya lagi, Gáe Bolg bersinar dan mengeluarkan aura kemerahan yang mengerikan.

'... Entah kenapa tiba-tiba... Aku punya firasat buruk...'

"Baiklah... Apa itu?" Tanya Naruto yang mulai merasakan sesuatu yang akan sangat merepotkan dirinya, dan prediksinya terbukti benar ketika Iskandar dengan senyum lebarnya, berteriak kencang dengan senangnya.

"Izinkanlah aku berserta Lancer melawanmu!" Iskandar semakin melebarkan senyumnya setelah selesai berteriak, Naruto yang mendengar keinginan dari Iskandar menunjukkan ekspresi wajahnya yang semakin mendatar, dan jika kau bisa melihatnya lebih dekat lagi, dapat dipastikan jika ada sebuah keringat dingin mengalir dari pelipisnya dengan sangat mulus.

'... Dan inilah mengapa aku membenci ketika firasatku benar-benar tepat...'

"... Baiklah..." Jawab Naruto singkat dan pelan, lalu dengan pelan Naruto memutar pedang ditangan kirinya beberapa kali sebelum menghentakkan ya dengan kuat.

T-ctank!

Seketika gagang pedang tadi berganti posisi dari horizontal ke vertikal, sehingga sekarang pedang tersebut berubah menjadi semacam baton dengan satu sisinya berbilah tajam.

"Hahaha! Terima kasih Master! Kalau begitu... Gordius Wheel!" Iskandar tertawa keras dan menebaskan pedangnya ke udara kosong, lalu berteriak kearah langit dengan sekuat tenaganya.

J-dherrr!

Gruduk!

Gruduk!

Gruduk!

Sebuah suara petir yang bergemuruh di ikuti oleh suara hentakan kuat dari semacam hewan tunggangan membuat Naruto langsung melihat kearah langit yang masih kelihatan cerah.

'Huh? Dari mana suara petir tadi... Padahal hari ini sangat cerah? Dan juga... Apa ini suara hentakan kaki?!' Batin Naruto bertanya-tanya dari mana asal suara yang baru saja menggelegar tadi. Matanya terus melihat kesekeliling, mencari asal dari suara tersebut, Naruto sedikit melebarkan matanya ketika tahu apa yang akan dilakukan Iskandar.

'Dia... Memanggil tunggangannya?!' Batin Naruto berteriak kencang saat menyadari jika Iskandar tengah memanggil tunggangan perang miliknya.

Gruduk!

Gruduk!

Grett!

Dre-dum!

Naruto mengalihkan matanya kembali kearah Iskandar yang kini disampingnya muncul sebuah kereta kuda perang dengan dua rodanya di selimuti oleh petir murni yang masih menyambar-nyambar, dan ditarik oleh dua banteng hitam, Naruto menatap tajam kedua banteng yang tengah menarik kereta kuda tersebut, ia dapat merasakannya dengan sangat jelas jika kedua banteng tersebut bukanlah banteng biasa.

'Aura ini... Kedua banteng itu bukan banteng biasa... Kheh!... Ternyata ada banteng 'suci' lain ya? Kukira banteng 'suci' diduniaku dahulu hanya Gugalanna saja... Ha... Ternyata... Duniaku dahulu ternyata telah berubah dengan sangat pesat ya? Kheh~... Menarik...' Batin Naruto panjang lebar, sambil menyeringai dalam hatinya, dengan terus melihat kedua banteng hitam tersebut dengan penuh ketertarikan. Tak lama kemudian matanya melihat Iskandar yang melangkahkan kakinya dan menaiki kereta kudanya.

"Har! Har! Master! Kau amat kuat untuk dilawan begitu saja... Maka izinkanlah diriku ini untuk menunjukkan padamu, harta milikku yang paling berharga! Para pahlawan! Para prajurit! Dan para teman-teman sejati milikku!" Iskandar berucap dengan lantang dengan melebarkan kedua tangannya, tak lama kemudian Iskandar mulai menggumamkan kalimat panjang yang dapat Naruto dengar dengan begitu jelasnya, tapi ia tidak melakukan apapun untuk menghentikannya.

'... Apa yang akan kau lakukan? Rider? Aku... Penasaran...'

"Their bodies may return to ashes, but their spirit still can hear may call! These men are my legendary heroes, my loyal followers! They are my true friends! Breaking through the rules of space and time to fight once more at my side!" Iskandar menggumamkan kalimat demi kalimat dengan suaranya yang tiba-tiba menggema. Secara perlahan-lahan angin di sekeliling pegunungan tersebut terlihat berkumpul di satu tempat, dengan Iskandar sebagai pusatnya, angin yang berkumpul bukanlah angin kencang yang akan menghancurkan apapun dihadapannya, melainkan angin yang lembut dan terasa menyejukkan, Naruto, Cú, maupun ke sepuluh pahlawan yang melihat dari jauh terpesona dengan ucapan Iskandar maupun kejadian yang terjadi didepan mereka.

Naruto yang terus melihat Iskandar dengan begitu lekatnya, menyadari sesuatu, perlahan-lahan sebuah senyum tipis muncul di wajahnya yang semula datar dan terlihat kebosanan.

'Begitukah?... Dia... Itu Aria-nya?[14]" Batin Naruto tersenyum tipis saat melihat Iskandar yang tubuhnya terlihat diselimuti oleh hembusan angin.

'Maa... Sepertinya... Ini akan menarik...' Batin Naruto yang mulai menyiapkan kuda kuda miliknya, pedang emas di tangan kirinya sekilas menyala, Naruto mengulurkan tangan kanannya kesamping tubuhnya, seketika sebuah sebuah pendar emas muncul dan mengeluarkan sesuatu yang dengan cepat merayap ke tangan kanannya.

Sringgg~

Serrrr~

Bahkan benda tersebut terlihat sedikit bergerak, dan mengeluarkan suara layaknya suara ular yang mendesis. Melihat hal itu, Naruto hanya memandang benda tersebut dengan pandangan matanya yang terlihat menghangat.

"Apa kabar... Ne~ Enkidu..." Panggilnya lembut, dan rantai tersebut terlihat semakin bergerak senang, bahkan kembali membuat suara mendesis yang lebih keras.

Sringg~

Serr!

Serr!

Naruto semakin melebarkan senyumnya, sebelum matanya kembali menatap Iskandar yang masih menggumamkan aria miliknya, mata merah Naruto kembali serius dengan senyumnya yang menghilang digantikan dengan wajahnya yang mengeras.

"They are my treasure within treasure! They are my right to rule! They make up for my mightiest Noble Phantasms! Ionian Hetairoi!" Dengan segenap kekuatan yang dimilikinya, Iskandar berteriak keatas langit. Seketika sebuah cahaya terang benderang muncul dari langit dan membutakan pengelihatan Naruto, Cú, dan kesembilan orang lainnya yang masih melihat dari jarak jauh.

Flashh!

"Ahh! S-sial! S-sinar itu terlalu terang! Mataku sakit!" Cú menggeram sambil menutup kedua matanya dengan tangan kirinya dan para kesembilan pahlawan lainnya yang menutup mata mereka, kecuali Medusa yang sedari awal memang sudah menutup kedua bola matanya dengan penutup mata, sedangkan Naruto hanya melindungi matanya dengan lengan kirinya. Tak lama pengelihatan mereka kembali, tapi pemandangan yang terhampar di hadapan mereka membuat mereka semua -kecuali Naruto yang melihatnya dengan kagum- terkejut. Karena daerah yang awalnya adalah sebuah pegunungan hijau yang luas kini berubah menjadi padang pasir yang tandus dan kering sejauh mata memandang, Naruto cukup kagum dengan harta kekayaan milik Iskandar walaupun ia juga sedikit terkejut ketika mengetahui apa jenis dari harta milik Iskandar ini.

'Ini Reality Marble... Menarik... Untuk mengetahui bahwa ada seorang penunggang yang memiliki harta kekayaan seperti ini... Apa lagi yang kau miliki? Iskandar? Aku ingin tahu...' Tanya Naruto dalam hatinya. Naruto semakin mengeratkan genggamannya pada kedua benda di tangannya. Cú yang tepat berada di belakang Iskandar pun bertanya dengan suaranya yang agak tinggi.

"Iskandar! Apa yang akan kau lakukan?!" Tanya Cú sambil sedikit berteriak, bukan maksudnya untuk berteriak kepada Iskandar, tapi angin kencang yang berhembus di padang pasir tersebut cukup kencang membuat telinganya sedikit berdengung. Cú mengalihkan matanya dari Iskandar ke Naruto, lalu ke jauh di belakang Naruto, matanya melihat sepuluh orang beserta gurunya yang melihat mereka bertiga dengan begitu serius, jika saja ini bukan sebuah pertarungan. Cú yakin dirinya sudah tertawa dari tadi karena melihat kesepuluh orang tersebut yang berdiri dan berjejer dengan rapi di tengah padang pasir yang sangat tidak cocok dengan wajah serius mereka.

"Aku, ah, tidak... Kita akan bertarung disini melawan Master, karena disini dia tak akan bisa lari sebelum mengalahkanku." Jawab Iskandar dengan tenang, yang tentu saja membuat Cú kaget dengan perubahan sifatnya yang tiba-tiba.

"Lalu?" Cú kembali bertanya setelah ia menghilangkan rasa kagetnya, yang hanya mendapatkan respon dari Iskandar yang berupa sebuah tawa dari Iskandar yang entah kenapa membuatnya merinding.

"Hahaha...haha... Now... To the distance ends of the earth! As long as our chest beat with ambitions and dreams for the far horizon, the Champaign shall never end! Raise your cries of war! My army! Ionian Hetairoi! AAAALaLaLaLaie!" Iskandar kembali berteriak dengan suaranya yang menggelegar, seketika suara bergemuruh bagaikan hentakan ribu kaki terdengar tak begitu jauh, karena penasaran apa itu Cú memutar kepalanya pelan. Matanya membulat sempurna ketika melihat apa yang berada di belakangnya, begitu juga Merlin, dan Scáthach, berserta ke kedelapan pahlawan lainnya, mendekati kaget juga kagum akan begitu banyaknya prajurit perang yang berbaris dengan begitu rapi, dengan beragam senjata perang yang mereka bawa. Tentu saja hal itu juga membuat Naruto melebarkan sedikit matanya.

'Ini... Mereka... Para prajurit itu... Mereka semua para pahlawan tak bertuan... Mereka semua memiliki atribut serta kekuatan rank-E... Tapi... Jumlah mereka... Terlalu banyak... Bahkan senjata-senjata yang mereka bawa juga masuk kategori Noble Phantasams rank-E kebawah...' Batin Naruto ketika matanya melihat lebih jauh kearah kumpulan prajurit perang tersebut, yang ternyata masih banyak prajurit yang berbaris di belakang mereka, puluhan, ratusan, ribuan. Jumlah mereka bahkan tidak terhitung karena begitu banyaknya pasukan tersebut. Tapi perlahan raut wajahnya yang tadi terlihat terkejut berubah dengan senyuman tipis menghiasinya.

'Menarik... Kau mengejutkan ku sekali lagi... Iskandar...'

"Dengan ini... Aku dapat mengalahkan Master!" Ucap Iskandar yang kini kedua matanya dipenuhi oleh hasrat perang yang sangat kental. Cú yang berada di samping Iskandar tampak sedikit bergetar, bahkan berkeringat dingin karena melihat harta mulia dari raja para penguasa di sampingnya ini.

'I-ini... Noble Phantasm macam apa ini?! Harta mulia sekelas Anti-Army?!' Batin Cú yang terus melihat para pasukan yang jumlahnya tak terkira itu, matanya terus melihat kebelakang, tapi yang dilihatnya hanyalah lautan manusia yang diselimuti oleh baju perang. Cú mengalihkan pandangannya ke arah Masternya, dan ia hanya dapat melihat ekspresi wajah Naruto yang sedikit tersenyum tipis.

'Kenapa Master hanya tersenyum saja?... A-apa dia tak takut sama sekali?' Batin Cú yang mulai cemas. Ia yang tadinya hanya ingin mengetes seberapa jauh kekuatan masternya dengan menantangnya bertarung kini malah berubah menjadi peperangan.

'Sial! Ini pasti karena keberuntunganku yang sangat payah! Kenapa juga keberuntunganku pada parameter E!? Keberuntungan seperti itu hanya mendatangkan masalah yang hanya akan berimbas padaku juga!? Kenapa?!' Batin Cú berteriak kencang dalam hatinya, yang mulai menyalahkan keberuntungannya yang sangat payah itu.

"I-iskandar... A-apakah ini tidak terlalu berlebihan?" Akhirnya Cú memberanikan dirinya dan bertanya, ia sedikit menggeram ketika suaranya terdengar sedikit bergetar. Iskandar yang merasa terpanggil melirik Cú yang berada di belakangnya, dengan wajahnya yang masih menampakkan senyum menyeramkan miliknya.

"Tentu saja... Untuk melawan seseorang yang sangat kuat kau harus benar benar serius bukan? Jadi... Aku akan menunjukkan betapa seriusnya aku! Hahaha! Pasukan ku! Serang!" Dengan teriakan yang memekakkan telinga, Iskandar memerintahkan para lautan manusia dibelakangnya untuk menyerang. Dengan perintah pemimpin mereka, para pasukan itu pun mulai mengangkat tinggi tombak-tombak yang mereka bawa, lalu melemparkannya keatas langit.

Syuut!

Suuut!

Sringg!

Ribuan suara berbeda langsung terdengar ketika ribuan tombak tersebut terbang dan meluncur keatas langit, tak lama kemudian ribuan tombak itu mulai meluncur kembali ke permukaan tanah dengan diselimuti oleh cahaya putih keemasan, tepat kearah dimana Naruto berdiri. Naruto yang menjadi target dari ribuan tombak yang meluncur deras kearahnya, Naruto sedikit mendecih saat melihat banyaknya tombak tersebut.

'Ini terlalu banyak untuk ku tangkis, jadi pilihannya hanya ada dua... Menjauh dari tempat ini atau menggunakan itu...' batin Naruto sambil sedikit menggeram, matanya langsung beralih pada satu pedang emasnya yang masih menancap di dekat Cú dan Iskandar. Dengan perintah batinnya, pedang tersebut mencabut dirinya sendiri dan meluncur cepat kearah Naruto.

Syu-uu-utt~

Greepp!

Setelah mengenggam kembali kedua pedang kembarnya, mata Naruto kembali melihat hujan ribuan tombak yang sedikit lagi menghujaninya.

"Cih! Aku tak punya pilihan lain... Walaupun aku tak bisa menggunakan Rho Aias dalam beberapa waktu kedepan... Tapi tentu saja aku masih banyak punya perisai selainnya..." Naruto menjeda ucapannya sambil melihat hujan tombak yang datang kepadanya, perlahan sebuah seringai muncul di wajah Naruto.

"Hehehe... Mari kita lihat nee~... Rider~... Mana yang lebih kuat... Tombak-tombak mu ini atau ini?" Ucap Naruto yang masih menyeringai sambil menyentuh pasir tandus di bawah kakinya dengan tangan kanannya, kepalanya sedikit tertunduk, sebelum sebuah sinar ungu pudar bersinar di telapak tangannya sebelum menjalar kesekelilingnya.

"Your Master call you, so come... Allow and protect me under the auspices of your eternal protection once again... O' you... Shield of the Gods!"

Sringgg!

Syuuutt!

Boomm!

Booomm!

Dhuarr!

Tepat sesudah sebuah cahaya terang muncul, ribuan tombak itu pun jatuh dan membombardir tempat di mana Naruto berpijak, kepulan debu yang membumbung tinggi langsung tercipta setelah tombak tombak itu menciptakan ledakan-ledakan yang setara dengan rocket misil yang ditembakkan dari pesawat tempur, Cú membulatkan matanya ketika melihat kerusakan yang dihasilkan oleh gempuran tombak-tombak perang tersebut.

'Tidak... Ledakan itu... Bisa membunuh Master!'

"Iskandar! Hentikan ini! Kau bisa saja membunuhnya! Hentikan! Atau aku akan melakukan sesuatu yang akan kau sesali!" Cú berteriak kencang kearah Iskandar, mata merahnya menyala, tombak merahnya juga ikut bersinar terang menyetujui tuannya. Iskandar yang diancam oleh Cú hanya tertawa kecil sebelum tertawaan kecil miliknya pecah menjadi tawa yang membahana, Iskandar terus melihat kearah dimana Naruto berdiri sambil menggenggam erat tali kekang yang berada ditangannya.

"Hehehe... Hahaha!... Lancer! Apa kau tidak melihatnya?! Master kita masih bertahan... Lihatlah!" Ucap Iskandar sambil mengangkat pedangnya dan menunjuk ke arah Naruto berada, Cú yang tak mengerti maksud dari Iskandar hanya melakukan sesuatu yang akan dilakukan semua orang yang tidak mengerti.

"H-huh?"

At other Servant place

Di tempat para pahlawan lainnya yang melihat pertarungan Naruto dari kejauhan, tak bisa menyembunyikan wajah terkejut mereka ketika melihat Iskandar memerintahkan jutaan pasukannya untuk menyerang Naruto, yang berakhir dengan gempuran ribuan tombak-tombak yang meluncur dan menghasilkan ledakan-ledakan di tempat Naruto berdiri.

"A-apa itu?! Semua ledakan-ledakan itu... Mereka semua setara dengan ledakan dari Noble Phantasm rank-D keatas! Bagaimana caranya sebuah senjata kelas-E dapat menghasilkan kerusakan seperti itu!?" Ucap seorang perempuan bersurai pirang pendek dengan rambut belakangnya diuntai dengan sedemikian rupa dengan pita berwarna merah, memakai sebuah gaun merah yang mencapai lututnya dengan dalaman berwarna putih, sambil membawa pedang merah-hitam yang bentuknya cukup aneh. Merlin menatap sebentar perempuan tersebut sebelum bertanya kepada wanita itu.

"Ano... Maaf jika aku terdengar tidak sopan... Tapi siapa dirimu?" Tanya Merlin dengan suaranya yang halus, ia tak ingin membuat perempuan ini merasa terganggu karenanya, ia bisa merasakan jika perempuan bergaun merah ini kuat.

'Satu hal yang pasti... Ia membawa pedang... Jadi sudah jelas ia berasal dari class Saber...'

Perempuan itu menoleh kearah Merlin saat dirinya merasa terpanggil, wajahnya yang tadi dipenuhi raut wajah kaget kini berubah drastis menjadi wajah riang seorang gadis yang begitu ceria.

"Perkenalkan... Aku Nero Claudius Caesar Augustus Germanicus... Emperor of Roses... Penguasa kelima kerajaan Roma pada abad ke-5 dan ke-6 sesudah Masehi, dan juga Servant dari class Saber! Salam kenal!" Ucap perempuan tersebut dengan begitu cerianya, bahkan dengan santainya mengabaikan kejadian yang tengah berlangsung di hadapan mereka. Merlin yang melihat perubahan drastis dari perempuan merah itu tentu saja sweatdrop.

"Jadi... Aku harus memanggilmu bagaimana?" Tanya Merlin yang masih tersenyum walaupun itu adalah senyum yang terpaksa, ia hanya tak mau membuat perempuan di sampingnya ini merasa terhina.

'N-nama... Namanya... Itu... T-terlalu panjang...' Batin Merlin sambil mengingat nama perempuan merah ini yang menurutnya terlalu 'lengkap'.

"Ah! Kau bisa memanggilku Nero! Yoshiriku!" Balas perempuan merah itu -Nero- dengan bersemangat, sambil menutup matanya dan mengangkat kepalanya cukup tinggi untuk menunjukkan betapa bangga dirinya dengan nama 'indahnya' itu, sebelum akhirnya membuka kembali mata hijau beningnya yang indah dan menatap kearah 'peperangan' tadi.

"... A-ahahaha... Baiklah aku mengerti... Namaku Merlin... Salam kenal..." Balas Merlin dengan tawa hambar miliknya, yang dibalas anggukan kecil dari Nero tanpa melepas perhatian dari pertarungan 'kecil' antara Lancer, Rider, dan Master mereka.

"Merlin... Apa kau tahu bagaimana bisa sebuah senjata berkelas E dapat menciptakan ledakan yang dapat dikategorikan dalam rank-D keatas?" Tanya Nero kembali dengan wajah serius miliknya, mata hijau beningnya terus melihat kedepan tanpa sedikitpun mengalihkannya kearah lain, Merlin hanya tersenyum simpul sebelum menjawab pertanyaan dari pahlawan class Saber ini.

"Ledakan-ledakan itu tercipta akibat Prana yang dikumpulkan dalam jumlah yang banyak lalu dilepaskan sekaligus... Tentu saja itu akan menciptakan sebuah ledakan besar jika semakin banyak Prana yang dikumpulkan dalam tombak-tombak itu... Tapi, cukup menarik melihat ada seorang Penunggang yang bisa melakukan trik sihir seperti itu, walaupun Prana yang dimilikinya dalam kadar C-rank... Cukup mengejutkan jika kau bertanya pada ku tentang hal itu..." Ucap Merlin sambil tersenyum lebar, Nero merasa cukup puas dengan jawaban itu, tapi ada satu hal yang mengganjal dihatinya setelah Merlin mengatakan tentang Prana yang dimiliki Iskandar.

"Tunggu dulu... Bagaimana bisa ku mengetahui seberapa besar Prana seseorang?" Tanya Nero sambil memutar kepalanya kearah Merlin dengan satu alisnya terangkat. Ia penasaran, bagaimana perempuan disampingnya ini tahu tentang itu.

"Ara?... Tentu saja aku tahu... Kau tahu... Aku memiliki Clairvoyance... dan juga... Jangan lupakan jika aku adalah Caster, Nero-san... Fufu~..." Jawab Merlin dengan mata ungu bulat indahnya kini penuh dengan kenakalan, dengan tangan kirinya yang kini menutup bibir pinknya yang mengeluarkan cekikikan kecil. Nero yang melihatnya hanya memutar matanya, ia lupa satu hal.

'Benar juga... Kenapa aku bertanya padanya... Mayoritas kelas Caster memang memiliki Clairvoyance bukan?... Walaupun banyak dari mereka yang bahkan tidak menggunakannya sama sekali...' Batin Nero sambil sedikit mendesah ketika ia mengingat kembali jika class Caster selalu dekat dengan satu skill yang pasti dimiliki oleh mayoritas dari kelas mereka.

'Lebih baik aku melihat kembali pertarunga-'

Sringgg!

"Huh?" Nero langsung kebingungan saat sebuah sinar terang menginvasi matanya secara tiba-tiba. Tak hanya dirinya, Merlin berserta ketujuh pahlawan lainnya langsung menutup mata mereka agar sinar terang tersebut tidak membutakan pengelihatan mereka walaupun itu hanya sementara waktu, dan sekali lagi Medusa hanya berdiri diam tanpa melakukan apapun, karena matanya masih tertutup oleh penutup mata miliknya.

Medusa yang kali ini hanya mengandalkan pendengarannya tentu saja merasa bingung ketika ke delapan orang di sekitarnya ini tiba-tiba sedikit berteriak karena sesuatu yang sialnya ia tak tahu apa itu.

"Apa yang terjadi...?" Gumamnya pelan.

At Naruto, Cú, and Iskandar place

Sringgg!

Dari kepulan debu yang membumbung tinggi serta asap-asap hitam yang menggumpal yang berasal dari ledakan-ledakan yang terus-menerus, sebuah sinar ungu terang muncul, tak lama kemudian hujan ribuan tombak tersebut berakhir, tapi asap dan debunya masih mengepul dan tebal.

'Apa tadi itu... Aku melihatnya sekilas... Sinar, tapi apa?' Batin Cú bertanya-tanya sinar apa yang muncul di balik kumpulan debu dan asap yang tak jauh dari tempatnya dan Iskandar berdiri, Iskandar masih terus melihat tempat di mana Naruto berdiri dengan penuh semangat bagaikan seseorang yang menunggu sebuah kejutan besar untuknya.

"Hahaha... Hahaha! Luar biasa! Dia memang benar-benar hebat!" Ucap Iskandar saat melihat sebuah siluet bayangan benda yang besar, dan itu benar, setelah debu dan asap yang menghalangi pandangannya, Cú, beserta kesepuluh orang lainnya hilang, sebuah perisai raksasa berwarna ungu dengan ornamen dan ukiran indah berupa bunga raksasa yang berada diatasnya Naruto, melindunginya dari ledakan-ledakan yang mengincarnya. Perisai tersebut terlihat sangat kokoh, bahkan setelah menerima ribuan ledakan tanpa henti, perisai tersebut tidak tampak lecet sedikitpun.

Cú yang melihat Masternya yang baik-baik, mengembuskan napas leganya, ia tak mengira jika Masternya memiliki Noble Phantasm lain berjenis Pertahanan seperti itu.

'Hahaha... Kukira ia akan celaka tadi... Master, sialan kau... Bagaimana bisa kau punya Noble Phantasm sebesar dan sebanyak itu?' Batin Cú sedikit mendengus geli saat mengingat dirinya terlalu cepat cemas seperti itu. Cú kembali menegakkan badannya dan menghadap Iskandar.

"Iskandar... Kau lihat bukan? Master... Dia kuat, sangat kuat... Jadi bisa kita hentikan ini? Aku tak ingin membuat masalah lagi kepada Mas-" Sebelum ucapan miliknya selesai, Iskandar sudah terlebih dahulu memotongnya dengan suara baritonnya.

"Hahahaha! Menarik sekali! Pasukan ku! Kuperintahkan kalian untuk maju dan menyerangnya! Heya!" Teriak Iskandar sambil memecutkan tali kekang yang ada di genggamannya, membuat dua banteng hitam yang berada didepannya bergerak maju dan mulai berlari kencang kedepan, meninggalkan jejak petir biru yang menciptakan suara menggelegar.

"Uoooohh!"

"Haahhhh!"

"Hraaaa!"

Seketika ribuan teriakan saling bersahut-sahutan satu sama lain sebelum ribuan pasukan tersebut maju kearah Naruto sambil mengangkat senjata-senjata mereka yang beragam jenis, dan mengikuti Iskandar yang sudah maju terlebih dahulu. Cú yang melihat Iskandar berniat menyerang, berusaha untuk menghentikannya, tapi usahanya sia-sia karena para pasukan yang terus mendorong tubuhnya.

'C-cih! S-sial! Kenapa ia tak mau mendengarkan ku sama sekali! Ia sungguh keras kepala!' Cú menggeram dalam hatinya, ia hanya bisa melihat dari jauh ketika Iskandar dengan kereta perangnya melaju bersama dengan para prajuritnya kearah Naruto.

At another Servant place

"O-oh... Ini terlihat tidak bagus sama sekali..." Ucap Merlin yang akhirnya mengangkat kembali suaranya setelah sadar dari keterkejutannya, yang hanya di balas anggukan setuju para pahlawan yang berada di samping kanan dan kirinya.

"Jadi... Merlin... Apa yang harus kita lakukan? Apa kita harus menghentikan mereka?" sebuah suara berat yang dapat diyakini berasal dari seorang pria membuat Merlin memutar kepalanya kesamping kirinya untuk melihat siapa yang memanggilnya, matanya dengan cepat melihat seorang pria muda berambut ungu dalam balutan armor putih yang berkilauan. Merlin menaikkan satu alisnya ketika ia mengetahui siapa pria ungu ini.

"Lancelot? Kau... Juga terpanggil disini?" Bukannya menjawab, Merlin malah bertanya balik kepada pria ungu dihadapannya ini, yang hanya mendesah melihat betapa lambatnya kinerja otak wanita muda ini.

"Hah~... Ya, aku juga terpanggil disini... Bukankah kau seharusnya mengetahuinya dari tadi?" Pria ungu -Lancelot- menghela nafasnya, Merlin yang ditanya seperti itu hanya menggaruk kepala ungunya gugup sambil menjulurkan lidahnya.

"Tehe~... Hehehe... Maaf~... Aku tadi terlalu fokus dengan pertarungan antara Master dengan Lancer hingga aku tak mengetahui keberadaanmu sama sekali... Hehe...he..." Ucap Merlin sambil tertawa kikuk, tak lama kemudian matanya melebar ketika menyadari sesuatu.

"Lancelot? Kenapa kau terpanggil dalam class Saber? Bukankah seharusnya kau terpanggil dalam kelas Berseker?" Tanya Merlin dengan mata ungu beningnya yang kini menganalisa pria ungu tersebut, Lancelot tidak menjawab, ia hanya mengangkat kedua bahunya.

"Entahlah Merlin, aku tak tahu... Tapi yang pasti... Ini suatu kehormatan bagiku untuk bisa bertemu denganmu sekali lagi... My King..." Ucap Lancelot yang mengalihkan pandangannya kearah lain, saat pandangannya bertemu dengan dua buah mata biru kehijauan yang indah, Lancelot langsung berlutut dengan tangan kirinya yang menopang tubuhnya, serta tangan kanannya yang menggengam pedangnya, Arondight, dan menancapkannya ketanah berpasir di sampingnya.

Orang yang dihadapan Lancelot adalah seorang wanita yang amat cantik, berambut pirang panjang yang tampak sehalus sutra dengan mahkota emas kecil diatas kepalanya, tubuhnya tinggi dan langsing, dengan memakai sebuah armor berwarna biru dan perak, jubah merah dengan kerah berbulu yang berada dipundaknya.

Wanita itu mengalihkan matanya dari area pertarungan, dan melihat Lancelot yang berlutut sejenak, sebelum sebuah senyuman manis nan indah merekah di wajah bidadarinya.

"Senang bertemu denganmu juga... Wahai kesatriaku... Lancelot of the Lake..." Ucap wanita itu dengan suaranya yang begitu halus dan merdu, mata hijaunya bersinar hangat ketika ia mengatakannya.

"My King... Setelah apa yang telah ku perbuat... Engkau masih menganggapku sebagai kesatria mu... Kenapa?... Kehancuran kerajaan kita, Camelot... Akibat dari perbuatanku yang membuat perpecahan diantara kerajaan... Lalu kenapa? My Lord?" Ucap Lancelot yang masih berlutut dekatnya wajahnya yang menyediakan, ia mengingat kembali apa yang telah ia perbuat hingga menciptakan kehancuran kerajaan Camelot.

"... Aku tahu... Tapi.. itu semua bukan salahmu saja... Lancelot..." Ucap wanita itu yang memalingkan wajahnya kembali kearah area pertarungan, matanya menajam, senyum indah yang tadinya menghias wajahnya kini tergantikan oleh wajah serius, layaknya seorang pemimpin yang amat bijaksana.

"Apa maksud anda? My Lord?" Tanya Lancelot yang kini tampak kebingungan, ia mengangkat wajahnya, menatap wajah wanita di hadapannya ini dengan lekat.

"Kehancuran Camelot... Bukan hanya kesalahanmu... Itu kesalahan kita semua... Aku, sebagai raja yang tidak memperdulikan perasaan rakyatnya, Guinevre, Bedivere, Tristan, Kau, Galahad, Gawain, Morgan... Itu semua kesalahan kita... Ketahuilah, tak ada seorang pun yang sempurna... Kita semua punya kesalahan... Dan aku, sebagai raja... Aku sama sekali tidak memikirkan sedikitpun rakyat-rakyatku... Jadi... Dari awal semuanya adalah salahku..." Ucap wanita itu sambil menutup matanya, sambil menutup matanya wanita tersebut dapat mengingat kejadian masa lalunya yang begitu mengerikan.

"M-my Lord... I-itu..." Lancelot ingin mengangkat suaranya, tapi entah kenapa ia merasakan jika suaranya tercekat di tenggorokannya dan tak mau keluar, ia kembali menunduk, memandangi pasir di bawah kakinya, dan semakin mengeratkan genggamannya pada pedang miliknya.

"A-arthuria-sama..." Kali ini, Merlin maju dan menggengam pundak wanita pirang -Arthuria- tadi dengan cemas, ia tahu, Merlin tahu bahwa rajanya punya hal tabu yang tak boleh untuk diucapkan. Dan Merlin dapat melihat jelas bahwa ada setetes air mata yang mengalir pelan di pipi putih dan halus Arthuria, dan Merlin merasakan jika tubuh rajanya ini sedikit bergetar.

"A-aku... Aku tak apa-apa Merlin... Jadi kau tak perlu cemas..." Ucap Arthuria sambil mengangkat tangan kanannya untuk menghapus air matanya, ia kembali memutar kepalanya dan menatap Merlin dan Lancelot dengan matanya yang kembali menunjukkan kehangatannya, perlahan-lahan senyuman indah kembali muncul di wajah cantiknya.

"Dan Lancelot... Bangunlah kesatriaku... Semua kesalahanmu dahulu... Sudah kumaafkan, jadi berdirilah dan... Hapus air matamu, kau kelihatan cengeng..." Ucap Arthuria sambil sedikit tertawa kecil saat melihat Lancelot yang dengan terburu-buru menghapus air mata yang mengalir di pipinya dengan kedua tangannya. Setelah selesai menghapus air matanya, Lancelot kembali bangkit, tapi kepalanya masih menunduk, ia tak bisa menatap rajanya, entah kenapa ia tak tahu.

"Lancelot? Ada apa? Kenapa kau masih menunduk?" Tanya Arthuria dengan sedikit memiringkan kepalanya kesamping, ia merasa bingung dengan kesatrianya ini yang masih tetap tak mau menatap wajahnya.

"M-my King... Setelah apa yang telah ku perbuat... Dan walaupun kau telah mengampuniku... Tapi tetap saja... Aku masih merasa tak pantas untuk menjadi kesatriamu..." Ucap Lancelot lemah, ia kembali mengingat kejadian dimana cintanya, Guinevre, 'Istri' dari rajanya, yang menjadi kekasih gelapnya di belakang rajanya sendiri, dihukum mati didepan matanya dan jasadnya dibakar hingga hangus tanpa meninggalkan apapun, yang ia ingat hanyalah tumpukan debu yang ia lihat pada saat itu.

Karena terpancing dan terbutakan oleh amarahnya sendiri, ia pun mengangkat pedangnya dan mendeklarasikan perang kepada rajanya sendiri, menimbulkan perang saudara yang cukup lama berlangsung dan berakhir dengan dirinya yang gugur di tempat yang dekat dimana ia menerima pedangnya, sebuah danau yang dengan indahnya memantulkan cahaya matahari pada siang hari, dan bersinar dengan terangnya pada malam hari karena cahaya rembulan.

Lancelot menggigit bibir bawahnya, ia berusaha menahan rasa penyesalan, bersalah dan kesedihan yang ia rasakan saat ini, ia sadar, ia melakukan itu semua karena dibutakan oleh amarahnya semata, perlahan-lahan air matanya mulai kembali menetes dari kedua bola matanya.

Brekk!

Lancelot jatuh bersimpuh, kakinya tiba-tiba terasa lemah, kedua tangannya kembali menjadi tumpuannya, ia kembali menangis, air matanya turun dan membasahi pasir kuning di bawahnya.

"A-aku... Hiks... A-aku tak pantas untuk mendapatkan ampunan darimu... Hiks... Apa yang kulakukan... Hiks... sudah melampaui batas..."

Grepp!

"Huh?!" Lancelot tercengang, ia kaget ketika rajanya tiba-tiba memeluk tubuhnya dengan erat. Pelan namun pasti, ia mendengar rajanya yang berbisik padanya.

"Kuatkan dirimu kesatriaku... Aku mengampunimu... Dan ingatlah... Setiap orang memiliki kesempatan kedua... Tak peduli siapapun dirinya, ia pantas untuk memilikinya... Termasuk dirimu... Lancelot..." Ya, Lancelot mendengarnya, walaupun hanya berupa bisikan semata, ia dapat mendengarnya dengan sangat jelas. Suara lembut dan hangat serta menenangkan milik rajanya ini sedikit demi sedikit membawa kembali sebuah senyuman di wajah sedihnya.

"R-rajaku... Hiks... T-terima kasih... Terima kasih... Atas kesempatan kedua yang ku berikan padaku untuk sekali lagi melayanimu dengan sepenuh jiwa ku ini..." Ucap Lancelot dengan senyum senang miliknya, walaupun masih ada air mata yang mengalir dari pelupuk matanya, ia tak memperdulikannya sama sekali. Dengan sedikit bergetar, Lancelot mengangkat tangan kirinya, dan menggunakannya untuk mengelap air matanya dengan sedikit kasar.

'A-aku kesatria, kenapa aku menangis? Bahkan di hadapan rajaku... Ughhh... Ini memalukan...' Batin Lancelot dengan wajahnya yang sedikit merona karena malu.

Melihat Lancelot yang sudah kembali tenang, Arthuria melepaskan pelukannya dan menegakkan tubuhnya, senyuman indah kembali menempel di wajah anggunnya. Arthuria mengulurkan tangan kanannya kepada Lancelot untuk membantunya berdiri, yang tentu saja langsung di sambut oleh Lancelot.

Setelah ia kembali menegakkan tubuhnya, Lancelot kembali mengalihkan matanya kearah tempat pertarungan yang kini telah berubah total menjadi medan perang, tak lama Lancelot memutar kepalanya kearah Merlin.

"Merlin... Bukankah sebaiknya kita menghentikan mereka? Ini... Sudah melewati batas bukan? Kenapa kita hanya melihat saja?" Lancelot kembali bertanya, wajah tampannya tampak cemas dengan keadaan Master mereka.

Merlin yang ditanya hanya melirik kearah Lancelot lalu kembali melihat kearah peperangan di depan matanya, perlahan sebuah senyum tipis muncul di bibir merah mudanya.

"Ara?... Lancelot... Kau tahu? Kau terlalu cepat cemas seperti itu... Master kita... Dia itu mantan roh pahlawan, dan juga jangan lupakan bahwa ia adalah pahlawan terkuat dimuka bumi... Yang bagaimana caranya ia kembali menjadi manusia aku tak tahu sama sekali... Tapi... Apakah kau merasakan sesuatu yang berasal dari tubuh Master?" Tanya Merlin tanpa mengalihkan perhatiannya sedikit pun. Lancelot yang kurang mengerti maksud dari Merlin kembali melihat kearah pertempuran, ia mencoba untuk merasakan sesuatu yang dikatakan oleh Merlin, tapi setelah cukup lama mencoba ia tak merasakannya sama sekali.

'Aneh... Biasanya aku dapat merasakan aura apapun yang keluar dari tubuh seseorang... Tapi ini kenapa? Kenapa aku tak bisa melakukannya?' Batin Lancelot bertanya-tanya, Lancelot memutar kepalanya, matanya langsung bertemu dengan kedua permata hijau rajanya. Melihat ekspresi bingung dari kesatrianya, Arthuria sedikit tersenyum ketika melihat wajah Lancelot yang menurutnya agak lucu.

"Aura yang berada disekeliling Master... Itu aura suci... Amat suci... Tapi aku tak tahu apa itu..." Lancelot kembali memutar kepalanya kesamping ketika ia mendengar Merlin berbicara, Merlin sekarang tengah menganggukkan kepalanya sambil memegang dagunya.

"Memang... Menurut cerita legenda dan sejarah yang ada... Master... Memang anak dari seorang raja dan seorang dewi... Tapi, ia punya hubungan buruk dengan para dewa dan dewi dari mitologinya sendiri, dan juga... Aura suci yang dimiliki para dewa dan dewi tersebut jauh, sangat jauh berbeda dari yang tertulis... Hah~... kepalaku tiba-tiba jadi sakit sekali hanya karena memikirkannya..." Ujar Merlin sambil mendesah lelah, matanya memandang Naruto dengan penuh teka-teki. Ia merasakannya, aura yang dikeluarkan oleh Masternya sangat kuat dan amat suci, tapi sialnya ia tak tahu apa itu. Merlin kembali melihat Naruto dengan tajam, sebelum nada bicaranya yang tadinya terdengar kekanakan kini berubah drastis menjadi serius, tak hanya itu raut wajahnya juga datar dan penuh perhitungan.

"Tapi yang pasti... Master... Dia belum serius sama sekali dari tadi..." Ucap Merlin pelan namun cukup kuat untuk didengar oleh telinga kesembilan orang di sekelilingnya itu. Mendengar hal itu tentu saja membuat sebagian dari mereka melebarkan mata, terkecuali Medusa yang dari awal diam tak bergeming sedikitpun, tapi tidak dengan kedua tangannya yang kini bergetar entah kenapa.

'Sungguh... Aku ingin sekali melepaskan penutup mata sialan ini...' Batin Medusa yang kini bibirnya mulai bergetar dan berkedut-kedut bagaikan benang jahit kusut.

At Naruto place

Wushh~

"Hah~... Ya ampun... Debunya banyak sekali... Ck, kurasa aku harus menyelesaikan pertarungan bodoh ini..." Ucap Naruto yang kini sedikit merasa kesal, kedua tangannya memegang kedua pedang emasnya, rantai emas miliknya mengikat dengan erat di tangan kanannya. Naruto mengangkat kepalanya dan melihat keatas tubuhnya, sebauh senyuman tipis langsung muncul ketika ia melihat apa yang berada tepat diatas tubuhnya itu.

"Apa kabar? Wahai Perisai ku?" Tanya Naruto pelan kepada benda mati tersebut, yang ukurannya sungguh besar dengan ukiran-ukiran dan ornamen-ornamen indah berbentuk bunga dengan keseluruhan bagian benda itu terbuat dari perak dan ada beberapa bagian dari benda besar tersebut yang berwarna dan mengeluarkan aura ungu.

"Terima kasih... Karena kau melindungiku dari bahaya sekali lagi... Sekarang, kau boleh kembali..." Ucap Naruto pelan sambil menyentuh perisai raksasa tersebut dengan tangan kanannya, tak lama perisai raksasa tersebut bersinar terang layaknya mengerti maksud dari tuannya tersebut, melihat itu Naruto sedikit melebarkan senyumnya.

"Kembalilah... Aku akan memanggilmu lagi jika aku butuh bantuan dan perlindungan darimu..."

Sringgg!

Serr~

Perisai raksasa itu bersinar terang setelah tuannya selesai berbicara, lalu memudar dan menghilang menjadi debu-debu emas yang tertiup angin. Naruto masih melihat debu-debu emas tersebut sampai debu-debu tersebut menghilang dari pandangannya, senyum tipisnya masih melekat di wajahnya walaupun itu tidak dapat dilihat karena begitu tipisnya senyuman miliknya itu.

Naruto memejamkan matanya, ia mengingat kembali sehari setelah ia berteman dengan Enkidu. Ia masih mengingatnya dengan amat sangat jelas layaknya itu hanya berlalu kemarin saja padahal hal itu sudah lama, amat sangat lama sekali.

"Ingatlah Gilgamesh, Temanku... Senjata-senjata mu itu... Harta kekayaan milikmu, mereka semua berharga... Jadi perlakukan mereka sebaik-baiknya... Jika kau memperlakukan mereka semua layaknya kau memperlakukan diriku ini... Bagaikan teman, rekan... Bukan sebagai senjata yang hanya digunakan untuk meneteskan dan menumpahkan darah saja... Yakinlah, wahai Rajaku... Mereka semua akan menolong dirimu dalam keadaan apapun..."

Ya, ia mengingatnya dengan sangat jelas. Walaupun waktu itu Naruto tidak mendengarkan ucapan temannya sama sekali karena waktu itu ia hanyalah raja muda yang masih kebingungan, dan jujur waktu itu ia sedang sibuk memikirkan sesuatu yang lain sehingga ia tidak mendengarkan ucapan Enkidu. Naruto sedikit mendengus geli ketika mengingat kembali dirinya waktu itu yang menjawab ucapan dan nasehat dari temannya itu dengan seadanya.

"Huh? Enkidu?... Kau bicara apa barusan... Aku mendengarnya tapi, tidak terlalu jelas... Jadi bisa kau ucapkan sekali lagi?" Jujur saja jika waktu bisa dibalikkan, Naruto ingin sekali memukul kepala dirinya sendiri yang masih muda itu, dan Naruto mengingat apa reaksi dari Enkidu, ia hanya tersenyum manis, lalu pergi ke kamar miliknya, dan setelah itu ia tak mau berbicara dengan dirinya selama beberapa minggu dan mengunci dirinya sendiri di dalam kamarnya, dan jika boleh jujur, itu pertama kalinya Naruto merasa panik dan kebingungan akan sikap temannya itu yang tiba-tiba berubah seperti itu.

"Heh~... Dan kini aku baru sadar jika waktu itu dia sedang marah padaku... Hahaha... Konyol sekali..." Gumam Naruto pelan pada dirinya sendiri sambil menggelengkan kepalanya pelan. Naruto yang kini terlarut dalam pemikirannya sendiri tidak melihat jika ada ribuan pasukan yang berlari kencang kearahnya.

Drep!

Drep!

Drep!

"Huh? Apa itu?" Gumam Naruto yang merasa terganggu dengan suara ratusan hentakan kaki yang terdengar tiap detiknya, Naruto memutar kepalanya kearah suara pengganggu itu berasal, seketika raut wajahnya yang tadinya terlihat senang mengkerut seketika.

"Ah... Sial..."

.

.

.

.

Trank!

Trankk! Trink!

Buakh! Brakh!

"Geh! Sial! Banyak sekali!" Naruto terus menghindari dan membalas serangan-serangannya datang kepadanya, kini ia terlihat sedikit frustasi, bukan karena ia tak bisa melawan, tapi karena prajurit-prajurit yang sedang mengelilinginya ini tidak memberikan dirinya celah sedikitpun untuk bisa keluar dari kurungan mereka.

'Dan juga... Sejak kapan pertarungan kecil tadi bisa berubah sedrastis ini?!' Batin Naruto berteriak sambil terus melihat sekelilingnya dengan tajam, Naruto tetap waspada walaupun sekarang prajurit-prajurit ini diam di tempat dan tidak maju untuk menyerangnya, Naruto tahu jika ia hanya perlu mengajar semua prajurit ini karena mereka semua hanyalah manifestasi dari cara kepemimpinan Iskandar sebelum dirinya menjadi Servant, tapi ia tak mau tertusuk tombak-tombak yang dibawa oleh mereka.

'Dan ya... Itu tak membuatku mati tapi... Tetap saja itu sakit, dan semuanya Noble Phantasm rank-E... Grr... Rider... Akan ku balas kau nanti...' Naruto menggeram dalam hatinya, matanya melihat jauh kebelakang, lebih tepatnya ia sedang mencari keberadaan Rider yang sejak ia bertarung dengan para prajurit pengganggu ini, ia tidak melihatnya sedikitpun. Dan kalau soal Lancer, ia sudah melihat pemuda biru itu jauh dari tempatnya berada sekarang, yang melihat dirinya dengan pandangan cemas, sama seperti kesepuluh pahlawan lainnya.

'... Sepertinya aku harus memberitahu mereka jika mereka semua sudah hidup kembali, sama pergi diriku... Tapi, tentu saja setelah aku menyelesaikan urusanku dengan Rider...' Naruto memutar kepalanya dari tempat pahlawan-pahlawan itu berkumpul, mata merah tajamnya kembali melihat kesegala arah, tak lama kemudian ia melihat kepulan debu pasir tebal yang meluncur deras kearahnya berada, matanya menajam ketika tahu siapa yang datang padanya.

Syuut!

"!"

Sett!

Sritt!

Merasa ada bahaya yang datang, Naruto berusaha menghindari serangan dadakan yang menuju kearahnya dengan melompat ke samping, tapi karena refleknya yang terlalu lambat merespon, sebuah tombak panjang berwarna coklat dengan sukses melukai pipi kanannya.

Tap~

"Hmm?" Merasa perih di pipi kanannya, Naruto mengangkat tangan kanannya yang masih menggenggam erat pedang emasnya, saat tangannya menyentuh permukaan pipi kanannya, Naruto merasakan sesuatu yang basah dan kental mengalir keluar dari pipinya sendiri, ia pun menggerakkan ibu jarinya untuk sedikit mengelap benda yang mengalir tersebut, Naruto lalu mengangkat tangan kanannya untuk melihat apa yang mengalir dari pipinya.

"Dia... Melukaiku..." Ucap Naruto pelan saat ia melihat cairan kental berwarna kuning keemasan di ibu jari tangan kanannya.[15]

'Begitukah... Rider... Kau mau aku serius? Baiklah, akan ku tunjukkan padamu apa yang terjadi jika aku sedikit 'serius'...' Batin Naruto sambil sedikit menyeringai, sebuah seringai yang tipis, sangat tipis, dengan mata merahnya yang kini terlihat semakin mengintimidasi.

Naruto mendekatkan kedua pedang emasnya pada ujung gagangnya.

Ctank!

Setelah kedua pedang itu menyatu, dari kedua bilah tajam pedang itu keluar sebuah cahaya yang memanjang dan menyatu satu sama lain membentuk sebuah tali busur. Naruto memegang tali busur tersebut lalu menariknya dengan pelan.

Naruto memandang tajam kepulan debu yang masih berdiri terus merengsek maju kearahnya, Naruto berucap pelan.

"Servant Rider, aku memuji apa yang telah kau lakukan, apa yang kau impikan, aku menghargainya... Tapi... Apakah kau tak sadar, wahai pejuang? Bahwa mimpi akan hilang... Jika sang pemimpi terbangun? Aku tahu bahwa kau unggul dalam 'mimpimu' ini... Tapi ingatlah wahai raja para penakluk..." Naruto menjeda ucapannya, ia semakin mengeratkan genggamannya pada busur emasnya itu, dan menarik tali busur miliknya semakin kencang.

"Aku tidak diberi gelar raja para pahlawan ataupun pahlawan pertama tanpa sebab! Maka dari itu! Akan ku tunjukkan padamu apa yang akan kau dapatkan jika aku sedikit 'serius'! My sword of the end! Enki! Show him the true end of the world!" Naruto berteriak kencang, seteoah ia selesai mengucapkan kalimatnya sebuah lingkaran emas dengan pola-pola dan relic sihir muncul di tengah-tengah busurnya dengan bagian tengah lingkaran tersebut terlihat dua sayap emas, tak lama sebuah anak panah yang terbuat dari cahaya murni muncul, Naruto mengangkat busurnya dan mengarahkannya keatas langit.

"Face the Heavens! The flames of destruction are filled! This is the moment of reckoning! Utnapishtim!"[16] Naruto berteriak kencang saat merapal mantranya, setelah selesai, ia melepaskan busur panahnya.

S-yuuutt!

Whuuushhh!

Tepat setelah anak panah emas itu meluncur dari tempatnya, angin yang amat kencang langsung tercipta dan mendorong apapun di depannya, termasuk para prajurit tempur yang kini terlihat berterbangan kemana-mana. Anak panah emas itu terus meluncur deras kearah langit dan menembusnya.

Sringg!

Wooommmm!

Tak lama setelah menembus langit, sebuah sinar yang amat terang muncul dan mengeluarkan sebuah benda raksasa yang seluruh bagiannya terbuat dari cahaya emas.

"Lihatlah... Rider... Bagaimana aku membawakan padamu bencana besar yang dialami dunia kita dahulu..." Gumam Naruto sambil melihat lekat lekat benda raksasa yang kini meluncur deras ke tanah.

"Dan kuharap kau tidak mati... Orang sekuat dirimu akan sangat membantu ku suatu hari nanti..."

Ini Rider Place

A few minutes before Naruto get attacked...

Dan, jika kau bertanya kenapa Rider tertinggal oleh para prajuritnya, biarkan dirinya sendiri yang menjawabnya.

"Oh ayolah! Kenapa kalian cepat kelelahan seperti ini?! Apa yang terjadi pada kalian?!" Tanya Iskandar khawatir pada kedua banteng perangnya yang kini terlihat kelelahan dengan tubuh kedua banteng itu yang terlihat bergetar, dan itu membuat Iskandar bingung, mereka berdua banteng yang sudah menjadi roh sama sepertinya, jadi mereka tidak akan cepat lelah seperti ini.

'Ini aneh... Kenapa mereka berdua cepat sekali kelelahan seperti ini... Aku tahu berada di Reality marble akan menguras mana mereka... Tapi dampaknya tidak separah ini... Tunggu... Ada yang janggal disini, aku yakin itu...' Batin Iskandar sambil terus mengelus pundak kedua banteng hitamnya, berusaha meringankan rasa lelah yang mereka alami. Iskandar memutar kepalanya kearah prajurit tempurnya yang sudah mendekat kearah Naruto, ia kembali melihat kedua banteng hitamnya.

"Apa kalian masih sanggup berlari? Aku tak ingin memaksa kalian berdua, jadi kalian tak perlu memaksakan diri..." Sebelum ucapannya selesai, Iskandar terdiam karena kedua bantengnya hanya mengeluskan kepala mereka kepada tubuh besarnya, Iskandar terdiam sebelum sebauh senyuman lebar muncul di wajahnya.

"Hahahaha! Kalian memang rekanku yang setia! Baiklah! Mari! Kita maju dan hadapi master kita!" Ucap Iskandar sambil menepuk pelan pundak kedua banteng tersebut yang hanya dibalas dengan geraman halus dari keduanya.

Iskandar kembali menaiki kereta perangnya, matanya kini melihat Naruto yang bertarung dangan para prajuritnya, senyumannya kini kembali berubah menjadi seringai lebar miliknya. Ia terus menunggangi kereta perangnya kearah Naruto yang bertarung dengan ribuan prajuritnya, dengan meninggalkan gumpalan debu pasir tebal di belakangnya.

"Ahahahaha! Aku datang Maste-... Huh? Apa itu?" Iskandar seketika berhenti tertawa ketika melihat Naruto yang kini memegang sebuah busur emas yang mengeluarkan sebuah anak panah yang terbuat dari cahaya terang.

"Energinya... Energi sihirnya sangat kuat... Apa ini? Itu... Apa itu Noble Phantasm miliknya?!" Iskandar semakin mempercepat laju kereta perangnya, menurutnya dari apapun anak panah itu tercipta, ia tak ingin benda itu mengenai targetnya.

"Ayo lebih cepat! Haa!"

S-yuuutt!

Whuuushhh!

Iskandar membulatkan matanya ketika anak panah tersebut terlepas dari tali busurnya, terbang dan meluncur deras kearah langit putih ciptaan dari mimpi miliknya.

'R-reality marble milikku... Di tembus begitu saja?!' Batin Iskandar kaget ketika ia merasakan jika alam mimpi miliknya ditembus begitu saja dengan mudahnya.

"I-ini-ini...Ha-hahahaha... Hahahaha! Wahai Raja para pahlawan! Kau memang pantas untuk menjadi Master ku! Hahahaha! Luar biasa!" Iskandar kini tertawa keras, ekspresi terkejutnya tadi tergantikan oleh ekspresi kesenangan, matanya kini menatap Naruto yang berdiri dengan gagahnya dengan pengakuan dan rasa hormat.

Sringg!

Wooommmm!

Tepat sesudah Iskandar tertawa keras, langit dunia mimpinya bersinar terang, Iskandar yang masih mengendarai kereta perangnya menengadahkan kepalanya keatas dan menatap langit yang kini bersinar terang. Langit mimpi ciptaannya kini dipenuhi oleh aksara-aksara sihir kuno yang tidak dimengerti sama sekali olehnya. Dan dari aksara-aksara sihir kuno itu keluar benda raksasa yang lebih mirip seperti anak panah yang berukuran diluar akal sehat.

"... Itukah kekuatan sesungguhnya kedua pedang emasmu itu? Master?... Aku sungguh terkesan..." Ucap Iskandar pelan sambil menarik pelan tali kendali kedua banteng perangnya.

Drap!

Drap!

Drap..

Drap..

Tak lama kereta perang yang di tarik oleh dua ekor banteng hitam tersebut mulai berhenti, Iskandar yang masih tetap berdiri di kereta perangnya tersenyum tipis.

"Ya... Untuk apa aku harus melanjutkannya?... Dari awal aku memang sudah kalah bukan?... Haha..." Ucap Iskandar dengan tawa pelan yang meluncur darinya. Matanya kembali melihat kearah Naruto yang kini membalas tatapannya, kedua mata mereka bertemu, dan Iskandar dapat melihat jika Masternya juga mengakui dirinya.

'Ha-hahaha! Master! Aku menerimamu! Dengan ini! Aku! Iskandar, sang raja para penakluk! Mengakui jika kau! Raja para pahlawan! Raja dan pahlawan pertama yang berjalan di muka bumi! Adalah raja sejati! Raja teragung dan terkuat!' Dengan batinnya yang berteriak kencang, Iskandar tersenyum lebar sambil merentangkan tangannya lebar-lebar.

"Hahahaha!"

At another Servant place

When Naruto get attacked..

"Ini sudah keterlaluan! Kita harus menghentikan Rider dan dunia mimpi ciptaannya ini!" Lancelot berteriak keras sambil mengeratkan genggamannya pada pedang suci miliknya, mata ungunya menggelap, tapi belum sempat ia mengambil satu langkah, sebuah suara yang familiar menghentikannya.

"Lancelot, tenanglah... Tetaplah disini..." Lancelot memutar tubuhnya untuk bertatap mata dengan sang pemilik suara yang tak lain adalah rajanya sendiri. Lancelot mengambil langkah mundur, tapi matanya masih terus melihat Naruto yang kini diserang ribuan pasukan milik Iskandar.

"My King... Kenapa kau melarang ku... Ini semua... Bukankah sudah keterlaluan untuk bisa disebut pertarungan biasa?" Tanya Lancelot dengan nada meminta, ia ingin tahu apa alasan rajanya melarangnya untuk menghentikan Iskandar.

Arthuria hanya tersenyum kecil ketika Lancelot bertanya kepadanya, mengalihkan matanya dari Medan perang kearah kesatrianya yang paling setia, Arthuria pun menjawabnya dengan pelan.

"Lancelot... Apakah kau tidak menyadarinya dari awal jika Master... Sama sekali tidak serius dalam pertarungan ini... Dan, lihatlah... Bahkan dalam keadaan tertekan sekalipun ia tetap terlihat tenang..." Ucap Arthuria sambil menunjuk Naruto yang kini mulai mendorong balik ribuan pasukan yang menyerangnya.

Lancelot mengikuti arah yang ditunjuk oleh rajanya, dan kini ia malah semakin bingung.

"Jadi... Jika Master memang tidak berniat untuk bertarung dari awal... Kenapa ia menerima tantangan dari Lancer?" Tanya Lancelot kepada Merlin yang malah bersenandung kecil sambil duduk di tongkat sihirnya yang dengan ajaibnya dapat melayang, tapi sepertinya ia pertanyaannya tidak di gubris sama sekali oleh penyihir putih tersebut karena kelihatannya pahlawan berkelas Caster tersebut terlalu menjiwai apa yang sedang ia lakukan sekarang.

"Hmm~ hm~ hm~mm... Hmm?... Lancelot? Ada apa ? Kenapa kau terus melihatku seperti itu?" Merlin akhirnya meresponnya, tapi bukannya jawaban tapi malah sebuah pertanyaan lain yang meluncur dari penyihir bunga tersebut.

"... Hah~... Aku bertanya padamu... Tapi sepertinya kau tidak mendengarkan tadi... Jadi kurasa aku tak perlu bertanya lagi..." Balas Lancelot sambil menghela nafas lelah, Merlin yang mendapat jawaban tidak bergairah dari Lancelot pun bingung.

"Err... Maaf?" Ucap Merlin sambil menggaruk kepala putihnya yang tidak gatal, tak lama matanya kembali melihat kearah Naruto yang kini menyatukan kedua pedang emasnya menjadi sebuah busur panah.

"Jika kau bertanya kenapa Master menerima tantangan dari Lancer... Itu karena harga dirinya sebagai pahlawan juga kesatria memaksanya..." Jawab Merlin dengan nada seriusnya, yang membuatnya di tatap lekat-lekat oleh Lancelot.

'Jadi... Dari tadi dia memang mendengarku... Tapi mengabaikanku... Merlin... Tega sekali kau...' Batin Lancelot miris sambil terus menatap Merlin yang kini juga mulai merasa risih karena terus ditatap olehnya.

"Kenapa kau melihatku seperti itu Lance? Kau tahu itu membuatku agak risih..." Merlin menjeda ucapannya, ia balas menatap Lancelot tajam sambil memeluk tubuhnya sendiri dengan kedua tangannya.

"Atau kau berencana melakukan sesuatu yang tidak-tidak padaku? Huh! Maaf saja, aku tidak tertarik dengan pria sepertimu." Ucap Merlin sambil membuang wajahnya kesamping agar tidak melihat Lancelot.

Twitch!

Lancelot yang dituduh tidak-tidak oleh penyihir putih ini tentu saja kesal, terbukti dari munculnya perempatan di dahinya.

"Heh! Siapa juga yang tertarik padamu! Dasar ubanan!" Ejek Lancelot sambil menunjuk wajah Merlin.

"A-apa kau bilang?! Ubanan?! Beraninya kau! Rambutku berwarna perak! Perak!" Merlin berteriak dengan wajahnya yang memerah karena malu dan juga rasa kesalnya, Lancelot yang di teriaki oleh Merlin hanya mendengus dan menyeringai senang.

" Lalu? Apa yang akan kau lakukan jika aku terus memanggilmu seperti itu? Uban~..." Lancelot kembali mengejek Merlin sambil sedikit bersenandung diakhir kalimatnya.

Blusshh!

Wajah Merlin memerah, bahkan warna merah diwajahnya jauh lebih merah daripada cabai yang sudah matang. Dengan urat-urat di dahinya yang sudah menegang keluar, Merlin berteriak kencang tepat di wajah Lancelot.

"D-diam! Dasar kau tukang NTR!"

Jlebhh!

"Ukhuk!" Lancelot langsung terjatuh ketanah sambil memegang dada kirinya yang entah kenapa tiba-tiba terasa sakit setelah mendengar hinaan dari Merlin.

'A-apa ini... S-sakit sekali... A-aku... M-menyerah...' Batin Lancelot lemah dengan diatas kepalanya muncul gumpalan awan hitam.

"... Pfft..." Arthuria yang dari awal melihat tingkah kekanakan dari dua orang yang amat dikenalnya ini nyaris tertawa jika ia tidak menutup mulutnya dengan tangan kanannya.

"Kalian... Sudahlah... Hentikan tingkah kekanan kalian itu..." Ucap Arthuria sambil mengelap setetes air matanya yang ingin jatuh akibat menahan tawa miliknya tadi.

"Hmp!/Huh!" Tapi yang ia dapatkan hanyalah dengusan kesal dari dua orang yang kini saling memalingkan wajah mereka kearah berlawanan.

"Hah~... Astaga... Sudahlah... Bisakah kalian berbaikan sa-"

S-yuuutt!

Whuuushhh!

"Huh?" Arthuria langsung menghentikan ucapan yang ingin keluar dari bibirnya ketika ia mendengar sebuah suara membahana diikuti oleh sebuah cahaya terang yang meluncur kearah langit.

"Apa itu?" Arthuria bergumam pada dirinya sendiri, tapi entah karena gumamannya yang cukup keras untuk didengar atau pendengaran dari Merlin yang tajam, Merlin menjawabnya pertanyaan rajanya walaupun ia tahu jika pertanyaan itu bukan untuknya.

"Sepertinya itu adalah Noble Phantasm milik Master, Arthuria-sama... Tapi... Energi sihir dari anak panah yang di tembakkan oleh Master tadi... Sangat besar... Bahkan melewati parameter A-rank..." Bisik Merlin pelan agar hanya Lancelot dan Arthuria saja yang dapat mendengarnya, bukan ia tak ingin para pahlawan lain tidak mendengar ucapannya, tapi agar para pahlawan lainnya tidak panik.

'Tentu saja... Siapa yang tidak panik jika ada sebuah Noble Phantasm yang melewati parameter A-rank?...' Batin Merlin sambil menghela nafas, mata ungunya menatap tangan putih mulusnya yang kini bergetar setelah ia merasakan besarnya tekanan Prana yang dihasilkan senjata milik Masternya.

'I-itu... Terlalu besar... A-aku harus melakukan sesuatu!' Batin Merlin panik saat ia melihat benda raksasa yang mirip seperti anak panah turun ke permukaan dunia mimpi milik Rider dengan perlahan. Setelah berfikir cukup keras, tak lama kemudian sebuah ide cemerlang muncul di otaknya.

'I-itu dia! Dengan begitu kami semua tidak akan menerima dampak serangan tersebut!' Setelah selesai berkutat dengan pemikirannya sendiri, Merlin mulai menggenggam erat tongkat sihir miliknya, mata ungunya terpejam erat, mulut mungilnya mulai merapal mantra miliknya.

"T-tunggu! T-tunggu aku!" Tapi sebuah teriakan membuatnya menghentikan perapalan mantranya, kelopak matanya terbuka untuk melihat siapa yang berteriak kepadanya, tak lama manik ungu miliknya melihat sang Servant Lancer yang kini terengah-engah di hadapannya.

"Lancer? Ada apa?" Merlin pun bertanya kepada sang Prajurit tombak tersebut yang kini sedang berusaha untuk menstabilkan nafasnya yang memburu, tampak keringat yang membasahi wajah sang Servant Lancer.

"A-aku datang kemari karena merasakan tekanan sihir penghancur milik master yang terlalu besar... M-maka dari itu... Hah... Aku datang kemari untuk mencari perlindungan... Hah... Hah... K-kau pasti punya mantra pelindung bukan? Caster?" Ucap Cú panjang lebar walaupun ia harus menjeda beberapa kata-kata miliknya karena rasa sesak yang ia rasakan.

'I-ini aneh... Aku tahu kalau sebuah Reality Marble bisa membuat Servant manapun cepat lelah termasuk penggunanya sendiri... Tapi ini konyol... Kenapa aku cepat sekali kelelahan seperti ini... Master... Kau pasti punya penjelasan tentang ini... Jadi... Jika urusan mu selesai... Akan ku paksa kau memberitahukannya padaku...' Batin Cú yang kini merasa kebingungan bercampur rasa kesal, mata merahnya kembali melihat sang penyihir bunga di hadapannya yang masih belum merespon pertanyaannya.

"A-ah... I-itu... Ya, aku punya sebuah sihir pelindung... Tapi kalian semua harus berada dekat dengan ku... Karena dari itulah, kalian semua... Merapatkan..." Ucap Merlin yang menggulirkan bola mata ungunya dari Cú kearah para pahlawan lainnya. Tak butuh waktu lama, semua pahlawan yang berada di sekelilingnya mendekat kearahnya, merasa sudah cukup. Merlin pun melanjutkan kembali rapalan mantranya.

"Let me tell you the story about a glorious king. The inner sea of planet." Merlin meneruskan rapalan mantranya, perlahan-lahan udara di sekitarnya mulai berkumpul dan menyelimuti dirinya dan kesepuluh pahlawan lainnya.

"The platform of the great watchtower. From the edge of faraway paradise, you all shall hear my words. Your stories shall be full of blessing, My King." Udara yang berkumpul mulai mengeluarkan aura keunguan diikuti dengan muculnya kelopak-kelopak bunga mawar yang ikut berterbangan mengelilingi mereka, Arthuria yang mendengar dengan jelas rapalan mantra dari Merlin tersenyum, dengan pelan dan halus sebauh kata pun keluar dari bibirnya.

"Terima kasih... Merlin..."

"Let only those without sin pass, O' Garden Of Avalon!" Merlin mengakhiri rapalan mantranya dengan menghentakkan tongkat sihirnya ketanah.

Tak!

S-ringggg!

"U-uahh t-terang sekali!" Setelah Merlin menghentakkan tongkatnya ke tanah, sebuah sinar terang muncul secara tiba-tiba yang langsung diikuti oleh teriakan membahana dari Cú yang terkejut.

Zapp!

Tak lama sinar terang tersebut meredup, Cú yang tadi berteriak kencang karena terkejut, membuka matanya perlahan. Setelah kedua kelopak matanya terbuka, sebuah pemandangan yang amat indah langsung menyapa mata merahnya.

"I-ini... Apa ini?" Cú tergagap, tak hanya dirinya saja yang terdiam maupun merasa kagum dengan apa yang terjadi.

"Ini... Adalah Noble Phantasms milikku, Lancer... Garden of Avalon... Menara pantau ini akan melindungi kita semua." Jawab Merlin yang kini membuka tudung putihnya, kini terlihat bahwa kedua telinganya berbentuk seperti kelopak bunga.

Mendengar jawaban halus dari Merlin, tentu saja membuat Cú semakin kagum dengan penyihir putih di hadapannya ini, Cú kembali melihat kesekelilingnya yang kini telah berubah drastis.

'Begitukah... Ha-hahaha... Ternyata memang benar ya... Jika orang kuat hanya akan menarik orang-orang kuat yang lain... Master... Pahlawan macam apa kau ini?' Batin Cú sambil kembali melihat kearah medan peperangan yang kini sebagian besar telah berubah total menjadi taman bunga raksasa dengan di pusatnya berdiri kokoh sebuah menara putih berkilau dengan hiasan-hiasan berwarna ungu yang terlihat begitu megah.

"Ini luar biasa... Caster... Aku mengakuinya..." Ucap Cú pelan sambil tertawa kecil, Merlin yang mendengar pujian yang berasal dari pahlawan tombak tersebut ikut tersenyum.

"Ah... Terima kasih banyak, Lancer... Tapi sebaiknya kau memanggilku dengan namaku saja..." Ucap Merlin halus dengan tersenyum lebar pada akhir kalimat miliknya. Cú mengangkat alisnya heran saat mendengar permintaan yang menurutnya aneh dari pahlawan sihir ini, tapi ia hanya mengangkat bahunya tak peduli.

"Ah... Baiklah... Kalau begitu kau bisa memanggilku dengan namaku juga... Merlin..." Cú tersenyum miring sambil menunjuk dirinya sendiri dengan ibu jarinya, Merlin hanya mengangguk senang saat Cú membalas permintaanya dengan senang hati.

"Hai~... Aku mengerti... Kalau begitu kita berteman kan? Cú-san?" Tanya Merlin sambil mengulurkan tangan kecil dan halusnya kepada Cú yang terlihat sedikit tersentak dengan permintaan lain darinya.

"E-eh? A-ah... Ah... Y-ya... Kita teman..." Ucap Cú gugup sambil membalas uluran tangan Merlin.

"Yay! Aku punya teman baru! Arthuria-sama! Lihat, aku punya teman baru lagi!" Kali ini image Merlin yang sebelumnya penyihir penuh kebijaksanaan serta wibawa, berubah drastis dengan tingkahnya yang kini seperti anak kecil berumur lima tahunan.

Arthuria yang sedari tadi terus melihat Merlin hanya tersenyum halus.

"Aku melihatnya Merlin, aku melihatnya... Kau memang hebat..." Ucap halus Arthuria sambil menyentuh pundak Merlin yang kini semakin melebarkan senyumannya.

"Arthuria-sama... Terima kasih...hehehe" Ucap Merlin senang, sebelum sebuah suara menginterupsinya.

"Ano... Caster-san?"

Merasa terpanggil, Merlin membalikkan tubuhnya untuk melihat siapa yang memanggil dirinya, seketika mata ungunya bertemu dengan dua buah bola mata indah bermanik seperti dirinya, tengah menatapnya dengan gugup.

"U-uuhhh... Apa kau juga mau jadi temanku?" Ucap gadis tersebut sambil mengulurkan tangan mungilnya, dari sudut pandang Merlin, gadis di hadapannya ini cantik, ia akui itu. Perlahan tapi pasti, sebuah senyuman lebar muncul di wajah Merlin.

"Tentu saja! Namaku Merlin, seapa namamu? Gadis-san?" Tanya Merlin sambil berjabat tangan dengan gadis didepannya ini, gadis tersebut agak terkaget dengan respon mendadak dari penyihir bunga ini.

"A-ah... N-namaku A-astolfo, s-salam kenal Merlin-san." Ucap Gadis -Astolfo- tersebut dengan gugup, yang hanya membuat senyuman lebar Merlin semakin mengembang.[12]

"Ah~... Kau tak perlu sekali itu... Kita ini teman bukan? Jadi kau tak perlu gugup seperti itu, Asto-chan." Ucap Merlin sambil merenggangkan kedua tangannya.

Hug!

"A-ah?!"

Astolfo menjerit terkejut ketika meerlin dengan tiba-tiba memeluk dirinya, sedangkan sang pelaku hanya tersenyum lebar sambil tertawa bebas.

"Hehehe... Asto-chan! Suki~ Desu~."Merlin memeluk erat tubuh Astolfo yang berukuran sama dengan dirinya, sambil mengelus pipinya dengan pipi gadis malang yang kini mulai mengeluarkan asap dari kedua telinganya.

Blusshh!

"E-eh? Eh?!" Hanya itulah respon dari Astolfo, Sembalun gadis malang itu pingsan di pelukan Merlin yang masih belum menyadari bahwa gadis yang dipeluknya itu tengah pingsan.

Sweatdrop...

"..."

Arthuria, Cú, Scáthach, Lancelot, dan Nero, beserta tiga pahlawan lainnya hanya memandang kejadian tersebut dengan pandangan datar-yang-sedatar-datarnya. Dan sekali lagi, Medusa hanya diam tak bergeming bagaikan patung dan tetap berdiri di tempatnya tanpa bergerak sedikit pun.

Arthuria yang terlebih dahulu sadar dari kejadian yang di akibatkan oleh magis keparcayaanya sendiri pun hanya mendesah lelah, ia tak habis pikir dengan sikap Merlin yang sangat tak terduga ini, terkadang sangat bijaksana dan serius tapi di lain sisi bisa berubah layaknya bocah berumur lima tahunan. Menatap malas sang penyihir bunga tersebut, Arthuria pun berdehem pelan untuk menarik perhatian sang magus.

"Ehem... Merlin..." Panggil Arthuria pelan,matanya terus melihat Merlin yang masih asyik mengelus pipi putihnya dengan pipi milik Astolfo.

Merlin mengentikan kegiatan yang tengah ia lakukan saat rajanya menanggulangi dirinya sambil memandang serius -beserta malas- kepada dirinya.

"... Arthuria-sama? Ada apa?" Dan pertanyaan umum keluar dari mulut mungilnya, ia tak tahu kenapa rajanya menatapnya seperti itu, tapi yang ia tahu adalah bahwa berat dari gadis di pelukannya ini memberat, bahkan tidak bergerak sama sekali.

"... Apa kau tidak sadar jika gadis yang kau peluk itu sedang pingsan?" Dan jawaban tanpa basa-basi rajanya membuat Merlin langsung mengalihkan kedaulatan matanya kearah wajah Astolfo.

1 detik.

2 detik..

3 detik...

"Ahhhhh! Asto-chan! Kau kenapa?! Bangunlah, kumohon!" teriak Merlin panik sambil menggoyangkan tubuh Astolfo dengan ganas, bahkan tubuh tak sadarkan diri Astolfo terlihat terguncang kesana-kemari.

"O-oi... Oi... H-hentikan itu... K-kau akan melukainya jika seperti itu..." Entah kenapa, Cú merasa menyesal ketika ia menerima pertemanan dari Merlin, dan kini ia merasa ngeri terhadap sang pahlawan sihir tersebut. Cú menelan air liurnya sendiri saat melihat 'perhatian' Merlin pada teman-temannya.

Glup~

'Demi seluruh Dewa-Dewi Irish... T-tenaganya... Dia k-kuat.' Entah karena insting atau apa, Cú dengan cepat memeluk tubuhnya sendiri yang tiba-tiba merasa kedinginan.

Shiver~

'Seumur hidupku... Baru pertama kalinya aku merasa menyesal...' Batin Cú sambil membayangkan apa yang akan terjadi padanya di kemudian hari jika Merlin berada di dekatnya.

'S-sial...'

Berbeda dengan reaksi yang ditunjukkan oleh Cú, Arthuria malah semakin facepalm dengan tingkah Merlin yang semakin membahayakan Astolfo.

"Merlin... Sudah lah hentikan it-"

Booomm!

Whuurrrlll!

Belum sempat ia menegur Merlin, sebuah suara ledakan besar diikuti oleh suara air yang bergemuruh menghentikan niatnya, matanya langsung tertuju kearah datangnya suara, kedua mata biru beningnya seketika terbuka lebar.

"I-ini... Kenapa aku bisa melupakan bahwa Master mengeluarkan Noble Phantasm miliknya..." Gumam Arthuria sambil menggertakkan giginya, tak adanya dirinya, semua orang di sekelilingnya juga terlihat terkejut. Bagaimana tidak, sebuah tsunami besar datang entah darimana, menyapu bersih apapun yang berada di jalurnya dengan amat cepat, dan dapat dilihat bahwa tsunami itu tidak berhenti sama sekali.

Blar!

Bwuushh!

Swoosshh!

"!"

Arthuria semakin melebarkan matanya ketika tinggi tsunami tersebut jauh, jauh lebih tinggi dari pada menara pertahanan milik Merlin.

'Ini berbahaya!' Batin Arthuria panik, dengan sepontan iapun berteriak pada pahlawan lainnya yang masih terlihat membeku ditempat mereka berdiri.

"Semuanya! Bertahan!" Dan satu perintah mutlak itupun langsung menyadarkan semua pahlawan dari keterkejutan mereka.

Dhuasss!

Krak-!

Krak!

Pyaar!

Dan kaca pelindung menara itupun pecah, membiarkan air penuh tekanan mana masuk dan menhempaskan semua yang orang yang berada di puncak menara tersebut.

'U-unghhh, a-aku harus bertahan... Asto-chan, sadarlah.' Batin Merlin yang kini menahan tubuhnya serta Astolfo dengan tongkat miliknya dengan susah payah. Lancelot, Arthuria, Cú, dan yang lainnya tak jauh berbeda, mereka kini dipaksa menahan tubuh mereka sambil menahan nafas mereka, dan hal itu tidaklah mudah mengingat debit air yang mendorong mereka datang dalam jumlah yang amat banyak.

'U-ughh... I-ini gila! A-apa-apaan ini!?' Batin Cú frustasi, yang kini menahan tubuhnya dengan tombak merah miliknya.

'M-master! Kau menang! Kau menang! Jadi hentikan ini, apa kau berniat membunuh kami semua?!' Batinnya berteriak. Jujur saja kini ia menyesal untuk yang kedua kalinya, jika saja ia tidak menantang Masternya dari awal semua ini tak akan pernah terjadi.

'A-aku memang pembawa masalah!'

Back to ... Where?

Gurun gersang yang tadinya menjadi tempat pertempuran dua raja legendaris, kini telah berubah total menjadi lautan luas, tak ada yang satupun daratan terlihat sedang mata memandang kecuali sebuah menara putih tinggi yang kini terlihat rusak berat, dan ditengah-tengah samudra luas itu terlihat dua manusia yang saling berhadapan, yang satunya masih berdiri tegap, satunya lagi meringkuk sambil menahan berat tubuhnya dengan kedua tangannya.

Melihat raja para penakluk yang kini tak lagi berdaya, sang raja para pahlawan pun melangkahkan kakinya mendekati sang penakluk.

Clep

Clep

Clep

Suara basah dan juga becekpun tercipta ketika kedua kaki yang terselimuti emas murni itu melangkah, menciptakan riak air di setiap langkahnya. Sesampainya dihadapan Iskandar, Naruto memandangnya dengan datar sambil tetap membawa busur emasnya.

"Jadi... Apa kau mengakui kekalahanmu? Wahai raja para penakluk? Kau seharusnya tahu, bahwa dari awal kau akan tetap kalah... Tak peduli aku memanggil pasukannya atau tidak, karena aku tidak bisa dikalahkan hanya dengan Noble Phantasm seperti itu..." Ucap Naruto datar, ia bukannya berniat angkuh atau apapun, tapi ia hanya berucap yang sesungguhnya. Hei, apa kau tidak merasa kesal jika kau tidak berniat berkelahi, tapi malah dipaksa untuk melakukannya? Apa yang kau rasakan? Kesal? Itu yang kini ia rasakan. Menghela nafasnya lelah, mata merahnya kembali bergulir melihat Iskandar yang kini masih tersedak oleh air yang memaksa masuk ke saluran pernafasannya.

"Uhuk! Uhukk! K-kau! Uhuk! M-menang, wahai raja para pahlawan, aku mengakuinya... He-heheh-Uhuk! H-haha... Dengan ini... Aku menerimamu sebagai masterku..." Ucap Iskandar sambil sedikit terbatuk-batuk, walaupun begitu, ia tetap saja tertawa kecil. Mendengar ucapan Iskandar, tentu saja membuat Naruto sedikit penasaran.

"Hmm? Apa maksudmu? Menerimaku sebagai masterku? Bukankah seharusnya seorang Servant akan langsung patuh kepada Masternya ketika mereka terpanggil?" Tanya Naruto sedikit tertarik, ia menerka-nerka jawaban apa yang akan diberikan sang pahlawan penunggang di depannya ini.

"A-ah... I-itu... Uhuk! Ha-ha-ha... Kau tahu bukan? Seorang raja tak akan pernah tunduk pada raja lain kecuali- Uhuk! Salah satu dari mereka kalah? Itulah yang kulakukan, aku menguji dirimu..." Jawab Iskandar jujur, ia masih meringkuk sambil berusaha mengeluarkan sisa-sisa air yang masih berada di paru-parunya.

"Begitukah? Jadi... Kau mengujiku untuk tahu seberapa jauh kekuatanku? Apa aku benar?" Tanya Naruto sekali lagi, matanya melihat kesekelilingnya, seketika matanya terkunci pada sebuah menara putih besar yang setengah bagiannya terendam oleh air.

'... Sepertinya... Akan terlalu berlebihan...' Batin Naruto sweatdrop, kini ia merasa khawatir dengan keadaan rekan pahlawannya. Kaki milikku bergerak kearah menara tersebut, sebelum suara dari Iskandar menghentikan dirinya.

"K-kurang lebih seperti itu... Tapi... Apa aku bertanya sesuatu padamu?" Tanya Iskandar yang kini sudah berdiri walaupun kedua kaki kekarnya masih bergetar hebat, ia masih merasakan tekanan prana yang amat kuat menggangu fungsi dari organ-organ tubuhnya.

'U-ugh... T-tubuhku sulit sekali untuk digerakkan, seluruh sendiku kesakitan... Haha... Sungguh Noble Phantasm yang sangat mengerikan...' Batin Iskandar sambil melihat dengan seksama busur emas milik Naruto, Naruto yang tahu jika Iskandar melihat senjatanya membiarkannya begitu saja.

"Apa itu?" Ucap Naruto singkat yang langsung membuyarkan lamunan Iskandar, Iskandar mengangkat kepalanya dan memandang Naruto tepat dimatanya.

"Bagaimana bisa kau memanggil para pahlawan dari dunia lain, apalagi kau tidak menggunakan satupun katalis?" Tanya Iskandar penasaran, ia tahu, salah satu syarat memanggil seorang Servant harus menggunakan katalis ataupun benda peninggalan milik pahlawan tersebut, tapi saat ia terpanggil, Iskandar tidak melihat satupun katalis di lingkaran ia dipanggil.

Naruto memandang lekat-lekat Iskandar, mata merahnya terus beradu pandang dengan mata coklat kemerahan milik Rider.

"... Akan ku jawab pertanyaanmu itu nanti... Lebih baik kita pergi ketempat para pahlawan lain." Ucap Naruto pelan sambil melangkahkan kakinya kearah menara putih yang lumayan jauh dari tempatnya, meninggalkan Iskandar yang masih terdiam sebelum akhirnya mengikuti dirinya dan hanya diam sepanjang perjalanan.

At the watch tower...

Banyak kata yang dapat mendefinisikan keadaan puncak menara pantau milik Merlin saat ini, tapi hanya dua kata yang paling cocok, yaitu hancur dan berantakan. Di tempat itu kini banyak tubuh yang tergelatak lemah milik para pahlawan yang Naruto panggil, kebanyakan dari mereka tak sadarkan diri, dan salah satu dari mereka kini sekarang sedang meringkuk dan berusaha menormalkan kembali nafasnya yang terganggu akibat air yang memaksa masuk ke jalur tenggorokannya.

"A-arkh... Uhuk! K-kuh!... Sial, dadaku sakit sekali..." Cú yang kini sedang berlutut sambil mencengkram dada kirinya yang berdenyut, mata merahnya melihat kesekelilingnya, seketika ia berdecih kembali.

"C-cih! Master... Apa kau berniat membunuh kami?" Ucap Cú lemah, karena pita suaranya kini terasa berat akibat mana yang dipaksa masuk ke tubuhnya.

"Maaf... Kurasa aku terlalu berlebihan tadi... Tapi sungguh, aku tak berniat melakukannya sedikitpun..." Sebuah suara yang cukup ia kenal membuatnya menolehkan matanya kearah salah satu jendela yang kini telah hancur total, sebuah siluet seseorang yang kini berdiri gagah sambil memandangnya datar, tapi Cú melihat jika ada secercah pandangan khawatir di kedua mata merah darah itu.

"Wah... Tempat ini benar-benar kacau..." Dan satu suara baru yang beberapa waktu lalu ia kenal membuatnya mengalihkan matanya kesamping, mata merah miliknya langsung melihat siluet Sang raja penakluk, yang berdiri tak jauh dari siluet pertama.

"Lancer... Bagaimana keadaan mu?" sebuah pertanyaan yang meluncur dari Masternya membuat pikiran Cú buyar.

"Huh? Ah... A-aku baik-baik saja... Tapi, aku tak yakin dengan keadaan yang lain." Jawabnya sambil melihat kebelakang tubuhnya, Naruto yang kini masih berdiri di jendela menara tinggi itu hanya mengikuti arah yang Cú lihat, dan sebuah helaan nafas lelah pun meluncur dari mulutnya.

'Hah... Sudah kuduga... Aku terlalu berlebihan...' Batin Naruto, matanya lalu berpindah ke Raja penakluk yang berada tepat di sampingnya.

"Rider... Bisakah kau mengeluarkan kita semua dari Reality Marble ciptaan mu ini?" Sejauh pertanyaan yang lebih mirip sebuah perintah tersebut membuat Iskandar menoleh kearahnya, tanpa mengucapkan apapun, ia mulai membatalkan 'dunia' miliknya itu.

Sringgg!

Sebuah sinar yang membutakan mata tercipta, setelah cahaya tersebut redup,kini tak ada lagi sebuah lautan luas yang membentang sejauh mata memandang, tidak, yang ada hanyalah sebuah area pegunungan luas yang sebagian hutannya hancur dan di pusatnya terdapat menara putih tinggi yang hampir rubuh.

Merasa cukup dengan apa yang dilakukan Rider, Naruto pun mengangkat satu tangannya kesamping.

Sring!

Sebuah lubang kecil berwarna emas muncul di udara kosong, memuntahkan sebuah kantung kecil berwarna kecoklatan sebelum akhirnya hilang secepat kemunculannya, dan itu tentu saja membuat Cú ataupun Iskandar memandang hal tersebut dengan tertarik, karena mereka tak hanya merasakan besarnya mana yang dimiliki lubang kecil itu, tapi juga divinity dan juga melihat kekuatan lain yang 'Master' mereka miliki.

'Master... Seberapa kuat dirimu?' Batin kedua orang tersebut bersamaan.

Kantung kecil yang tadi dimuntahkan oleh lubang kecil tadi, kini berada ditangan kiri Naruto yang memandang dengan lekat benda itu sebelum melemparnya pelan kearah Cú.

Pluk!

"H-huh?" Cú yang tak mengerti maksud Naruto memberikan kantung tersebut hanya bergumam sambil melihat aneh kantung tersebut sebelum kembali melihat Naruto.

"Buka kantung itu, di dalamnya ada ramuan yang bisa menghilangkan efek dari Utnapishtim, makanlah... Lalu berikan pada yang lain." Dan kata-kata yang keluar dari Naruto, membuat Cú dengan cepat membuka dan mengambil isi dari kantung tersebut yang berisi benda berpendar berwarna hijau kecil, lebih kecil daripada biji kacang hijau membuatnya tak yakin untuk menelannya, matanya melihat ragu kearah Naruto.

"... Aku tahu bentuknya aneh... Tapi percayalah padaku... Itu ramuan ampuh... Makanlah." Ucap Naruto meyakinkan Cú yang kini te ia memandang benda kecil di tangannya, dengan keberanian yang tiba-tiba muncul, Cú langsung menegak benda kecil itu.

Glup!

Degh!

Tak lama setelah ia menelan benda kecil itu, Cú merasakan sebuah energi besar yang mengalir dengan cepat ditubuhnya, dan menyembuhkan dirinya. Naruto yang melihat Cú sedikit tersentak, mengangkat kembali suaranya.

"Jadi, bagaimana? Apa kau merasa lebih baik?" Tak ada jawaban dari pahlawan tombak tersebut selain sebuah anggukan kecil darinya, merasa cukup dengan respon Cú Naruto berkata lagi.

"Baiklah, kalau begitu berikan pada yang lain."

"Baik."

Skip...

Dan setelah menunggu cukup lama agar pahlawan lainnya siuman, kini semua orang tersebut berdiri dihadapannya, menunggu jawaban darinya atas pertanyaan Iskandar yang ajukan tadi.

"Baiklah... Jika kalian bertanya kenapa aku bisa memanggil kalian semua tanpa katalis apapun dari legenda kalian... Akan ku tunjukkan satu benda yang mungkin kalian amat kenal." Ucap Naruto dengan nada serius sambil menekankan pada kata 'mungkin' dan 'amat'. Naruto mulai menutup matanya, ia mengulurkan tangan kanannya kedepan tubuhnya, dan beberapa cahaya-cahaya kecil nan terang mulai berkumpul di tangannya.

Sari sudut pandang para pahlawan, mereka semua dapat merasakan energi suci yang amat besar berkumpul pada satu titik, dan itu adalah orang dihadapan mereka, saat cahaya itu selesai berkumpul, cahaya itu mulai menampakkan bentuk sesungguhnya, semua pahlawan disana tercekat saat melihat benda yang berada di genggaman sang raja para pahlawan.

"I-itu..."

"T-tak mungkin..."

"Holy Grail! Bagaimana mungkin?!"

Mendengar teriakan-teriakan yang berasal dari dua belas orang yang mengelilinginya, membuat Naruto membuka matanya.

"Ini... Benda yang kugunakan untuk memanggil kalian semua..." Ucap Naruto pelan, Merlin yang kini telah siuman maju melangkah kedepan, ia sudah terlihat sehat walaupun tubuhnya masih terlihat bergetar.

"Tapi, bagaimana mungkin? Bagaimana m-mungkin kau bisa mendapatkannya?" Tanyanya dengan sedikit berteriak, Merlin tak percaya dengan apa yang ia lihat, sebuah relic suci dan legendaris yang menjadi perebutan dalam perang yang melibatkan para pahlawan kini berada tepat di depan matanya.

Naruto yang menjadi sasaran teriakan dari Merlin tetap tenang, matanya tetap menatap datar.

"Perlu kau ketahui... Benda ini juga merupakan alasan bagaimana aku bisa ke dunia ini..." ucap Naruto singkat, tapi ia tidak memberikan kesempatan untuk para pahlawan lain berbicara ketika ia melanjutkan kembali ucapannya.

"Saat aku kalah dalam peperangan, jiwa ku tidak kembali ke Thrones of Heroes... Melainkan ke ruang hampa tanpa ujung... Tapi entah kebetulan atau apapun itu... Aku terpanggil kembali... Tapi bukan sebagai Servant, namun sebagian makhluk hidup kembali... Dan ini, benda ini... Merupakan kesepakatan yang aku buat dengan pemanggilku..." Ucap Naruto panjang lebar dengan wajahnya yang masih pasif, matanya melihat raut wajah terkejut dari dua belas orang di depannya ini berubah menjadi raut penasaran.

"Kesepakatanmu dengan pemanggilmu?... Memangnya siapa dia?" Tanya suara yang baru Naruto dengar, mata merahnya bergulir kearah pria berambut ungu yang ia lihat saat pemanggilan.

"Sebelum aku menjawab pertanyaan darimu... Bolehkan aku tahu namamu?" Tanya Naruto sedikit tertarik, ia ingin tahu siapa pahlawan di depannya ini, sebenarnya ia tak perlu bersusah payah menanyakan siapa orang didepannya ini karena ia bisa saja menggunakan Sha Nagba Imuru untuk mengetahuinya, tapi ia lebih memilih cara ini.

"Namaku Lancelot Du Lac... Kesatria danau dari kerajaan Camelot, Servant Saber... Salam kenal Master." Naruto hanya menganggukkan kepalanya, sekarang ia tahu siapa kesatria berzirah perak didepannya ini, dan sekarang menebak-nebak siapa wanita di sampingnya itu.

'Seluruh kesatria di kerajaan Britania semuanya adalah lelaki... Tak ada satupun wanita di jajaran mereka... Jadi... Hanya ada satu tebakan yang tersisa... Wanita ini orang yang memiliki jabatan lebih tinggi dari pria ini... Tapi apa? Raja?... Heh~... Menarik sekali... Seorang raja wanita yang terekam dalam sejarah sebagai lelaki... Sungguh... Menarik... Menetahui bahwa raja Arthur sebenarnya adalah wanita tulen.' Batin Naruto sedikit tersenyum tipis, ia tak habis pikir, betapa konyolnya sejarah yang tergambar dalam buku dengan yang sesungguhnya.

Melihat Naruto yang berkutat sendiri dengan pemikirannya, membuat beberapa para pahlawan menjadi tidak sabaran. Dan kali ini, Merlin lah yang mengangkat kembali suaranya.

"A-ano... Gil-san, bukankah aku akan menjawab pertanyaan dari Lancelot?" Dan pertanyaan yang meluncur dari bibir mungilnya sukses membuat Naruto tersadar dari lamunannya.

"Huh? Ah... Ya kau benar, baiklah... Jika kau ingin tahu siapa pemanggilku... Itu adalah Tuhan dunia ini..." Ucap Naruto singkat, tapi respon yang ia dapatkan tak seperti yang ia kira.

"A-apa!?" Dan teriakan membahana dan nyaring pun terdengar, dan teriakan itu berasal dari Merlin yang kini terlihat kembali terkejut.

Merlin merasa kali ini jawaban yang diberikan oleh pahlawan agung di hadapannya ini sangat mustahil.

"Itu mustahil! Untuk apa pencipta dunia ini memanggilmu?!" Naruto yang kembali jadi sasaran teriakan Merlin tak bergeming sedikitpun, ia hanya mengangkat tangan kirinya yang kini tak mengenggam apapun, busur emasnya kini sudah menghilang, kembali ke tempat penyimpanannya, sebagi isyarat untuk Merlin menenangkan dirinya.

"Tengangkan dirimu... Wahai penyihir bunga... Alasan ia memanggilku adalah karena pada saat aku terpanggil, dunia ini sedang dalam peperangan..."

Dan jawaban kali ini menarik perhatian dari wanita yang sebelumnya ia lamunkan.

"Perang? Peperangan apakah itu?" tanya wanita berambut pirang itu.

Naruto menatap wanita itu sebentar, sebelum menatap langit yang kini mulai berwarna jingga, ia yakin jika mereka berada disini lebih lama, maka para makhluk supernatural akan datang ke tempat mereka berada, apalagi para dewa dan dewi yang menurutnya hanya akan membuatnya muak.

"peperangan antar tiga fraksi... Tenshi, Dai-tenshi, dan Akuma... Mereka berperang... Sebenarnya... Yang memulai pernah adalah kalangan iblis dan malaikat jatuh... Tapi karena peperangan bodoh yang mereka ciptakan memakan terlalu banyak korban dari kalangan manusia... Maka Tuhan pun turun tangan dengan mengirimkan para malaikatnya... Tapi bukannya reda, perang itu malah semakin memanas... Hingga diri-Nya memanggilku untuk membantunya..." Naruto menjeda ucapnya untuksulit menarik nafasnya, bercerita terlalu panjang bukanlah gayanya lagi, mengingat sifatnya yang jauh berbeda dengan dirinya dahulu. Saat ia ingin kembali melanjutkan ceritanya, wanita tersebut memotong ucapannya.

"Dan aku tebak... Bantuan yang kau maksudkan adalah menghentikan perang yang kau maksud ini bukan?" Tebak wanita itu yang dibalas anggukan oleh Naruto.

"Kau benar... Tapi... Setelah pernah usai... Tuhan... Ia menghilang, sedangkan anak-anaknya berfikir jika dirinya telah mati..." Ucap Naruto sambil menoleh kearah lain.

"... Maksudmu? Ia mengabaikan dunia ini begitu saja?" Tanya wanita itu sekali lagi, wanita itu mulai berfikir, betapa kejamnya sang pencipta jika ia meninggalkan para makhluk ciptaannya tanpa kasih-Nya begitu saja.

Naruto yang mengerti arah percakapan yang dituju wanita itu memuatr kepalanya menghadap wanita itu.

"Tidak... Dia tidak bermaksud seperti itu... Aku amat yakin akan hal itu... Ia hanya menghilang, untuk mengetes apakah para manusia, masih mempercayainya, walaupun ia tidak ada... Tapi aku yakin... Ia ada disana, sedang memantau dan memperhatikan para makhluk-Nya."

"..." Wanita itu hanya terdiam, ia terlihat mencerna semua kata-kata yang diucapkan oleh raja yang legendanya jauh lebih mahsyur daripada dirinya, tak lama sebuah senyuman indah merekah di bibir ranumnya.

"Begitukah?... Kurasa... Itu bisa diterima..."

Naruto tak berkomentar apapun, ia kembali mengalihkan pandangannya ke sekitar yang, melihat dampak dari 'pertarungannya' yang membuatnya sedikit menyesali pilihannya kali ini.

'Hah~... Ibu Ninsun... Maaf... Kurasa kali ini aku melakukan sesuatu yang kau larang...' Batin Naruto sambil mengingat wajah cantik ibu keduanya saat tersenyum kearahnya.

Mengalihkan kembali perhatiannya kearah para pahlawan lain, Naruto kembali mengangkat suaranya yang menarik perhatian mereka semua.

"Dan aku ingin memberi tahu kalian semua satu hal..."

Jderrr!

Naruto berhenti ketika sebuah suara petir menggelegar di langit membuatnya menengadah keatas langit, matanya menajam ketika ia melihat sebuah gumpalan awan hitam besar datang ke arah mereka.

'Cih! Sial... Aku terlalu membuang-buang waktu... Para dewa-dewi pengganggu itu mulai berdatangan kemari...' Batin Naruto sedikit menggeram, para pahlawan lainnya yang sebelumnya mendengar ucapan darinya mengabaikan begitu saja kilatan petir yang menyambar.

"Hal apa yang ingin kau katakan?" Tanya Merlin yang kini sudah tenang walaupun ia terlihat mendapat sakit kepala akibat informasi yang diterimanya.

Naruto yang masih melihat gumpalan awan hitam tersebut terlihat sedikit kesal, sebelum ia menjawab pertanyaan Merlin dengan nada yang sedikit membuat sang penyihir bunga tersentak.

"Kalian semua... Bukan lagi roh... Kalian hidup... Sekarang kita pergi... Ada tamu tak diundang yang datang..." Ucap Naruto dengan wajahnya yang mengeras, dan reaksinya itu membuat semua pahlawan menegang bukan karena ucapannya tapi karena tekanan kekuatannya yang sedikit menguar membuat mereka sedikit tidak bisa bernafas.

"Kita pergi!" Dan dua kata itulah yang mereka dengar sebelum sebuah sinar terang menelan mereka semua, dan setelah sinar terang itu menghilang, Naruto dan kedua belas pahlawan yang dipanggilnya tak lagi terlihat ditempat itu. Dan tepat setelah Naruto menghilang awan tebal yang dilihatnya tadi berhenti tepat di area Naruto bertarung.

Jderrr!

Blarr!

Awan hitam tersebut memuntahkan sebuah kilatan cahaya berwarna biru terang turun ketanah dengan sangat cepat, menghasilkan ledakan dan debu yang membumbung tinggi akibat petir yang menyambar permukaan tanah.

Saat debu-debu yang membumbung itu mulai menipis, terlihat sebuah siluet seseorang yang merasa didalam kumpulan debu tersebut.

"Hmm... Ini aneh... Aku yakin energi perisai yang amat kukenal berasal dari daerah ini, tapi... Kemana energi itu menghilang..." Gumam siluet itu tanpa berniat sedikitpun untuk menyingkirkan debu-debu yang mengelilinginya, saat debu-debu yang berhamburan itu menghilang, kini tampaklah tubuh tinggi besar diselimuti pakaian berwarna putih bersih, dengan rangkaian bunga dibeberapa bagiannya, Tubuh tinggi itu terlihat mengintimidasi, mata berwarna emas yang melihat kesekelilingnya dengan tajam, dan rambut pirang panjang yang melambai-lambai mengikuti hembusan angin. Orang tersebutpun akhirnya mendecih kesal saat ia tak menemukan sesuatu yang ia cari.

"Sial! Sepertinya aku terlambat... Tapi... Siapapun yang memiliki Sacred Gear itu... Aku akan menemukannya, ya... Pasti..." Gumam pria tersebut pada dirinya sendiri, pria tersebut mengangkat kepalanya menghadap awan hitam diatas kepalanya dan memandang awan tersebut tajam.

Jderr!

Sebuah petir besar menyambar temapt pria itu berdiri, tapi bukannya menghindar sebelum petir itu menyambar, pria itu malah menerima sambaran petir itu begitu saja. Pergi secepat ia datang, pria itu kini tak lagi terlihat. Yang tersisa darinya hanyalah kawah kecil dengan pusat berwarna kehitaman akibat petir ciptaanya.

Flashback end

Lamunan Naruto berhenti saat ia merasakan jika tkasi yang ditumpanginya berhenti. Matanya langsung melihat sekeliling, memastikan apa taksi yang ia tumpangi berada di tempat yang benar, setelah beberapa saat memeriksa dan tempat ia berada sekarang memang tempat yang ia tuju Naruto pun mulai merogoh kantung jaketnya.

Prak!

"Huh?" Supir yang melihat jumlah uang yang diberikan padanya hanya terbengong, ia melihat Naruto dengan wajah kikuk.

"M-maaf t-tuan... Tapi uang yang anda berikan terlalu besar... Saya tidak punya kembaliannya..." Ucap supir tersebut gugup.

Naruto memandang datar supir tersebut, siapa bilang ia mau kembalian? Ia memang ingin memberikan uang yang saat ini tengah ada digenggamnya.

"Siapa bialng aku mau kembalian? Ini, ambillah... Aku tak peduli dengan kembalian darimu..." Ucap Naruto sambil melempar yang berjumlah satu juta yen tersebut tepat di pangkuan sang supir yang terlihat kaget.

"T-tapi tuan-"

"Ambil saja! Jangan membuat moodku semakin memburuk, pergilah... Cari penumpang lain... Kau hanya akan membuang buang kesempatanmu untuk mencari nafkah jika kau membuang-buang waktu mu disini..." Ucap Naruto sambil melangkahkan kakinya menjauh dari taksi tersebut, samar-samar ia dapat mendengar ucapan terima kasih yang terus di ucapkan dari mulut supir taksi tersebut.

'Ambillah... Ambil uang tersebut untuk mengobati penyakit anakmu...' Batin Naruto pelan, saat ia pertama kali menaiki taksi tersebut, ia tanpa sengaja melihat isi pikiran dari supir taksi tersebut. Ia sedikit tersenyum tipis saat kembali mengingat kebaikan yang ia lakukan.

"Hah~... Naruto... Kau baru saja menyelamatkan satu keluarga... Kerja bagus..." Ucapnya pada dirinya sendiri. Ia terus melanjutkan langkah kakinya ke tampat tujuannya.

Skip

"..."

'... Entah kenapa, tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang tidak beres pada rumahku...' Batin Naruto yang kini berdiri tepat didepan sebuah gerbang berwarna perak, matanya terus melihat rumah dihadapannya, rumah selebar 20 meter dengan dua tingkat dan atap berwarna merah terang terlihat seperti rumah konglomerat, lengkap dengan halaman yang luas yang berisi kolam renang dan sebuah Dojo, rumah yang ia bangun dengan banyak masalah, biaknya karena para makhluk supernatural. Tapi karena ia harus terus mengganti nama, tidak, ia tidak mengganti nama marganya, ia hanya mengganti nama keduanya, sekarang identitasnya di dunia manusia adalah Arashi Uzukaze, nama yang agak aneh mengingat Naruto menggabungkan kedua nama marga ayah dan ibunya, tapi itu pilihannya.

Kembali ke awal, kini ia masih terus berdiri di depan pintu gerbang rumah yang lebih pantas di sebut mansion mewah, sebelum akhirnya mendorong pintu gerbang tersebut, ia berjalan pelan kearah pintu besar berwarna merah yang menjadi pintu masuk ke rumahnya, tapi samar-samar ia dapat mendengar keributan di dalam.

"... Aku benci jika firasatku benar." Ucapnya pelan.

Cklek.

Naruto pun memutar pelan gagang pintu merah tersebut, saat pintu tersebut terbuka dan memperlihatkan apa yang terjadi di dalam rumahnya, tak ayal membuat Naruto membatu.

"..."

"..."

Tak hanya dirinya dua belas orang yang berada di dalam rumahnya juga berhenti, menatap dirinya dengan mata mereka yang membulat. Naruto? Sekarang ia mengeluarkan aura pekat dengan bahunya yang bergetar, matanya kembali berwarna merah dengan poninya uang membayangi kedua matanya, memberikan kesan menyeramkan bagi siapapun yang melihatnya.

"A-apa... Apa... Apa yang kalian lakukan pada rumahku!"

Dan satu teriakan membahana yang bahkan dapat didengar oleh para tetangga pun mewarnai hari yang indah itu... Setidaknya.

Skip

At night time, at dinner.

Dan disinilah ia sekarang, duduk tenang sambil memakan semangkuk besar makanan tercintanya untuk menenangkan dirinya, tunggu, apa aku bilang tadi semangkuk? Jika ia maka aku menariknya, karena tepat disampingnya kini terlihat tumpukan mangkuk yang menggunung.

Naruto yang terlihat tenang meresapi rasa dari ramen yang sudah lama ia rindukan terlihat begitu damai, berbeda jauh dengan beberapa orang yang kini terlihat berkeringat dingin di belakangnya. Ya merekalah yang 'memporak-porandakan' isi rumahnya. Bagaimana ia tidak marah jika isi rumahnya banyak sampah kemasan makanan ringan yang berserakan dan berkeliaran. Ayolah, ia hanya pergi keluar negeri beberapa minggu saja, dan saat ia kembali, rumahnya terlihat bagaikan habis diterjang badai.

Tak!

Setelah selesai memakan habis ramen yang ia santap sampai kuahnya tak tersisa sama sekali, mendesah pelan tanda dirinya puas.

"Sekarang... Bisa kalian jelaskan padaku... Bagaimana rumahku ini bisa penuh sampah seperti tadi?" Tanya Naruto tanpa berbalik dengan serius yang membuat empat orang dibelakangnya merinding seketika, kenapa hanya empat orang saja? Karena delapan orang yang tersisa tidak ikut membuang sampah sembarangan, malahan mereka mengingatkan empat orang ini untuk membersihkan sampah-sampah bekas makanan yang mereka makan.

"A-ah... Itu boss... A-ahahaha..." Sebuah ucapan gugup dari Cú yang kini tubuhnya basah kuyup akibat lelehan keringatnya sendiri, saat ia menerima kabar bahwa 'boss'-nya ini akan segera pulang, tentu saja ia dan ketiga orang di sampingnya ini langsung panik, mereka semua buru-buru membersihkan tumpukan sampah yang menggunung di semua tempat, dan saat 'boss'-nya melihat tumpukan sampah yang mereka coba bersihkan. Mereka dipaksa bergotong royong membersihkan sampah-sampah itu sampai malam, bahkan sebagai hukuman tambahan mereka tidak dapat makan malam.

'A-ah... Sial... A-aku lapar...' Batin Cú sambil menangis meratapi perutnya yang bergetar minta jatah.

Naruto yang mendengar gumaman tidak jelas dari Cú, terlihat kembali kesal, terbukti dari alisnya yang berkedut.

"Ck! Cepat berikan aku alasan kenapa kalian membuang sampah sembarangan seperti itu?!" Sebuah pertigaan kiri tercetak jelas di dahi Naruto, membuat keempat orang dibelakangnya semakin panik.

Tapi salah satu dari mereka mendapat ide cerdas, dengan cepat ia mengangkat suaranya, mencoba untuk menyelamatkan dirinya dan ketiga temannya ini dari amukan orang dihadapan mereka.

"K-kaichou... Tadi pagi... Kami mendapat kunjungan..." Ucap Lancelot dengan embel-embel yang membuat Naruto agak tenang, sebenarnya pun Naruto agak bingung, sejak kapan mereka memanggil dirinya seperti itu.

'Oh... Ya... Benar... Saat aku bilang aku tak ingin di sebut atau dipanggil dengan sebutan Master... Tapi kenapa malah jadi seperti ini?' Batinnya, Naruto mengkesampingkan pikirannya dan kembali fokus pada ucapan Lancelot.

"Lalu? Memangnya ada apa?" Tanya Naruto sambil memangku kepala pirangnya dengan kedua tangannya yang menyatu, ia sekarang sangat persis seperti boss mafia yang sedang marah besar akibat anak-anak buahnya melakukan kesalahan.

"Mereka dari pemerintahan Jepang, mereka melakukan pengecekan kependudukan tadi siang, mereka datang dan mencatat 'siapa' di sunah ini yang 'terlihat' belia... Mereka mencatat namamu Kaichou..." Ucap Lancelot panjang lebar, dalam hati ia berteriak senang karena bisa mengalihkan perhatian bossnya ini pada topik lain.

"Lalu?" Tanya Naruto singkat, ia tidak terlalu tertarik dengan apa yang dilakukan oleh para petugas sensus itu. Baginya namanya ini akan segera ia ganti lagi beberapa tahun kedepan.

"Mereka mencatat namamu untuk masuk kesekolah SMA Kaichou..." Ucap Lancelot sambil tersenyum senang dirinya yakin jika bossnya ini senang dengan berita yang ia sampaikan. Tapi reaksi Naruto tak seperti yang ia harapkan.

'What!?' Batin Naruto kaget, hal yang paling ia ingin hindari di dunia ini selain dewa dan Dewi adalah sekolah, bukan karena pelajarannya yang akan menguras otak, tidak, dia bisa saja menyelesaikan pendidikan disana hanya dalam waktu satu bulan saja dengan segala macam pengetahuan yang terselip di otaknya. Yang ia jauhi dari sekolah adalah para guru dan murid murid perempuan yang akan melihatnya dengan tatapan predator.

"A-apa kau bilang!?"

Dan... Sekali lagi... Sebuah teriakan membahana dan memilukan mewarnai malam indah yang penuh bintang di langit.

Chapter 4

End

Author note :

Krik~ krik~...

Ok, jika ada yang bertanya kenapa tadi author tiba-tiba marah... Lihat saja di kolom komentar, ada satu reader yang komentarnya agak membuat saya terhina... Tapi ya sudahlah... Masa bodoh...

Dan juga kalau ada yang bertanya kenapa adegan pertarungannya gak serius... Itu karena...

1 : chapter ini sesi perkenalan tokoh-tokoh dari dunia fate universe

2 : Naruto gak niat bertarung.

3 : Saya juga gak niat buat nulis adegan berantem

4 : Karena saya lagi ngebut nulis ni fanfic karena ini malem tahun baruan.

Saya rasa 4 alasan itu sudah cukup...

Dan juga ini daftar-daftar Noble Phantasm yang digunakan pada chapter ini.

Name : Rho Aias

Type : Shield

Rank : B (B+ jika menggunakan wujud aslinya)

Range : none

Maximun number of target : None (1 for user)

(Penjelasan lebih lanjut cari di type moon)

Name : GáeBolg

Type : Anti-Unit

Rank : B

Range : 2 – 4

Maximum number of target : 1

(Penjelasan lebih lanjut cari di type moon)

Name : Ionian Hetairoi

Type : Anti-Army

Rank : Ex

Range : 1 – 99

Maximum number of target : 1000 people

(Penjelasan lebih lanjut cari di type moon)

Name : Gordius Wheel

Type : Anti-Army

Rank : A+

Range : 2 – 50

Maximum number of target : 100 people

(Penjelasan lebih lanjut cari di type moon)

Name : Enki

Type : ?

Rank : Ex

Range : ?

Maximum number of target : ?

(Penjelasan lebih lanjut cari di type moon)

Name : Garden of Avalon

Type : Anti-Unit

Rank : C

Range : 1 – 5

Maximum number of target : (Saya naikkan jumlahnya, jadi jumlah orang yang bisa di tampung tergantung Merlin sendiri.)

(Penjelasan lebih lanjut cari di type moon)

Name : Shield of the Gods

Type : Shield

Rank : ?

Range : ?

Maximum number of target : ?

(Penjelasan lebih lanjut cari di type moon)

Dan ini daftar-daftar pahlawan yang dipanggil Naruto :

1 : Arthuria Pendragon

2 : Iskandar

3 : Cú Chulainn

4 : ?

5 : ?

6 : Lancelot of the Lake

7 : Nero Claudius Caesar Augustus Germanicus

8 : Scáthach of Dun Scaith

9 : ?

10 : Medusa

11 : Astolfo

12 : Merlin

(Nama yang belum diketahui akan diperkenalkan di chapter selanjutnya)

Penjelasan lebih lanjut.

[1] Bayangkan saja pakaian casual Gilgamesh Proto.

[2] pakaian Armor of Nintungga punya Gil proto.

[3] Di chapter selanjutnya bakal diperkenalkan.

[4] pakaian perang milik Iskandar saat pertama kali dipanggil.

[5] Arthuria versi dewasa, dengan sifatnya yang juga dewasa, akan lebih mudah jika dia seperti itu.

[6] Armor milik Lancelot versi Saber.

[7] Pakaian tempur milik Scáthach.

[8] Baju Tempur Cú saat perang Holy Grail ke 4.

[9] Ya, Saya buat Merlin jadi wanita, ada masalah?

[10] Akan diperkenalkan di chapter selanjutnya.

[11] Pakaian tempur Medusa di Holy Grail ke 4.

[12] Sama, saya buat Astolfo jadi perempuan... Jangan pandang saya seperti itu... Menurut saya akan lebih mudah jika ia jadi perempuan.

[13] Rho Aias yang sedikit dirubah wujudnya.

[14] Naruto menyebut segala macam mantra sebagai Aria.

[15] Saya buat darah Naruto berwarna emas, sebagai tanda dia punya divinity setara atau lebih dari dewa karena darah dari ibunya dan Holy Grail yang bersemayam di tubuhnya.

[16] Saya singkat saja pelafalannya... Dan juga kekuatannya saya tingkatkan.

Dan sepertinya hanya itu sajalah yang bisa saya sebut kan untuk saat ini... Dan Minna-san...

Please

R&R

And...

Happy new year everybody!

Author Undying08

Out.