Disclaimer : Naruto bukan milik saya

Don't like don't read

Warning : Bahasa tidak baku, EYD tidak sempurna, ide pasaran

.

.

CHAPTER 1

.

Hinata dengan sekuat tenaga mencoba melepaskan tangannya dari cengkeraman pria paruh baya yang menindih tubuhnya .

"Lepaskan aku! TOLO-mmmffh."

Dengan secepat kilat pria paruh baya itu melepaskan cengkeramannya, tangan kirinya beralih membekap mulut Hinata sebelum gadis itu bisa berteriak minta tolong, sementara itu tangan kanannya mengeluarkan pisau lipat dan menempelkannya ke leher Hinata.

"Hey nona, sebaiknya kau tutup mulutmu rapat-rapat jika tidak kau akan kuhabisi." Ancam pria itu sambil melirik ke arah kawannya yang mengobrak-abrik isi tas gadis malang itu.

Hinata dapat merasakan bagaimana dinginnya pisau yang menempel di lehernya. Ia sangat takut jika pria itu berubah pikiran dan langsung menghunuskan pisau itu ke lehernya secara tiba-tiba. Hinata menyesal karena menolak tawaran kakak sepupunya, Neji, untuk menjemputnya setelah ia selesai mengerjakan tugas di perpustakaan sampai petang. Hinata bersikeras untuk pulang sendirian, menyusuri jalanan yang lengang dan tidak menyadari ketika dua orang pria asing menguntitnya. Hinata sangat terkejut ketika seorang pria muncul di belakangnya secara tiba-tiba dan membekap mulutnya serta menyeretnya ke gang sempit yang gelap. Tubuh Hinata dihempaskan ke tanah dengan kasar sementara pria yang satunya merebut tas Hinata dan mulai mencari-cari barang yang dianggap berharga. Ketika Hinata mencoba bangkit, pria yang menyeretnya tadi justru menindih tubuhnya dan mencengkeram tangan gadis itu yang berusaha memberikan perlawanan.

"Cih, dasar gadis miskin. Sia-sia saja kami merampokmu. Bagaimana bisa isi tasmu hanya ada ponsel butut dan uang yang hanya cukup untuk membeli ramen. Sisanya hanya buku-buku bodoh. Hey Yoshi! Sepertinya malam ini kita tidak bisa makan enak."

Pria yang dipanggil Yoshi itu tidak menjawab dan hanya memberikan seringai kejam yang membuat bulu kuduk Hinata berdiri. Hinata memiliki firasat buruk tentang ini.

"Kita memang tidak bisa makan enak tapi bukankah kita masih bisa bersenang-senang? Lihat tangkapan kita hari ini, Boris."

Tidak, tidak, tidak. Kumohon mereka tidak berencana melakukan apa yang kutakutkan.

Ketika Boris memandangi tubuh Hinata yang menggigil ketakutan, sebuah senyuman kotor justru terukir di wajahnya.

Tidak, tidak, tidak.

"Jika kau berteriak sedikit saja, nyawamu melayang." Ancam Yoshi sambil melepaskan tangannya dari mulut Hinata.

"Ku-kumohon Ja-jangan, ka-kalian boleh memiliki se-semua isi tasku tapi to-tolong le-lepaskan aku." kata Hinata sambil berlinang air mata. Boris berjalan perlahan mendekati Hinata sedangkan Yoshi melepaskan pisau yang digenggamnya dan kedua tangannya mulai melepaskan kancing kemeja Hinata.

Melihat ekspresi kesengsaraan gadis itu kedua pria brengsek itu justru menikmatinya. Ketika Boris menyibak rok yang dikenakan Hinata, secara reflek tangan Hinata menepisnya dengan kasar. Hinata memang takut, namun ia tidak mau diam saja dan membiarkan kedua pria menjijikkan itu berbuat sesuka hati mereka.

Dengan sekuat tenaga Hinata mendorong tubuh Yoshi dan membuat pria paruh baya itu jatuh terlentang. Boris yang terkejut melihat partnernya jatuh tidak menyadari pukulan Hinata yang mendarat di wajahnya. Setelah berhasil membebaskan diri, Hinata lalu berlari sekencang mungkin meninggalkan kedua pria itu. Namun baru beberapa langkah ia berlari rambutnya dijambak kasar dan tubuhnya dihempaskan dengan menyakitkan untuk kedua kalinya.

"LEPASKAN!" Teriak Hinata ketika Boris mencengkeram kasar pergelangan tangannya. Semakin Hinata meronta, maka cengkeraman di pergelangan tangannya semakin menyakitkan.

"Aku rasa nona kecil ini ingin main kasar. Bagaimana menurutmu, Yoshi?."

Hinata mulai menangis terisak-isak. Seumur hidup baru sekali ini ia merasa tak berdaya.

"Heh… wanita yang penurut memang lebih membosankan. Kukukuku."

Hinata mencoba menendang Yoshi ketika pria itu mencoba meraih pergelangan kakinya. Usahanya sia-sia ketika dengan sigap Yoshi justru menghentikan tendangannya dengan mencengkeram pergelangan kakinya. Tangan pria paruh baya itu mulai menjelajahi kaki Hinata mulai dari betis, lutut, hingga ke paha. Sementara itu Boris meremas kasar dadanya, membuat gadis itu merasa ngeri dan jijik. Hinata memberikan perlawanan dengan menggigit lengan pria itu dengan sekuat tenaga dan baru melepasnya ketika Boris menampar pipinya.

"Dasar jalang! Akan kubuat kau menyesalinya." Kata Boris dengan marah.

Ketika Boris mengangkat tangannya dan bersiap memberikan pukulan, sebuah siulan nyaring terdengar dan membuat kedua pria itu menghentikan aktivitasnya. Dengan serentak mereka menoleh ke arah suara. Tak jauh dari mereka tampak seorang pemuda dengan santainya berdiri bersandar pada tembok dengan kedua tangannya dimasukkan ke saku celana. Pemuda berambut hitam itu entah sejak kapan sudah berdiri di sana tanpa mereka sadari.

"Pergi sana sebelum aku memberimu pelajaran, dasar bocah!"

Mendengar ancaman Yoshi, pemuda itu tidak menggubrisnya dan hanya berdiri di posisi yang sama dengan ekspresi bosan.

"Mau sok jadi jagoan hah? Bocah lemah sepertimu bahkan tidak bisa mengalahkan lalat." Kata Boris dengan geram.

Hinata menatap pemuda di hadapannya dengan pandangan memelas dan meminta pertolongan. Ia mengenal pemuda itu. Pemuda berambut hitam itu adalah Sasuke Uchiha, salah satu pria yang paling ditakuti di SMA Konoha.

"Cih… sampah. Mengganggu pemandangan." Kata Sasuke dengan kasar kemudian melangkah pergi.

Mendengar umpatan itu Yoshi dan Boris tersulut amarah dan meninggalkan Hinata, berusaha menyerang pemuda berambut raven itu. Sasuke tetap memasang raut wajah datar meskipun Yoshi dan Boris mengepung pemuda itu dengan senjata tajam di tangan mereka. Hinata merasa khawatir jika Sasuke dengan tangan kosong akan kewalahan menghadapi dua orang bersenjata. Namun kekhawatiran Hinata ternyata sia-sia. Sasuke dengan mudahnya mampu mengalahkan kedua orang itu meski dengan tangan kosong.

Tak lama kemudian suara erangan dan rintihan terdengar di gang sempit itu. Sasuke tidak hanya sekedar mengalahkan kedua orang itu, ia menghajar mereka dengan sadis dan membuat mereka nyaris tidak sadarkan diri. Bahkan Hinata merasa ngeri melihat kebrutalan Sasuke dalam perkelahian tadi.

"Hey, bangun." Kata Sasuke. Ia menyentuh tubuh Boris yang terkapar dengan ujung sepatunya. Boris hanya bisa mengerang, tidak mampu bangkit lagi.

"Bukankah kau tadi mengatakan aku tidak bisa mengalahkan seekor lalat? Itu artinya pecundang sepertimu lebih rendah dari lalat." Ucap Sasuke sinis.

Sasuke lalu menghampiri Yoshi dan membuat pria paruh baya itu ketakutan. Yoshi tidak menyangka pemuda di hadapannya ini sangat mengerikan, menghajar seseorang tanpa rasa ampun seperti monster yang haus darah.

"Hey sampah, bawa temanmu yang menjijikkan itu pergi sebelum aku berubah pikiran dan menghabisi kalian."

Tanpa berpikir panjang Yoshi langsung menghampiri tubuh Boris yang sudah tidak sadarkan diri. Dengan tertatih-tatih ia membopong tubuh Boris yang penuh luka dan secepat mungkin keluar dari gang yang menjadi saksi bisu perkelahian brutal mereka.

Meskipun kedua orang itu telah pergi, Hinata masih belum beranjak dari tempatnya semula. Ingatannya masih dipenuhi adegan brutal perkelahian yang terjadi di depan matanya. Meskipun ia takut pada Sasuke namun pemuda itu telah menyelamatkannya. Ia harus berterimakasih karena jika pemuda itu tidak datang, ia tidak tahu apa yang akan terjadi padanya.

"Te-terimakasih ka-kau sudah me-menolongku, Sasuke." Kata Hinata sambil mencoba berdiri. Namun kakinya yang masih gemetar membuatnya terjatuh lagi.

Sasuke tidak menjawab, ia sibuk mengamati gadis yang ada dihadapannya. Gadis itu masih terlihat shock. Rambut panjangnya berantakan. Pipinya yang lebam tidak mengurangi kecantikannya. Matanya yang berwarna amethyst terlihat merah dengan jejak-jejak air mata masih terlihat jelas. Bibir mungilnya pucat. Kemejanya terbuka lebar, menampilkan bra berwarna lavender yang menutupi payudaranya yang berisi. Rok yang dikenakannya tersingkap dan pahanya yang seputih susu terlihat menggoda.

Tatapan Sasuke membuat Hinata tersadar bahwa ia belum mengancingkan kemejanya. Wajahnya memerah karena malu. Dengan tangannya yang bergetar ia berusaha mengancingkannya kembali. Ketika Hinata sibuk mengancingkan bajunya ia tidak menyadari bahwa pemuda itu kini duduk di hadapannya. Hinata terkesiap saat pandangan mereka bertemu. Ketika matanya menangkap tatapan lapar di sepasang manik gelap milik Sasuke, jantungnya berdegub kencang.

"Kau tadi berterimakasih padaku?"

"I-iya. A-aku merasa be-berhutang budi pa-padamu."

"Berhutang, huh… lalu bagaimana kau akan membayarnya?"

"Ma-maaf?"

"Aku bukan pahlawan. Aku tidak membantu orang lain dengan gratis. Kau tadi mengatakan bahwa kau berhutang budi padaku. Lalu bagaimana kau akan melunasi hutangmu?"

"A-aku… aku-" Hinata tercekat ketika perlahan-lahan Sasuke mulai menyingkap rok Hinata dengan jarinya dan meninggalkan jejak kehangatan saat jemari itu turut membelai kulitnya. Sedikit demi sedikit paha mulus itu terkspos dan Sasuke memandanginya dengan tatapan lapar.

Hinata ingin memberontak dan menampar tangan liar yang menjamah tubuhnya seperti yang dilakukannya pada kedua preman brengsek tadi. Tapi entah kenapa tubuhnya justru mematung kaku, membiarkan jemari pemuda itu semakin liar membelai pahanya.

"Hey… hutangmu akan kuanggap lunas jika kau bersedia menjadi milikku." Bisik Sasuke di telinga Hinata. Nafasnya yang hangat membuat Hinata gemetar, bukan gemetar karena rasa takut tapi karena sesuatu yang lain yang tidak ia ketahui.

"A-apa ma-maksudmu?" Tanya Hinata dengan lirih.

"Berikan seluruh waktu, perhatian, hati, dan tubuhmu padaku. Jadilah milikku."

Sasuke lalu mencium telinga Hinata, membuat gadis itu terkesiap.

"Ji-jika aku me-menolak?"

"Aku tidak menerima penolakan."

"Ta-tapi kau bahkan ti-tidak mengenalku."

"Lalu?"

"Ba-bagaimana dua orang asing bisa be-bersama jika tidak saling me-mengenal!"

"Kau mengenalku." Kata Sasuke datar.

"Tapi kau ti-tidak me-mengenalku!"

"Jika kau ingin aku mengenalmu kau harus memberitahu identitasmu."

"I-itu… itu-aaarrghh…" Teriak Hinata dengan penuh frustasi. Mustahil bisa memenangkan argumen dengan Sasuke Uchiha.

Sasuke memandangi gadis di hadapannya yang mengacak-acak rambutnya dengan penuh frustasi. Tanpa pemuda itu sadari sebuah senyuman singkat terukir di wajah dingin itu.

"Hey."

Ucapan singkat Sasuke berhasil membuat Hinata menghentikan aksi frustasinya dan memusatkan perhatiannya pada lelaki itu.

"Mulai saat ini kau adalah milikku."

Dan sebelum Hinata sempat berkomentar, pria itu menciumnya dengan lembut.

.