•ETHEREAL•
chapter 3
•
CHANBAEK (gs)
M
•
.don't like don't read.
Happy Reading =]
•
•
Lelaki itu menghisap batang rokok ketiga setelah tiba di sebuah rumah megah yang menjadi tempatnya bergantung hidup sejak beberapa hari yang lalu. Rambutnya yang semula sedikit ikal dengan gelombang yang menyenangkan, kini berubah menjadi lebih pendek dengan rambut depan ia buat layaknya ombak.
Ada banyak perubahan yang mendadak terjadi selain perubahan fisik yang dapat dilihat secara nyata. Yang paling kentara adalah caranya bersikap ketika sang tuan rumah ada di dekatnya. Bukan lagi perilaku barbar serupa yang terjadi di club apalagi di atap sekolah, melainkan condong sebagai pion penjaga yang tak memperbolehkan siapapun menyentuh sang ratu.
Lelaki itu, Park Chanyeol, menikmati apa yang ia sebut sebagai kekonyolan takdir. Mulanya ia akan berangkat ke Jepang bersama Sehun, di tengah jalan ia harus menghentikan laju taksi karena ada tindak kejahatan di depan mata, lalu ironisnya dia mendapat imbalan sebuah pekerjaan.
Chanyeol bahkan tak memiliki basic sebagai seorang pengawal pribadi. Yang bisa ia banggakan hanya kekuatan yang ia miliki serta sikap acuh yang membuat wajahnya nampak begitu dingin. Tetapi lelaki tua yang ia tolong itu memaksa, balas budi yang dikatakan sebenarnya tak begitu perlu untuk Chanyeol terima. Hanya saja, kala itu iblis jahanam tengah lewat di belakang Chanyeol dengan membisikkan sebuah kesempatan balas dendam jika ia menerima pekerjaan ini. Dan di sinilah Chanyeol kini berada. Sebuah rumah yang dulu pernah ia singgahi sebagai pengantar beras dan kini berakhir menjadi tempatnya menggantungkan sisa hidup serta tumpukan dendam.
"Bukankah kau yang pernah mengantarkan beras waktu itu?" Chanyeol masih mengingat wanita renta itu, ia lantas tersenyum bijak dan memberikan bungkukan hormat.
"Selamat malam. Nama saya Park Chanyeol. Saya pengawal baru Nona Byun Baekhyun."
"Ya, Tuan besar sudah bercerita padaku. Terima kasih sudah menolong mereka." Wanita itu tersenyum hangat sembari menepuk pelan pundak Chanyeol, "Namaku Jang Sora, tapi di rumah ini biasa dipanggil Bibi So. Aku lebih banyak mengontrol keadaan di dapur. Jika nanti kau merasa lapar, datang saja dan akan kubuatkan makanan."
"Terima kasih Bibi So."
Pekerjaan Chanyeol sebenarnya sangat mudah. Ia hanya mengantar kemanapun Baekhyun pergi dan mengekor layaknya anak bebek pada setiap kegiatan yang Baekhyun lakukan. Selebihnya, dia hanyalah makhluk tak kasat mata yang menjadi saksi hidup bagaimana Baekhyun menjalani hidup dengan kegiatan yang padat. Rapat kesana kemari, membuat perjanjian dengan beberapa orang, lalu mengeluh karena beberapa dari mereka bukan rekan bisnis yang sesuai kriteria.
Hampir dua menjalani pekerjaan ini, sedikit banyak Chanyeol mempelajari bagaimana wanita angkuh itu bersikap. Di balik gayanya yang begitu tinggi dan terkadang sedikit tempramen kala otaknya penuh dengan banyak pikiran, Baekhyun juga memiliki titik lelah yang membuatnya terkadang tak sanggup menghalau air mata. Meski tak ia tunjukkan secara barbar, Chanyeol bisa melihat dari kaca mobil jika Baekhyun menitihkan setitik air mata saat level kesabarannya mencapai puncak.
"Antar aku ke butik." Begitulah jika Baekhyun merasa jenuh dengan tumpukan file yang harus ia periksa. Jika dulu Luhan bisa meringankan beban karena Luhan memiliki pengetahuan tentang bisnis, maka kali ini Baekhyun menyelesaikan sendiri karena modal terbesar pengawal barunya hanya kekuatan.
"Baik, nona." Dan terkadang Baekhyun sedikit merasa kesal dengan sikap formal Chanyeol yang seakan lupa dulu pernah menciumnya dan hampir membuat nyawanya melayang.
Baekhyun itu sebenarnya memiliki sisi sedikit provokatif belakangan ini. Semua karena Park Chanyeol yang tak lagi menunjukkan kemarahannya dan memilih menjadi robot paling patuh sedunia.
Saat sampai di butik langganan, Baekhyun segera berkeliling mencari pakaian yang menyegarkan mata meski ia ragu akan memakainya atau tidak. Ia hanya butuh merefresh pikiran dan menghamburkan uang menjadi salah satu yang bisa dilakukan.
"Tunggu di sini, aku akan mencoba beberapa pakaian." Titahnya pada Chanyeol yang berdiri di depan fitting room.
Tak lama Baekhyun akan keluar dengan beberapa pakaian yang hampir tak ada cacat jika Baekhyun yang mengenakan. Wanita itu akan berjalan layaknya model di atas catwalk, mengukir sebuah kepuasan saat cermin di depannya seolah berkata dia yang paling menawan di muka bumi ini. Beberapa yang dipilih Baekhyun hanya kemeja kerja, dress yang membentuk tubuh, dan pakaian tidur yang bisa menipiskan iman kaum adam yang melihatnya. Saat mematut diri di cermin kala ia mencoba pakaian tidur super provokatif berwarna merah kelam, ia dengan sengaja memanggil Chanyeol masuk ke ruang terbatas yang tertempel cermin besar dan meminta Chanyeol mengomentari bajunya itu.
Sesekali Baekhyun berputar centil, menarik ke belakang bagian pinggul hingga bongkahan pantatnya yang padat itu sesekali mengenai kaki Chanyeol. Tak hanya itu, Baekhyun bahkan dengan sengaja menurunkan salah satu sisi tali spaghetti yang menumpu dipundak hingga kemulusan itu semakin terlihat di depan mata.
Ada tujuan sebenarnya di balik semua itu. Tentu Baekhyun ingin memprovokasi Chanyeol dan dia ingin membongkar tabiat lelaki itu sebenarnya alih-alih menjadi robot yang patuh. Dan sayangnya usaha Baekhyun terlalu sia-sia. Meski ia sempat melihat Chanyeol melirik belahan dadanya yang kenyal itu dari cermin, Chanyeol hanya mengatakan hal-hal seadanya dan membuat Baekhyun kesal karena ia gagal.
Sungguh kekanakan.
••
"Chanyeol! Chanyeol!" Baru saja Chanyeol selesai menyeduh kopi di waktunya istirahat malam, nona besarnya yang menjengkelkan itu memanggil dengan suara lantang dan tak ada yang bisa Chanyeol lakukan selain datang.
Benaknya mengutarakan kekesalan setelah seharian penuh ia berkeliling menemani sang nona besar, dan satu-satunya waktu istirahat yang ia miliki terenggut oleh panggilan itu. Meski menggumam kesal, Chanyeol tetap datang menemui Baekhyun di depan kamar dan memberi ketukan sinyal di pintu.
"Ya, Nona. Saya di depan pintu."
"Masuklah. Aku butuh bantuanmu."
Menarik napas besar sebentar, Chanyeol lantas mendorong pintu itu dan menampakkan nona besarnya sedang duduk di depan meja rias. Tak ada yang istimewa untuk diceritakan, kecuali tubuh provokatif Baekhyun dengan gaun tidur merah yang ia beli dari butik tadi siang.
Sial si merah itu lagi.
Jujur saja, meski kebencian masih memeluk benaknya kuat, Chanyeol juga lelaki yang normal saat ada kemolekan depan mata maka libidonya akan bangun dan membuatnya merasa tegang. Terlebih gaun itu benar-benar pas di lekuk tubuh Baekhyun. Warnanya yang menantang sangat kontras dengan kulit putih Baekhyun hingga membuat Chanyeol hanya bisa menahan gairah sebatas ludah yang ia telan diam-diam.
Baekhyun menyibak rambutnya ke salah satu sisi depan, ia memegang leher belakang dan menunjukkan pada Chanyeol. "Bisa minta tolong pijit bagian leher belakang? Aku merasa sangat pusing dan lelah di bagian itu."
Ragu-ragu Chanyeol melakukan hal itu. Bukan apa-apa, ini adalah kali pertama ia menyentuh Baekhyun yang tidak ada niat dendam di sana. Chanyeol tak begitu yakin bisa mengendalikan atau tidak, tapi ia berusaha mencoba dan tak tergoda dengan tekstur halus kulit Baekhyun yang mengancam kesadarannya.
Dan ia menyentuhnya.
Bukan hanya halus, tapi Chanyeol seperti mendapat sihir aneh yang ia dapatkan dari kelembutan kulit seputih susu itu. Tangannya bergerak sedikit canggung, alih-alih takut terlalu bertenaga dalam memijit, Chanyeol lebih pada kontrol diri yang sangat susah di dapat dalam keadaan seperti ini.
Entah disengaja atau tidak, Baekhyun sesekali mengerang kecil dan memejamkan mata kala sentuhan itu intens Chanyeol lakukan. Sialnya semua itu menjadi faktor tambahan yang mencoba mengoyak pertahanan Chanyeol agar tak bertindak di luar batas.
"Ahh.."
Tolong jangan mendesah!
Kekuatan iman Chanyeol semakin menipis kala dari belakang ia bisa melihat belahan itu terlalu dalam dan dua benda sintal nan kenyal itu tak memiliki kain penyanggah. Bukan hanya itu, Chanyeol bahkan melihat dari cermin ada sesuatu yang mencuat di balik si merah provokatif dan bisa ia simpulkan itu adalah ujung dari payudara Baekhyun.
Semakin lama Baekhyun seperti menikmati pijatan yang Chanyeol lakukan. Sesekali ia mengerang, atau parahnya itu terdengar di telinga Chanyeol seperti desahan yang membuat jiwa kelelakiannya semakin dipertaruhkan.
Lalu ketika tiap sentuhan yang Chanyeol lakukan membuatnya semakin hilang iman, lelaki itu secara tak sadar mengecup pelan bagian punggung sempit yang terbuka. Singkat cerita semua seperti dihentikan oleh waktu, Baekhyun terasa membeku dan Chanyeol tak menarik diri dari apa yang dia lakukan. Mereka bertahan pada posisi masing-masing hingga akhirnya Chanyeol membuat sebuah perjalanan bibir dari punggung ke ceruk leher.
Persetan dengan derajat mereka saat ini, Chanyeol tak bisa mengendalikan diri karena Baekhyun mendadak seperti candu yang menggila. Tangan yang semula masih menyentuh pundak, perlahan turun ke pinggang dan mengusak bagian itu dengan penuh kelembutan. Baekhyun sendiri tak mengelak, dia justru diam dan memejamkan mata erat dengan sesekali menggigit bibir bawahnya.
Ciuman pada ceruk leher itu semakin ke atas dan menuntut hal lebih. Baekhyun mulai memalingkan wajah ke belakang dan bibirnya yang ranum itu segera mendapat ciuman yang lebih basah. Mereka saling mengecap di bibir, dan tak menyadari jika tangan Baekhyun terulur ke belakang untuk mengusak leher Chanyeol sedang tangan Chanyeol meremas secara pasti payudara kenyal itu. Tali yang masih menggantung ia turunkan, menampakkan bagian tersensitif itu secara nyata dan ia terlalu gemas untuk melewatkan.
Posisi ini tak menjamin keadaan yang lebih nikmat. Maka dari itu Chanyeol membalik tubuh Baekhyun untuk berdiri dan berpindah ke ranjang dengan posisi baru; Baekhyun duduk di atas kelelakian Chanyeol.
Ciuman sempat terlepas, Chanyeol ingin mengecap nikmatnya si kenyal itu dan meremas kuat sisi lainnya hingga Baekhyun terdengar mengerang kenikmatan. Chanyeol mendadak lupa diri, ia juga lupa jika dendam dalam dirinya masih tersimpan dan dia buta untuk napsu pada tubuh Baekhyun.
"Sshh.." erangan tipis Baekhyun berlomba dengan jemarinya yang mengacak rambut belakang Chanyeol. Pangkal paha yang masih terbalut kain berenda itu bertubrukan langsung dengan sesuatu yang mengeras di balik celana Chanyeol.
Chanyeol menjadi semakin gila. Ia gelap mata dan tak bisa berpikir jernih tentang apa yang akan ia dapat jika menggagahi majikannya. Tapi ia terlalu memiliki iman yang tipis untuk mendorong tubuh Baekhyun perlahan hingga terbujur dengan bagian atas tubuh yang tak berkain.
Diciumnya perlahan dahi itu, semakin turun pada hidung hingga berujung pada perut ramping yang seperti tak berlemak. Sedikit demi sedikit kain berenda itu Chanyeol tarik, lalu berganti pada pelapisnya sendiri dan kini sepenuhnya mereka berada dalam kepolosan.
Chanyeol bersiap dengan membuka lebar kaki Baekhyun dan pandangannya tajam pada wajah Baekhyun yang serupa kepiting rebus. Ia arahkan perlahan kejantanan itu, berharap dalam sekali hentak semua akan luluh lantak dan Baekhyun akan terlihat seperti seorang yang haus sentuhan.
Nyatanya tak seperti itu. Baekhyun justru terlihat biasa saja saat Chanyeol menghentak keras. Ia tak suka keadaan ini, keadaan dimana kuasanya sebagai pihak atas mendapat respon biasa saja alih-alih menjadi liar. Hentakan demi hentakan diberikan, tapi seakan kelelakian Chanyeol tak mendapat perlakuan apapun di dalam kewanitaan itu hingga harus merasa tegang seorang diri.
Lalu ketika ia semakin berusaha kuat membuat Baekhyun mengerang, suara itu lirih terdengar. Bukan erangan atau desahan seperti yang ia harapkan, melainkan suara berat seorang lelaki yang membuat Chanyeol harus mengerutkan dahi. Semakin lama semakin keras, sampai pada puncak kekesalannya Chanyeol menunjukkan hentakan semakin keras hingga ia limbung di atas tubuh itu.
Seharusnya ia merasa nyaman karena berada di atas ranjang, namun samar ia membuka mata rasa sakit itu teramat nyata karena ia terjatuh dari tempat tidur. Kesadarannya berusaha ia raih, tubuhnya benar berada dalam kondisi tak berbusana di dada tapi keadaan sekitar bukan seperti kamar Baekhyun.
"Chanyeol! Cepat bangun! Nona Baekhyun memanggilmu!" Pintu kamarnya di ketuk keras, dan suara itu membawa kenyataan paling memalukan karena Sehun yang sedari tadi memanggilnya.
"Iya sebentar." Balas Chanyeol seadanya.
Mimpi sialan.
Sejauh ini hanya sebuah mimpi tapi Chanyeol merasa ereksinya bereaksi secara nyata. Rasanya sungguh menyiksa dan ini akan menjadi keadaan super privasi karena Chanyeol akan sedikit lebih lama di kamar mandi. Semoga nona besarnya bisa mengerti.
••
Yang Chanyeol dapati setiap pagi pekerjaannya dimulai adalah picingan mata dari si cantik yang selalu berpakaian rapi nan elegan. Chanyeol bekerja dengan segala titik kesempurnaan yang ia ketahui untuk meminimalisir cercaan Baekhyun yang suka semena-mena.
Entahlah, wanita itu seperti mencari celah agar Chanyeol bisa ia salahkan alih-alih menjadikannya tameng untuk keselamatannya. Bukan tidak mungkin, Baekhyun memiliki banyak pikiran tentang lelaki itu yang bisa saja terselip pikiran buruk untuk mencelakainya. Selama ini mereka berada di hubungan yang tak baik, lebih dari itu terkadang ada kesempatan dimana membunuh menjadi goalsnya.
"Antar aku ke kantor di Busan." Kata Baekhyun seraya sibuk dengan ponselnya.
Chanyeol mengangguk patuh, lantas melajukan mobil yang membawa nona besar menuju kantor yang belakangan mendapat perhatian lebih. Bukan tanpa sebab, kantor itu rencananya menjadi pusat produksi properti yang selanjutnya akan dipasarkan ke wilayah Asia. Baekhyun pikir target pemasaran harus dilakukan di sekitar Asia terlebih dahulu untuk memperkenalkan kualitas yang dimiliki produknya. Setelah itu, ia baru akan mengembangkan produk tersebut ke dalam model yang lebih klasik mengikuti ciri khas Eropa yang akan menjadi target pemasaran selanjutnya.
Pekerjaan seperti itu seharusnya bisa dilakukan oleh beberapa orang kepercayaan yang ada di kantor. Tapi Baekhyun mendapat mandat khusus dari sang kakek agar bisa mengembangkan sendiri dari nol lalu jika bisa melebihi target maka sepenuhnya kantor cabang Busan atas nama Baekhyun.
"Menepi sebentar." Titah Baekhyun saat ia melihat minimarket di dekat kantor. Ia lantas turun dengan dompet di tangan dan kembali dengan membawa dua kantong penuh. "Jalan."
Sepanjang sisa perjalanan tak ada pembicaraan di antara keduanya. Baekhyun yang cerdas menjaga sikap angkuhnya dan Chanyeol yang tak begitu tertarik terlibat obrolan dengan wanita ini. Keadaan hening terpecah ketika mobil sampai di tempat tujuan dan Baekhyun menyapa seorang lelaki paruh baya dengan sangat ramah.
Dasar bermuka dua! Hanya batin Chanyeol yang berteriak, ia terlalu muak dengan keadaan ramah yang Baekhyun tunjukan pada orang-orang yang ia jumpai di sana.
Hal yang pertama dilakukan Baekhyun adalah mendengar laporan perkembangan kantor dan beberapa kekurangan yang ada. Secara seksama ia membaca data-data yang ditunjukkan lantas tersenyum kecil setelah ia tahu ada kenaikan dari data-data itu.
"Chanyeol! Tolong bawakan kantong di mobil itu kemari."
Nampak beberapa orang yang terlihat amat sederhana itu bergerombol dan merasa girang setelah isi kantong itu adalah makanan ringan yang Baekhyun berikan. "Beristirahatlan dan nikmati makanan kecil ini. Aku juga memesan beberapa makanan lain dan akan segera diantar. Nikmati. Aku akan berkeliling sebentar."
Sesuai yang Baekhyun katakan, wanita itu berkeliling ke sebuah bangunan lain yang ada di belakang kantor yang menjadi tempat produksi beberapa properti rumah. Kayu-kayu dan bau cat yang menyengat rupanya membuat Baekhyun sedikit merasa tenang karena semua itu menjadi bahan yang mendukung usahanya.
Chanyeol yang berjalan di belakangnya nampak biasa saja. Meski sesekali ia tak begitu tahu mengapa matanya mencuri pandang pada mini-skirt yang Baekhyun kenakan, ia masih bisa mengendalikan diri dari libidonya yang sedikit kurang ajar.
Baekhyun berhenti sebentar di sebuah ruangan kecil tempat para pekerjanya biasa berkumpul. Dia menebar pandangan ke seluruh ruangan, tersenyum bijak lantas memiliki rencana untuk membangun semua ini agar lebih baik.
"Apa aku lebih baik menambahkan sofa atau ku ganti lemari es ini menjadi lebih baik?" Baekhyun berbalik melihat pada Chanyeol. "Atau aku perlu memperlebar tempat istirahat agar pekerja lebih nyaman?"
"Ku rasa tambahkan pendingin ruangan lebih baik."
"Begitukah?"
"Ya, jika keadaan sudah sejuk maka mereka akan bisa menikmati waktu istirahat lebih baik."
"Oke, nanti sebelum kembali ke Seoul kita mampir membelinya."
Baekhyun berjalan lagi untuk menyentuh sofa usang yang ia ingat betul didatangkan dari Seoul. Banyak hal di kantor ini yang membuatnya terenyuh karena sebenarnya apa yang ada di sini adalah hasil kerja keras ayah dan ibunya. Setelah ibunya meninggal, semua terbengkalai dan kantor ini hampir saja gulung tikar. Tapi Baekhyun mempertahankan dengan sekuat tenaga hingga akhirnya kakek menaruh kepercayaan lebih untuk kantor ini di tangan Baekhyun.
Lalu ketika Baekhyun selesai dengan nostalgia singkatnya di sini, ia bersiap pergi tapi sesuatu membuat keseimbangannya goyah. Tubuhnya seakan mengajak terjun bebas dan cukuplah ia memejamkan mata hingga sepenuhnya Baekhyun terjatuh di atas sofa dengan seseorang yang secara random ia takir tangannya.
"Nona baik?"
Perlahan Baekhyun membuka mata, ada aroma maskulin yang menyeruak begitu tajam dan tubuhnya terasa sedikit berat.
Jarak yang ada begitu dekat, sapuan napas dari hidung itu bisa Baekhyun rasakan dan ia seperti kehilangan kesadaran.
Entahlah, rasanya begitu aneh dan Baekhyun tak begitu tahu mengapa matanya terpejam erat.
"Tck! Kau pikir apa yang akan kulakukan dalam jarak sedekat ini, hm?" Formalitas yang biasa Chanyeol gunakan tak berlaku, ia kembali menjadi si tampan kasar yang hobi mengintimidasi korbannya.
Baekhyun kembali membuka mata, sedikit kesal dengan perkataan yang menyakiti harga dirinya lantas mendorong tubuh Chanyeol.
"Kau pikir bisa kabur dariku, hm?" Chanyeol justru menahannya, menyimpul pergelangan tangan Baekhyun di atas kepala dan memberi ketajaman pada tatapan mata.
"Lepas atau aku akan berteriak."
"Orang-orang sedang menikmati makanan di sana. Tak ada yang akan mendengarmu."
"Brengsek." Desis Baekhyun perlahan, karena saat ia hendak mengumpat lebih banyak, bibirnya terburu dibungkam oleh sesuatu yang lunak dan basah.
Jika jarak sempat memisahkan mereka sebatas sapuan napas, maka kini semua terasa hilang dan berganti dengan sentuhan menyenangkan di sekitar rahang. Tangan Baekhyun tak lagi di simpul, dan itu menggerakkan sesuatu dalam dirinya yang begitu patuh pada perlakuan Chanyeol dengan melingkarkannya di sekitar leher lelaki itu.
Belum pernah Baekhyun merasa secandu ini. Dia dan segala topeng kesombongannya seakan luluh dalam kecap bibir Chanyeol yang manis lalu hanyut dalam pengimbangan yang basah.
Baekhyun memang belum pro dalam hal ini, ia bergerak seadanya dengan mengikuti alur yang Chanyeol buat hingga tak sadar kakinya melingkar di sekitar pinggang lelaki itu. Baekhyun juga tak tahu bagaimana bisa usakan di rahang itu beralih dengan sangat manis pada remasan di dada lalu turun pada pahanya yang terbuka. Kesemua itu membuat Baekhyun semakin dalam menikmati pertukaran salivanya dengan Chanyeol dan mendorong perlahan lelaki itu untuk duduk.
Dalam sekejap keadaan berubah dan Baekhyun terduduk di atas pangkuan Chanyeol. Ia menjadi sedikit lebih ahli dalam mencium dan mengambil alih semua itu dengan mengecap penuh bibir bawah Chanyeol. Entahlah, Baekhyun merasa darahnya memanas dan cara meredakan semua itu adalah dengan menjamah Chanyeol lebih intens.
Baekhyun merasa usakan di paha mulai merambat ke pangkal paha, reflek ia mengapit dua kaki dan ciuman itu terlepas untuk oksigen yang dibutuhkan. Tapi tak lama Chanyeol kembali meraup bibir Baekhyun, ia mengeluarkan tangan dari pangkal paha dan mengoyak payudara sintal yang terbungkus kemeja ketat.
Ia menyukai bagian itu, Chanyeol tergila-gila pada bentuknya yang indah dan rasanya yang menyenangkan hingga tak tahan untuk tak segera mengecap ujungnya. Baekhyun sendiri jangan ditanya, seperti dirasuki sesuatu yang aneh hingga tangannya menekan kepala Chanyeol untuk semakin bertindak lebih. Erangan tipis terkadang keluar saat Chanyeol menggigitnya gemas, lalu Baekhyun juga meliukkan tubuh seperti kerasukan saat lidah Chanyeol memainkan perannya dengan lincah.
Dua orang itu hanyut dalam gairah yang mudah terpancing. Dan jika saja tak ada sesuatu yang terjatuh di balik pintu, mungkin saja akan berlanjut pada hal yang lebih intim untuk menuntaskan kebasahan di pangkal paha yang mulai terasa.
Chanyeol segera mendekap tubuh Baekhyun yang terbuka dibagian dada saat melihat seseorang nampak canggung di dekat pintu.
"M—maaf, a—aku hanya ingin m—mengambil barangku." Ujarnya lantas pergi terburu karena Chanyeol menghujani dengan tatapan tajam.
Baekhyun segera berdiri dan membenahi pakaian serta rambutnya yang sedikit berantakan. Dan sebelum ia beranjak pergi dalam kecanggungan, sebuah jas hitam yang cukup besar di tubuhnya melingkup dengan keprotektifan yang terasa.
"Gunakan ini, pakaianmu sangat provokatif jika dilihat oleh lelaki."
••
Kesibukan sudah menjadi makanan pokok Baekhyun dan dia hampir tak pernah mengeluh kecuali ketika masa sensitif seorang perempuan menyerang. Jika dalam mode normal, Baekhyun dengan lincah akan menyelesaikan ini-itu lantas bernegosiasi dengan siapapun untuk menambah pundi-pundi keuntungan. Tapi jika dalam mode tak normal, ia tak ubahnya singa betina kelaparan dan akan menyerang siapapun dengan kemarahan yang mengepul di atas kepala.
Chanyeol sudah merasakannya. Mode normal ataupun tidak, ia sudah terbiasa dengan hal itu.
Dia hanya perlu diam, menerka semua dengan kepatuhan maka si singa cantik nan sombong itu juga akan diam.
"Ke Busan." Titah Baekhyun dengan suara dingin.
Busan sudah seperti tempat yang tidak boleh tertinggal dalam kegiatan Baekhyun. Wanita itu benar-benar memeriksa tiap detail hal yang berhubungan dengan kantor di Busan yang mulai memproduksi beberapa barang yang akan dipasarkan.
Pernah dalam satu minggu Baekhyun berkunjung ke Busan lima hari berturut-turut setelah ia tahu bahan dasar yang dibutuhkan telah datang. Ia melihat langsung bagaimana pekerja melakukan tanggungjawab di bidang masing-masing dan dia akan pulang dengan perasaan lega setelah semua berjalan sesuai rencana.
"Belikan pizza untuk para pekerja di sana, aku tunggu di mobil." Dan Chanyeol harus mengangguk patuh pada nona besarnya yang sudah memejamkan mata di jok belakang.
Baekhyun itu sebenarnya pemurah hati; sesuatu yang sedang Chanyeol sangkal setelah ia menetapkan jika apapun yang ada dalam diri Baekhyun adalah kesombongan. Ia tak mudah percaya dengan topeng itu meski sekali waktu dia melihat ketulusan senyum yang Baekhyun miliki seolah tanpa pamrih untuk ia berikan pada orang yang bekerja padanya.
"Nona, pizzanya—ah,"
Si cantik nan sombong itu sudah tertidur amat pulas dan tak tahu apa tujuannya berpindah tempat di depan. Kepalanya terkatuk di bahu kanan, membuat pipinya yang memang sedikit berisi itu terhimpit dengan amat menyenangkan.
Chanyeol lantas meletakkan pizza di jok belakang dan menjalankan mobil begitu tenang menuju ke kantor. Saat tiba, mendadak ia dilema untuk membangunkan Baekhyun. Tangannya tergerak maju-mundur, ia tak tahu bagaimana membangunkan secara sopan agar nona besarnya ini tak meledak jika dibangunkan.
Dalam keadaan seperti ini, iblis mudah saja mengontaminasi pikiran. Sebuah pistol Chanyeol ambil dari saku dalam jas hitamnya. Ia tak pernah meninggalkan barang itu. Bukan untuk keamanan, melainkan melakukan rencana balas dendamnya.
Dalam satu tarikan pelatuk,
Dor!
Fungsi otak Baekhyun akan mematikan kinerja organ tubuhnya. Kematian sudah jelas menjadi akhir hidup Byun Baekhyun. Hanya saja Chanyeol menjadi berat melakukan itu semua. Pikirannya berkata lanjut, tapi tangannya menjadi mati rasa dan ia hanya bisa melenguh kesal. Keringat sebesar biji jagung nampak, ia terlalu pasrah dan meyakinkan iblis itu jika kesempatan ini datang lagi maka tak akan ia sia-siakan.
Lalu ketika lima menit berlalu dan Chanyeol hampir saja menyentuh pundak sempit itu, dua mata yang terpejam mulai terbuka perlahan. Tubuh yang semula bersandar lemah tengah dalam usaha untuk mendapat sukmanya meski rasa lelah kentara terlihat.
"Bawa pizza itu pada pekerja dan katakan ini hadiah dariku." Katanya seraya turun dari mobil dan menyapa beberapa orang di luar sana.
Chanyeol tentu melakukan apa yang dikatakan nona besarnya. Hanya saja kadang ia tidak menyukai kebaikan ini karena dalam lubuk hati harus ada sesuatu yang semakin buruk untuk memperkuat niat Chanyeol membalas dendam. Lelaki itu sempat terlupa oleh niat awal karena mengikuti jadwal Baekhyun nyatanya menguras tenaga, tapi belakangan ia mulai mencari celah untuk membalas dendam meski harus menggali lubang semut sekalipun.
"Kalian beristirahatlah dan habiskan ini semua. Aku akan berkeliling ke tempat produksi untuk memeriksa beberapa barang."
Meski jabatan di kantor pusat Seoul menjamin kekayaan keluarga Byun sampai tujuh turunan, namun terkadang manusia perlu melihat proses guna memperkuat jiwa bisnis. Tidak sembarang benda yang akan digunakan untuk produksi, pun dengan kualitas benda jadi yang akan dipasarkan dengan harga jual yang cukup relevan.
Baekhyun memiliki beberapa alasan alih-alih mengurus bisnis di Singapore yang ternyata diambil kakek secara penuh. Ia tak begitu keberatan dengan beban tanggungjawab di cabang Busan mengingat tempat ini juga memiliki sejarah di kehidupan Baekhyun. Maka dari itu, Baekhyun tak pernah luput memerhatikan tiap detil perkembangan di Busan hingga batas wajar tenaganya terkadang membuat Baekhyun mengalami lelah berkepanjangan.
"Aku akan beristirahat di dalam. Kau tunggu panggilanku saja di luar."
Si cantik nan memesona itu masuk ke ruangan yang pernah menjadi saksi di mana Chanyeol hampir menyetubuhi majikannya. Wanita itu merebahkan diri di sofa dengan segala keterbatasan tubuh mungilnya yang mengenakan kemeja ketat.
Naluri lelaki sejati membawa Chanyeol menyusul setelahnya dengan jas yang semula membingkai tubuh Chanyeol kini berpindah sebagai penutup kaki mungil sang majikan. Entahlah, Chanyeol hanya tak bisa membiarkan Baekhyun tidur di tempat terbuka dengan pakaian seperti itu lalu siapapun bisa menikmati pemandangan tubuh Baekhyun.
Tidak. Chanyeol tidak bisa membiarkan.
Ini bukan tentang sikap protektif dalam artian sebenarnya. Tolong jangan salah paham, Chanyeol hanya melakukan pekerjaan untuk melindungi sang nona besar dari hal tak baik yang bisa saja terjadi. Bukan karena ia cemburu. Bukan, okay?
Lagipula, Chanyeol masih berkeyakinan dirinya sendiri yang hanya boleh menghancurkan Baekhyun bersama jiwa pendendam yang tak usah diragukan.
Tanpa banyak bicara lelaki itu segera keluar dan memberi ketegasan pada Baekhyun untuk tak menolak. Ia beranjak duduk di luar gedung dan menyalakan putung rokok untuk ia apit di belah bibir dan menerawang jauh tanpa ada kejelasan pikiran.
"Kau pengawal baru nona Baekhyun?"
Chanyeol membungkuk sedikit pada lelaki paruh baya yang ia kenal sebagai penanggungjawab di sini. "Ya. Nama saya Park Chanyeol."
"Namaku So Jisub." Lelaki itu memberi sebuah kopi dalam kaleng kemasan dan duduk santai di samping Chanyeol. Perawakannya yang bijak dan sederhana itu sejalan dengan dedikasinya pada kantor yang hampir saja gulung tikar. "Nona Baekhyun kemana?"
"Sedang istirahat di dalam."
"Pasti melelahkan bekerja dengannya."
"Ya?"
So Jisub mengecap perlahan isi dalam kaleng yang ia bawa lantas menepuk pundak Chanyeol, "Dia orang yang perfeksionis. Dia sedikit keras kepala dan banyak menyebalkan, bukan?"
Chanyeol hanya tersenyum kaku, sedikit banyak membenarkan perkataan itu dan tak memberi balasan apapun.
"Ya, didikan kakeknya memang seperti itu. Aku mendengar banyak hal tentang Nona Baekhyun selama memegang kantor pusat di Seoul dan memenangkan beberapa tender di luar negeri yang nilai keuntungannya sangat fantastis. Aku tak pernah memerdulikan bagaimana kesempurnaan yang selalu dituntut Nona Baekhyun karena itu hal wajar yang harus dilakukan seorang pemimpin. Aku justru kagum padanya, diusianya yang sangat muda dia sangat serius memikirkan perusahaan, yang mana itu secara tidak langsung menyangkut nasib pekerja sepertiku yang ada di kantor cabang." So Jisub menjeda sebentar, lantas senyum bijak itu terukir dari bibirnya seakan ia sedang membanggakan putri tercintanya.
"Chanyeol, kau mungkin sudah tahu sejarah dari tempat ini. Banyak hal dan kenangan yang menjadi pondasi nona Baekhyun untuk tetap mempertahankan tempat ini dan menyelamatkan kami dari status pengangguran. Jika kau menemui majikanmu itu sungguh menyebalkan atau bahkan hampir membuatmu hilang kendali, hanya ingat jika dia manusia yang kesabarannya tak banyak. Permasalahan hidupnya cukup rumit dan meluapkan emosi secara random menjadi pilihannya. Bersabarlah untuk waktu berikutnya."
Tak banyak kata yang akan Chanyeol keluarkan sebagai pembenaran maupun penyanggah. Dia hanya terkadanb kebingungan dengan pendiriannya sendiri. Dendam tak lagi sekuat biasanya, tapi mengasihani wanita itu tentu bukan hal yang disarankan.
Dihisapan terakhir rokok yang Chanyeol apit di bibir, lelaki itu memutuskan akan menahan sebentar apa yang menjadi ambisinya. Ia bukan orang yang barbar, strategi untuk menghancurkan Byun Baekhyun harus menemui akhir sukses sekalipun nyawa menjadi taruhan.
"TOLONG!"
Sebuah teriakan terdengar kuat dari tempat Chanyeol dan Tuan So duduk. Keduanya lantas mencari sumber suara hingga seorang pegawai datang dan berkata, "Kebakaran!"
Sontak Chanyeol dan tuan So berlari melihat sebuah ruangan yang sudah terkepung asap dan api.
Chanyeol terperangah, asap dan api itu mengepung tempat yang cukup familiar dan dia terdiam sekian detik.
Para pegawai nampak panik, beberapa dari mereka meneriakkan nama Baekhyun dan berusaha memadamkan api.
Pintu yang menutup ruangan itu terkunci rapat, dan Chanyeol yakin ia tak melakukan hal itu saat meninggalkan Baekhyun yang tertidur di dalam. Ia berusaha mendobrak saat tubuh Baekhyun terlihat tak bergerah di dalam sana. Kobaran api kian menantang, Chanyeol kalut dalam perasaan khawatir dan menerobos tanpa risiko amukan api itu.
Tubuh Baekhyun ada di lantai, sofa tempatnya berbaring sudah setengah terbakar dan tanpa pikir panjang Chanyeol menggendong tubuh itu. Kobaran api yang belum padam membuat Chanyeol tak bisa sembarangan keluar dari tempat ini. Tubuh tak sadar Baekhyun menjadi fokus utama, ia hanya bisa mengenakan kaki untuk menghalau api-api yang berniat menelan keberadaannya.
••
Chanyeol bersandar lelah pada kursi yang menopang tubuhnya. Ia mendengus kesal, bagaimana bisa ia kecolongan akan hal itu sedang di sisi lain ada perasaan menyesal mengapa Chanyeol tak membiarkan Baekhyun terjebak lebih lama di dalam sana? Dari sudut pandang itu Chanyeol tak perlu repot-repot mengotori namanya dengan melihat Baekhyun celaka. Tapi di sisi lain, ada rasa kemanusiaan yang coba bernegosiasi jika menyelamatkan Baekhyun bukan hal yang salah.
Nona muda yang menjengkelkan ini belum sadarkan diri. Ada beberapa luka bakar yang mengenai tangan Baekhyun, juga kakinya yang harus diperban karena kesleo dengan dugaan Baekhyun mencoba kabur saat kebakaran itu terjadi tapi dia justru terjatuh.
Lalu ketika tepat pukul 11 malam menunjukkan kegelapannya, mata itu terbuka perlahan lalu sayup berkedip menjemput kesadaran.
Hal yang pertama dilihat adalah Chanyeol yang duduk tenang dengan melipat tangan di dada. Lelaki itu masih memiliki wajah yang keras, tak ada pertanyaan basa-basi yang ia keluarkan dan memilih menatap tajam pada Baekhyun yang mulai berbicara dengan suara parau.
"Kau senang sekarang?"
Chanyeol mengernyitkan dahi.
"Kau bisa tertawa sekarang. Tapi sayangnya aku belum mati." Lanjut Baekhyun dengan senyum sinis yang muncul dari bibirnya.
Chanyeol tak begitu terpengaruh dengan perkataan Baekhyun. Ia memilih berdiri menghampiri Baekhyun, menarik dagu si lemah yang masih saja sombong dan berbicara dengan rahang mengeras penuh tahanan emosi.
"Maka selanjutnya bersiaplah untuk benar-benar mati. Neraka tak sabar bertemu denganmu."
Melepas tarikan dagu itu begitu saja, Chanyeol lantas keluar ruangan dan memilih menghabiskan sisa malam dengan putung rokoknya.
Kasus kebakaran yang terjadi sampai ke telinga kepolisian setempat dan tengah dalam penyidikan. Rasa penasaran sebenarnya menggugah Chanyeol untuk aktif meng-update info itu. Karena menurutnya, tak ada hal membahayakan di tempat itu karena sangat jauh dari tempat produksi yang melibatkan sedikit percikan api.
Tiga hari Baekhyun harus menginap di rumah sakit akibat dari kebakaran itu. Ia kembali ke Seoul dengan kaki yang belum sepenuhnya bisa ia gunakan untuk berjalan, perban masih melilit pergelangan kaki serta beberapa bagian tangan yang terluka.
Akibatnya, Baekhyun tak bisa bergerak bebas. Ke kantor pun dia harus mengenakan kursi roda. Keterbatasan itu membuatnya mengalami tekanan hingga di beberapa kesempatan ia tak kuat dan mengamuk tanpa sebab.
Piring melayang di rumah sudah bukan hal yang aneh. Tiap sajian makanan yang kekurangan satu hal kecil akan Baekhyun lempar dan ia menghardik pelayan yang melayaninya.
"KAU DIGAJI BESAR HANYA UNTUK MEMBUAT MAKANAN SAMPAH INI?!"
"LIHAT, PENAMPILANNYA SANGAT MEMUAKKAN!"
"KAU BILANG INI SUDAH HIGIENIS?! LALU APA ARTI BEKAS TETESAN AIR YANG ADA DI SENDOKKU INI, HAH?!"
Sudah terlalu banyak hardikan itu dan Chanyeol yang selalu ada di samping Baekhyun mulai merasa muak. Ia membawa paksa tubuh Baekhyun yang meronta penuh penolakan untuk ia masukkan dalam kamar dan ia beri penekanan cukup kuat.
Tangan Baekhyun akan Chanyeol simpul dibatas kepala dan menyisakan kakinya yang meronta di atas ranjang. Chanyeol mendekat di wajah, menyisakan jarak yang tak lebih dari sapuan napas hingga Baekhyun semakin meradang dengan semua itu.
"Bersikap manislah sedikit. Kau tahu kan sebentar lagi akan mati di tanganku? Jangan berbuat ulah dan semakin membuatku muak, aku bisa saja mempercepat pertemuanmu dengan malaikat dan tak membiarkanmu bernapas lebih lama."
Seketika Baekhyun terdiam, ia memicing penuh emosi pada mata Chanyeol yang nampak tenang meski aura dirinya sangat dingin.
Alih-alih menjauh dan melepaskan cengkeraman tangan itu, Chanyeol justru menepis jarak dan melumat pelan bibir Baekhyun hingga jarakpun akhirnya ia buat.
"Itu makan malam mu. Selamat tidur."
••
Sore itu Chanyeol mendapat panggilan dari kantor polisi Busan terkait kasus kebakaran yang terjadi. Ia sengaja tak memberitahu Baekhyun karena nona manisnya sudah 3 hari ini terserang demam karena terlalu banyak melakukan kemarahan yang tak jelas.
Berbekal rasa penasaran yang kuat, Chanyeol melipat tangan di dada kala putaran CCTV yang dikumpulkan pihak kepolisian sedang menunjukkan pergerakan lelaki aneh. Chanyeol memicing, dugaan kesalahan teknis itu murni terpatahkan karena ada seseorang yang secara sengaja masuk dalam ruangan.
Potongan-potongan tayangan CCTV yang diperlihatkan setidaknya bisa membantu juga kesulitan menemukan wajah siapa dibalik pelaku yang keji itu. Karena saat orang misterius itu akan keluar pintu, CCTV tiba-tiba menjadi gelap.
"Dugaan pelakunya orang pabrik sendiri sangat kuat. Karena dari caranya mengendap masuk seperti sudah hapal di mana Nona Baekhyun sedang berada."
Chanyeol mengusap dagunya saat penjelasan itu ia dengar. Siapa?
"Tak jauh dari TKP kami menemukan sekitar 5 botol berisi bensin yang diduga kuat sebagai pemicu kebakaran. Hanya saja dari tayangan CCTV itu kami belum bisa memastikan siapa."
"Hm, ya, aku paham." Chanyeol buka suara.
"Kami butuh keterangan beberapa pekerja di pabrik sebagai saksi. Kasus ini sudah pasti perbuatan yang disengaja, kami akan terus melakukan penyelidikan terkait kasus kebakaran ini dan akan secepat mungkin memberitahu Anda terkait perkembangannya."
"Terima kasih."
Sebelum kembali ke Seoul, Chanyeol menyempatkan diri datang ke kantor yang tengah dijaga oleh beberapa anggota polisi bersama karyawan. Ia menyelidiki kembali tempat dimana Baekhyun hampir terbakar. Keadaan ruangan ini terlihat sangat miris dengan warna hitam pekat mengelilingi sebagian besar sisi ruangan.
Siapa?
Pertanyaan itu terus muncul alih-alih alasan dibalik tindak kejahatan ini. Sejauh ia mengetahui sejarah tempat ini dan terlepas dari sikap Baekhyun yang sungguh tak tertebak, tidak ada hal kuat yang bisa dijadikan alasan. Tapi siapa? Kenapa?
Rasa penasaran Chanyeol membawanya menelisik ulang TKP. Tak ada yang mencurigakan, semua nampak baik-baik saja sebelum akhirnya ia terperangah karena kaca besar yang membatasi ruangan dengan keadaan di luar itu pecah. Ada batu besar yang hampir mengenai Chanyeol dan dari kejauhan ia melihat sebuah siluet tengah melarikan diri.
Tak membuang waktu, Chanyeol mengejar siluet itu yang mengarah di belakang pabrik. Jejak itu berusaha Chanyeol dapatkan namun kegelapan menelan semua sia-sia. Rerumputan yang tinggi menjadi tambahan penghalang yang sempurna dan Chanyeol harus menerima semua itu dengan umpatannya.
"Brengsek!"
••
Sekembalinya ke Seoul, Chanyeol menyempatkan diri untuk meneguk sekaleng bir yang ia dapatkan di minimarket. Rahangnya masih sangat mengeras, tapi sudah lebih baik karena ada kebencian yang tiba-tiba muncul di pikirannya.
Kenapa dia susah payah?
Dia terlalu munafik dan tak konsisten. Harusnya tak serepot itu menyelamatkan Baekhyun dan membiarkan wanita itu menerima akibat perbuatannya selama ini.
"Kau pengawal baru Byun Baekhyun, kan?"
Chanyeol menoleh pada direksi kiri, mendapati seorang wanita berpakaian formal duduk di kursi seberang dengan gaya anggun.
"Bagaimana rasanya bekerja di sana?"
Chanyeol bungkam, memilih menghabiskan sisa bir di kalengnya.
"Mereka itu parasit, sama sekali tak punya harga diri dan tidak pantas dihormati." Wanita itu berujar dengan tenang, "Sangat disayangkan sekali, kau terjebak di sana padahal aku sangat tahu kau memiliki dendam."
Kata terakhir itu tak ayal membuat Chanyeol kembali mengeras. Ia tidak terlalu suka dengan urusan yang dicampur begitu saja, terlebih dengan orang asinh yang ada di hadapannya.
"Boleh ku sebut dirimu bodoh?" Tawanya sangat sinis dibalik polesan lipstik merah penuh kontrovesi, "Bodoh. Lemah." Lalu tawa keras itu seperti doktrin lain agar Chanyeol menyalahkan diri karena tak segera membalaskan dendam padahal jarak dengan Baekhyun begitu dekat.
Baru saja Chanyeol akan mengerang dalam emosi, ponselnya berdering dan langkah seribu segera ia ambil.
Mobilnya terpacu dengan cukup cepat. Suara mabuk Byun Baekhyun masih terngiang dan gendang telinga memaksanya terus didengar. Hati apalagi, entahlah semua menjadi tak terduga hingga Chanyeol mulai mengenyah semua itu mentah-mentah.
Dalam sebuah diskotik yang ditunjukkan oleh sinyal GPS, Chanyeol mencari celah dengan mata tajam. Kemarahannya masih bisa tertahan, karena dalam situasi ini ia tak ingin menjumpai si bodoh Baekhyun itu bertindak konyol.
Ketemu!
Seorang wanita dengan baju sangat tipis membalut tubuh molek tengah menikmati berbotol minuman keras. Beberapa bagian tubuhnya tak lagi nampak perban—yang Chanyeol yakini sudah dilepas paksa oleh Baekhyun.
Chanyeol duduk dengan diam, memandang kegilaan Byun Baekhyun pada minuman beralkohol itu dan menganggap otaknya tak berguna.
"Hai," sapanya dengan senyum termanis yang Baekhyun miliki. "Aku tidak bisa menghabiskan semua. Jadi, aku mengundangmu."
Chanyeol masih diam.
"Minumlah. Aku yang akan membayar semuanya."
Tuangan demi tuangan menjadi pemicu rasa geram yang semula hanya ditahan. Sok kuat.
Sebenarnya Chanyeol tahu maksud Baekhyun dengan semua ini. Dia hanya perlu orang lain melihatnya kuat, bukan disandra dalam ketidakberdayaan karena kebakaran yang menyebabkan kaki dan tubuhnya terluka.
Wanita itu nampak tangguh. Tak terlihat sedikitpun rasa frustasi yang belakangan dirasakan dan Chanyeol tahu Baekhyun dihadapannya ini hanya bermain peran.
"Pulang."
Suara Chanyeol mungkin tertelan mentah-mentah oleh kebisingan, tapi Baekhyun sudah pasti mengetahui gerak bibir lelaki itu.
Baekhyun tak mengindahkan. Ia kembali menggerakkan badan mengikuti musik meski ia benar tak mampu berdiri.
"Hentikan omong kosongmu." Guman Chanyeol yang tak pernah ragu menarik tangan Baekhyun.
Wanita itu nampak menantang, dan Chanyeol bukan orang yang bisa dilawan jika adu kekuatan menjadi caranya.
Alih-alih meladeni Chanyeol, Baekhyun sengaja menarik seorang lelaki yang tengah lewat dan berbuat erotis di depan mata Chanyeol. Wanita itu mendecahkan bibir di perpotongan leher, meraba seperti seorang kupu-kupu malam dan bersiap menghisap bibir lelaki asing itu secara sensual.
Bugh!
Persetan.
Chanyeol menghempas bogem mentahnya dan memaksa Baekhyun pergi dalam gendongan. Wanita itu meronta, tak ada yang berani menyela setelah melihat wajah murka Chanyeol.
Lalu ketika rontaan itu semakin kuat dan Chanyeol sedikit oleng, Baekhyun lepas lantas tersungkur di aspal. Tangannya mengepal kuat lantas menampar Chanyeol yang berjongkok di hadapannya.
"BRENGSEK!"
Chanyeol membiarkan Baekhyun mengumpat dengan suaranya yang lantang. Orang-orang berada di sekitar seperti diberi pertunjukan gratis dua anak manusia yang terlibat status rumit.
Setelah puas dengan makiannya sangat keras, Baekhyun mulai lemah. Ia menunduk, memandang kakinya yang belum bisa berfungsi dan membuatnya frustasi.
Dalama diam, Chanyeol kembali menggendong Baekhyun yang kali ini lebih tenang. Ia membawa Baekhyun kembali pulang tanpa ada pembicaraan apapun yang membuat keduanya harus menyelesaikan keributan malam ini.
Hingga sampai Chanyeol menggendong Baekhyun masuk ke rumah dan menidurkannya di ranjang, barulah hening di antara mereka terpecah.
"Jangan menantangku untuk membunuhmu tanpa ucapan perpisahan." Suara Chanyeol dingin, matanya menjurus pada Baekhyun yang sudah terbaring di atas ranjang. "Kau, sebaiknya diam dan patuh. Aku pasti akan membunuhmu."
"Tunggu," tangannya Chanyeol dicekal, lelaki itu masih terlihat kaku sedang Baekhyun nampak melemah. Ia mengisyaratkan Chanyeol untuk mendekat, membisikkan sesuatu di telinga Chanyeol hingga lelaki itu terhenyak dengan mata membola.
Gotcha!
.
.
.
TBC
Basyod : akhirnya hiatusku sembuh juga. Sedikit cerita ya, sebenernya niat hiatus ada karena aku kehilangan diksi dan coba tulis lg ternyata susahnya minta ampun. Dan, sebenerny jg sangat gak PD balik dg tulisan di FF ini. But ttp aku update biar lega lah utangnya dikit-dikit dibayar hehe..so, kotak review ditunggu buat saran dan apa saja hehe...enjoy it guys!
