Disclaimer : Naruto, Fate series dan Highschool DxD bukan milik saya.


Semenjak Ia bisa mengingat, Naruto terus memimpikan tentang pedang. Ribuan, ratusan pedang. Tentang api. Dan tentang hidup yang bukan miliknya.

Di awal mimpinya, Ia adalah jiwa yang hilang. Anak yang tidak tahu harus melangkah kemana di dunia yang penuh akan api. Kakinya terus melangkah, melewati dan mengabaikan permintaan tolong orang-orang yang terbakar api di sekelilingnya. Bukan karena Ia tidak mau menolong, tapi karena tidak sanggup menolong.

Ia hanyalah anak kecil yang beruntung. Anak kecil, yang entah bagaimana, bisa terus bergerak, terus berjalan dengan tubuh yang sudah rusak. Kakinya telah terbakar. Luka bakar yang akan menghambat orang dewasa berjalan Ia hiraukan demi terus berjalan ke depan ke arah yang tidak pasti.

Ia menghirup napas. Bersamaan dengan udara yang Ia hirup, masuk juga asap tebal nan hitam ke paru-parunya. Ia terbatuk keras, suara yang Ia keluarkan seperti hewan yang akan mati. Tapi Ia tidak berhenti berjalan, karena Ia tahu, jika berhenti, nasibnya akan sama dengan orang-orang yang Ia hiraukan dan tinggalkan.

Matanya tidak lagi dapat melihat jauh, terhalang oleh asap hitam dan ari matanya sendiri yang tidak kunjung berhenti turun. Beberapa kali Ia terjatuh, tersandung akan reruntuhan bangungan yang tidak dapat Ia lihat. Sekali lagi Ia jatuh, kali ini tersandung akan jasad seseorang. Namun begitu, Ia akan tetap kembali berdiri.

Tidak peduli sebanyak apa Ia terjatuh, sekeras apa Ia terjatuh dan seberapa banyak Ia tidak mau berdiri lagi, Ia tetap menenggakkan diri. Ia tetap berjalan. Karena Ia tidak mau mati, Ia tetap mau bertahan hidup.

Telinganya yang masih belum berhenti bekerjai terus-menerus mendengar suara di sekelilingnya. Suara api yang terus berkobar bagaikan musik dari neraka yang memintanya untuk mati. Teriakan, permintaan tolong yang menemani suara api itu bagaikan orkestra yang menunggu kematiannya. Ia hiraukan semua itu, dua kaki terus melangkah tanpa henti.

Api tidak hanya merusak kesehatannya, perlahan Ia merasakan api di sekelilingnya merusak hal lain. Ingatannya. Api membara di sekitarnya secara perlahan menghapus ingatannya. Ingatan tentang masa kecilnya adalah yang pertama di hapus. Bersamaan dengan itu, ingatan tentang orang tuanya juga mulai hilang. Dari ingatan terkecil hingga ingatan terkuat yang Ia miliki, semuanya perlahan lepas dari ingatannya.

Hingga akhirnya, bocah itu melupakkan namanya. Ia tidak tahu siapa dirinya dan bagaimana asal usulnya. Ia bahkan tidak tahu alasan kenapa Ia terus berjalan. Satu-satunya yang Ia tahu adalah Ia harus terus berjalan. Harus terus bertahan hidup untuk ingatan, untuk memori yang telah Ia lupakan.

Sayangnya, Ia hanyalah anak kecil. Tidak peduli seberapa besar keinginannya untuk bertahan hidup, tubuhnya tidak akan sanggup terus melawan api di sekelilingnya. Sekali lagi Ia jatuh, tapi kali ini, Ia tidak dapat lagi berdiri. Tubuhnya sudah begitu rusak untuk melakukan perintahnya.

'Tolong aku…' Ia ingin meneriakkan itu, tapi sayangnya, mulutnya tidak mau membuka lagi. 'Aku tidak mau mati di sini…'

Ia dapat merasakan matanya mulai memberat, meminta untuk di istirahatkan. Ia lawan permintaan itu. Karena jika Ia menutup matanya sekarang, bocah itu tidak tahu apakah Ia bisa membukanya lagi atau tidak nanti. Jadi terbaring Ia di sana, di antara reruntuhan bangunan, di antara ratusan mayat, berusaha untuk tetap membuka mata beratnya.

Api masih membakar di sekeliling bocah itu, asapnya yang tebal berterbangan di bawa udara. Ia tidak dapat melihat langit lagi, pandangannya akan bintang dan bulan tertutupi oleh asap tersebut. Bocah itu menghela napas. Ia mempersiapkan diri akan nasibnya. Matanya sudah terlalu berat untuk terus Ia buka. Perlahan matanya mulai tertutup…

Dan kembali terbuka lagi saat merasakan tubuhnya digerakkan.

Seorang pria merangkul tubuhnya. Rambut hitamnya terlihat berantakkan, wajahnya penuh akan debu dan kotoran. Kedua mata pria itu merah dengan air mata yang terus mengalir. Namun begitu, pria itu tetap tersenyum. Di antara api dan kematian, pria itu tetap tersenyum. Senyum yang terlihat begitu indah bagi bocah itu. Senyum itu seakan menggambarkan betapa senangnya pria itu karena berhasil menyelamatkan satu orang.

'Aku ingin tersenyum seperti itu…' Pikir bocah itu, sebelum kesadarannya hilang.

Saat mimpi itu pertama datang, Naruto hanya perpikir itu adalah mimpi buruk. Oh, betapa salahnya dia. Saat mimpi itu terus berulang-ulang Naruto mimpikan dan saat mimpi-mimpi lain mulai Ia mimpikan, barulah Naruto sadar bahwa itu bukanlah sekedar mimpi buruk. Mimpi-mimpi itu adalah memori. Memori kehidupan milik seseorang bernama Emiya Shirou.

XxXxX

Naruto terbangun dari tidurnya dan langsung melihat di mana Ia berada. Yang Ia lihat adalah ruangan kecil dengan beberapa jendela di dinding, satu lemari kecil, kasur yang Ia tempati dan dua buah pintu. Dengan kata lain, apartemen kecilnya. Setelah mengetahui hal itu, Naruto langsung menghela napas lega.

"Mimpi itu lagi…" Ia bergumam pada dirinya sendiri.

Mimpi yang Ia dapat kali ini adalah tentang pertarungan melawan seorang raksasa. Raksasa dengan tubuh penuh otot yang terlalu besar untuk seorang manusia. Tubuhnya berwarna perunggu, rambut liar dan mata merah yang berkilau. Senjata yang dia gunakan adalah pedangs yang juga kapak. Bukan terbuat dari metal atau plastic, senjata itu lebih seperti batu besar yang berbentuk seperti pedang-kapak. Di mimpi itu, raksasa itu dipanggil Berserker. Bukan nama aslinya, melainkan gelar yang mengambarkan dengan jelas apa raksasa itu.

"Heracles… kenapa Ia bisa jadi seperti itu?"

Heracles adalah nama asli dari Berserker. Nama yang begitu terkenal sehingga Naruto tidak harus melihat internet itu mengidentifikasinya.

Heracles, atau Hercules dalam Romawi kuno, adalah Demigod, manusia setengah Dewa yang berasal dari mitologi Yunani. Anak dari Dewa utama Yunani Zeus dan seorang manusia biasa, Alcmene. Legenda paling terkenal Heracles adalah Dua Belas Tugas yang Ia lakukan. Berawal dengan membunuh Singa Nemea, salah satu monster terkuat dari mitologi Yunani yang dikatakan memiliki kulit yang kebal akan senjata tajam, dengan tangan kosong. Dan di akhiri dengan menangkap Cerberus, anjing berkepala tiga penjaga gerbang neraka.

Bagaimana pahlawan hebat seperti Heracles bisa menjadi raksasa yang ada di mimpinya, Naruto tidak tahu. Ah ralat, Ia tahu kenapa Heracles bisa menjadi seperti itu. Naruto hanya tidak dapat menjelaskannya saja. Namun yang pasti, Heracles di mimpinya sangatlah kuat, pantas untuk di sebut sebagai pahlawan terbaik Yunani kuno.

Selain kuat, Berserker juga sangat menakutkan. Raungannya yang memekikkan sampai saat ini masih berdengun di telingan Naruto. Berserker sangat menakutkan sehingga Naruto tidak ingin bertemu, apalagi bertarung di dunia nya dengan makhluk itu. Well, kalaupun Heracles memang ada di dunia nyata, Naruto yakin dia pasti sudah lama mati. Dan pastinya tidak semenakutkan Berserker.

Naruto melihat keluar jendela, melihat matahari sudah bersinar terang. Ia kemudian melihat jam yang menunjukkan waktu 07.01.

"Ah, aku akan terlambat lagi." Naruto berkata.

Tahu bahwa Ia akan terlambat tidak membuat Naruto terburu-buru. Dengan santai Ia turun dari kasurnya dan mulai membersihkan apartemen kecilnya dari sampah-sampah yang berserakan. Apartemen Naruto bisa terbilang kotor, mengingat Ia hanya membersihkannya seminggu sekali. Tidak lama, Naruto berhasil membersihkan apartemennya.

Hal selanjutnya Ia lakukan adalah membuka pintu kamar mandinya, membuka baju dan celananya dan mulai membersihkan diri. Naruto adalah tipe cowok yang tidak mau berlama-lama di kamar mandi, dan benar saja, belum sampai sepuluh menit Ia telah selesai membersihkan diri.

Keluar dari kamar mandi, Naruto melihat jam dindingnya yang kali ini menunjukan 08.05.

"Ahh, aku akan benar-benar terlambat."

Tapi masih Ia bertindak dengan santai. Naruto membuka lemari dan mulai memakai seragam sekolahnya. Celana hitam panjang, baju kemeja putih dan blazer hitam. Tidak lupa, Ia juga mengenakan sebuah dasi merah. Selanjutnya, Naruto memakai sepasang sepatu hitam dengan garis merah untuk melengkapi seragamnya.

Ia melihat dirinya di cermin yang ada di dinding dan mendesah, "Hah… rambut."

Rambut Naruto adalah pirang dan entah kenapa tidak mau di atur. Di tambah dengan tubuh tingginya dan caranya memakai dasi yang berantakkan, Naruto terlihat seperti berandalan.

"Inilah kenapa orang menjauhi aku." Ia sekali lagi mendesah.

Perutnya berbunyi, membuat Naruto sadar Ia belum makan apapun sejak tadi malam saat Ia pulang kerja. Berharap Ia masih memiliki makanan tersisa, Naruto membuka kulkas kecil miliknya. Di dalamnya, Ia menemukan beberapa potong roti yang langsung Ia lahap dan sekotak juice jeruk yang langsung Ia ambil. Selain dua hal itu, Naruto tidak menemukan hal lain di dalam kulkasnya.

"Belanja lagi…." Ia menggerutu.

Dengan roti di mulut dan kotak juice di tangan, Naruto kembali melihat jam. 08.30 ditunjukan oleh jarum jam. Naruto menghitung di otaknya, jika lewat jalan biasa akan membutuhnya tiga puluh menit untuk sampai ke di sekolah. Jika Ia memotong jalan lewat taman, waktu itu akan terpotong sepuluh menit. Pelajaran dimulai tepat pukul 08.50.

"Aku terlambat!" Ia berteriak dan mulai berlari dengan panik.

XxXxX

Ada iblis di hadapan Naruto.

Tubuh iblis itu lebih kecil dari Naruto, hanya mencapai dagunya. Namun itu tidak menghentikan iblis itu untuk menatap Naruto dengan tatapan menusuknya. Wajah iblis itu seperti terbuat dari keramik, tanpa expresi dan oh begitu dingin sehingga membuat Naruto bergidik.

"Kau terlambat lagi, Uzumaki-san." Kata itu keluar dari bibir merah sang iblis. Kacamata iblis itu berkilau, menambah keseramannya.

"Iblis…" Naruto bergumam.

Suara yang Ia gunakan sangat kecil, bahkan Ia sendiri kesusahan mendengarnya. Tapi karena iblis jauh lebih superior dari manusia biasa sepertinya, tentu saja iblis di depannya mendengar gumamannya.

"Apa yang barusan kau bilang, Uzumaki-san?" Iblis itu kembali berkata.

"Tidak ada Kaichou. Aku hanya bilang kau terlihat cantik pagi ini." Naruto berbohong dengan senyum di wajahnya.

Iblis di depan Naruto bernama Souna Shitori, ketua OSIS Kuoh Academy. Tentu saja dia bukan iblis sungguhan, dia sama manusianya dengan Naruto. Bahkan bagi siswa lain, cewek ini adalah malaikat karena betapa baik dan perhatiannya dia terhadap sesama murid. Tapi tidak bagi Naruto. Bagi Naruto, gadis ini adalah iblis yang di kirim dari neraka untuk mengganggunya.

"Sudah berapa kali aku bilang padamu Uzumaki-san, jangan sampai terlambat lagi." Souna berujar, satu tangan membenarkan posisi kacamatanya.

"Be-begini Souna-chan…" Kacamata iblis di depannya kembali berkilau. Naruto menelan ludahnya. "Maksudku Kaichou! Aku terlambat karena membantu seorang nenek menyeberang jalan. Terus karena kasihan, aku juga membantu nenek itu mengangkat lemari yang dia bawa pulang. Dan karena aku terlalu baik, aku juga membantu menurunkan kucingnya yang terjebak di pohon!" Cerita itu keluar dengan mudahnya dari mulut Naruto.

Souna tidak langsung menjawab Naruto, melainkan terus menatapnya dalam diam. Naruto berusaha sebisa mungkin untuk menghindari tatapannya, keringat dingin mulai turun dari dahinya. Saat Souna mulai bicara, suara yang Ia keluarkan terdengar begitu dingin di telinga Naruto.

"Jadi nenek itu membawa lemari bersamanya?" Naruto dapat juga mendengar ketidakpercayaan dari perkataan itu.

"Benar Kaichou. Nenek itu sangat kuat." Naruto mengangguk mantap.

"Lalu kenapa dia kesusahan menyeberang jalan? Kalau nenek itu kuat, kenapa dia harus meminta bantuanmu menurunkan kucingnya?" Souna mengangkat satu alisnya dengan elegan.

Naruto tertawa. Tawa yang terdengar begitu palsu bahkan di telingannya sendiri. "Hehe…"

Souna menghela napas, Naruto dapat membayangkan asap keluar dari hidungnya bagaikan seorang iblis. "Uzumaki-san…"

"Naruto." Ia mencela. "Panggil aku Naruto."

"Uzumaki-san." Souna berkata dengan penekanan di namanya. Naruto tahu untuk sekian kalinya Ia gagal membuat Souna memanggilnya dengan nama pertamanya. "Dalam minggu ini saja, kau sudah empat kali terlambat. Sebagai ketua OSIS di Academy ini, aku tidak tidak bisa membiarkan ini terus berlanjut."

"Tolong jangan keluarkan aku dari sekolah ini Kaichou! Aku berjanji tidak akan terlambat lagi!" Naruto memohon dengan cepat.

Di sekolah lain, Naruto tahu ketua OSIS tidak mempunyai wewenang untuk mengeluarkan murid dari sekolah. Tapi di Kuoh Academy, Souna bisa melakukannya. Ia tahu ini karena Souna pernah melakukannya.

"Siapa yang berkata akan mengeluarkanmu, Uzumaki-san?" Souna berkata, membuat Naruto bernapas lega. "Tapi aku juga tidak bisa membiarkanmu begitu saja. Temui aku nanti sepulang sekolah di ruang OSIS." Ujarnya.

"Baik, tuan putri. Titahmu adalah perintah bagiku." Naruto membungkuk sembilah puluh derajat layaknya seorang butler. Saat Ia kembali berdiri, Ia menemukan Souna menatapnya dengan aneh. "Hehe.." Naruto tertawa kecil.

"Uzumaki-san…" Souna menghela napas.

"Maaf Kaichou, aku harus cepat masuk kelas!" Naruto berkata sembari lari melewati Souna, tidak mau atau lebih tepatnya, takut mendengar apa yang akan dikatakan Souna selanjutnya.

Tidak lama setelah Naruto pergi, orang lain berjalan mendekati Souna.

"Dia sedikit aneh menurutku." Orang itu berkata.

Souna melihat siapa yang menghampirinya, lalu menyapanya dengan sebuah anggukan. "Rias."

Rias, cewek berambut merah dengan tubuh lebih berkembang dibandingkan Souna balik menganngguk. "Sona." Dia kemudian menggerakkan dagunya menunjuk punggung Naruto yang mulai menghilang. "Uzumaki Naruto. Yatim piatu, tidak memiliki keluarga lain. Tidak punya saudara kandung, paman, bibi ataupun orang lain yang miliki hubungan darah dengannya. Dia tinggalkan di panti asuhan sejak bayi dan mulai hidup sendiri setelah keluar dari sana. Dengan kata lain, dia adalah misteri."

Sona menajamkan matanya. Melihatnya, Rias hanya tersenyum kecil.

"Sejauh yang aku tahu, tidak ada yang special darinya. Nilai akademiknya tergolong rendah. Kekuatan fisiknya sama dengan manusia lainnya. Dia juga penyendiri, di jauhi banyak orang karena penampilannya yang seperti berandalan. Satu-satunya hal yang membedakan Uzumaki Naruto dari manusia biasa adalah jumlah mana di dalam tubuhnya. Lebih banyak dari manusia, tapi tidak pernah bergerak. Jadi bisa dikatakan di bukan Magician. Aku juga tidak merasakan Sacred Gear darinya." Rias menarik tatapannya dari Naruto yang telah lama menghilang, dan kembali menatap Sona. "Lalu apa yang membuatmu tertarik padanya, Sona? Apa karena kemisteriusan asal-usulnya?"

Sona membalas tatapan penuh pertanyaan dari Rias dengan tatapan datar.

"Hyoudou Issei. Manusia biasa dengan keluarga yang biasa pula. Dia dibenci oleh hampir semua penghuni sekolah ini. Mana yang dia miliki jauh lebih sedikit dari manusia biasa. Satu-satunya hal yang membuatnya spesial adalah Sacred Gear yang dia miliki. Belum terbangun, tapi sesuatu yang berhubungan dengan Naga. Kuat, tapi tidak pasti." Sona memberikan seringai kecil pada Rias. "Apa yang membuatmu bergitu tertarik, Rias? Apa karena Sacred Gear-nya?"

Senyum Rias menghilang, seringai Sona makin melebar.

"Urus urusanmu sendiri Rias." Cewek itu berkata lalu beranjak pergi.

Rias terdiram sejenak, lalu bukannya marah karena perkataan Sona yang tergolong kasar, gadis itu malah tertawa.

"Oh ayolah, Sona! Aku hanya penasaran! Jawab aku Sona, kenapa bergitu tertarik dengan Uzumaki-kun?" Ia berkata sembari mengejar Sona.

"Tidak, kau tidak perlu tahu." Sona terus berjalan.

"Ayolah Sona, beritahu aku!" Rias membuat wajah cemberut dengan mata besar yang berkilau.

Sayangnya, itu tidak berlaku pada Sona yang terus berjalan. "Tidak."

Tidak mau menyerah, Rias tersenyum sumringah, seakan baru mendapatkan ide yang hebat. "Ne ne, kita tukaran alasan mau? Kau bilang alasanmu tertarik sama Uzumaki-kun dan aku bilang kenapa aku tertarik sama Hyoudou-ku. Kau pasti penasaran juga kan?"

Sona berhenti berjalan, Rias berhenti di sampingnya. Rias tersenyum penuh akan kemenangan. Senyum yang hilang beberapa saat kemudian.

"Tidak." Sona berkata dan kembali berjalan.

"Oh, ayolah Sona!"

XxXxX

Bell menandakan waktu istirahat berbunyi dan Naruto tidak menghabiskan waktu sedikitpun untuk keluar dari kelasnya. Ia menghiraukan semua suara protes yang Ia dengar dan segera bergegas menuju kantin, yang untungnya, masih sepi. Naruto membeli dua buah roti dan satu kotak juice jeruk dan kembali berjalan lagi.

Kali ini, Ia berjalan menuju ke belakang gedung utama sekolah. Ia mendudukkan diri di bangku penonton lapangan sepakbola yang berada di antara gebung utama sekolah dan gym sekolah. Matahari tengah bersinar dengan terik, namun untungnya Naruto tidak terkena sinarannya karena adanya atap di atas kepalanya.

Ia menyedot juice jeruknya dan menyandarkan diri di sandaran bangkunya. "Ahh, aku bisa merasakan otakku kembali bekerja."

"Memangnya otakmu pernah bekerja sebelumnya?"

Mendengar suara itu membuat Naruto menggerakkan kepalanya kesamping. Hujatan keluar dengan keras dari mulutnya. "Teme! Otakku jauh lebih baik darimu."

Sang teme mengangkat satu alis, "Benarkah? Ah, kau pasti bermimpi." Katanya, dengan nada tidak percaya.

Dengan marah, Naruto menghisap habis juice jeruknya lalu melemparkan kotak itu dengan keras ke arah kepala cowok di sampingnya. Kotak itu di tangkap dengan satu tangan putih, kemudian dengan tanpa melihat, kotak itu dilemparkan ke tong sampah yang ada di belakang Naruto. Seakan dengan gerak lambat, Naruto melihat kotak itu masuk dengan mulus ke tong sampah tersebut.

"Hn." Si pelempar menyeringai.

Naruto mengalihkan tatapannya dari wajah arogan itu. Melihat wajah itu selalu membuat amarah Naruto naik, membuatnya melakukan tindakan bodoh.

"Apa yang kau lakukan di sini, teme?" Ia bertanya dengan nada tinggi.

Si teme, adalah salah satu siswa Kuoh Academy seperti Naruto. Mereka adalah dari angkatan yang sama, sekarang berada di kelas tiga. Berbeda dengan Naruto yang bisa dikatakan tidak terlalu popular, teme ini bisa dikatakan sangat popular.

Wajahnya memang Naruto akui tampan, tapi dia selalu tanpa expresi, kecuali seringai kecil. Ini membuat Naruto berpikir bahwa si teme terlihat seperti robot. Tapi bagi siswi-siwi yang melihatnya, mereka akan bilang wajah si teme sangat 'cool'. Cowok itu juga cukup atletis dengan koordinasi tangan dan mata yang baik. Terbukti dari caranya memasukkan sampah ke dalam tong tanpa melihat.

Dua kombinasi ini membuat si teme, nama aslinya Uchiha Sasuke, popular di kalangan siswi Kuoh Academy. Saking populernya Sasuke, dia mendapati julukan Satu dari Dua Pangeran Kuoh Academy. Julukan yang konyol menurut Naruto, tapi tetap membuat emosinya naik setiap mendengar atau memikirkannya.

"Aku mau istirahat, kau pikir mau apa lagi?" Sasuke berkata, jelas mengejek kepintaran Naruto.

"Istirahat di tempat lain! Aku di sini duluan!" Naruto berkata tanpa melihat Sasuke, tahu jika Ia melihat wajah songong itu, emosinya akan kembali naik.

"Kau duluan di sini? Aku yang duluan di sini. Mata kecilmu saja yang tidak melihatku."

"MATAKU TIDAK KECIL!"

Sasuke tidak membalas teriakan Naruto, memilih untuk mulai memakan roti yang ada di tangannya. Naruto, tanpa pilihan lain, juga mulai memakan roti miliknya. Keheningan kembali di antara mereka, sesekali di ganggu oleh suara kunyahan dari mulut mereka. Naruto sekali lagi menghela napas.

"Kau akan cepat tua kalau kau terus menghela napas, dobe."

Naruto tidak membalas kata-kata yang jelas merupakan pancingan itu, Ia menghela napas sekali lagi.

"Kau punya masalah, dobe?" Ssuke bertanya dan kali ini, Naruto menatapnya.

"Kenapa, kau khawatir huh, teme?"

"Tidak mungkin. Kau hanya mengangguku dengan helaan napasmu itu."

Kali ini, giliran Naruto yang menyeringai. "Ah ah, aku tahu kau peduli padaku Sasuke." Beberapa saat kemudian, seringai Naruto menghilang. "Tapi ya, ada sesuatu di pikiranku."

"Benarkah? Berarti selama otakmu itu bukan pajangan semata." Saat Naruto tidak membalas, wajah Sasuke berubah serius. "Mimpimu lagi?"

Naruto mengangguk. "Mimpi itu semakin sering datang. Itu juga terasa jauh lebih nyata."

"Kau tidak pernah menceritakan mimpimu itu padaku." Ujar Sasuke.

Naruto mengangguk lagi. "Aku tidak pernah menceritakannya pada siapapun. Lagi pula, tidak akan ada yang percaya dengan mimpi-mimpiku."

Tiba-tiba, wajah Sasuke berubah serius. Naruto dapat melihat mata hitamnya menajam. "Aku akan percaya. Mimpimu tidak akan seaneh hidupku dan apa yang sudah aku alami."

Naruto terdiam, benar-benar memikirkan untuk memberitahu Sasuke mimpinya atau tidak. Seperti yang Naruto katakan sebelumnya, Ia tidak pernah menceritakan tentang mimpinya pada siapapun, satu-satunya orang yang tahu Ia memiliki mimpi yang berbeda adalah Sasuke. Rivalnya ini juga hanya tahu itu, tapi tidak isi mimpi tersebut.

Ini adalah ke sekian kalinya Sasuke menawarkan diri untuk mendengarkan isi mimpi Naruto. Tapi Naruto masih belum mengatakannya pada Sasuke, dan itu bukan karena Ia tidak percaya pada Sasuke. Sebaliknya, Sasuke bisa dibilang salah satu orang yang paling Ia percayai di dunia. Cowok itu akan menggunakan apa yang dia tahu tentang dirinya untuk mengejek Naruto, tapi dia tidak akan membeberkan rahasia yang Naruto bagi dengannya kepada orang lain.

Namun begitu, Naruto merasa Ia tidak bisa memberitahu isi mimpinya pada orang lain, bahkan Sasuke. Ada perasaan di dalam hatinya yang mengatakan isi mimpinya adalah hal paling pribadi yang Ia miliki. Rahasia yang tidak bisa Ia bagi dengan siapapun. Karena itu, Ia menggelengkan kepala.

"Mungkin lain kali." Ujarnya. Kemudian menambahkan, "Aku haus lagi. Aku pergi beli minum dulu." Naruto beranjak pergi tanpa penjelasan lain.

Sasuke menatap Nauto sejenak sebelum mengangkat bahunya, tatapan Ia kembalikan ke lapangan bola yang kosong. Beberapa saat kemudian, Ia merasakan orang lain duduk di sampingnya. Tanpa melihat siapa itu, Sasuke berbicara.

"Bau apa yang kau cium?"

"Besi." Suara yang membalasnya sangat jelas milik seorang cewek.

"Hn." Sasuke menggerutu. "Beri tahu itu pada Buchou."

Tangan dengan telapak menadah terjulurkan ke wajah Sasuke. Ia melihat ke samping, menemui wajah tanpa expresi seorang cewek menatapnya. Mata mereka bertemu. Salah satu alis mata Sasuke mulai berkedut. Ia tahu benar apa yang gadis ini mau.

"Minta manisanmu sama Buchou atau Akeno, Koneko."

Tangan di depan wajahnya tidak bergerak, wajah gadis di depannya, Koneko, makin mendekat.

"Aku tidak punya permen, Koneko."

"Bohong." Jawab spontan datang dari cewek itu.

Kedutan di alis Sasuke semakin menguat, sebelum akhirnya sang Uchiha mengeluarkan suara menyerah. Di bawah tatapan dari mata kuning Koneko, Sasuke mengeluarkan dua bungkus permen dari sakunya. Belum sempat Ia melakukan apapun, Koneko sudah merampas permen-permen itu dari tangannya dan mulai menjauh. Cewek itu menjauh dengan begitu cepat, seakan takut permennya akan di ambil kembali.

"Kucing rakus." Sasuke berujar.

XxXxX

"Naruto-san!"

Naruto melihat cowok di depannya dengan tatapan tidak tertarik, "Ada apa?" Ia bertanya sembari meminum juice jeruknya.

"Naruto-san!" Cowok berambut coklat itu mengulang lagi, senyum luar biasa lebar ada di wajahnya. "Mau tahu tidak? Aku sudah punya pacar!"

Juice jeruk Naruto tersembur keluar dari mulutnya. Sembari terbatuk-batuk, Ia menoleh ke cowok di sampingnya. "Kau serius, Issei? Ada cewek yang mau denganmu?" Kemudian, Naruto menggunakan telapak tangannya untuk mengecek suhu tubuh Issei dari dahinya. "Huh, tidak panas sama sekali."

Cowok berambut coklat itu, Issei, menyingkirkan tangan Naruto kepalanya."Aku serius Naruto-san! Lebih lagi, bukan aku yang nembak. Dia yang nembak aku!"

"Issei, Issei, Issei." Naruto berujar sembari menggelengkan kepalanya. "Khayalanmu sudah terlalu jauh, nak. Kembalilah sebelum terlambat." Ia menepuk-nepuk pundak Issei, seperti seorang ayah yang sedang menasehati anaknya.

"Aku super duper serius, Naruto-san!" Issei bergerak sedikit menjauh dari tangan Naruto, kemudian dia mulai mengotak-atik smartphone miliknya sebelum akhirnya menunjukkan layar handphone nya ke Naruto, "Lihat, ini buktinya! Ini foto pacarku."

Naruto sedikit memasatkan matanya. Di layar handphone Issei terpajang foto seorang cewek dalam seragam sekolah. Rambut cewek itu hitam panjang, sampai ke pinggulnya. Tubuhnya dibalut dengan kemeja putih ketat, menunjukan perkembangan dadanya. Untuk bawahan, cewek di foto itu mengenakan rok hitam pendek, kaos kaki putih panjang dan sepatu hitam. Naruto memasatkan matanya lagi, mendapati mata cewek tersebut adalah ungu.

Belum sempat Ia melihat dengan lebih jelas, Issei sudah menarik kembali handphonenya. "Eits, jangan lihat lama-lama. Nanti kau iri, Naruto-san." Dari nada suaranya, jelas Issei sangat senang akan perkembangan kehidupan percintaannya.

"Whoa, cewek itu cantik Issei. Dan kau bilang dia yang nembak?" Naruto bertanya, di jawab dengan anggukan kuat dari Issei. "Kau santet ya?"

"Enak saja!" Issei langsung menyatakan ketidak setujuannya dengan teriakan keras, menarik perhatian orang-orang di sekeliling mereka. Perhatian itu langsung menghilang setelah mereka sadar siapa yang membuat suara gaduh tersebut.

Naruto tertawa kecil, "Santai, Issei. Aku bercanda. Jadi siapa namanya?"

Issei berhenti cemberut dan mulai tersenyum. "Yuuma Amano."

"Damn, namanya bagus juga." Naruto menggerutu, namun masih tersenyum. "Wajah cantik, tubuh aduhai. Paket lengkap ini! Kenapa dia bisa suka kau, Issei?" Ia bertanya, tidak terlalu serius mengharapkan jawaban.

"Ah, aku tidak tahu juga Naruto-san." Issei berujar sembari menggaruk belakang kepalanya, yang Naruto tahu, sebenarnya tidak gatal. "Dia tiba-tiba aja nembak aku."

"Jodohmu dia mungkin." Naruto memberi Issei satu jempol. "Jaga yang baik aja."

"Pasti!"

Naruto kemudian merangkul kepala Issei dengan satu tangan, membawa kepala mereka berdekatan. "Jadi, ada yang bagus minggu ini?" Ia bertanya dengan penuh keseriusan, suaranya rendah agar hanya bisa di dengar Issei.

Seketika, Issei juga berubah serius. Senyum di wajahnya menghilang, digantikan expresi mambatu. "Aku punya satu yang bagus."

"Siapa dan berapa lama?"

"Anri Okita. Dua jam tiga puluh menit."

"Anri Okita, huh. Aku kira dia sudah pensiun."

"Memang. Ini bisa di bilang karya terakhirnya."

Naruto tertawa tiba-tiba, mengejutkan siswa-siswi di sekeliling mereka. Namun tidak Issei. Dia ikut tertawa bersama Naruto. Wajah keduanya sama-sama merah dengan mata yang membentuk hati. Bagi siapapun yang melihat expresi mereka saat itu pasti langsung tahu expresi apa yang mereka kenakan.

Tawa itu menghilang lagi seketika, expresi serius kembali ke wajah dua cowok tersebut.

"Berikan paketnya padaku." Naruto berkata, mata terus bergerak waspada.

"Jaga baik-baik." Issei berkata. Tanganya memberikan sesuatu ke tangan Naruto.

"Aku akan mati sebelum membiarkannya rusak." Naruto bersumpah.

XxXxX

Bel pulang sudah lama berhenti, tapi Naruto masih berada di kampus sekolah. Perintah Souna berdengung di telinganya. Ia bisa saja menghiraukan perintah itu dan pulang saat ini juga. Tapi, sayangnya Ia tidak berani melakukannya. Iblis itu pasti akan melakukan hal lain yang lebih menyakitkan dan memalukan apa bila Ia tidak menemuinya saat ini.

Jadi, dengan terpaksa, Naruto mulai bergerak menuju tempat pertemuan mereka. Langkahnya sengaja Ia lambatkan selambat mungkin, berharap jika Ia lambat datangnya, Souna akan terlanjur bosan dan akan pulang duluan. Lima belas menit kemudian, dia sampai ke ruang OSIS, di perjalanan Ia tidak menemui murid lain.

Mengatakan ruang OSIS adalah ruangan sangatlah tidak sesuai. Lebih tepatnya adalah gedung. OSIS memiliki gedung mereka sendiri. Sama halnya dengan Klub Penelitian Ilmu Gaib. Naruto tidak mengerti kenapa OSIS dan klub yang anggotanya sedikit harus menggunakan sebuah untuk mereka sendiri, tapi Ia hanya bisa mengangkat bahu, tidak terlalu peduli dengan ketidakadaan logika tersebut.

Gedung OSIS, sejauh yang Naruto tahu, memiliki gaya eropa. Dengan pintu tinggi dan atap yang lebih tinggi pula. Dan ruangan ketua OSIS berada di lantai tiga, yang artinya Naruto harus memanjat tangga. Untungnya, semua lampu masih hidup. Jika tidak, dengan ketakutannya akan hantu, Naruto tidak yakin Ia bisa berjalan menuju lantai tiga.

Tidak lama, Naruto sampai di dua buah pintu besar. Perlahan, Ia membuka pintu itu cukup lebar untuk membiarkannya masuk. Ruangan ketua OSIS cukup besar, bahkan lebih besar dari apartemennya. Lantainya di alasi dengan karpet merah, ada meja persegi panjang dan sofa di sisi kanan Naruto. Dindingnya di di penuh pajangan dan rak yang berisi buku. Jendela transparan membantu penerangan ruangan ini.

Dan tepat di depan Naruto, duduk di belakang meja megah dengan tatapan menuju padanya adalah Souna.

"Kaichou." Sapa Naruto.

"Duduk, Uzumaki-san." Souna menunjuk kursi di depan meja.

Tanpa diperintah dua kali, Naruto langsung duduk. Ia langsung menyadari bahwa kursi ini pastilah mahal, karena kursi yang Ia duduki terasa jauh lebih empuk dibandingkan kasur di apartemennya.

"Kau bisa bermain catur, Uzumaki-san?" Souna bertanya, menunjuk ke catur yang baru Naruto sadari berada di meja tersebut. Naruto mengangguk. "Kalau begitu, main denganku."

Naruto mengangguk lagi dan langsung menggerakkan bidak putihnya.

"Selagi kita bermain, bagaimana kalau kita berbicara juga, Uzumaki-san?" Sona menggerakan bidak hitamnya. "Topik pembicaraan kali ini adalah alasan kenapa kau sering terlambat datang ke sekolah."

Naruto membuka mulut ingin menjawab, tapi Souna mengangkat satu tangannya, menghentikan Naruto.

"Aku tidak mau mendengar cerita luar biasamu, Uzumaki-san. Aku mau tahu alasanmu yang sebenarnya." Tangan putihnya bergerak menunjuk catur di depan mereka. "Giliranmu."

Naruto membuat gerakannya di papan catur.

"Ini sedikit tidak susah untuk dikatakan." Ujar Naruto. "Malah bisa dibilang aku malu mengatakannya."

"Kau tidak perlu malu denganku Uzumaki-san. Adalah tugas ketua OSIS untuk membatu murid di Academy ini." Souna menggunakan gilirannya.

"Ah, begitu…" Naruto berpikir sejenak sebelum menggerakkan bidaknya. "Singkatnya, aku melakukan pekerjaan sampingan."

"Dan?" Souna mengangkat satu alis.

"Kau tidak terkejut aku punya pekerjaan?" Naruto bertanya.

Souna menggunakan gilirannya sebelum kembali menjawab. "Kau bukan satu-satunya yang punya pekerjaan sambilan, Uzumaki-san. Tiga puluh persen siswa di Academy ini memiliki pekerjaan sampingan."

"…Itu fakta baru bagiku." Naruto menggerakkan caturnya.

"Hmm." Souna terlihat berpikir. "Apa pekerjaan itu yang membuatmu datang terlambat?"

Naruto menggelengkan kepala, kemudian mengangguk. "Iya. Tidak. Mungkin. Entahlah." Ujarnya, sadar akan akan perkataannya yang tidak meyakinkan.

"Kau bingung?" Souna bertanya sembari menggerakkan bidaknya.

Naruto menghela napas. "Ya, aku rasa aku bingung." Ia kembali menggunakan gilirannya. "Sebagai informasi, shift kerjaku habis jam sepuluh malam. Sebelum jam sebelas aku biasanya sudah ada di rumah."

Sona menggerakkan bidaknya. "Kalau begitu, tidur bukan yang mengganggumu. Jika kau sudah di rumah pukul sebelas malam, berarti kau masih punya banyak waktu untuk tidur."

"Di situ masalahnya, aku tidak tidur. Atau setidaknya, tidak langsung tidur." Naruto menggerakkan bidaknya.

"Oh?" Souna terdengar tertarik. Tapi Naruto tidak tahu apa yang membuatnya tertarik, papan catur di depan mereka atau apa yang barusan Ia katakan.

"Aku sering mimpi buruk." Ia menjelaskan, menarik perhatian Souna. "Mimpi burukku datang hampir setiap hari. Jadi, terkadang aku takut untuk tidur. Bahkan aku sering tidak tidur untuk seharian. Tapi kalau aku kelelahan, aku terpaksa harus tidur. Biasanya pukul tiga atau empat subuh."

Souna menggunakan gilirannya. "Dan karena tidurmu yang tidak menentu itu, kau sering kesiangan. Akibatnya, kau terlambat datang sekolah."

"Begitulah." Naruto menggerakkan bidaknya.

Untuk pertama kalinya sejak Naruto masuk ke ruangan, Souna menatapnya. "Aku bukan ahli phycology, tapi aku pikir kau harus menceritakan mimpi burukmu itu pada seseorang, Uzumaki-san."

"Aku juga pikir begitu. Tapi…"

"Kau tidak harus langsung menceritakan semuanya, Uzumaki-san." Sona menggerakkan bidaknya. "Ceritakan sebagian saja. Sembunyikan bagian yang tidak mau kau ceritakan. Membicarakan tentang mimpi buruk memang tidak menyenangkan, tapi yang aku tahu, sedikit apapun yang kau bicarakan, itu pasti membantu."

Naruto menggunakan gilirannya. "Akan aku pikirkan lagi." Naruto berkata. Tapi di dalam hatinya, Naruto tahu akan sangat lama baginya untuk memikirkan hal itu. Mungkin orang lain tidak akan pernah mendengar mimpinya itu.

"Aku serahkan itu padamu. Aku juga pikir, saat kau punya waktu dan uang, kau harus temui dokter dan cek kesehatanmu. Jadwal tidur tidak teraturmu pasti mengganggu kesehatanmu." Naruto menggerakkan caturnya.

"Ah, aku akan lakukan itu nanti."

"Bagus. Dan untuk hukumanmu…"

Tangan Naruto yang hendak menggerakkan bidaknya berhenti, Ia menatap Souna dengan tidak percaya. "Maksudmu ini bukan hukumanku?!"

Souna mengangguk, sama sekali tidak terganggu dengan kerasnya suara Naruto. "Tentu saja tidak. Kau pikir bermain catur adalah hukuman?"

"Hehe… Aku pikir iya." Naruto membatuk kecil, sedikit malu.

Souna menggelengkan kepalanya. "Aku dengar kau cukup pandai dalam hal elektronik?" Naruto mengangguk. "Kalau begitu untuk hukumanmu kali ini, kau harus membetulkan beberapa AC yang rusak di gedung ini."

"Sekarang?"

"Tentu saja tidak, gerbang sekolah akan di tutup sebentar lagi. Kau akan datang lagi besok pagi pukul 08.00 tepat dan salah satu anggota OSIS akan menunjukan AC yang rusak padamu."

"Oh ok –tunggu dulu!" Naruto menghentakkan tangannya ke meja, menggetarkan papan catur namun tidak menjatuhkannya. "Tapi besok minggu. Itu hari libur!" Ia berseru.

Kacamata Souna berkilau, padahal Naruto tahu tidak ada cahaya matahari ataupun cahaya kuat di sekeliling mereka. "Jaga sikapmu, Uzumaki-san." Naruto mengangguk sembari berkeringat dingin. "Dan keputusanku tidak akan berubah. Kau membuat kesalahan dan itu adalah hukumanmu."

Naruto membuka mulut dan menutupnya kembali, tahu Ia tidak akan bisa membuat Souna mengganti keputusannya. Ia mendesah kecil. "Tch. Mau bagaimana lagi. Kalau begitu aku akan pulang sekarang dan kembali lagi besok."

Naruto berdiri, menggunakan giliran menggerakkan caturnya dan berputar di tempat. Ia melangkah tegap keluar sembari berkata. "Checkmate. Sampai nanti, Kaichou."

Jika Naruto berbalik, Ia akan melihat perubahan hebat terjadi pada Souna. Mata cewek itu membulat lebar dan mulutnya terbuka. Kulit putihnya memucat dengan expresi sangat terkejut.

XxXxX

Keesokan harinya, Naruto tiba di Kuoh Academy tepat pukul delapan pagi. Karena hari ini adalah minggu dan artinya tidak ada pelajaran, Naruto tidak menggunakan seragam sekolahnya. Melainkan, Ia menggunakan celana jeans panjang dengan kaos hitam polos dilengkapi dengan sneakers oranye. Susunan yang menurutnya lebih nyaman dari seragam sekolah.

Ada seseorang yang menunggunya di gerbang sekolah. Seorang cewek dengan rambut coklat panjang dan mata hujau mengkilat. Gadis itu memakai seragam sekolah.

"Hi." Ia menyapa sembari berjalan mendekat.

Gadis itu melihatnya dan mengatakan, "Tch. Kau terlambat."

Naruto berhenti di tempat, tiga meter dari cewek di depannya. Pelan-pelan, Ia melihat lagi cewek di depannya. Dia menyandar di besi gerbang sekolah, satu tangan berada di pinggang dan mata yang terlihat bosan. Dan dari caranya berbicara... membuat Naruto berpikir cewek ini adalah bagian dari salah satu geng yang ada di Kuoh.

Gadis itu menyadari tatapan inspeksinya. "Apa yang kau lihat, hah?" Ujarnya. Ini semakin meyakinkan Naruto bahwa gadis ini adalah anggota geng. "Aku Nimura Ruruko, anggota OSIS. Ikut aku sekarang." Dengan itu, cewek itu mulai bergerak.

Naruto mengikutinya dari belakang tanpa berbicara. Di dalam pikirannya, Ia sedikit terkejut ada orang yang bertingkah seperti berandalan di OSIS yang di pimpin oleh Souna. Terlalu fokus dengan pikirannya, Ia tidak sadar bahwa mereka telah sampai di gedung OSIS. Nimura sekarang tengah membukakan salah satu pintu ruangan yang ada di gedung. Setelah pintu di buka, Naruto dapat melihat alat-alat elektronik dan AC-AC yang harus Ia perbaiki.

"Ada tiga AC yang harus perbaiki di dalam. Semua alat yang mungkin kau butuhkan ada di dalam. Dan ini," Nimura menyodorkan kunci pada Naruto. "Adalah kunci gedung ini. Kunci lagi setelah kau selesai. Dan ingat…"

Nimura memberinya tatapan tajam, angin tiba-tiba bertiup, membuat Naruto merinding.

"Jangan ambil apapun. Kaichou akan tahu kalau kau melakukannya." Tiba-tiba, Nimura tersenyum. "Baiklah, aku akan pergi sekarang. Nimkati hukumanmu!" Ujarnya dan segera menghilang.

"Ini resmi," Naruto bergumam sendiri. "Anggota OSIS berbahaya semua."

XxXxX

Naruto tidak mengatakan dirinya hebat dalam memperbaiki benda. Tapi Ia juga tidak bisa dikatakan pemula. Menjadi yatim piatu membuatnya harus pandai beradaptasi dan harus memiliki skill yang berguna. Memperbaiki peralatan elektronik adalah salah satu skill yang Ia pelajari sejak kecil. Bisa dibilang Ia cukup mahir untuk memperbaiki benda elektronik, inilah alasan kenapa Ia bisa mendapat pekerjaan paruh waktu di sebuah toko elektronik.

Tapi tidak peduli semahir apapun Ia, memperbaiki membutuhkan waktu. Dan ditambah dengan waktu istirahat yang Ia ambil, membuat Naruto baru menyelesaikan hukumannya saat matahari sudah terbenam.

Seperti biasanya, Ia pulang melewati taman yang sepi itu untuk menghemat waktu. Tidak seperti biasanya, ada pemandangan berbeda yang Ia dapati di sana.

Issei terbaring di tanah dengan dada yang bolong dan di depannya terbang di atas tanah dengan bantuan sepasang sayap hitam dan mengenakan pakaian yang sesuai untuk bondage adalah Yuuma Amano. Saking terkejutnya Naruto, Ia menghiraukan fakta bahwa Yuuma sedang terbang, dan kemungkinan besar bukan manusia. Yang menjadi fokusnya adalah apa yang ada di tangan Yuuma. Sebuah senjata, tombak, yang berkilau. Seperti tombak itu terbuat dari cahaya. Merah, darah, mengalir di sepanjang senjata itu.

Darah Issei.

"HEI! Apa yang kau lakukan?!" Mungkin berteriak kepada bukan-manusia yang memegang senjata adalah hal bodoh untuk dilakukan, tapi Naruto saat ini tidak peduli.

Yuuma menoleh ke arahnya. "Ahh, tikus lain datang untuk dihabisi." Suara bukan-manusia itu kecil, tapi Naruto dapat mendengarnya dengan jelas. "Kau bertanya apa yang aku lakukan padanya? Membunuhnya tentu saja."

Dia terlihat begitu tidak peduli, seperti apa yang baru saja Ia lakukan sangatlah tidak penting. "KAU GILA! Apa salah Issei padamu? Kenapa kau membunuhnya begitu saja?!" Mulutnya bergerak dengan sendirinya karena amarah.

"Kenapa? Aku tidak membutuhkan alasan untuk membunuh hama, kan?" Dia berkata, jari telunjuk menyentuh bibir dengan sensual.

"Hama..?" Bahkan dengan amarahnya, Naruto masih sempat bertanya.

"Yep, hama. Seperti hama, kalian manusia berkembang biak terlalu cepat. Apa yang harus kau lakukan saat melihat hama? Kau bunuh, tentu saja! Aku hanya mengikuti logika. Hehe…" Dia mulai tertawa dengan expresi seperti orang gila.

"Hama kau bilang?! Aku bukan hama, Issei bukan hama! Dia punya hidupnya sendiri. Kau tidak berhak mer–" Sesuatu mendesat pipi Naruto, membuatnya berhenti berbicara.

Ia menggerakkan tangannya, jari menyentuh dimana Ia merasakan desatan tersebut. Menarik jarinya, Ia melihat warna merah di sana. Pipi Naruto berdarah, dan Ia tidak tahu apa yang menyebabkannya.

"Apa yang terjadi….?" Matanya secara tidak sengaja melihat Yuuma.

Salah satu tangan gadis itu dia tarik ke belakang, dan tepat di depan mata Naruto, partikel cahaya mulai berkumpul di sana. Tidak lama, partikel cahaya tersebut menjadi solid dan membentu sebuat senjata. Sebuah tombak.

"Ap-apa- apaan itu?" Mulut Naruto terbuka lebar, tidak percaya melihat hal aneh terjadi di depannya.

Keterkejutan itu cukup untuk menghilangkan amarah Naruto dan dengan hilangnya amarah itu, Ia dapat berpikir dengan lebih jelas. Matanya menangkap sayap hitam milik Yuuma.

"Kau bukan manusia…." Ia berkata tanpa Ia sadari. "Makhluk apa kau ini?" Naruto bertanya, mata masih menatap sayap milik Yuuma.

"Siapa bilang aku manusia? Aku jauh lebih tinggi dari kalian hama." Yuuma mendengar pertanyaannya dan menjawab dengan mengejek. "Kau pernah membaca Kitab Suci, tikus? Aku adalah salah satu makhluk yang disebutkan di sana. Malaikat yang lepas dari kekangan surga. Mereka menyebut kaumku, Malaikat Jatuh."

Mulut Naruto terbuka tutup, tidak satupun kalimat keluar dari sana. Ia sunggu tidak tahu harus berkata apa. Satu sudut pikirannya mengatakan apa yang dikatakan oleh Yuuma tidaklah benar. Bahwa apa yang Ia lihat hanyalah ilusi semata, tidak ada yang nyata. Tapi, ketika Ia kembali melihat sosok di depannya sekali lagi. Melihat sayap yang mengepak dan menaikkan debu dan senjata yang terbentuk dari cahaya, Naruto berpaksa harus mempercayai perkataannya.

"Oya? Apa ini? Apa otak hama tidak sanggup melihat kebenaran?" Kata mengejek membuat Naruto keluar dari pikirannya. Di depannya, Yuuma mulai bergerak mendekat.

"Ja-jangan MENDEKAT!" Naruto berteriak, suaranya bergetar hebat karena ketakutan.

Yuuma berhenti di tempat dan tersenyum. Senyum itu adalah senyum paling menyeramkan yang pernah Naruto lihat. Wajah cantik milik Yuuma seperti terbelah dua, senyumannya menyentu dua telinga, menunjukan gigi tajam yang biasa dimiliki oleh hiu. Tubuh Naruto makin bergetar, kaki nya tanpa sadar melangkah mundur.

"Oh, si tikus akhirnya sadar akan posisinya." Yuuma kembali berbicara. Mulutnya masih tersenyum lebar saat Ia bicara, sehingga Naruto dapat melihat bagian dalam mulutnya yang bergeliat bagaikan cacing. Naruto mengambil lagi satu langkah mundur.

"Di awal, kau begitu sombong. Berteriak, meminta jawaban dariku. Tapi akhirnya kau sadar posisimu. Tidak seperti hama mesum ini," Yuuma, malaikat jatuh, menendang tubuh tidak berdaya Issei hingga jauh. "Sampai akhir dia tidak tahu posisinya. Tapi kau berbeda, kau tahu posisimu. Tenang saja, kematianmu akan jauh lebih menarik." Tangan Yuuma yang memegang senjata cahaya bergerak seperti blur.

Naruto merasakan sesuatu kembali mendesat pipinya, darah hangat mulai mengalir lagi. Kakinya yang sudah lemah karena takut kehilangan tenaga, membuat Naruto jatuh ke tanah dengan tidak berdaya. Saat Ia mencoba menegakkan diri, matanya menangkap pergerakan.

Yuuma mulai bergerak mendekatinya. "Apa yang tunggu, hama? Lari. Larilah seperti tikus. Atau kau akan mati dengan cepat." Partikel cahaya mulai kembali berkumpul di tangan Yuuma.

Naruto tahu Ia harus bergerak sekarang, atau dia akan mati. "Ayo ayo ayo!" Ia memukul-mukul paha kedua kakinya dengan kuat. "Bergerak! Ayo bergerak!" Ia berteriak, menghiraukan tawa Yuuma yang mendengarkannya.

Akhirnya, energy kembali mengalir ke kakinya. Naruto berdiri dan segera berlari tanpa melihat ke belakang. Segala ke-khawatirannya tentang Issei Ia lupakan, otak lebih berfokus pada keselamatannya sendiri. Ia tidak berlari menuju apartemennya, karena membawa monster ke rumahmu adalah hal yang bodoh untuk di lakukan. Ia juga tidak bisa berlari ke tempat ramai, karena Ia tidak mau melibatkan orang lain ke masalah yang Ia hadapi.

Jadi Naruto berlari ke tempat yang Ia pikir sesuai; hutan. Naruto berharap pohon-pohon akan dapat menghambat monster yang mengejarnya.

Harapan itu hancur saat salah satu tombak cahaya menghancurkan pohon dan menghadang jalannya, memaksa Naruto untuk berbelok. Dengan rasa takut yang semakin memuncak, Naruto terus berlari tanpa henti, sesekali berubah arah saat pohon yang ditebangkan oleh tombak cahaya menghalangi jalannya.

"Lari yang kencang tikus kecil! Buat ini menyenangkan!"

Saat Naruto mendengar suara jahat itu, kakinya Ia paksa untuk bergerak lebih cepat. Tombak cahaya menggores tangannya, tapi Naruto tetap tidak berhenti berlari. Hanya arah larinya Ia benarkan.

"Ah! Ini jauh lebih menarik. Tikus seharusnya lari dengan cepat sepertimu!"

Satu tombak cahaya menggores tangannya lagi. Kemudian tangan satunya. Kemudian kakinya. Karena gelapnya malam dan ini adalah hutan dengan akar di mana-mana, cepat atau lambat Naruto akan tersandung sesuatu. Dan benar saja, saat tombak cahaya menggores kakinya yang lain, Naruto tersandung akar dan terjatuh ke tanah.

"Oh apa ini? Bahkan tikuspun bisa jatuh saat berlari." Ejekan sangat kental dari kalimat itu.

Naruto berdiri dan mulai berlari lagi. Tombak cahaya terus menggoresnya, tapi tidak satupun mengenainya pada tempat yang fatal. Naruto tahu ini bukan karena bidikkan Yuuma yang buruk, bukan, monster itu hanya mau mempermainkan Naruto sebelum membunuhnya. Biasanya, Naruto akan marah saat dipermalukan seperti ini, tapi saat ini Ia tidak bisa merasakan amarah. Hanya rasa takut akan kematian yang sampai ke tulang.

"Lari lagi tikusku! Lari yang kencang. Hari masih dini, kau bisa berlari sepanjang malam!"

Oh, betapa inginnya Naruto untuk terus berlari. Tapi sayangnya, Naruto hanya manusia biasa. Ia tidak tahu sudah berapa lama Ia berlari, tapi stamina yang Ia miliki sudah semakin menurun. Di tambah dengan luka sayatan di sekujur tubuhnya, membuat Naruto kehilangan stamina semakin cepat.

Ia mendengar suara angin, seperti sesuatu telah dilemparkan. Suara ini, suara tombak cahaya dilemparkan, sudah mulai terdengar familiar di telinganya. Naruto berbelok ke kiri, melihat dan mendengar tombak cahaya melewati kepalanya. Ia menambahkan kecepatanya dan tiba-tiba tersandung akar yang tidak Ia lihat.

Tubuh Naruto terhempas ke tanah, momentum membuatnya terguling ke depan beberapa kali sebelum berhenti karena menabrak pohon. Naruto terbaring di sana, punggung menyandar pada pohon dengan tubuh penuh akan luka dan kotoran. Naruto mencoba berdiri, namun gagal. Semua tenaganya telah terkuras habis.

"Oh, apa tikus sudah menyerah?" Ejekan terdengar di telinga Naruto bersamaan dengan munculnya wujud bersayap Yuuma di matanya.

Entah sudah berapa kali Naruto mendengar ejekan dengan suara menjijikan dari monster di depannya. Rasa takut yang tadinya Ia rasakan sudah lama menghilang, digantikan amarah yang memuncak dalam dirinya. Naruto mengeratkan giginya.

"Menyerah? Hah!" Ia berkata. "Aku tidak akan menyerah! Kau tidak akan bisa membunuhku!" Dia berteriak lalu meludah ke depan. Ludah itu mendarat di wajah Yuuma yang langsung berhenti tersenyum.

Yuuma membawa satu tangan untuk merabah wajahnya, memegang ludah Naruto. Wajah Yuuma langsung berubah, amarah sekarang tampak jelas di wajahnya. "Kau berani…? Kau berani meludahiku?!"

Naruto kembali meludahi Malaikat Jatuh tersebut.

"AHHH! CUKUP! Kau tidak akan buat mati dengan mudah! Aku menyiksamu sampai kau memohon untuk di bunuh!" Tombak cahaya muncul di tangan Yuuma, jauh lebih cepat dari sebelumnya.

Dengan wajah memerah karena marah, Yuuma menusuk bahu kiri Naruto dengan tombak cahaya tersebut.

"ARGH!"

Naruto berteriak kesakitan, tubuhnya meronta untuk menjauh. Tapi Yuuma tidak membiarkannya. Dengan senyuman sadistic, dia mendorong lebih dalam tombak cahaya tersebut. Teriakan Naruto makin membesar bersamaan dengan semakin dalamnya tombak cahaya itu ditusukkan ke bahunya. Hingga akhirnya, senjata itu menembus bahu kiri Naruto.

Yuuma mengambil dua langkah mundur dan tertawa kecil, satu tangan menutupi mulutnya seakan malu akan ketawa yang Ia keluarkan. "Bagaimana, tikus? Apa itu sakit? Apa kau mau aku bunuh?"

Diantara rasa sakit luar biasa yang Ia rasakan, Naruto masih dapat mendengar ejekan yang Yuuma lontarkan. Amarah yang sejenak terlupakan kembali lagi. Amarah menggantikan rasa sakit. Dan bersamaan dengan itu, teriakan kesakitan Naruto berhenti. Ia menatap Yuuma dengan tajam, giginya menggertak saat Ia berbicara.

"AKU. TIDAK. AKAN. MEMOHON. PADAMU!"

TANG!

Suara palu memukul besi terdengar di telinga Naruto. Bersamaan dengan suara itu, Naruto dapat mendengar dan merasakan gear di dalam dirinya mulai berputar. Energy yang tidak Ia kenal mulai mengalir di dalam tubuhnya.

"Ma-mana? Kau bisa menggunakan mana?" Yuuma bergumam. "Tidak tidak, kalau kau bisa menggunakannya, kau pasti sudah menggunakannya dari tadi. Kalau begitu, Sacred Gear…?"

Naruto bisa mendengar suara Yuuma, tapi Ia tidak peduli. Energy yang mengalir di dalam tubuhnya mulai menyembuhkan luka-luka kecil yang Ia terima. Tenaga yang terkuras habis dapat Ia rasakan kembali terisi. Perlahan, Naruto mulai menegakkan dirinya. Tangannya bergerak menggenggam tombak cahaya yang masih tertancap di bahu kirinya.

Matanya bertemu mata Yuuma, yang sekarang sudah bergerak menjauh darinya. Seringai muncul di wajah Naruto dan perlahan, Ia mulai menarik tombak cahaya dengan kedua tangan. Memegang tombak ini sudah sangat sakit bagi Naruto dan menariknya jauh lebih sakit, tapi Ia tetap melakukannya tanpa mengeluarkan suara sedikitpun.

Matanya tidak Ia alihkan dari mata Yuuma, menikmati shock yang muncul di sana saat Naruto berhasil menarik tombak cahaya itu keluar. Tombak cahaya itu kembali menjadi partikel cahaya saat berhasil di keluarkan dari bahu Naruto, sedikit mengejutkannya.

Naruto dapat merasakan energy asing di dalam tubuhnya mulai memperbaiki bahu kirinya. Tapi ini tidak membuat Naruto lega. Sekarang Ia telah berhasil kembali berdiri, tenaganya telah kembali dan tubuhnya sudah mulai disembuhkan. Semuanya bagus. Tapi ini tidak akan cukup jika Ia tidak bisa mengalahkan monster di depannya. Ia tidak memiliki cara untuk menyerang.

"….Aku memiliki cara untuk menyerang." Naruto bergumam.

Dan benar saja, Naruto memiliki cara untuk menyerang. Apa yang harus Ia lakukan selanjutnya sudah muncul di otak dan pikirannya, bagaikan memori yang sudah lama terpendam.

Naruto membawa tangannya ke depan dada, jari terbuka dan telapak tangan menghadap bawah. Ia menutup mata dan mengambil napas, kemudian mulai mengendalikan energy asing di dalam tubuhnya untuk melakukan apa yang Ia mau.

TANG!

Palu kembali memukul besi dan gear di jiwanya mulai berputar. Naruto membuka matanya dan melihat tangannya. Tangan kanannya kini tengah menggengam sebuah senjata. Sebuah katana yang begitu panjang, jauh dari panjang katana biasanya. Ketika matanya menangkap katana tersebut, cerita hidup mulai masuk ke otaknya.

Dulu, di waktu yang tidak bisa lagi di ingat, hidup seorang pria. Dia adalah seorang petani biasa, hidup dengan sederhana di pedesaan. Suatu hari, Ia bertemu seorang master pedang yang sekarat. Sang petani meminta untuk diajari cara memakai pedang, master pedang setuju. Jadi, sang petani sekarang menjadi pemain pedang.

Sayangnya, belum satu bulan, master pedang itu wafat. Dia belum mengajarkan sesuatu yang berarti pada sang pemain pedang. Tapi, pendekar pedang sudah terlanjur jatuh cinta dengan pedangnya, sebuah katana yang terlalu panjang untuk dipakai, dan tidak mau meninggalkannya. Jadi, pria itu memutuskan itu berlatih sendiri.

Dia pergi ke sebuah kuil terpencil di gunung, kuil yang di jaga oleh gerbang merah besar. Di depan gerbang merah itu, pendekar pedang berlatih. Dia tidak tahu banyak tentang seni pedang, tapi menjadi petani mengajarkan jika mau melakukan sesuatu kepada alam, jadilah satu dengan alam. Dia mulai berlatih dengan memotong daun yang jatuh dari pohon. Saat Ia berhasil memotong setiap daun yang Ia mau, pendekar pedang meningkatkan latihannya.

Dia mengincar burung walet yang terbang di sekitarnya. Tapi untung menebas burung walet tidaklah mudah, karena tidak seperti daun, mereka bebas bergerak di udara. Bahkan katana panjangnya tidak dapat menjangkau mereka jika mereka tidak mendekat. Selain itu, burung walet dapat merasakan perubahan angin, dan setiap ayunan pedang yang dia lakukan menimbulkan perubahan angin tersebut.

Singkatnya, apa yang pendekar pedang itu mau lakukan sangatlah sulit, ada yang bilang tidak mungkin. Tapi pendekar pedang itu tetap melakukannya.

Dan setelah sekian lama berlatih, pendekar pedang akhirnya berhasil. Dia berhasil memotong burung walet yang terbang di udara dengan katana panjangnya. Dengan keteguhan dan kesabarannya, pendekar itu berhasil membuat dirinya menjadi satu dengan alam. Setiap tebasan yang kini dia lakukan tidak lagi merubah arah angin. Bisa dikatakan, seni pedangnya sudah sempurna.

Dari situ, dia memutuskan untuk turun dari gunung. Namun sayang, kematian datang padanya sebelum dia bisa melakukan itu. Namun begitu, keahlian pedangnya tetap menjadi terkenal. Tekhnik pedangnya begitu terkenal sehingga banyak yang mengira dia adalah Sasaki Kojirou. Rival dari Miyamoto Musashi, salah satu master pedang terbaik dari Jepang.

Namun kenyataannya tidak begitu, pendekar pedang itu bukanlah Sasaki Kojirou. Dia hanyalah seorang pendekar tanpa nama.

Dan sekarang, semua detail kehidupan pendekar pedang tersebut semenjak dia memegang pedang, ada di otak Naruto. Dan bersamaan dengan memori itu, skill dari pendekar pedang itu sekarang Naruto miliki.

Jantung Naruto yang sedari tadi berdegup kencang, mulai melambat. Katana panjang di tangannya Ia arahkan ke bawah, bunyi yang dibuat katana itu bagaikan musik ditelinganya.

Dia tersenyum pada Yuuma. Bukan senyum mengejek ataupun senyum senang, senyum itu adalah senyum yang muncul karena Naruto ingin tersenyum. Tidak ada emosi yang dominan di dalamnya.

Naruto bisa menyerang sekarang.

"Majulah."

Dan Ia akan menyerang.

XxXxX

Ada sesuatu yang berbeda dengan tikus di depannya, pikir Raynare. Semenjak senjata itu muncul ditanganya, tikus di depannya mulai berubah. Amarah, emosi yang sedari tadi menyelimutinya kini telah menghilang. Digantikan ketenangan yang entah dari mana dia dapat.

Mata Raynare kembali ke senjata yang dia pedang. Tidak salah lagi, katana itu hanyalah senjata biasa. Tidak ada sedikitpun mana yang dapat Ia rasakan dari katana itu, yang berarti itu hanyalah katana dengan panjang yang berlebihan. Raynare juga yakin, senjata itu bukanlah Sacred Gear. Katana panjang itu bukan keduanya, berarti senjata itu tidak akan bisa melukainya.

Lalu kenapa Raynare merasakan bahaya dari katana itu?

Tikus di depannya menggerakkan katananya. Senyum muncul di wajahnya. Hah, dia tersenyum?

"Majulah."

Itu membuat amarah Raynare memuncak.

"Kau pikir katana kepanjanganmu akan berguna? Kau pikir kau bisa menyakitiku sekarang?!"

Amarah tidak membutakan Raynare, dia merupakan salah satu prajurit Grigori di bawah perintah langsung Kokabiel yang melatihnya dengan keras. Amarah tidak akan membuatnya bertindak ceroboh. Raynare menciptakan satu tombak cahaya dan melemparnya dengan seluruh tenaga. Jika tadi, serangan pasti cukup untuk membunuh tikus di depannya.

Tapi sekarang, tikus itu tidak langsung mati.

Katana panjang yang menghadap tanah di bawa ke atas dengan gerakan yang begitu sempurna. Ujungnya mengenai tombak cahaya milik Raynare, dan membelokkannya ke arah lain. Jauh dari sasaran lain.

Raynare tidak diam saja, Ia menciptakan tombak lain yang langsung dilemparkan. Dengan ini, Ia yakin tikus ini akan mati. Katana miliknya masih berada di atas kepala, sedangkan tombak Raynare mengincar perut si tikus. Katana sepanjang itu pastilah tidak dapat bergerak cepat, tombak cahaya Raynare pasti sudah sampai tujuan sebelum katana itu di ayunkan.

Tapi sekali lagi, hal itu tidak terjadi, katana panjang itu di ayunkan ke bawah tanpa jeda sedikitpun, sekali lagi membelokkan arah tombak cahaya tersebut.

Raynare menggeram. Ia menciptakan tombak cahaya satu persatu dan melemparkannya begitu selesai diciptakan. Satu, tikus itu mungkin bisa mengatasinya. Tapi bagaimana kalau Ia menyerang terus menerus? Dia pasti tidak dapat berbuat apa-apa.

Seakan tahu apa yang Raynare pikirkan, manusia di depannya kembali membuktikan betapa salahnya Ia. Katana panjang itu tidak berhenti bergerak. Setiap ayunan yang Ia buat berhasil membelokkan satu tombak cahaya. Ayunan pedang yang seharusnya tidak mungkin dilakukan, dilakukan dengan tenang oleh manusia di depannya.

Mana Raynare mulai menipis, namun Ia tidak berani menghentikan serangan tombak cahaya nya. Dia harus tetap menjaga jarak mereka, jika Raynare membiarkan manusia ini mendekat, Ia pasti akan mati.

Jadi, Raynare terus membuat dan melempar tombak cahaya. Dan manusia di depannya terus membelokkan setiap tombak cahaya tersebut. Membelokkan, bukan mem-block atau menahan tombak cahaya. Mem-block atau menahan berarti seseorang harus menerima serangan tersebut, manusia di depan Raynare tidak melakukan itu. Dia tidak pernah sekalipun menerima serangan Raynare, setiap tombak cahaya yang menuju ke arahnya selalu dibelokkan dengan ujung katana yang luar biasa panjang itu.

"Apa-apaan itu?" Ia bergumam

Raynare menggeretakkan gigi, menambah kecepatan menciptakan dan melemparkan tombaknya. Ia harus tetap menjaga jarak.

Di saat yang sama, Raynare menyadari bahwa Ia tidak bisa mengikuti ritme pernapasan manusia ini. Pernapas adalah hal penting bagi setiap petarung, setiap gerakan yang diiringin dengan pengambilan napas yang sesuai akan membuatnya lebih kuat. Pernapas juga diperlukan untuk menjaga stamina dalam pertarung. Bahkan Raynare, sampai saat ini, masih mengatur pernapasannya.

Tapi manusia ini, dia tidak seperti bernapas. Jelas dia bernapas, tapi Raynare tidak dapat melihat ritme pernapasan tersebut. Gerakan yang dia lakukan seharusnya terlalu cepat untuk dilakukan manusia, bahkan untuk Raynare yang bukan manusia, gerakan pria ini sangatlah cepat. Seperti tanpa bernapas, katana itu terus di ayunkan. Raynare mendapatkan perasaan bahwa Ia adalah ikan kecil yang sedang melawan arus deras.

Rasa takut dan panic mulai timbul di hati Raynare.

Tepat saat Ia menyadari ketakutannya, Raynare juga menyadari bahwa Ia telah membuat kesalahan sejak pertarungan di mulai. Ia terlalu fokus akan kecepatan dan keindahan ayunan pedang lawannya. Sehingga tanpa Ia sadari, musuhnya telah mendekat dan sekarang Raynare berada di area jangkau katana panjang itu.

Dengan jarak mereka yang dekat, Raynare dapat melihat manusia ini sama sekali tidak berkeringat. Dan senyuman itu masih ada di wajahnya.

"Hiken-"

"Oh shit–"

"Tsubame Gaeshi."

Tebasan yang pertama Raynare lihat datang dari kiri, Ia bergerak untuk menangkis. Saat itulah Ia melihat tebasan lain datang dari kanan dan tebasan lain menuju lehernya. Tiga tebasan datang dalam waktu yang bersamaan. Mata Raynare sempat membulat. Entah bagaimana, musuhnya ini mampu sembuat tiga tebasan sekaligus dengan satu gerakan saja. Mengabaikan peraturan ruang dan waktu.

Tiga tebasan datang padanya, Raynare tidak dapat berbuat apa-apa. Satu tebasan membelah pahanya hingga ke tulang, tebasan lain menghancurkan tulang rusuk kanannya dan tebasan lain memotong lehernya.

Semua luka itu akan langsung membunuh manusia, tapi Raynare bukan manusia, Ia adalah seorang Malaikat Jatuh. Ia masih mampu berdiri dan berbicara.

"…Si…apa…ka…u…?"

Manusia di depannya mengibaskan pedangnya kesamping, membuang darah Raynare dari katana-nya tersebut. Kemudian dia menjawab pertanyaan Raynare.

"Uzumaki Naruto."


Naruto-Fate-DxD.

Bagi yang tidak tahu, Naruto disini memiliki set kekuatan dari Emiya Shirou. Singkatnya, dia bisa melihat sejarah dari senjata yang dia lihat sekaligus mengcopy untuk dia pakai sendiri. Dengan kekuatan yang sedikit melemah dari senjata aslinya.

Kenapa menggunakan Naruto dan tidak langsung pakai Shirou?

Pertama, saya suka Naruto. Dan kedua, sistem kerja sihir di Fate itu rada rumit. Saya tidak percaya diri untuk menjelaskannya.

Pertanyaan singkat dari author; Noble Phantasm apa yang ingin kalian munculkan di sini?