Tokoh dicerita ini bukan punyaku, Tebayo!

5

The land of Wave atau Nami no Kuni adalah negara yang berlokasi pada sebuah pulau di dekat Land of Fire. Dari sana kau bisa menyeberang lautan dan akhirnya akan berakhir pada puing-puing yang tersisa dari Uzushio no Sato. Pada masa kejayaannya, tempat ini dijadikan pusat jual beli yang menghubungkan Konoha dengan Uzushio. Walau negara ini tidak memiliki Hidden Village, namun karena letaknya yang berdekatan dengan Uzushio, membuatnya menjadi salah satu wilayah yang keamanannya terjamin oleh Uzushio. Maka, tak heran apabila menemukan banyak jejak dari orang-orang Uzushio di daerah ini, seperti segel-segel yang terukir di pohon atau bebatuan, menunggu darah yang tepat untuk mengaktifkan perlindungan mereka kembali. Seandainya Uzushio masih berdiri, Shikmaru yakin orang seperti Gato tidak akan pernah bisa menjejakkan kakinya di tempat ini.

Namun, semenjak keruntuhan Uzushio dan kedukaan Konoha yang membuatnya memalingkan muka pada semua yang berhubungan dengannya, Nami no Kuni menjadi wilayah terbengkalai, terutama pada tempat yang tidak terhubung dengan pulau utama. Sehingga bukan hal aneh mengapa wilayah ini sekarang di kuasai oleh Gato, pemimpin dari perusahaan Gato yang terkemuka dalam bidang perikanan. Sebagai salah satu orang terkaya di dunia, ia memakai kekuatan dan kekuasaannya untuk memaksa masuk negara ini dan mulai mengambil alih transportasi di lautan. Sebagai negara kepulauan yang dikelilingi laut, seketika saja Land of Wave lumpuh dan berada dibawah kaki Gato. Dengan cepat ia menguasai, tak hanya unsur ekonomi, tapi juga pemerintahan dan politik. Sikapnya yang tidak punya belas kasihan dan juga serakah, membuatnya melakukan berbagai cara untuk mengumpulkan pundi-pundi uang, bahkan tidak heran jika ia terlibat perdagangan obat terlarang, hingga perdagangan manusia. Shikamaru tidak tahu apa yang akan dilakukan Naruto, tapi ia tahu Hokage-nya itu punya rencana. Bukan tipenya untuk membiarkan hal semena-mena terjadi di depan mata.

Jadi, seperti biasanya, ia menghabiskan waktunya dengan mengamati Naruto, mengingat ia bukan lagi bocah yang mudah dibaca, Shikamaru perlu usaha ekstra untuk memahaminya. Tampaknya hal itu juga sesuatu yang disadari Kakashi. Semenjak malam itu, matanya terus mengawasi tajam. Nah, sebagai sesama orang jenius, ia memahami ketertarikan pria itu pada tingkah Naruto, terutama saat ia sedang lupa mengingatkan dirinya sendiri bahwa Naruto yang berumur dua belas tahun seharusnya belum bisa melakukan hal-hal seperti berjalan menggunakan Chakra; Naruto berjalan di depan mereka tanpa kesulitan, sekalipun mereka harus menanjak jalanan terjal, seolah tumbuh sayap di kakinya. Ia malah tampak keheranan pada mereka yang tertinggal jauh di belakangnya.

Shikamaru tertawa dalam hati, seharusnya ia sudah tahu ini akan terjadi, toh sebagai orang yang sudah menjadi ninja bertahun-tahun, itu sudah menjadi refleks dan bagian dalam diri seorang ninja. Sehingga, Shikamaru memutuskan juga menyalurkan sedikit Chakra di telapak kakinya, sebelum melompat dan berlari dengan mudah menyusul Naruto, sambil berusaha mengabaikan tatapan tajam Kakashi-sensei yang seolah sedang melubangi batok kepalanya.

Seandainya Asuma adalah senseinya, pria itu pasti dengan mudah memberitahu mereka apa rahasia cara berjalan ninja ini saat melihat mereka kesulitan. Tapi metode pengajaran Kakashi sedikit berbeda. Pria itu tidak menitik beratkan pada hasil, tapi lebih pada proses. Prinsipnya yang mengagungkan kerjasama tim, mendasari metode itu. Baginya tidak akan berguna bila kau mengetahui banyak jutsu, tapi tidak punya mentalitas yang menomor satukan kerjasama tim.

Sehingga, jelas sekali bagi Shikamaru bahwa pria itu sedang mengetes Sasuke sampai kapan ia akan menyadarinya—Atau andai ia sadar, sampai kapan ia akan berhenti keras kepala dan bertanya. Jawabannya adalah tidak akan pernah. Sikap Sasuke yang keras kepala menghalanginya memilih tindakan logis, seperti bertanya mengapa mereka dengan mudahnya berjalan tanpa halangan. Bahkan, walau ia heran, bagaimana bisa orang seperti Naruto, yang nilai ujiannya tidak lebih baik dari dirinya, bisa melakukannya. Sifat keras kepala itu membuatnya mudah diprediksi. Bukannya menemukan solusi pada masalah yang dihadapinya, tapi malah marah pada keberhasilan orang lain, terlebih pada orang yang kemampuannya ia anggap berada di bawahnya.

Atau ini mungkin juga tes untuk Shikamaru, apakah ia akan memberitahu rahasia itu pada Sasuke demi kerjasama tim? Nah, ia tidak perlu dianggap punya kerjasama tim dengan orang seperti Sasuke. Itu terlalu menyusahkan.

Perjalanan mereka lakukan dengan lambat, dengan laju orang biasa untuk mengimbangi Tazuna. Tapi tampaknya pria itu tidak menyadarinya. Pria itu sibuk meneguk sake-nya, dan mencibir meremehkan pada tim yang berangotakan anak-anak. Shikamaru memahami mengapa ia berpikiran begitu. Sebagai warga Land of Wave yang tidak punya Hidden Village, wajar jika ia tidak tahu beda dari anak biasa dengan anak ninja. Ia tidak tahu bahwa anak-anak ninja sudah diajari cara menggorok leher di umur belia, bahkan bila anak itu segenius seperti Kakashi Sensei, ia sudah mengotori tangannya dengan darah dari musuh bahkan sebelum mengerti apa itu masa puber. Tampaknya juga, Tazuna terbiasa bertemu ninja yang kurang profesional dari Iwa (mengingat untuk makan saja mereka susah, ia tidak heran jika kemampuan mereka tidak sepadan dengan Konoha).

Tak berselang lama, Kakashi berseru supaya berhenti untuk istirahat pada sebuah kolam mata air. Kolam itu tidak berisikan mata air panas, dan letaknya pun tidak begitu lebar, tapi mereka bisa memancing disana, jika mereka ingin. Sejenak Pria itu berdiri tegap dan menyapukan tatapannya ke sekeliling. Tapi Shikamaru tahu ia sedang memperhatikan dua orang ninja yang mengikuti mereka diam-diam. Mereka duduk dalam lingkaran, Shikamaru mengambil tempat di samping Naruto dan menyodorkan ration bar padanya. Tanpa berpikir dua kali, Hokagenya meraih benda itu dan menggigitnya besar-besar. Ia tahu metabolisme Jinchuriki berbeda dengan manusia biasa.

Kakashi berkata, "Seperti yang kita tahu, tinggal beberapa hari lagi sampai kita tiba di tempat tujuan. Sekarang kita akan bermalam disini. Biar yang jaga aku duluan."

Mereka semua mengangguk. Sebelum akhirnya Kakashi melompat ke cabang pohon beberapa meter dari sana dan membuka bukunya. Karena mereka tidak berada di wilayah musuh, Shikamaru memutuskan untuk membuat api unggun kecil, sementara Naruto mengambil buku catatannya dan mulai mencoret-coret.

Dalam keheningan itu Sasuke banyak berpikir. Ia tahu telah salah menilai teman satu timnya. Naruto dan Shikamaru membuktikan mereka lebih kompeten dibandingkan dirinya, bahkan bisa dibilang ia tertinggal jauh. Sasuke sadar dari pembicaraan mereka yang setengahnya tidak bisa dipahaminya; tentang teori fuinjutsu atau stategi perang dengan kode-kode ninja. (Sasuke bahkan belum hafal semua kode yang diajarkan di akademi—kode yang juga ia lihat sesekali dipakai Naruto untuk berkomunikasi dengan Kakashi-sensei) Pembicaraan itu bukan level ninja yang baru lulus akademi. Bahkan ia tidak yakin sebagian yang mereka bicarakan pernah diajarkan disana. Seolah alasan kenapa selama ini nilai akademi mereka buruk adalah karena level akademi yang terlalu rendah untuk mengimbangi kecerdasan mereka.

Jika Sasuke ingat baik-baik, setiap kali Naruto ditegur oleh teman sekelas ataupun sensei, ia selalu bilang bahwa ia sedang bercanda. Selama ini Sasuke mengira itu hanya cara untuk menutupi ketidakmampuan dirinya, tapi rupanya ia salah. Selama ini, rupanya Naruto tidak pernah serius karena materi yang diajarkan di akademi terlalu mudah untuknya dan memilih membuat onar untuk menghindari rasa bosan. Sasuke sering mendengar cerita soal prodigi yang bisa menghancurkan sekitarnya bila dibiarkan bosan. Itu juga alasan mengapa Uchiha Madara dilepaskan di medan perang di usia yang sangat muda.

Ya, itu alasan yang paling masuk akal mengapa kedua temannya bisa tiba-tiba punya performa bagus begitu menjadi genin. Tidak ada lagi yang menghentikan mereka untuk bersikap seperti yang seharusnya. Ia mendengar bahwa klan Nara selalu melahirkan anak-anak yang genius, dan bila Naruto juga genius—yang tampaknya memang begitu—maka artinya ia dikelilingi oleh orang-orang genius. Itu cukup membuatnya merasa terintimidasi. Bukannya ia akan mengakui hal itu. Tapi ia sudah bersumpah akan bertambah kuat dengan cara apapun... jadi setelah beberapa saat, Sasuke berkata, "Bagaimana kau melakukannya."

"Huh?" Naruto mendongak.

Shikamaru hanya mengerlingkan kepala dari tempatnya rebahan. Ia bisa merasakan Kakashi beringsut menguping di atas mereka. Tidak mungkin ia mampu mendengarkan pembicaraan ini, kecuali karena ia punya indera seorang Hatake. Tidak menyadari Kakashi sensei hanya memberikan ilusi privasi pada mereka, Sasuke melanjutkan, "Bagaimana kau bisa berjalan dengan mudah," sergahnya, nadanya terlalu arogan untuk disebut pertanyaan.

"Hm... kenapa kau tidak bertanya pada Sensei?"

Sasuke mendesis. "Pada orang yang selalu terlambat dan tidak bisa serius?!"

Naruto mengerjap, "Kau tahu dia Jounin, kan?"

"Maito Gai juga Jounin," geramnya.

Naruto menggelengkan kepala, tahu benar kesan apa yang ditimbulkan Pejuang Masa Muda itu pada Sasuke. Andai saja Sasuke tahu bahwa Kakashi orang yang cukup terkenal di dunia ninja. Mungkin pembawaannya membuatnya tampak seperti suka bermalas-malasan, selalu terlambat dan seenaknya sendiri. Tapi dibalik persona-nya itu tersembunyi otak genius, ahli strategi dan seorang ANBU ahli. Ada yang bilang sekali kau ANBU, akan selamanya ANBU. Dan Naruto paham betul itu, karena keahlian ANBU bukan sesuatu yang bisa di hidup-matikan sesuka hati. Sekalipun ia sekarang seorang Jounin-Sensei, tapi dari pelatihan yang di dapatkannya selama ini mirip dengan pelatihan dasar ANBU. Terlebih tanpa keberadaan Sakura yang menghambat mereka, pelatihan itu lebih intens dibandingkan tim 7 yang lama. Apalagi sesungguhnya hanya ada satu Genin disini.

Setelah menjadi Hokage, ia baru tahu soal sistem perekrutan ANBU. Bila Jounin sensei adalah seorang ex-ANBU atau ANBU aktif, maka secara otomatis tim binaannya berpotensi menjadi ANBU. Setelah menjadi Chuunin, apabila mendapat rekomendasi dari sensei tersebut, maka ia bisa masuk ke dalam sistem pelatihan ANBU.

Sambil mengusap dagunya, akhirnya Naruto berkata,"Aku akan menjawab pertanyaanmu, tapi sebelum itu aku ingin bertanya. Ne... Sasuke. Kenapa kau jadi ninja?"

"Apa?"

"Kenapa kau jadi—"

"Aku mendengarmu. Tapi apa maksud pertanyaanmu!"

"Nah," ia mengibaskan tangan sambil lalu, "Di klan Uchiha pun tidak semuanya jadi Ninja 'kan? jadi kau sebetulnyapun tidak perlu jadi ninja untuk meneruskan kelangsungan klan Uchiha. Kau cukup punya keturunan untuk itu. Jadi, pasti ada alasan lain kenapa kau ingin jadi ninja selain karena kau seorang Uchiha."

Sasuke mendesis frustasi. "Karena aku ingin jadi kuat, dobe!"

"Kenapa?"

"Kenapa—"

Tapi sebelum ia sempat menjawab, Naruto mendahuluinya, "Jika alasannya balas dendam, maka kau tidak akan pernah bisa kuat."

Keheningan berada di antara mereka.

"Hanya saat seseorang ingin melindungi orang yang penting baginya, mereka bisa menjadi dirinya yang paling kuat. Apa kau punya itu Sasuke?"

Sasuke berdiri, wajahnya geram, "Memangnya kau tahu apa!"

Naruto tidak memandangnya, tapi ekspresinya tampak sedih. "Aku tahu, itu menyakitkan saat kita gagal melindungi orang yang kita sayangi. Tapi kalau kau yakin, maka suatu saat kau bisa menemukan mereka kembali. Hal itulah yang membuatku berusaha lebih kuat dan aku tahu, aku tak kan gagal. Karena kekuatan bukan tujuan akhir untukku. Kekuatan hanya alat yang kugunakan untuk melindungi orang-orang yang berharga bagiku," ia berdiri dan menatap tajam Sasuke, "Bila kau jadi budak sebuah alat, maka kau tidak akan pernah kuat, Sasuke. Jangan pernah mau diperbudak kekuatan. Jangan jadikan kekuatan sebagai tujuan akhir."

Sasuke memalingkan muka, "Tapi aku tidak bisa terus menerus lemah dan membiarkan orang itu—"

"Aku tahu. Karena itu, aku akan membantumu." Sasuke mendongak dengan mata lebar. "Kau tidak perlu memikulnya sendirian. Kami bisa membantumu lebih kuat, kami bisa menjadi orang-orang yang penting bagimu. Jika kau mengijinkan kami." Shikamaru berdiri disamping Naruto, mengangguk pada Sasuke. Naruto tersenyum, "Kita bisa jadi tim legenda. Tidak seperti ketiga Sannin, kita bisa melebihi mereka karena kita tidak akan terpecah belah." Naruto mengayunkan kepalan tangannya untuk memberi tos, menunggu Sasuke membalasnya.

Sasuke menelan ludah. Ia merasa sedang menyetujui kontrak yang berlaku seumur hidup. Tapi entah kenapa ia tidak bisa menolaknya. Perasaan ini... ia menggosok dadanya, memandang dengan mata lebar ke arah kedua teman satu tim-nya. Nara yang genius, Naruto yang memiliki kemampuan misterius. Mereka seumuran dengannya, tapi mereka sungguh kuat. Ya, mereka bisa membawanya menjadi lebih kuat. Mereka bisa membuat tim ini menjadi legenda. Perlahan Sasuke mengangkat kepalan tangannya dan membalas tos itu.

Naruto tersenyum lebar. "Sekarang, apa tadi pertanyaanmu."

Kakashi bersandar kembali ke batang pohon. Ia mengusap wajahnya dan perlahan tertawa datar, "Melebihi ketiga Sannin, huh..."

Malam itu, Kakashi berakhir dengan duduk termenung di depan api unggun. Otaknya menganalisis interaksi dari ketiga genin-nya itu. Siapa yang mengira ia akan menyaksikan sebuah percakapan bersejarah yang mungkin akan membawa tim tujuh ke tingkat yang jauh lebih tinggi. Ia rupanya, sekali lagi, salah dalam menilai Naruto. Ya, ia memang genius. Tapi Kakashi tidak mengira bahwa ia juga memiliki kebijaksanaan yang jauh melampaui umurnya. Mengingatkannya pada Minato-sensei. Kakashi terdiam seperti itu hingga hanya tinggal ia dan Shikamaru yang masih terbangun; duduk bersandar di batang pohon sambil mengusap kepala Naruto dipangkuannya. Tampaknya ia tidak punya keinginan untuk tidur dalam waktu dekat.

"Apakah Naruto selalu seperti itu?" tanyana dengan suara lirih. Pertanyaan itu tak kan terdengar seandainya tidak hanya keheningan yang ada diantara mereka.

"Dia punya saat-saat seperti itu. Aku menyebutnya old soul mode," setelah beberapa saat ia menambahkan, "Aku tidak heran kau kaget, Sensei. Tidak banyak orang yang mengaku tahu tentang Naruto."

"Begitu pula dirimu."

"Nah," Shikamaru tersenyum miring, "Jika bukan karena Naruto mungkin aku masih tiduran sambil menatap awan."

"Apa yang membuatmu—membuat kalian—memutuskan untuk keluar dari persembunyian?"

"Kami sudah tahu sejak awal, bila menjadi Genin, kami harus berhenti bermain-main... Kami bisa mati," jeda sejenak, "atau mengorbankan rekan sesama ninja bila kami tidak serius, Sensei. Setelah menjadi genin kami tahu tidak ada pilihan lain, selain membuang topeng anak ingusan dan mulai bersikap serius."

"Hm... kenapa memutuskan menjadi Genin sekarang? Kenapa tidak dari dulu jika kalian mampu."

"Mah... itu merepotkan, Sensei. Aku tidak bodoh, aku tahu sekeras apa dunia ninja. Aku tidak mau mati begitu lulus akademi. Kupikir aku lebih baik bersenang-senang sedikit lebih lama dan menikmati hidup—" ah, alasan yang Nara sekali. "—Tapi untuk Naruto? Bisa kau bayangkan bagaimana reaksi penduduk Konoha jika tahu monster yang mereka benci ternyata seorang anak berbakat? Aku merasa sangat bersyukur Naruto menyadari lebih awal untuk menyembunyikan kemampuannya sebelum ia dianggap sebagai makhluk berbahaya. Aku sudah melihat sendiri bisa sekejam apa penduduk Konoha," itu alasan yang sudah mereka sepakati bersama sebagai yang paling meyakinkan. Dan Shikamaru yakin, Kakashi sendiri menebak alasan yang sama.

Kakashi menutup mata penuh penyesalan. Pekerjaannya di ANBU dan rasa dukanya, membuatnya menghindari Naruto. Kehilangan Sensei sekaligus Kusina-nee setelah Obito dan Rin, menjadi pukulan terakhir yang membuatnya tidak mampu berfungsi normal. Ia tidak akan membela dirinya bahwa saat itu ia masih 14 tahun, karena alasan apapun tak mengembalikan masa kanak-kanak Naruto. Tanpa ia sadari Naruto sudah menjadi Genin dan kewajibannya sebagai murid dari Minato-sensei untuk memberikan perlindungan pada Naruto telah diambil alih oleh Klan Nara, padahal andai saja ia cukup berani untuk mengambil peran di Dewan Tetua sebagai kepala Klan Hatake, ia bisa melakukan sesuatu untuk meringankan beban Naruto—bahkan mungkin mengadopsinya. Tapi nasi sudah menjadi bubur, tak ada yang bisa dilakukannya lagi.

"Naruto beruntung punya teman seperti dirimu, Shikamaru-kun. Padahal kalian punya kepribadian yang bertolak belakang."

"Bukannya malah karena alasan itu, Sensei?" Shikamaru tersenyum lembut, "Naruto tidak pernah membosankan. Pikirannya sulit diprediksi, bagai memecahkan sandi dalam sandi. Lagi pula, bila aku adalah bayangan—," jemarinya bergerak dengan lihai, diikuti oleh jemari Kakashi yang bergerak dengan cara yang sama. Pria itu tampak terkejut karena terkena jutsu tanpa disadarinya, "—maka Naruto adalah cahaya," ia melepaskan jutsunya dari Kakashi, dan kembali mengusap kepala Naruto yang tertidur pulas, "Dimana Naruto menjadi Hokage, aku akan menjadi tangan kanannya. Bahkan bila aku tidak bisa melangkah berdampingan dengannya, maka aku akan melangkah di belakangnya, mengikutinya hingga manapun."

Caranya bicara membuat Kakashi merasa Shikamaru sudah menganggap Naruto sebagai Hokagenya, tanpa sadar atau tidak. Ini sungguh menjelaskan semuanya!

Kakashi menaikkan alis, "Dimana?" bukan jika, tapi sebuah bentuk kalimat kepastian.

"Kau tidak percaya dia mampu?" tantang Shikamaru sambil memamerkan giginya, "Aku percaya."

Kakashi menelan ludah. Bila sebelumnya mimpi Naruto menjadi Hokage tampak jauh dimata, tapi kini dengan dukungan seorang Nara, terlebih setelah menjadi saksi percakapan tadi, Kakashi tidak yakin lagi. Ia tidak mengerti apa yang sesungguhnya menjadi penyebab Naruto memperoleh kesetiaan macam ini dari seorang Nara—dan bila anggota tim 7 ini adalah buktinya—maka juga kepercayaan dari kepala klan Nara, sekaligus Komandan Jounin, Nara Shikaku.

Kakashi terbangun menjelang subuh. Ia duduk tanpa suara dan mengamati sekitarnya. Shikamaru dan Naruto tidak ada di tempat. Ia hampir melompat saat menyadari jika Shikamaru berdiri membelakanginya, memandang ke arah kolam mata air sambil menyesap teh—dari baunya tercium teh hijau. Ia tidak repot-repot bertanya bagaimana ia bisa membawa peralatan menyeduh teh, mengetahui Naruto punya segel penyimpanan. Pastinya ia juga membuatkan segel itu untuk temannya. Dipikir-pikir mungkin ia juga minta dibuatkan segel itu. Sekalipun ia tahu Fuinjutsu, tapi kemampuannya terbatas untuk pertarungan.

"Dimana Naruto?"

Shikamaru mengangguk ke arah kolam.

Benar juga. Dalam keremangan subuh, ia bisa melihat seluet seseorang yang sedang duduk meditasi di tengah danau. Kakashi mengamati tidak ada keterkejutan di mata Shikamaru, memberitahunya bahwa ini bukan pertamakalinya terjadi. Siapa sangka Naruto sudah punya kemampuan Chakra Control. Nah, ia seharusnya sudah tidak heran lagi.

Shikamaru tidak terlalu khawatir, karena teori gila apapun yang muncul dalam benak Kakashi soal kemampuan Naruto tidak akan segila kenyataan sebenarnya bahwa ia dan Naruto time travel ke masa lalu. Shikamaru menahan tawanya saat melihat ekspresi sensei.

Naruto yang tidak sadar menjadi bahan pembicaraan, bersila sambil mengatur napas. Teknik yang diperaktekkannya selama hampir satu dekade untuk mengendalikan Chakra Alam. Mata Naruto perlahan membuka dan retinanya yang semula berwarna biru kini menjadi magenta, percampuran merah dan biru. Berbeda dengan Sage Mode gunung Myoboku, Sage Mode-nya dengan Kurama memberinya pupil mata lurus seperti rubah. Tapi itu tidak berlangsung lama, dan seketika Naruto terhuyung ke depan saat mode itu lepas darinya. "Aku hampir mendapatkannya," bisiknya.

"Tidak perlu memaksakan diri. Tubuhmu butuh beradaptasi,"komentar Kurama.

Naruto mengangguk dan sekali lagi mengatur posisinya untuk bermeditasi.

Di pinggir kolam itu, Kakashi berdiri mengamati. "Apa dia sering melakukan itu?"

"Hm.." Shikamaru mengerdikkan bahu, "Ia punya kebiasaaan bermeditasi tiap subuh. Bahkan jika tidak diingatkan, dia bisa melewatkan sarapan."

"Bagaimana dia melakukannya?" sahut Sasuke yang tiba-tiba sudah berada diantara mereka. Mungkin terbangun karena mendengar mereka mengobrol. "Dia duduk di atas air tanpa tenggelam."

Shikamaru menelengkkan kepala dengan malas, "Pengendalian Chakra, tak jauh berbeda seperti Chakra untuk berlari yang sudah Naruto jelaskan padamu kemarin."

Sasuke bergerak maju, tapi Kakashi lebih dulu menahannya, "Sebelum kau menceburkan dirimu kesana, kau lebih dulu perlu belajar naik ke atas pohon—" Sasuke menyerukan protes, "Tanpa bantuan tangan," pada Shikamaru, Kakashi berkata, "Kau bisa memberikan contohnya, Shikamaru-kun."

Sambil masih menyesap tehnya, ia bergerak melangkah dengan mudahnya ke atas pohon. Mengendalikan isi cangkirnya agar airnya tidak jatuh. "Aku tidak pernah tahu kau punya Mizu Seishitsu Henka (Water Chakra nature)," komentar Kakashi dari bawah.

Shikamaru hanya mengerdikkan bahu sambil menyesap tehnya, tampak tidak peduli.

...

Memasuki wilayah Wave, makin banyak mereka menemukan kanal-kanal kecil yang menghubungkan wilayah penduduk dengan sungai-sungai yang tersebar di Land of Wave. Kanal-kanal itu hanya dijembatani batang-batang kayu sederhana yang menunjukkan begitu sedikitnya perhatian Daimyo negara ini pada area perbatasan.

Naruto mendongak ke arah kubangan air di depan mereka, bersamaan dengan Shikamaru yang bergerak mendekati sisi lain Tazuna. Ia melirik Naruto dan mengangguk. Naruto melirik Kakashi; pria itu tidak menunjukkan ekspresi apapun. Tapi saat mata mereka bersirobok, Naruto menepuk pahanya dua kali, memberikan isyarat ANBU. Sasuke yang tidak mengerti kode isyarat itu, tetap bisa merasakan ada sesuatu yang salah dan bergerak waspada di depan Tazuna, mengurung pria itu di dalam lingkaran.

Baru beberapa langkah mereka melewati kubangan itu, rantai besi melesat keluar darinya. Dalam hitungan detik, Naruto bisa merasakan pergerakan cakra yang berbeda saat Kakashi-sensei melakukan Kawarimi dan meninggalkan klon-nya untuk diikat oleh rantai besi milik Demon Brothers.

"Kakashi-Sensei!" seru Sasuke dengan wajah pucat saat melihat tubuh senseinya hancur.

Kedua nukenin itu melompat seketika menyerang yang mereka anggap paling lemah dalam rombongan, Naruto mencabut Kunei-nya dan menahan serangan itu dengan Taijutsu, bersamaan dengan itu juga memberikan kesempatan pada Sasuke untuk melemparkan Kunai guna mengunci rantai itu. Shikamaru dengan sigap menguncinya dengan bayangan, dan Naruto menusukkan Senbon beracun ke leher nukenin kembar tersebut. Seketika membuat keduanya lumpuh dan terjatuh tak berdaya. Hanya ada keheningan diantara mereka.

"Siapa yang bilang misi rank C tidak ada pertarungan?" komentar Naruto sambil mendengus.

"Aku pernah dengar soal kutukan misi rank C pertama, tapi siapa sangka itu nyata. Ne, Kakashi-sensei?" kata Shikamaru sambil mendongak ke cabang pohon.

"Yo!" sapa pria itu tiba-tiba disamping Sasuke.

"Kakashi-sensei! Kau masih hidup!" seru Sasuke.

"Tentu saja, dia Jounin," sahut Naruto. Lalu ia mengeluarkan dan membuka dengan ahli gulungan segel untuk menyimpan kedua tubuh nukenin itu. "Ne, Kakashi-sensei. Apa kita bisa membawa mereka ke Kiri untuk mendapatkan bayarannya?"

Kakashi mengerjap, "Kau tahu siapa mereka."

"Yeah, Demon Brother. Ex-Chuunin Kirigakure yang kini jadi pembunuh bayaran. Sebelum kita berangkat aku sudah menghapal isi bingo books," Naruto melirik Tazuna, "Yang aneh sekali, bukan? Kenapa nukenin dibayar untuk seorang pembangun jembatan biasa."

Pria itu memucat.

"Ma... benar juga, ya." Kata Kakashi riang, sebelum wajahnya berubah 180°. "Ada yang ingin kau jelaskan pada kami, Tazuna-san?"

"A—apa maksudmu?"

"Isi dari permintaanmu hanya melindungi dari geng pencuri. Kalau begini, ini termasuk misi rank B atau lebih. Permintaan itu seharusnya hanya melindungimu sampai kau menyelesaikan pembangunan jembatan. Kalau lawan kita adalah ninja, misi ini sudah pasti dikelompokkan menjadi misi tingkat B atau lebih yang bayarannya jelas lebih mahal. Tampaknya ada beberapa alasan dibalik semua ini, tapi bila kau berbohong ketika menyampaikan permintaan, ini artinya kami sudah bertindak di luar misi."

Tazuna hanya bisa menunduk diam, wajahnya tersembunyi dibalik topi lebarnya.

"Ma~ kita bisa kembali saja," sahut Naruto. "Tapi sensei, bukankah itu akan merugikan Konoha?"

Kakashi menaikkan alis, "Apa maksudmu?"

"Bila Tazuna-san adalah orang yang dibayar untuk membangun jembatan yang akan menghubungkan antara Land of Wave dan Land of Fire, ia adalah orang penting yang akan menjadi cikal bakal berkembangnya ekonomi di Konoha. Jembatan itu akan jadi alat vital dalam perdangan dan hubungan diplomasi." Kakashi berusaha keras menelan rasa terkejut dengan pengetahuan politik itu. Sungguhkah Naruto hanya berumur 12 tahun?! Tidak menyadari dilema Kakashi, Naruto berkata dengan ekspresi penuh perenungan, gesturnya membuatnya seperti seorang pakar diplomasi yang sedang berada di meja perundingan, alih-alih hutan belantara, "Kemungkinan alasan Tazuna-san diburu oleh Nukenin adalah karena ada pihak yang dirugikan dengan pembangunan jembatan."

Sakamaru menyahut, "Aku dengar masyarakat di Land of Wave jatuh dalam kemiskinan. Mungkin itu yang membuat Tazuna-san berbohong, karena dia tidak punya uang untuk membiayai misi pada tinggat B atau lebih."

"Hm..." Kakashi menelengkan kepala, "Apa itu benar, Tazuna-san?"

Tersudut dan tak punya pilihan lain, akhirnya pria itu menjelaskan semuanya. Alasan dan siapa dalang dari semua itu. Kakashi memperhatikan bahwa tidak ada tanda terkejut atau rasa penasaran pada dua orang Genin-nya, seolah mereka tahu sejak awal, siapa Gato itu.

Kakashi yang merasa mampu mengatasi misi ini walau pun hanya disertai rekan tiga orang Genin akhirnya memutuskan untuk lanjut. Lagi pula, ia percaya kemampuan tiga genin-nya yang tidak biasa. Mungkin diatas kertas yang tampak berbakat hanya Sasuke, tapi semenjak ia melatih sendiri ketiganya, Kakashi sadar bahwa Naruto dan Shikamaru juga berada diatas rata-rata genin yang baru lulus. Bahkan mungkin di level yang melebihi Sasuke.

Sejak saat itu pula, Tazuna tidak pernah bersikap meremehkan pada mereka. Mungkin karena ia telah melihat dengan mata kepala sendiri aksi ninja, bahkan bila ninja itu masih anak-anak. Berbeda pula dengan sebelumnya yang suasana masih seperti jalan-jalan, kini tim 7 tampak lebih serius. Pada pinggir sungai besar yang mengalir ke laut tempat Uzushio dulunya pernah berdiri, sebuah perahu sudah menunggu mereka. Pria yang bertugas mengendalikannya, mengangguk dan memberi isyarat pada mereka untuk bergegas. Tampak jelas sepenting apa Tazuna untuk orang-orang ini.

Begitu mereka menyusuri jembatan yang baru terbangun separuh, pria yang bertugas mengendalikan perahu mematikan mesinnya dan menggantinya dengan dayung. Perlahan mereka bergerak diantara kabut tebal sambil berharap tak ada yang menemukan mereka. Ketegangan sedikit demi sedikit memudar begitu mereka melewati lorong panjang yang membawa mereka pada pemukiman penduduk berupa rumah-rumah apung tradisional. Tidak tampak kemewahan atau dekorasi megah diantara mereka. Bahkan bangunan itu penuh kayu-kayu lapuk yang bisa sewaktu-waktu hancur terkena air bah. Disekitarnya tumbuh pohon-pohon Mertapal yang akar-akarnya turun ke dasar sungai.

Mereka melanjutkan perjalanan menyusuri hutan untuk mencapai rumah Tazuna. Berbeda dengan sebelumnya, Naruto sudah siap saat Zabuza menyerang. Mengabaikan kelinci salju, ia melemparkan Kunai ke arah pohon tempat Zabuza bersembunyi. Sebagai balasannya, sebuah pedang raksasa melesat dan meluncur ke arah mereka. Pedang itu menancap horisontal di pohon dan seorang pria melompat berdiri diatasnya.

Naruto diam-diam tersenyum saat mendengar Zabuza melakukan prolog antagonisnya seperti sebelumnya. Selama itu, para klon-nya menyebarkan segel jebakan. Perlahan kabut menebal disekitar mereka, sementara itu ketiga Genin mengelilingi Tazuna. Saat Zabuza melompat ke atas air danau, Naruto mengaktifkan segelnya. Di keempat penjuru mata angin, segel yang dibawa oleh klon-nya menyala, dan seketika gerakan Zabuza terkunci sebelum ia sempat mengaktifkan Ninpou: Kirigakure no Jutsu.

Tiba-tiba Hawa Membunuh yang sangat tajam dan berat menguar dari pria itu, membuat Tazuna jatuh dengan keras ke tanah dan Sasuke berhenti bergerak. Tapi untuk Naruto dan Shikamaru yang pernah merasakan Hawa Membunuh yang jauh lebih kuat dari ini, menganggapnya bukan apa-apa.

"Sekarang, Kakashi-sensei!"

Belum selesai Naruto bicara, pria itu sudah bergerak. Melepas penutup matanya dan mengaktifkan Sharingan. Membuat Sasuke terkejut melihat sensei-nya memiliki mata yang seharusnya hanya diwariskan pada mereka yang berdarah Uchiha. Seketika Kakashi menguncinya dalam Genjutsu, melemparkannya ke dalam pusaran air dan membuatnya kehabisan napas. Nukenin itu terlempar jatuh menabrak pohon. Tapi sebelum mereka bisa berbuat lebih jauh, dua buah Senbon melesat tepat ke leher Zabuza.

"Haku," bisik Naruto sambil menyembunyikan senyum.

Remaja itu berdiri di batang pohon tinggi dengan topeng dan pakaian khas Oinin Butai (Hunter-nin) dari Kirigakure. Ia membiarkan Kakashi memeriksa nadi Zabuza, percaya jika pria itu tak kan menemukan detak jantungnya. Malah ia merunduk memberi hormat seraya mengucapkan terima kasih. Naruto tahu benar akal bulus Haku, tapi ia dengan sengaja membiarkannya. Naruto punya rencana tersendiri untuk mereka dan itu tidak melibatkan kematian Haku. Zabuza dan Haku bukanlah pelaku antagonis sebenarnya. Mereka hanya dibayar oleh Gato dan berakhir dihianati olehnya. Zabuza sendiri punya niat positif menggunakan uang bayaran itu untuk menjalankan revolusi di Kirigakure, membebaskan mereka yang tertindas karena tindakan Kage mereka yang semena-mena. Bila Naruto memerankan perannya dengan tepat, maka tidak hanya ia menghindarkan kedua ninja itu dari kematian, tapi juga mempercepat revolusi di Kiri.

Setelah Haku membawa Zabuza pergi, Naruto berkomentar, "Ne, bukankah Hunter-nin dari Kiri biasanya menghancurkan tubuh sasarannya di tempat?"

Mata Kakashi melebar, lalu ia menghela napas, "Ma~ tampaknya aku harus bertarung lagi dengannya..."

"A—apa maksudnya?" bisik Sasuke.

Shikamaru menyahut dengan nada malas, "Maksud Sensei, dia masih hidup. Itu tadi ninja yang menyamar, bukan sungguh-sungguh Hunter-nin."

"Ma..." Kakashi menghela napas lagi.

Naruto tertawa, "Ini jelas misi rank A, sensei!"

"Menyebalkan."