Hetalia © Hidekazu Himaruya. Penulis tidak mengambil keuntungan finansial apapun dari karya transformatif ini.
.
.
Natalya masih mengikuti lirik lagu itu meskipun ia sedang memamah roti yang dicelupkan ke dalam cokelat panas. Ia mengetukkan jempol jari kakinya pada lantai, menghitung nada disertai anggukan kepala.
Namun, di saat pikirannya sudah sangat menikmati, tiba-tiba saja musik itu berhenti.
"Kenapa dimatikan?" protes Natalya kepada Alfred yang sedang memegang cangkir di ambang pintu dapur.
"Tidak perlu melotot seperti itu juga, Nat." Alfred terkekeh dan ia kembali menyalakan musik di ponselnya yang disambungkan melalui bluetooth speaker. Alunan musik terdengar menyenandung.
Natalya mendengkus kesal. "Oh, jangan bilang kalau ini hanya leluconmu. Ini masih pagi sekali, Al."
Bukannya membela diri, Alfred malah mengangkat cangkir besar yang dibawanya. "Mau kopi?"
"Americano?"
"Sebenarnya ini cappuccino."
"Boleh juga."
Natalya membiarkan Alfred meletakkan cangkirnya di atas meja, tepat di sebelah mangkok kecil berisi cokelat panas yang masih mengepul. Natalya adalah penggemar berat kopi, sehingga seharusnya ia menyadari sejak awal jika Alfred hanya ingin mengerjainya dan seharusnya Natalya juga tahu jika Alfred akan menggunakan kelemahannya untuk membujuk. Tapi pada akhirnya begitulah, Natalya hanya bisa pasrah. Suaminya itu kerap membuatnya gemas dengan tingkah konyolnya.
Natalya mendengar Alfred menyeruput kopinya dan menaruhnya kembali di meja. Kedipan mata Alfred jika disuarakan sudah seperti ajakan, "Minumlah, Nat."
Natalya mengangguk, masih memecah roti dan mencelupkannya ke dalam cokelat. Rasa manis hangat melumeri lidahnya. Ditambah lagu berlatar musik piano, rasanya semakin lengkap saja.
Ini memang masih pagi, tapi pagi kali ini lain. Mereka berdua tidak melakukan ritual saling mengecup sebagaimana kebiasaan yang dibangun sejak mereka menikah satu bulan yang lalu. Akan tetapi, pagi ini mereka hanya bercengkerama sambil mendengarkan musik dan sarapan dengan menu seadanya. Menurut pendapat Natalya, inilah yang disebut dengan grow up. Alfred selalu tertawa setiap kali mendengar istilah yang dianggapnya lucu tersebut.
"Kau seharusnya mandi, Al. Sebentar lagi kau harus berangkat ke kantor, kan? Tidak baik bagi pegawai senior terlambat hanya karena ingin menghabiskan waktu bersama istri tercinta." Natalya tersenyum nakal.
"Yeah, aku memang ingin menghabiskan waktu bersama istri tercintaku. Ada yang salah?"
Kemudian, Alfred menarik Natalya mendekat. Hidung mereka hampir bersentuhan. Seketika, musik yang berputar, cokelat panas, cappuccino, bahkan dapur yang mereka tempati menjadi terlupakan.
Bagaimanapun juga, ritual tetaplah ritual. Kebiasaan tetaplah kebiasaan. Pada detik yang tidak tertahankan, Alfred mendaratkan kecupan pada bibir Natalya. Kini dunia seolah hanya milik mereka berdua.
Untuk yang satu ini, mana mungkin Natalnya bisa menolak?[]
.
.
{end}
