Deadly Monarch

Disclaimer: Naruto and DxD not mine

Warning: AU, AR, OOC, Typo(s), and many more…

Rate: M

.

GearPhantom97


Dinginnya cuaca tidaklah sedingin suasana hati Naruto saat ini, rasanya ia ingin sekali menghancurkan segalanya ada di depan matanya—merobek, menebas, memukul, lalu membakarnya. Semua pikiran kejam itu terus berputar, seakan-akan mencoba memberitahukan kepada dirinya bahwa kata-kata itu terlalu penuh di pikirannya.

Tuhan ketika bercanda memang selalu berlebihan, dan Naruto tahu itu. Dia adalah manusia biasa yang secara kebetulan mendapatkan sedikit dari karunia-Nya, atau lebih tepatnya bisa ia panggil sebagai murka-Nya?!

Tuhan dengan kuasa-Nya atas segala misteri yang membentuk dunia ini memberikannya sebuah kekuatan Sistem. Kekuatan yang membuatnya berbeda dari yang lain. Kekuatan melegenda yang ia yakini sebagai manifestasi barang langka yang tidak akan pernah di temukan oleh siapa pun.

Kekuatan yang bisa membuatnya berdiri di puncak, tentunya.

Lalu, bisakah dia—Naruto, menamai ini sebagai karunia dari-Nya?

Jika memang ini sebuah karunia dari-Nya, kenapa juga sistem selalu membuatnya menderita? Sudah sewajarnya sistem tercipta dengan program membantu penggunanya bukan? Sudah sewajarnya sistem berlaku demikian!

Lalu kenapa? Ia yang ingin melampiaskan segala rasa sakitnya akibat ulah sistem, namun harus tertahan juga oleh karenanya! Apakah keberadaannya dianggap sebagai badut yang meriahkan suasana teater? Atau sebagai pelawak kondang dengan lelucon terbaiknya?!

Ini, sudah keterlaluan. Mau bagaimana pun juga, takdir yang ia alami sebagai sang pemegang anomali sungguh sangat keterlaluan!

"Tahan senjatamu, SilverAsh!" seru Baruka kepada salah satu pengawalnya yang bernama SilverAsh.

"Tuan?!"

"Dia bukanlah orang yang bisa kita lawan dengan mudah, dia berada pada level yang berbeda dengan kita, walau pun kalian tidak bisa merasakan aura mencekam seperti tadi…" Baruka turun dari kudanya.

"Tapi dari tatapan matanya sudah bisa membuatku mengerti, bahwa batasan dari kekuatannya sungguh tidak bisa diukur dengan akal sehat, dia berada jauh tinggi dari seluruh kekuatan kita," lalu melangkah maju dan menundukkan satu kakinya di hadapan Naruto. Perilaku yang dilakukan oleh tuan mereka—Baruka, tak ayal membuat para pengawalnya terkejut bukan main.

"Baruka-sama!"

"Ini demi kebaikan dan keselamatan kita, kalian semua cepatlah menunduk kepadanya!" satu perintah mulai menggerakkan sepuluh kaki untuk jatuh menumpu pada salju dingin yang menyelimuti tanahnya. Mata Baruka berair, sedikit menahan getaran rasa takut akibat melihat sendiri tatapan pemuda asing di depannya yang begitu hebat terpancar menusuk kepadanya.

"Maaf atas kelancangan kami, apakah Anda berkenan memaafkan atas segala ketidaksopanan pengawalku juga dengan diriku ini?" Naruto terdiam, ia tidak tahu lagi harus berbuat apa ketika segala amarahnya mulai berangsur menghilang tatkala melihat pemandangan yang ada di depannya.

Ia bingung, sekaligus kesal.

Bingung karena mereka menghormatinya, dan kesal karena dia sendiri tidak bisa meluapkan amarahnya karena ulah sistem dan juga perlakuan yang mereka lakukan kepada dirinya.

"Mengejutkan, ini sedikit mengubah sudut pandangku kepada kalian," Baruka meneguk ludahnya kasar.

"Melihat kalian yang bersimpuh meminta ampunanku sungguh lucu sekali, apakah kalian pikir aku ini Tuhan yang layak untuk kalian puja?"

"Bukan seperti itu, kami hanya ingin menghormati Anda saja yang memiliki kuasa di atas kepala kami!" seluruh pengawal Baruka mengeratkan pegangannya pada senjata mereka masing-masing ketika mendengar itu.

Mereka sungguh tidak menyangkanya, kalau tuan mereka yang dikenal angkuh dan begitu menjunjung tinggi kekuatannya malah harus meringkuk memohon ampun dari seorang pemuda yang bahkan tidak diketahui pasti asal-usulnya.

"Memiliki kuasa? Aku tidak mengerti dengan yang kau omongkan itu,"

"Anda mengerti dengan bahasa yang aku gunakan,"

"Lalu?" Naruto melangkah maju.

"Itu adalah sebuah kuasa tersendiri yang mana tidak dimiliki oleh makhluk yang ada di dunia ini,"

"Jadi kau menghormatiku karena aku tahu dengan bahasa yang kau gunakan?"

"Ha'i," Naruto tertawa mendengar itu.

"Hahaha, alasan yang sangat lucu untuk menghormatiku hingga menyuruh seluruh pengawalmu untuk menunduk ke arahku,"

"Bukan hanya itu saja," Baruka meneguk ludahnya lagi tatkala tubuh Naruto berhenti tepat di depan tubuhnya.

"Lalu apa?"

"Kekuatan Anda,"

"Kekuatanku? Yang mana? Aku tidak memiliki kekuatan yang kau maksudkan,"

"Anda boleh menipu seluruh insting pengawalku, tapi Anda tidak bisa menipu instingku ini, selain itu… aku merasakan kesedihan mendalam dari diri Anda saat ini, aku tidak bisa untuk mengatakannya kenapa tapi yang jelas aku sendiri turut berduka cita atas kejadian yang Anda rasakan," Naruto tersentak, ia memandang elf berkulit biru di depannya dengan pandangannya yang mulai melunak.

"Boleh aku bertanya sesuatu kepadamu?"

"Silakan saja," Naruto berjalan, lalu memutari tubuh Baruka yang tertunduk hormat kepadanya.

"Kenapa kau bisa sepeka itu menebak perasaanku, bahkan di saat pengawalmu tidak bisa merasakannya,"

"Aku diberkahi mata batin, menembus seluruh perasaan dan memahami ilmu pengetahuan. Aku adalah orang yang terlahir atas hubungan gelap manusia dengan seorang mosnter, maka akan sangat mungkin kalau aku memiliki kekuatan ini."

"Begitu kah?"

"Ya, seperti itulah." Naruto menghentikan jalannya, ia kembali berdiri tepat di depan Baruka lagi. Setelah menimang-nimang segala pemikirannya yang kembali menghangat dengan sendirinya, ia mulai menghadap ke arah Baruka dengan sikap tenangnya.

Dan dengan perlahan ia majukan wajahnya ke samping wajah Baruka lalu berbisik,

"Aku berubah pikiran," seketika itu juga tubuh Baruka terpental ke belakang karena tendangan yang dilakukan oleh Naruto. Padahal tendangan itu tidaklah terlalu memakai tenaga penuhnya, ia hanya iseng saja menendang dan ternyata efeknya bisa separah itu.

Naruto tersenyum menyeringai. Hal ini membuatnya memikirkan sesuatu bahwa meskipun Greed terkunci, ia masihlah memiliki kekuatan ototnya yang selama ini selalu ia latih setiap hari.

"Baruka-sama!" seluruh pengawal yang tadinya bersimpuh menunduk kini mulai berdiri dan melindungi tuan mereka yang jatuh terlentang.

"Aku sudah mengatakannya di awal tadi," Baruka mengusap sudut bibirnya yang mengeluarkan darah, lalu mulai berdiri kembali menghadap ke arah Naruto.

"Aku adalah Shinigami, sosok yang berpegang teguh dengan pekerjaannya untuk mencabut nyawa seseorang! Entah orang itu sedang sehat, sakit, senang mau pun sedih, aku akan terus maju dan mencabut nyawanya," Naruto menancapkan pedang hitam Greed pada tanah.

"Dengan segala hormat, aku menghargai seluruh tindak-tandukmu kepadaku, tapi kau harus tahu bahwa Shinigami itu tidak akan bisa disuap oleh apapun!" Baruka sekali lagi menyuruh para anak buahnya untuk berdiam saja dan membiarkan pemuda bernama Naruto di depannya berjalan pelan ke arahnya.

"Aku akan mencabut nyawa kalian semua, dan kalian tidak akan bisa menolaknya!" Silverash langsung saja maju mengacungkan senjatanya.

"Berhenti!" serunya kepada Naruto.

"Kau menyuruh seorang Shinigami untuk berhenti melakukan pekerjaannya? Lancang sekali, memangnya kau itu siapa?!"

"SilverAsh! Hentikan, dia bukan lawan yang bisa kau atasi!" seru Baruka memperingati pengawal pribadinya itu agar tidak melakukan suatu tindakan yang membahayakan mereka semua.

"Aku tidak bisa diam saja!" temperamen SilverAsh mulai pecah.

"Elf itu bilang, namamu SilverAsh bukan?"

"Ya, itu adalah nama tempurku," jawab SilverAsh dengan nada dinginnya.

"Itu berarti kau memiliki nama lain, nama aslimu?"

"Oya~ ada apa ini?! Bukankah seorang Shinigami seharusnya mengetahui siapa nama yang akan dicabut nyawanya bukan? Lalu fakta apa yang baru saja aku dapatkan kali ini, kau sendiri seperti badut yang memohon menjadi sosok besar seperti-Nya! Ah, tunggu sebentar, biarkan aku mengorek telingaku sejenak, ah iya aku lupa…" SilverAsh menyunggingkan senyuman simpulnya yang tipis.

"Permohonanmu, didengar oleh orang tuli."

"Fufufufu~ khehehehe, muahahahaha!" alih-alih mendapatkan respon yang kesal dari pemuda di depannya, SilverAsh malah dikejutkan dengan sebuah tawaan dari Naruto yang menggegelar tanpa rasa malu.

"Apa ada yang lucu?!" masih dengan sisa tertawaannya, Naruto mulai memutar jalannya dan kembali mengambil Greed yang tertancap tak jauh dari dirinya berdiri.

Puas dengan menyarungkan kembali Greed pada penyimpanannya, ia mulai memerhatikan SilverAsh dengan pandangan menariknya.

"Menarik, kau memang sangat menarik!" SilverAsh terdiam.

"Kalau begitu, karena kau begitu menarik perhatianku. Maka aku akan menghukummu untuk hidup, tentu juga dengan kalian semua yang ada di sini." ujarnya disertai sebuah senyuman hangat. Lagi pula sistem telah terkunci, dengan kata lain seluruh kekuatannya pasti sudah terkunci. Akan sangat berbahaya kalau dia membuat keributan dan musuh baru di saat keadaanya yang sangat rentan ini.

Kesedihannya atas kehilangan sosok Sara memang tak bisa ia hiraukan, namun ia harus berpikir rasional lagi dengan mempertimbangkan dirinya sendiri yang mana sudah kehilangan seluruh kekuatannya akibat sistem yang memulai maintenance tanpa ia duga sama sekali.

Ini seperti judi, Naruto tidak akan ragu lagi untuk memasang taruhannya dan membiarkan dadu takdir berguling dengan sendirinya.

"Hah~ hampir saja aku membunuh pengawalku kalau dia tidak bertindak sesuai dengan sikapnya sendiri," ucap Baruka sembari menjitak kepala SilverAsh dengan gemas, empunya hanya bisa meringis sebal.

"Kau sudah menebak dia akan melakukan ini?" tanya Naruto dengan senyuman tipisnya.

"Ya, dia memang selalu melakukan tindakan yang di luar ekpetasiku, bagaimana? Dia menarik bukan?"

"Ya, dia cukup menarik. Dengan ini, aku sudah puas mengetes kalian," dengan segala hormatnya, Baruka kembali menundukkan badannya kembali disertai tangannya yang menarik jubah berbulu SilverAsh dan menariknya untuk menunduk bersama dengannya.

"Terimakasih Naruto-sama,"

"Ah ya, satu lagi, kau tidak boleh formal kepadaku,"

"Tapi kalau—"

"Turuti saja, aku tidak ingin ada batas yang menghalangi kita untuk bercengkerama," Baruka menatap wajah Naruto.

"Apapun alasanmu, saya sendiri sungguh berterima kasih kepadamu wahai Manusia. Jarang sekali kami para Monster Hyakki atau pun Demi-Human mendapatkan belas kasih dari manusia sepertimu." seru Baruka sambil menundukkan pandangannya lagi.

"Tidak apa-apa, sudah sepantasnya kau untuk tetap hidup, dan bukankah kau mempunyai sebuah keluarga untuk dinafkahi? Benarkan?" entah kenapa kalimat itu keluar begitu saja dari mulut Naruto, untuk saat ini dia akan mengikuti alur waktu yang tidak dapat dia duga-duga, walaupun itu harus dengan sandiwaranya—layaknya skeleton OP di anime favoritnya.

"Ma-manusia! Anda sungguh baik sekali! Kenapa bisa manusia sebaik Anda berada di hutan es hantu seperti ini," perkataan Baruka itu yang mengatakan hutan es hantu membuat bulu kuduk Naruto seketika berdiri.

Hal ini perlu diingat, seberapa kuat pun dirinya saat ini, entah bagaimana untuk mendeskripsikannya bahwa ia adalah seorang manusia yang memiliki phobia sendiri terhadap sosok tak kasat mata seperti hantu.

"Begitu ya, aku juga bingung dengan keadaanku ini,"

"Jangan katakan padaku, bahwa Anda diculik dan dibuang di sini! Apakah benar seperti itu?" Naruto tersadar dari pandangan kosongnya dan berusaha merangkai kalimat yang pas untuk menjawab perkataan elf di depannya.

"Entahlah, aku sendiri juga bingung. Ketika sadar aku sudah berada di sini, mungkin saja benar. Aku diculik dan dibuang di sini." Baruka memukul tanah yang menjadi pijakannya.

"Kenapa harus manusia yang baik menjadi korbannya! Saya sendiri sebagai monster merasa menyesal ketika membunuh manusia yang ada di hutan ini, sungguh saya sendiri sangat menyesalinya," Baruka kemudian berdiri dari posisinya menunduk.

"Namun seperti perkataan Anda tadi wahai manusia, kami memiliki keluarga yang harus dinafkahi dan daging kalian adalah makanan yang pas untuk keluarga kami, maaf kalau ini terlalu brutal, akan tetapi kami tidak bisa membunuh monster beruang atau pun yeti yang menjadi kawanan kami di sini, terlebih lagi rusa dan lain sebagainya telah diburu oleh manusia, hal ini membuat kami mengambil jalan itu." Naruto diam mendengarkan.

"Kami juga mahluk hidup dan butuh makanan, waktu itu kami mencoba untuk berbicara kepada manusia untuk berbagi makananya, namun kondisi mereka yang tidak mengerti bahasaku membuat kami harus bertempur melawan mereka yang salah paham akan bahasa kami." Naruto menyipitkan matanya ketika mendengar itu, mereka—para manusia tidak bisa memahami bahasa Monster? Lalu kenapa dia bisa memahami bahasa mereka saat ini! Tapi tunggu sebentar, bukankah monster yang ada di dungeon Rank-A waktu itu bisa berbicara dan dimengerti olehnya bukan?

Tunggu, biarkan dia mengoreksi beberapa ingatannya. Apakah benar waktu itu Vali dan gerombolannya mendengarkan monster Chimera yang berbicara mengumpat kala itu?—(chapter 6 waktu Vali dan Azazel melawan Chimera)

'Mereka… tidak meresponnya?!'

Vali dan si pengkhianat itu tidak merespon, mereka berdua yang paling dekat dengan monster Chimera waktu itu tidak merespon umpatan monster itu! Apa itu berarti hanya dirinya saja yang mengetahui bahwa monster itu bisa berbicara?!

"Dan engkaulah manusia pertama yang memahami bahasaku, bahasa ras kami, Monster. Sudah ribuan tahun ras kami hidup, dan tidak ada satu pun yang mengerti bahasa kami, mungkin sang takdir menunjuk engkau untuk menuntun para monster agar lebih baik lagi." Naruto tersentak, sang takdir... menunjuk dirinya, sebagai penentu mereka? Seketika ia langsung teringat dengan sistem.

"Kau terlalu berlebihan, mungkin ada manusia lainnya yang bisa memahami bahasa ras kalian,"

"Tidak, tidak ada satu pun! Bahkan Hunter terkuat dengan kekuatan besarnya tidak bisa memahami bahasa kami. Engkaulah orangnya, maukah engkau ikut denganku menuju kampung rasku?"

"Tapi, apakah aku akan baik-baik saja ketika ke sana? Lagi pula mereka pasti akan memangsaku bukan?" Baruka menatap wajah Naruto dengan ekspresi wajahnya yang mengatakan ketenangan.

"Anda tidak perlu merisaukan itu, karena mereka tidak akan memangsa Anda sementara sang pemimpin sedang berdiri dan akrab di sampingnya."

"Ah! Jangan bilang kalau kau pemimpin rasmu sendiri," dan dibalas sebuah senyuman yang tampak mengerikan bagi Naruto, padahal senyuman itu adalah senyuman tulus dari seekor monster yang memiliki mulut seperti manusia.

Hah~ biarlah ini berjalan sesuai dengan apa yang akan terjadi nanti. Setidaknya, sampai sistem kembali berjalan, maka dirinya bisa mengorek lebih banyak informasi tanpa takut ia yang akan terbunuh.


"Mus-mustahil! Ada manusia yang bisa memahami bahasa kami!" perkataan itu sudah berulang kali disebutkan ketika Naruto membalas obrolan pemimpin mereka yang sekarang ini sedang berdiri di sampingnya.

Dan di sinilah dia berada, dengan dikelilingi berbagai monster yang mempunyai ras sama dengan Baruka juga dengan perumahan pohon yang ada disekitarnya menjadi pemandangan baru untuk Naruto.

"Dengarkan aku sekali lagi! Manusia ini adalah utusan sang takdir untuk membimbing kita! Jadi itulah kenapa dia bisa memahami bahasa kita dan berhasil mengalahkanku tanpa luka sedikit pun!" Naruto mengangguk paham, setelah berbasa-basi dengan Baruka, sedikitnya ia mafhum dengan pemikiran para monster yang akan menganggapnya ada kalau dirinya bisa menyeimbangkan kekuatannya dengan mereka.

Maka dari itu, keputusan Baruka yang mengatakan kebohongan telah mengalahkannya adalah sesuatu yang sangat relevan di kondisinya saat ini.

"Mustahil! Tidak mungkin itu terjadi! Bahkan Hunter Kerajaan saja kewalahan menghadapi Anda!"

"Sudah kubilang, dia adalah utusan takdir. Ketika aku diambang batas kematian dia justru menolongku dan mengerti kenapa aku melakukan kekerasan pada manusia sebagai bentuk untuk memenuhi kebutuhan! Dia adalah manusia ajaib kiriman takdir! Jadi puja manusia ini wahai teman seperjuanganku!"

"Hey! Itu sudah berlebihan Baruka,"

"Tidak Naruto-sama, Anda adalah manusia yang layak kami puja!" pemimpin para ras Ice Elf—Hyakki, yang digadang paling terkuat diantara mereka kini menunduk hormat kearah Naruto yang mana langsung disusul oleh ratusan dari mereka yang menunduk hormat kepada Naruto mengikuti pemimpin mereka.

"Saya dari ras Ice Elf, Hyakki! Pemimpin para Yeti, Nekoshou, dan Ice Bear! Siap melayani Anda sepenuh hati dengan para rakyatku! Kumohon, jangan sungkan terhadap kami," kenapa bisa jadi seperti ini.

"Naruto-sama!" dan dengan begitu, kehidupan di daratan es ini akan dimulai Naruto sebagai satu-satunya manusia yang mendapat derajat tinggi di antara para monster es.

"Kalian sungguh..." Naruto berjalan ke depan dan memegang kepala besar sang pemimpin, Baruka.

"Terlalu berlebihan."

"Naruto-sama, ini adalah rasa syukur kami karena bisa menemukan manusia yang mengerti bahasa kami. Kami harap Anda bisa membimbing kami ke depannya." Naruto tersenyum ketika mendengar perkataan Baruka.

Terakhir kali dia menjadi orang yang ditunjuk dipercayai seperti ini adalah saat dia menjadi pembawa acara untuk pernikahan mantannya, sungguh sangat menyakitkan untuk dikenang disaat dia merasa sesenang ini.

"Aku sendiri tidak bisa janji bisa membimbing kalian, sementara aku sendiri adalah ras yang terbuang dari sejenisku sendiri. Namun untuk ke depannya, aku akan berusaha untuk membuat hidup kalian makmur."

"Naruto-sama!"

"Maka dari itu Baruka, aku tidak bisa dengan mudah melakukan peranku untuk kalian. Untuk saat ini, izinkanlah aku hidup dengan kalian dan mengenal ras kalian lebih jauh lagi, apakah kalian merasa keberatan dengan itu?"

"Naruto-sama, justru itulah yang kami inginkan! Dengan senang hati, kami menerima Anda sebagai satu-satunya manusia yang hidup dikeluarga kami! Dan maafkan kami karena tempat tinggal ini sangatlah tidak pantas untuk manusia besar seperti Anda, Naruto-sama!" Naruto tersenyum lalu menggelengkan kepalanya sebagai tanda bahwa hal itu tidak perlu di pusingkan.

Baginya sendiri, akan lebih berharga bisa hidup sederhana dan merasa bahagia daripada hidup bergelimang harta dengan hati yang penuh derita. Mereka adalah monster yang baik, dan ia pun tentunya akan berbuat baik kepada mereka.

"Tempat ini sangatlah pantas untukku, terima kasih. Kuharap kalian semua menerimaku apa dayanya, dan tolong jangan istimewakan aku di antara kalian. Karena kita semua akan menjadi satu keluarga yang harus menopang satu sama lain."

"Naruto-sama..."

"Jadi aku mohon untuk ke depannya, bimbinglah aku juga." Naruto menunduk hormat, memperdalam dari arti yang sesungguhnya dari kata memohon yang ia katakan.

"Ti-tidak! Anda jangan menunduk—"

"Kita akan jadi keluarga, kalian tolonglah jangan terlalu sopan dan segan kepadamu. Aku sangat membenci hubungan yang kaku,"

"Tapi kami tidak bisa melakukan itu!"

"Maka dari itu lakukanlah, tunjukkan kepadaku kalau kalian benar-benar menghormatiku dan menuruti seluruh perkataanku," Baruka dan kawanannya tersentak, bibir mereka terkatup rapat dan hanya bisa memandang Naruto dalam diamnya.

"Dia benar," satu suara mulai menyadarkan mereka semua untuk kembali ke dunia nyata.

"Tidak seharusnya kita menghormatinya terlalu berlebihan, sudah seharusnya—"

"SilverAsh!" tangan Naruto terangkat satu demi mengisyaratkan kepada Baruka untuk diam sebentar. Kemudian dia memandang SilverAsh, mencoba memberinya wewenang untuk berbicara dengan melanjutkan perkataannya tadi yang sempat terpotong.

"Maafkan atas kelancangan saya Baruka-sama, akan tetapi saya sendiri tidak bisa untuk mempercayai manusia hidup berdampingan dengan kita,"

"Aku tahu, kau setidaknya harus berpikiran maju—"

"Maaf menyela, tetapi manusia tetaplah manusia, mereka adalah makhluk hina yang sudah merebut sumber kehidupan kami! Aku tidak bisa untuk berdiam diri saja kalau Baruka-sama masih bersikeras untuk memuja manusia ini," ujar SilverAsh sambil menunjuk Naruto dengan sorot matanya. Di lain sisi, Naruto hanya bisa diam saja dan menerima semua perkataan itu.

"Kenapa kau bisa sebenci itu dengan ras-ku?" sorot kebencian yang mendalam, hal itu membuat Naruto bertanya-tanya ada apa gerangan kenapa SilverAsh, sang pemuda berjenis ras Snow Leopard ini begitu membenci para manusia.

"Apa kau tidak tahu? Atau kau hanya pura-pura saja di hadapan kami?! Manusia, kau adalah alasan kenapa kami tinggal di hutan ini!" perkataan darinya sedikit membuat Naruto terkejut. Melihat itu, Baruka yang mengerti dengan arah pembicaraan SilverAsh mulai mengangkat suaranya kembali.

"SilverAsh!"

"Izinkan saya mengutarakan kebenaran yang Anda tutupi, Baruka-sama, ini memang sedikit merugikanku, juga diri Anda, tetapi kebenaran bahwa kaum demi-human seperti kita yang tertindas akibat ulah manusia tidaklah patut kita tutupi di hadapan manusia ini," tak ayal, perkataan dari SilverAsh yang satu ini berhasil membuat Naruto mulai mengeluarkan manik ketertarikannya.

"Tertindas?" Naruto mulai mempertanyakan sesuatu yang cukup menarik perhatiannya. Jika memang benar, maka setiap daratan juga kerajaan di benua ini memiliki permasalahan internal mereka sendiri-sendiri.

"Jangan pura-pura tidak mengetahuinya!" ia memang tidak pura-pura kali ini. Naruto benar-benar tidak tahu menahu permasalahan yang disinggung oleh SilverAsh.

"SilverAsh, kau terlalu banyak berbicara, tidak seperti dirimu saja," ujar salah satu dari kawanan Hyakki yang merasa terganggu dengan sikap SilverAsh yang menurutnya sangatlah tidak sopan.

"Apa katamu! Ini masalah yang akan menyangkut kehidupan kita untuk ke depannya! Aku berperilaku realis dibandingkan kalian yang dengan bodoh menerima manusia di depan kalian sendiri sebagai mahkluk yang layak di puja, apa kalian sudah menyerah dengan takdir kalian sendiri?! Bagaimana kalau ternyata dia adalah mata-mata dari kerajaan! Bagaimana kalau datangnya dia ke sini adalah untuk membunuh kita semua seperti apa yang sudah kalian saksikan sendiri oleh para politikus sialan di Kerajaan kala itu!" SilverAsh menghela nafasnya sejenak, sebelum ia untuk kembali lagi mengutarakan pemikirannya sendiri.

"Sekali lagi, apa kalian sudah menyerah dengan takdir kalian sendiri! Apakah karena kalian sudah terlalu lama bersembunyi dan kabur dari mereka membuat insting kalian melunak?! Sekarang, di hadapan kita ada manusia! Dia lah yang telah membunuh keluarga kita dan menjadikannya bu—"

"SILVERASH! Kau sudah berlebihan, Naruto-sama adalah utusan takdir yang sudah kita nantikan kehadirannya selama ratusan tahun ini,"

"Utusan takdir? Orang seperti dia? Menggelikan, ternyata kau masih saja mempercayai perkataan dari peramal yang hidup sejahtera di Kerajaan! Asalkan kau tahu saja Baruka-sama, sejujurnya aku sendiri tidak pernah mempercayai perkataannya kala itu, bagiku sendiri, perkataannya hanyalah sebuah bualan semata seperti dirinya sendiri yang pada akhirnya membual untuk terus bersama dengan kita!"

"Dia seorang peramal, dia pasti telah melihat sesuatu yang tidak seharusnya kita ketahui, seharusnya kau bisa berpikiran terbuka lagi dengan semua kejadian ini," balas Baruka yang tak kalah serunya dengan SilverAsh.

"Tidak, aku tidak akan pernah bisa menerimanya!" SilverAsh berdiri dari duduknya, menatap ke arah Baruka lalu bergulir ke arah Naruto dengan pandangan matanya yang setajam elang peliharaannya.

SilverAsh dalam hidupnya tidak akan pernah mempercayai manusia lagi, tidak akan pernah! Manusia adalah makhluk terkutuk yang membuat kedua orang tuanya meninggal, mereka adalah makhluk yang sama kejamnya dengan Iblis yang bersembunyi dibalik topeng yang mereka kenakan sendiri.

Manusia sama dengan Iblis! Mereka berdua tidak layak ada dan hidup di dunia ini.

"Naruto-sama, Baruka-sama, dan semuanya, mohon maafkan Kakakku ini,"

"Anya!" amarah SilverAsh mulai teralihkan pada satu suara lembut, yaitu adiknya sendiri, Naruto juga demikian, dia menatap kepada seorang gadis dengan pakaian tertutupnya yang berusaha menenangkan suasana tegang ini.

Dengan bunyi lonceng yang gemercing akibat gerakan tubuhnya, serta dengan ekor putih leopard dengan totol-totol hitamnya ia genggam ke depan, sosok yang dibalut pakaian serba putih dengan wajah cantiknya itu mulai kembali mengeluarkan suara lembutnya kembali.

"Dia akhir-akhir ini memang agak sedikit kurang enak badan, mungkin kepalanya agak sedikit pusing makanya Kakak tidak bisa menerima ini dengan pemikiran terbukanya,"

"Anya! Aku membesarkanmu bukan untuk melawanku!" berbeda dengan orang-orang yang mulai mengerti perkataan lembut yang diutarakan gadis itu, SilverAsh malah merasa marah dikarenakan adiknya sendiri tidak mendukung pemikirannya.

"Kak, aku takut… lebih baik menurut saja ya?"

"Anya, ini bukan saatnya kau merasa takut lagi! Apa kau ingin bernasib sama dengan—"

"SilverAsh-dono, kau memang memegang peran penting dalam kelompok ini, namun apa kau tidak berpikir bahwa saat ini kau sedikit angkuh dengan posisimu itu?" mata SilverAsh memicing tajam ke arah salah satu Ice Elf yang sedang mengomentari perilakunya.

"Sudah kubilang, aku melakukan ini untuk kebaikan kalian semua, jikalau kau masih berpikiran seperti itu, maka tidak ada manfaatnya julukan yang aku sandang sekarang ini, kalian hanya akan tertindas jika tidak ada satu pun yang berani mengutarakan sebuah kebenaran!"

"Kau terlalu sombong untuk ras yang hampir punah sepertimu,"

"Apa kau bilang!"

"Tolong hentikan, perilaku kalian yang tidak ada gunanya membuat Naruto-sama merasa terganggu." Geram melihat para bawahannya berselisih membuat Baruka mulai bersuara kembali—walaupun dia tahu bahwa suaranya bakal di hiraukan oleh salah satu pengawal keras kepalanya, SilverAsh.

"Tak apa-apa Baruka. Aku benar-benar menghargai apa yang dikatakan oleh pengawalmu,"

"Apa kau bercanda? Kau berusaha menjilatku!" seru SilverAsh tak terima mendapat sanjungan dari makhluk yang bergelar manusia.

"Akan sangat merepotkan kalau aku melakukan itu, lagi pula aku adalah seorang manusia biasa yang bahkan tidak tahu di mana aku sekarang ini terdampar, perkataanmu yang mengatakan tertindas dan lain sebagainya sangat tidak bisa aku mengerti dengan diriku yang bagaikan cangkang kosong,"

"Masih sempatnya berpura-pura ternyata,"

"Tidak, aku berkata dengan kebenaran yang mungkin saja aku tutupi demi kebaikanku sendiri, akan tetapi setelah aku mendengarmu mengutarakan hal itu, ini sedikit setidaknya membuat pikiranku terbuka untuk berterus terang kepada kalian mulai sekarang," jelas Naruto. Ini memang sedikit melenceng dari seluruh perkiraannya, namun ia tidak boleh untuk terus menerus menahan identitasnya di sini.

"Aku adalah Naruto, ummm… hanya itulah namaku, lahir dan dibesarkan di desa Konoha, sebuah desa terpencil yang ada di perbukitan Kerajaan Crimson. Aku sampai di sini pun tidak tahu bagaimana caranya, yang pasti ada sebuah lingkaran sihir yang menghantamku hingga pada akhirnya membuatku ada di sini," satu yang pasti, ia akan tetap menahan identitasnya sendiri sebagai sang makhluk dari dunia lain.

"Jadi…" SilverAsh menunggu.

"Jika kau menunjuk dirimu yang paling pintar dan berpikiran realis, maka dari perkataanku itu seharusnya kau bisa mengetahuinya bahwa aku bukanlah dari daratan ini bukan, Silverash."

"…"

"Kenapa diam saja? Apakah perkataanku tidak cukup meyakinkan bagimu?"

"Kau tadi sempat ragu memperkenalkan namamu, aku jadi semakin mencurigaimu," mata SilverAsh menyipit, memberikan sebuah intimidasi ringan kepada pemuda bernama Naruto yang sama sekali tidak merasa tertekan dengan sorotan matanya.

"Namaku Naruto, nama keluarga—Ukh!" Naruto meringis ketika merasakan denyutan rasa sakit yang menyerang isi kepalanya. Entah apa yang terjadi, tapi yang jelas ia tidak bisa untuk mengingat nama panjangnya.

'Tunggu! Nama keluargaku, kenapa bisa aku melupakannya, namaku Naruto… Naru… ukh!' Naruto mulai bingung setengah mampus, matanya membola beserta dengan rahangnya yang mulai turun beberapa centi. Cengkraman pada kepalanya kian mengerat seiring dengan dirinya sendiri mencoba mengingat siapa nama keluarganya.

Nihil, ia sendiri yang berusaha lebih dalam menyelam batas-batas ingatannya tidak bisa untuk menemukan siapa nama keluarganya.

Ada apa ini?!

"Hey, kau tidak apa-apa?" sedingin-dinginnya sikap yang SilverAsh keluarkan, ia masihlah memiliki rasa empati kepada makhluk lain yang dirasanya sedang merasakan rasa sakit.

Melihat dan menyaksikan sendiri pemuda berambut kuning setengah putih di depannya meringkuk kesakitan dengan memegang kepalanya membuat ia berinisiatif bertanya menanyakan kondisi pemuda tersebut. Lagi pula, akan sangat lucu kalau pemuda itu tiba-tiba saja mati akibat berdebat dengannya bukan?

Berbeda dengan SilverAsh, Baruka yang berada tepat di depan Naruto mulai menopang tubuh pemuda itu agar tidak jatuh menimpa tanah yang dingin.

"Naruto-sama! Apakah kau baik-baik saja?" Naruto mendecih, entah bagaimana ini bisa terjadi, yang jelas ia benar-benar kecewa dengan dirinya sendiri yang melupakan nama yang sudah diberikan oleh ibunya. Apakah ini terjadi karena seluruh pengkhianatan yang dilakukan sistem membuatnya melupakan nama panjangnya, atau memang ini murni ulah dari sistem itu sendiri yang sedang maintenance.

"Ya, aku baik-baik saja, terimakasih Baruka," mengesampingkan keanehan ini, Naruto memutuskan dirinya sendiri untuk tidak terlalu memikirkannya.

Semuanya akan jelas setelah sistem kembali berjalan bukan?

"SilverAsh, berhenti membuat Naruto-sama merasa terganggu. Kalau tidak…" ia menggantungkan perkataannya bersamaan dengan mata Baruka yang menyipit tajam menatap ke arah SilverAsh. Naruto sedikit tersentak, begitu pun juga dengan SilverAsh yang terdiam membatu tatkala merasakan sendiri aura sedingin es yang dikeluarkan oleh Baruka.

"Tenanglah Baruka, dia tidak melakukan apapun kepadaku, ini murni karena kesalahanku sendiri yang tidak bisa mengingat dengan jelas nama lengkapku," ujar Naruto berusaha menenangkan Baruka yang saat ini terlihat sangat tegang.

"Aku mengerti, untuk ke depannya aku akan lebih memperhatikan lagi jajaran yang melindungiku," Baruka melepaskan pegangannya pada tubuh Naruto.

"Jadi, kumohon maafkan pengawalku ini yang bersikap lancang kepada Anda,"

"Tidak, Baruka-sama! Kau tidak perlu meminta maaf kepada manusia hina seperti dia!" Naruto menghela nafasnya ketika mendengar itu. SilverAsh pasti memiliki masa lalu yang sangat kelam hingga dia berani mati dengan perbedaan sikapnya hanya untuk menghujat dirinya ini sebagai manusia.

"Ini membuatku sadar, bahwa cara terbaik untuk menuntaskan perbedaan pikiran kita adalah dengan bertarung," ah, ia tahu alur ini akan ke mana nantinya.

"Begitu ya, sayang sekali…"

"Ya, sangat disayangkan sekali kalau aku sendiri pun tidak bisa melakukan pertarungan itu," alis Naruto terangkat satu.

"Hn? Apa maksudmu?"

"Kau adalah orang yang memahami bahasa tuanku, dan membuatnya menunduk menghormatimu. Kekuatanmu yang menurut beliau berada pada titik yang tidak dapat dijangkau oleh kami, membuatku sadar bahwa pertarungan yang akan aku lakukan sangatlah sia-sia," SilverAsh kembali duduk. Ia memikirkan baik buruknya suatu keadaan yang akan dia lakukan untuk ke depannya.

Namun melihat sendiri bahwasanya pemuda di depannya seperti kehilangan ingatannya membuat ia mulai merekonstruksi pemikirannya kembali mengenai beberapa rencananya.

"Kau bilang jangan terlalu sopan kepadamu bukan? Baiklah, aku akan menurutinya. Lagi pula kita mempunyai peran kita masing-masing, kau dengan aura pemimpin mu, tentunya memiliki julukan yang hebat di sini."

"Begitukah?"

"Ah satu lagi, aku tidak perduli dengan julukan yang dimegah-megahkan, aku lebih memperdulikan apakah aku bisa mempercayai julukan tersebut. Kau tentu mengetahuinya bukan?" Naruto tersenyum, ia rasa dirinya mulai menangkap apa yang dimaksudkan SilverAsh dengan perlakuannya selama ini.

Pemuda bertelinga kucing besar itu memang Tsundere ternyata.

"Aku, SilverAsh, akan bergabung sebagai sekutumu. Setidaknya saat ini, kontrak kita memang belum terjalin, tapi apapun rencanamu, jangan sampai mengecewakan aku, Naruto-sama."

.

.

.

To be continued…

A/N: Aloha, Author kembali lagi dengan membawakan sebuah chapter terbaru dari fic Deadly Monarch! Nah, pada chapter ini memang tidak ada spesialnya karena ini baru pembukaan dari Arc III.

Mungkin Arc ini bakal mencekam untuk ke depannya atau bisa saja membosankan bagi mereka yang tidak ingin berjibaku dengan politik kerajaan dan tetek bengeknya. Ingat, ini rate: M, permasalahannya bukan lagi tingkat rendah dengan itu-itu saja. Untuk ke depan jangan heran kalau akan ada pemerkosaan, penyiksaan dan lain sebagainya.

Kenapa gak di skip aja thor?

Nah, seperti yang kita ketahui bahwa Naruto masihlah jiwa seorang mahasiswa tingkat akhir dengan perilakunya sendiri yang terbilang belum cukup matang. Permasalahan yang akan Naruto hadapi tentunya akan membuat dia semakin pantas menduduki gelar Monarch yang sesungguhnya, makanya ini gak bisa di skip.

Dan mengenai beberapa pertanyaan.

Pairingnya siapa sih thor?

Untuk sekarang masih menjadi rahasia karena saya sendiri pun masih kebingungan siapa yang pantas berdiri di samping Naruto yang ketiban sial mulu—muehehehe.

Kok nasib Naruto sedih bener sih thor?

Well, semua itu ada alasannya. Kalian akan mengetahuinya suatu hari nanti.

Hanya itu saja dari saya, mohon maaf kalau chapter ini dirasanya kurang memuaskan karena memang saya sendiri pun menulisnya dengan keadaan yang sedang sakit T.T.

Sekali lagi, terimakasih semuanya!

GearPhantom97, out…