Naruto by Masashi Kihimoto

High School DxD by Ichie Ishibumi

Genre : Slice of Life, Friendship, A Little Romance.

Summary : Hidup menjadi seorang otaku bukanlah pilihan, melainkan sebuah takdir. karena itulah, mari jalani semua dengan apa adanya dan jangan meninggalkan sedikit pun penyesalan.

Chapter 1 : Jangan Lupa Untuk Membeli JUMP Setiap Hari Senin.


XxxxX

Apakah menurutmu manusia adalah makhluk superior yang berada di puncak rantai makanan di dunia ini? Tidak, itu adalah pemikiran yang sepenuhnya salah. Mungkin, akan ada benarnya jika hanya dilihat dengan kasat mata saja. Akan tetapi, kenyataan tidaklah sesederhana itu. Oleh karena itu, jika aku bertanya, apa kalian yakin, bahwa manusia adalah satu-satunya makhluk berakal yang menghuni dunia kecil ini? Apa yang akan kalian gunakan sebagai jawaban?

Di dunia ini, di bumi yang rapuh ini, terdapat berbagai macam ras yang bersembunyi di balik hiruk pikuknya manusia. Mereka menyamarkan keberadaannya dan membaur layaknya manusia normal. Mereka terus mengawasi dan mengendalikan semuanya dari balik bayangan, tanpa sepengetahuan oleh manusia-manusia yang lemah ini.

Iblis, dewa, naga, malaikat, tuhan, youkai, yaksha, dan lain sebagainya adalah penghuni yang turut meramaikan jalannya dunia ini. Bahkan, dikatakan bahwa sejarah mereka jauh lebih panjang daripada sejarah kehidupan manusia di bumi. Dalam berbagai kitab yang tersebar di dunia, ada pula yang menyebutkan bahwa merekalah yang memulai kultur taoisme pada sejarah peradaban manusia.

Bagi mereka yang berpegang teguh pada Injil, mereka pasti tidak asing dengan sesuatu seperti Tuhan yang menjadi pusat dari alam semesta dan iblis yang melambangkan seluruh keburukan di dunia. Tuhan dan iblis adalah dua sisi yang saling berlawanan. Meskipun pada awalnya dikatakan bahwa iblis juga turut menyembah tuhan, tetapi pada akhirnya mereka mengkhianati entitas yang konon menjadi sang penciptanya tersebut.

Perselisihan antara kedua kubu tersebut terus berlanjut hingga menimbulkan peperangan. Tuhan memimpin pasukan malaikat untuk memerangi kaum iblis. Neraka—atau bisa disebut dengan Dunia Bawah—terjun ke dalam kekacauan karena perang besar itu. Bahkan, keributan tersebut pun turut mengundang dua naga surgawi yang selalu digadang-gadang sebagai makhluk pembawa bencana. Mereka berdua bertarung dan merusuh di perang tersebut.

Hingga pada akhirnya, kekacauan tersebut dapat berakhir dengan bayaran yang tidak kecil, yakni meninggalnya Tuhan, Satan Lucifer, serta menghilangnya keberadaan dari dua naga surgawi tersebut.

Beribu-ribu tahun telah berlalu semenjak insiden yang dikenal dengan Great War itu berakhir.

Saat ini, hiduplah seorang remaja SMA dengan segala fantasinya tentang wanita dan payudara. Seorang laki-laki yang bahkan rela menjual kemanusiaannya demi menuruti nafsu duniawinya. Remaja laki-laki itu menanggalkan seluruh hasratnya terhadap harta maupun tahta hanya untuk sekedar mengejar kenikmatan seksual.

Saat ia menyadari bahwa di dalam tubuhnya mengalir kekuatan dari salah satu naga surgawi yang perkasa, ia pun akhirnya memantapkan hatinya untuk berbaur bersama dengan para iblis. Berbekal tekat payudara yang membara di dalam hatinya, ia berniat untuk mendapatkan seluruh wanita dari berbagai ras dan menjadikan mereka sebagai haremnya.


XxxxX

"Uwaahh … sampah. Bagaimana bisa dia menulis sampah seperti ini?" gumamku pelan sambil menutup buku yang sedari tadi kubaca.

Aku tidak habis pikir, bagaimana bisa aku berakhir dengan membaca buku semacam ini? Tidak, lebih tepatnya, bagaimana bisa buku seperti ini menjadi best seller dan banyak direkomendasikan oleh orang-orang di internet? Serius, aku benar-benar tidak habis pikir dengan selera para otaku akhir-akhir ini.

High school x Devil, itulah judul light novel yang aku baca. Jujur saja, saat aku melihat buku ini mendapat review yang bagus di internet, mungkin saja ini memang serial yang hebat. Maksudku, ini internet lho yang aku bicarakan. Tempat para berkumpulnya orang-orang bajingan dengan lidah mereka yang tajam. Tidak, tunggu dulu, mungkin lebih tepat jika disebut dengan tempat orang-orang yang memiliki jari-jari yang tidak bertanggung jawab.

Akan tetapi, buku ini benar-benar jauh dari ekspektasiku. Padahal, aku sudah berpikir tentang petualangan pria pemberani yang berada di daratan tempat para makhluk-makhluk super berkumpul. Sungguh, mulai hari ini, aku akan lebih selektif dengan jari-jari para penghuni internet. Jika tidak begitu, mungkin aku akan mengulang kembali membeli sampah seperti ini.

Satu-satunya hal yang menarik dari light novel ini hanya terletak pada ilustrasinya saja, tidak ada yang lain lagi. Harus kuakui, ilustrator yang menggambar ini sangatlah hebat. Namun, tetap saja, tidak ada harapan sama sekali pada alur ceritanya. Memang benar, tidak peduli seberapa ampasnya ceritamu, selama gambar ilustrasimu bagus, novelmu akan dapat laris di pasaran. Itu adalah sebuah aturan tidak tertulis di dunia otaku.

Hukum masyarakat dan realita terkadang memang sangat mengecewakan.

Sungguh disayangkan, jika ilustrator sebagus ini harus bekerja sama dengan penulis yang hanya ingin menulis sesuatu tentang payudara. Jika terus seperti ini, bukan tidak mungkin jika industri light novel di Jepang akan mengalami penurunan drastis, baik itu dari segi penjualan maupun kualitas.

Dengan perasaan kecewa, aku pun menutup buku itu dan memasukannya ke dalam tas sekolahku yang menggantung di bahu kiriku. Sambil menguap malas, aku pun sedikit mempercepat langkah kakiku. Setelah mengalami kekecewaan karena membaca novel tersebut, tidak ada lagi alasan bagiku untuk berjalan dengan santai di pagi ini.

"Sudah kuduga, seharusnya uangku aku gunakan untuk membeli JUMP saja hari ini."

Namaku adalah Sasuke, Uchiha Sasuke. Sebenarnya, aku memiliki hobi membaca manga dan menonton anime. Akan tetapi, orang-orang secara umum tidak akan menerima sesuatu seperti itu untuk dikategorikan ke dalam hobi. Oleh karena itu, aku akan dengan bangga mengatakan, bahwa hobiku adalah berbelanja barang-barang murah dan berburu barang diskon. Akan lebih baik jika aku mendapatkan promo untuk membeli barang secara grosir, karena itu akan menghemat banyak sekali uang keluargaku.

Aku tinggal di kawasan Shinjuku, Tokyo. Lebih tepatnya, aku tinggal di distrik Takadanobaba, atau orang Shinjuku lebih sering menyebutnya dengan baba. Karena berbagai alasan, aku hanya akan menyebutkan bahwa aku berasal dari Shinjuku jika aku harus memperkenalkan diriku ke orang lain. Sungguh, itu akan sangat merepotkan jika mereka sampai salah paham dengan alamatku. Bahkan, untuk orang Tokyo sekali pun, mereka masih sering membuat lelucon tentang nama distrik ini.

Hari ini adalah hari Senin, hari yang paling menyebalkan. Karena menyebalkannya, aku bahkan akan menghapus hari Senin di kalender jika aku berhasil menjadi direktur Nasa suatu hari nanti. Sayangnya, itu hanya mimpi di siang bolong. Orang yang membenci matematika sepertiku, mana mungkin bisa menjadi direktur Nasa? Tidak, lupakan soal menjadi direktur. Bahkan, aku yakin aku tidak akan dapat masuk ke sana.

Umumnya, aku dapat sedikit menghibur diri di hari sialan ini dengan membaca JUMP. Namun, saat aku jalan-jalan di sebuah toko buku di Shibuya kemarin, aku melihat sebuah promo menarik di sana. Yaitu promo penjualan light novel High School x Demon. Di sana ditulis, jika aku membeli volume pertama dan kedua, aku akan mendapat bonus volume ketiga. Aku tidak yakin, tetapi aku rasa itu salah satu bentuk untuk promosi game-nya yang akan dirilis Desember nanti.

Aku tahu, bahwa itu adalah sebuah bentuk pemasaran untuk menarik minat para penggemar baru. Akan tetapi, sebagai pecinta barang-barang diskon, itu membuat setan dalam tubuhku mengambil alih pikiranku.

Saat aku membaca volume pertama tadi malam, itu memang sedikit menarik. Namun, semakin aku membacanya, semakin aku membenci si karakter utama di cerita tersebut. Selain itu, apa maksudnya dengan tekad payudara yang membara di hati? Akan lebih masuk akal jika itu ditulis, tekad payudara yang mengeras di antara selangkangan.

"Jika sebegitu inginnya menjadi raja harem, bukankah lebih mudah jika pergi ke Kabukichou dan bergabung dengan yakuza di sana?" ucapku kembali dengan pelan.

Tidak, aku tidak menyalahkan hasrat seorang pria untuk mengejar wanita yang mereka suka atau pun memiliki fantasi mesum terhadap mereka. Maksudku, itu adalah sesuatu yang wajar dan aku pun cukup sering memikirkan sesuatu seperti pantat wanita dan payudara. Bagaimanapun, aku ini adalah remaja normal, kau tahu?

Hanya saja, berpikir bahwa hidup dikelilingi payudara itu menyenangkan, bukankah hanya seorang sampah menyedihkan yang memiliki pikiran seperti itu? Bahkan, seorang otaku sepertiku pun masih memiliki kode etik dalam menjalankan hobi otaku-nya.

Selain itu, definisi sebenarnya dari hidup menyenangkan, menurutku adalah saat toko-toko di sekeliling rumahmu, mematok harga yang murah untuk barang-barang yang mereka jual. Jika tidak percaya, tanya saja ke ibumu!

Berpikir tentang menghabiskan 1,300 Yen untuk buku seperti itu, benar-benar membuatku sedih. Tidak peduli apa caraku menyemangati diriku sendiri, itu tidak ada gunanya. Satu-satunya alasan aku berjalan dengan cepat, itu karena aku ingin segera sampai di stasiun dan segera naik ke dalam kereta. Setidaknya, aku dapat memejamkan mataku di dalam kereta meski aku harus berdiri desak-desakan sekali pun.

Itu masih sedikit lebih baik daripada tidak dapat memejamkan mata sama sekali dan terus kepikiran tentang uangku yang melayang.

Setelah bersusah payah berjalan sekitar sepuluh menit dari rumah, akhirnya aku pun sampai di stasiun Takadanobaba. Tunggu dulu, serius ini, tidak bisakah mereka mengganti nama stasiun ini? Aku yang orang asli Shinjuku saja rasanya selalu ingin tertawa setiap kali mendengar nama stasiun ini. Serius, siapa si bibinya Takada itu sebenarnya?

Rencana awalku yang ingin tidur sejenak sesaat setelah aku masuk ke dalam kereta, kini menghilang sudah. Tidak, ini bukan karena suasana di dalam kereta yang ramai berdesak-desakan. Perasaan kantuk yang seakan menjadi beban yang berat untuk kedua kelopak mataku, hilang seketika saat aku melihat berbagai iklan yang terpasang di dinding dan beton-beton penopang stasiun.

Bahkan, saat aku telah masuk ke dalam kereta, aku tetap dapat melihat iklan yang sama dengan yang kulihat sebelumnya. Hashimoto Kanna—idol yang muncul satu kali dalam seribu tahun—adalah bintang utama yang berada di dalam iklan tersebut. Bersama dengan gadis-gadis yang nama dan wajahnya tidak aku ketahui sama sekali, mereka mengiklankan event yang akan mereka selenggarakan di akhir tahun ini.

Hashimoto Kanna menjadi buah bibir sepanjang tahun sejak kemunculannya di internet yang fenomenal pada awal tahun. Meskipun aku bukan otaku yang menyukai idol group, tetapi aku cukup tahu banyak tentang dirinya. Maksudku, seluruh foto dan informasi-informasi tentang dia benar-benar membanjiri internet, kau tahu?

"Handshake festival? Membeli satu CD dan mendapat bonus berjabat tangan dengan idolamu selama sepuluh detik? Siapa yang rela menghabiskan 1,700 Yen untuk sesuatu seperti itu?" ucapku skeptis sambil melihat papan iklan yang menggantung di langit-langit kereta.

Menghabiskan uang untuk seseorang yang bahkan berada di luar jangkauanmu, bukankah itu sangat konyol?

Saat sibuk memikirkan berbagai hal yang tidak penting, aku merasakan suatu getaran di paha kananku. Hanya dengan sekilas, aku sudah tahu bahwa itu berasal dari ponselku. Secara spontan, aku pun merogoh saku celana kananku untuk meraih sumber getaran tersebut berasal. Karena banyaknya penumpang kereta, aku sedikit mengalami kesulitan untuk mengeluarkan ponselku. Saat aku berhasil meraihnya dengan sedikit usaha, aku pun membuka ponsel tersebut dan mendapati adanya sebuah pesan yang masuk.

'Mereka bilang, mereka sudah mulai menjual CD-nya hari ini. Ayo beli setelah pulang sekolah nanti,' begitulah pesan yang tertulis di layar ponselku.

Tanpa perlu berpikir panjang lebar, ibu jariku telah menari-nari di atas tombol-tombol yang terdapat pada ponsel lipatku. Gerakannya sangat lincah, seakan tidak ada keraguan atas kalimat yang aku tulis sebagai balasannya. Bahkan, aku tidak takut salah mengetik dan tidak perlu menghapus satu huruf sekali pun.

'Ya, aku sudah melihatnya di seluruh sudut stasiun. Aku akan menunggumu di depan stasiun Ikebukuro sepulang sekolah nanti.'

Setelah merasa cukup dengan menulis balasan pesan tersebut, aku pun menekan tombol 'kirim' pada ponselku.

Siapa yang rela menghabiskan 1700 Yen untuk sesuatu seperti itu? Tentu saja, jawbannya adalah aku! Salah satu alasan tentang aku tidak membeli JUMP minggu ini, karena aku akan menggunakan uang sakuku untuk membeli CD milik idol group Rev. From DVL tersebut.

Tidak, itu bukan berarti aku termasuk otaku yang menyukai idol group. Sudah cukup bagiku dengan menjadi penggila manga dan anime saja, tidak perlu sampai menjadi orang yang menyukai grup para gadis-gadis remaja itu. Hanya saja, saat membayangkan bahwa aku akan menjadi salah satu saksi debutnya Hashimoto Kanna, bukankah itu terasa mendebarkan?

Tunggu, itu bukan berarti aku menyukai Hashimoto Kanna, ya? Ma- maksudku, ini hanya murni dari rasa penasaran saja, kau tahu? Selain itu, hatiku saat ini sudah dipenuhi oleh Hayami Saori. Jadi, tidak mungkin bagiku untuk mengkhianatinya.

Saat membayangkan suara lembut dari Hayami Saori, membuat hatiku meleleh dan mood jelekku sejak pagi pun menguap begitu saja. Aku yakin, semua dikarenakan oleh ketulusan dari Hayami-Hayamin yang mampu menanggapai relung hatiku yang telah membusuk ini.

Tunggu, kenapa aku justru memikirkan Hayami-Hayamin? Tunggu, bukankah itu sudah jelas, karena sosoknya lebih hebat dari Hashimoto Kanna? Tentu saja, pasti karena itu!

Berbicara tentang Hashimoto Kanna, hanya dengan waktu singkat, dia dapat mendongkrak nama idol lokal dari prefektur Fukuoka itu menjadi dikenal di seluruh Jepang. Untuk ukuran idol lokal, tentu saja hal tersebut merupakan prestasi yang luar biasa karena mereka dapat mencapai industri pada tingkat nasional. Meskipun begitu, prestasi itu tidak lain dan tidak bukan karena efek dari keberadaan seorang Hashimoto Kanna.

Jika tetap seperti ini, anggota lain akan tertelan oleh kehadiran seorang Hashimoto Kanna. Jika mereka tidak bekerja keras dan segera menemukan solusinya, grup tersebut akan dalam bahaya. Karena sudah pasti, bahwa Hashimoto Kanna akan terus tumbuh dan berkembang dengan kecepatan yang tidak normal.

Dari sedikit fakta dan kemungkinan-kemungkinan tersebut, bukankah wajar jika aku ingin melihat lahirnya bintang baru?

Omong-omong, orang yang mengirimiku pesan adalah teman baikku. Sama sepertiku, dia adalah seorang otaku. Hanya saja, daripada menjadi otaku manga dan anime sepertiku, dia adalah seorang otaku idol group. Dia bahkan begitu menyukai AKB48. Karena itulah, dengan munculnya Hashimoto Kanna yang digadang-gadang dapat menyaingi Maeda Atsuko—yang merupakan gambaran dari seorang idol yang sempurna—tentu saja temanku itu tidak akan melewatkan event debutnya Hashimoto Kanna di panggung nasionalnya.

Walau aku dan temanku memiliki selera yang berbeda, tetapi ini akan menjadi hal yang wajar untukku menemaninya datang di event tersebut. Sebagai seorang otaku yang berdiri di lapisan terbawah masyarakat sosial, saling menyangga punggung satu sama lain sudah menjadi kode etik dari otaku-otaku seperti kami. Karena itulah, walau aku menyukai gambar 2D dan temanku itu menggilai idol dari dunia 3D, itu tidak dapat meruntuhkan pertemanan kami.

Lagi pula, dari sudut mana pun kau melihatnya, kami ini tidaklah jauh berbeda. Kami sama-sama mencintai sesuatu yang tidak mungkin dapat kami miliki.


XxxxX

Jika berbicara tentang Tokyo, tidak lengkap rasanya jika tidak mengulas lebih jauh tentang Chuo. Sebagai salah satu dari 23 kawasan istimewa di Prefektur Tokyo Metropolitan, tentu itu membuat Chuo memiliki daya tariknya tersendiri. Jika Shinjuku, Shibuya, dan Toshima bisa dikatakan sebagai pusat fashion di Tokyo. Maka, Chuo mungkin layak untuk menyandang gelar sebagai salah satu kawasan elite di Tokyo bersama dengan Minato dan Chiyoda.

Tidak, itu bukan berarti semua yang terdapat di dalam kawasan Chuo, Minato, dan Chiyoda merupakan orang-orang elite atau semacamnya. Nyatanya, juga ada banyak orang-orang atau tempat-tempat biasa yang berada di sana. Hanya saja, baik di Chuo, Chiyoda, dan Minato sama-sama memiliki ikon masing-masing yang menggambarkan betapa megahnya suasana di ketiga kawasan tersebut.

Kemegahan kawasan Minato dapat diwakilkan dengan adanya Roppongi Hills, yang merupakan tempat para orang-orang kaya raya tinggal dan menjadi salah satu tempat hiburan malam di Tokyo untuk orang-orang elite tersebut. Lalu Chiyoda, sebagai jantung Tokyo dan pusat pemerintahan Jepang, di sana terdapat istana kekaisaran dan gedung parlemen nasional. Sedangkan untuk Chuo, distrik perbelanjaan Ginza yang terkenal dengan barang-barang mewahnya dan distrik Tsukushima yang banyak sekali restoran-restoran terkenal merupakan daya tarik utama untuk kawasan Chuo.

Tempat-tempat seperti itulah, yang membuat gelar sebagai kawasan elite cocok untuk disematkan pada Chuo, Chiyoda, dan Minato.

Di salah satu sudut kawasan Chuo, terdapat sebuah sekolah menengah atas yang bernama Konoha Gakuen. Konoha Gakuen bukanlah sekolah unggulan, tetapi juga bukan sekolah yang memiliki citra buruk di masyarakat. Sekolah itu memiliki prestasi-prestasi yang dapat mereka banggakan, ujian masuknya pun terbilang cukup sulit jika dibandingkan dengan rata-rata SMA lainnya.

Meski begitu, lantas tidak serta merta membuat Konoha Gakuen menjadi salah satu SMA favorit di wilayah Kanto atau bahkan hanya sekedar di Tokyo. Secara singkat, Konoha Gakuen hanyalah SMA negeri biasa yang kualitasnya sedikit di atas rata-rata sekolah lain.

Menjelang sore hari—saat kegiatan belajar mengajar telah usai—para murid akan memulai kesibukan mereka sendiri-sendiri. Ada dari mereka yang bergegas menuju ke klubnya, ada yang pergi untuk nongkrong dengan kawan-kawannya, ada juga yang langsung pulang tanpa mempedulikan apa pun, dan bahkan ada pula anak-anak yang masih menghabiskan waktunya untuk berurusan dengan guru.

Meski hanya ada sedikit anak yang rela mengorbankan waktu luang mereka untuk menemui gurunya, tetapi tipe anak-anak seperti itu benar-benar ada. Seperti misalnya pada gadis dengan tubuh ramping dan memiliki tinggi yang hanya sebatas rata-rata tinggi gadis Jepang itu.

Gadis tersebut terlihat duduk dengan tenang di ruang konseling meskipun di hadapannya saat ini duduk seorang guru konseling dengan wajahnya yang terkesan tegas. Jarak antara kursi tempatnya duduk dengan kursi milik gurunya, hanya dibatasi oleh sebuah meja dengan kaca yang menjadi permukaannya.

Tentu saja, alasan gadis tersebut dapat duduk dengan tenang, itu bukan karena ia melakukan sebuah kesalahan sehingga harus diseret ke ruangan ini.

Dilihat dari sisi mana pun, gadis itu adalah tipe anak teladan yang akan menjadi kesayangan para guru. Dengan rambut pendek sebahu dan kacamata yang membingkai kedua kelopak matanya, menunjukkan bahwa dia bahkan memberikan tampilan yang sederhana seperti layaknya siswi SMA yang seharusnya.

Meski terkesan sederhana, tetapi tidak akan ada yang memungkiri bahwa kesederhanaannya itu sangat cocok dengan kesan yang ia tunjukkan. Kesederhanaan yang dipadu dengan wajah mungil dan ekspresi dinginnya itu, justru membuatnya terlihat sangat elegan dan memperlihatkan sebuah perpaduan yang harmonis pada penampilannya.

"Grayfia-sensei, saya ingin membahas sesuatu tentang pemilihan ketua OSIS," ucap gadis tersebut kepada sosok guru perempuan yang duduk tepat di depannya.

Seperti layaknya seorang guru, wanita yang dipanggil Grayfia tersebut memakai setelan kemeja putih dan rok span yang panjangnya hanya sebatas lutut. Selain dari namanya yang sangat asing untuk ukuran nama orang Jepang, wajah wanita tersebut juga menunjukkan bahwa dia bukanlah orang yang berasal dari negeri Sakura ini.

"Oh, apa kau tertarik untuk menjadi ketua OSIS, Shitori?" balas guru tersebut dengan nada yang sedikit semangat.

Di kedua bola matanya, terpancar sebuah kilauan harapan setelah mendengar alasan yang membawa salah satu anak didiknya itu kepada dirinya. Bagaimana tidak? Yang berdiri di hadapannya ini adalah Shitori Sona, seorang siswi unggulan pada tahun pertama yang bahkan dapat memenangkan olimpiade sains nasional. Membawa nama sekolah yang bahkan sebelumnya tidak masuk ke dalam radar para pesaing unggulan dan membuatnya meraih juara pertama, tentu membuat semua guru menaruh rasa bangga pada gadis yang berasal dari kelas 1-A tersebut.

"Maaf mengecewakan anda. Akan tetapi, saya tidak berniat untuk ikut pemilihan ketua OSIS," balasnya dengan nada yang anggun. "Saya hanya ingin menyampaikan, kalau saya tidak suka jika Hyoudou-senpai menjadi ketua OSIS."

Grayfia mengangkat sebelah alisnya dan berkata, "kenapa?"

"Saya hanya tidak menyukainya, itu saja."

Sebelumnya, Grayfia sudah bersiap untuk mengomentari apa pun yang mungkin akan keluar dari mulut anak didiknya itu. Hanya saja, respon singkat yang tak terduga dari mulut gadis itu, membuat semua kata-kata yang akan ia keluarkan menjadi tertelan begitu saja.

Grayfia menghembuskan napasnya dan membenarkan poni rambut yang beberapa helainya menggangu pengelihatannya. Tatanan dari rambut putih panjangnya itu ia rapikan agar udara panas yang mengitari belakang lehernya dapat sedikit berganti dengan udara yang lebih sejuk.

"Meskipun kau bilang begitu, itu tidak akan mengubah apa pun, kau tahu? Apalagi dia adalah calon tunggal."

Sona tahu akan hal itu. Menjadi calon tunggal itu berarti membuatnya secara otomatis akan memenangkan pemilihan ketua OSIS, jika tidak ada calon lain yang mendaftar hingga batas waktu yang ditentukan.

Sejujurnya, tidak ada masalah pribadi antara Sona dan bocah bernama Hyoudou tersebut. Hubungan mereka hanya sebatas senior dan juniornya saja. Bahkan, Sona sendiri pun hanya mengetahui bahwa Hyoudou adalah kakak kelasnya yang saat ini sedang berada di tahun kedua.

Hanya saja, banyak gosip aneh tentang anak itu. Banyak yang mengatakan bahwa Hyoudou merupakan anak super mesum dan suka bergonta-ganti perempuan. Bahkan, klub kendo pun pernah mengatakan, kalau laki-laki tersebut cukup sering mengintip ruang ganti mereka. Meski demikian, tidak ada satu pun bukti atau petunjuk yang mengarah ke perbuatan tercela laki-laki bernama Hyoudou tersebut.

Sona memahami bahwa rumor tersebut belum tentu benar mengingat tidak adanya bukti sama sekali. Akan tetapi, dia juga tidak membuang kemungkinan bahwa rumor tersebut bisa menjadi sebuah kebenaran. Oleh karena itu, akan lebih baik untuk orang seperti itu tidak menduduki jabatan tertinggi di OSIS.

"Saya mengerti, karena itulah saya datang ke sini," ucap Sona sambil membetulkan letak kacamatanya. "Uchiha Sasuke, laki-laki itu akan mencalonkan diri sebagai ketua OSIS."

Grayfia terdiam sebagai bentuk respon atas pernyataan gadis yang duduk di depannya itu. Sudut alisnya sedikit terangkat dan ia tidak mampu mengontrol ekspresinya dengan benar. Kehabisan kata-kata di depan seorang murid, itu bukanlah sosok ideal untuk seorang guru. Ia sangat menyadari akan poin penting tersebut.

Karena itulah, sebagai bentuk kelalaiannya itu, Grayfia segera membetulkan kembali raut wajahnya hingga seperti semula.

"Uchiha Sasuke, kau bilang?" tanya Grayfia untuk memastikan.

"Ya, Uchiha Sasuke. Anda adalah wali kelasnya, 'kan? Jadi, saya rasa, anda pasti sudah mengenalnya dengan cukup baik."

"Kau benar. Namun, karena aku mengenalnya itulah, aku menjadi tidak yakin dengan pernyataanmu."

Uchiha Sasuke, dia bukanlah anak dari seorang politikus atau pebisnis dengan posisi yang kuat hingga membuat Grayfia ragu-ragu. Dia juga bukan seseorang yang berasal dari keluarga yakuza sehingga Grayfia merasa tertekan. Justru sebaliknya, Uchiha Sasuke adalah seorang anak yang berasal dari keluarga yang sangat normal, sebuah keluarga kecil yang dapat ditemui di berbagai tempat.

'Jika saja Shitori menolak keikut sertaan Hyoudou menjadi ketua OSIS karena rumor mesumnya itu. Maka, bocah seperti Uchiha Sasuke jauh lebih tidak boleh untuk maju ke pemilihan, 'kan? Tidak, aku rasa, aku tidak boleh mengatakan alasannya kepada Shitori,' batin Grayfia.

Sebagai seorang guru konseling sekaligus wali kelas yang mengampu kelas 1-F, tempat Uchiha Sasuke berada, membuat Grayfia mengetahui hal-hal tabu yang seharusnya tidak diketahui oleh para siswa.

Dalam kehidupan sekolahnya sehari-hari, Sasuke termasuk siswa yang cukup normal. Itu jika kau mengabaikan hobinya yang sedikit nyentrik. Nilai rata-ratanya tidak bisa dibilang bagus, tetapi juga bukan merupakan sesuatu yang buruk. Setidaknya, dia adalah tipe remaja normal yang memiliki nilai jelek di pelajaran matematika dan kimia. Namun, bukan itulah permasalahan yang dikhawatirkan oleh Grayfia.

Jendela ruangan yang sengaja dibiarkan terbuka, membawa masuk segarnya udara dari luar dan mengganti pengapnya udara di dalam. Bersama dengan masuknya udara segar, suhu dingin yang terasa di luar juga turut mengikutinya hingga ke dalam. Hembusan angin yang sedikit kencang dan temperatur suhu yang rendah di akhir September, menjadi penanda bahwa musim gugur sebentar lagi akan segera tiba.

"Saya tahu," ucap Sona pelan, tetapi suaranya dapat terdengar jelas hingga ke telinga Grayfia.

"Eh?"

"Saya tahu apa yang terjadi dengan Sasuke-kun saat dia masih SMP," lanjutnya."Meskipun seluruh dunia—tidak, itu terlalu berlebihan—meskipun mereka akan menyalahkannya, tetapi saya akan tetap mempercayainya."

'Sasuke … -kun, dia bilang?' batinnya sejenak. 'begitu, ya? Jadi, bisa dikatakan kalau dia lebih mengenalnya daripada aku, 'kan?'

Di dalam hati, Grayfia tersenyum lembut karena membayangkan apa yang mungkin saja sedang terjadi. Tentu saja, ekspresinya itu tidak akan ditunjukkan kepada muridnya untuk menjaga agar wibawanya sebagai seorang guru tetap terjaga. Sudah cukup baginya untuk sekali saja kehilangan kata-kata di depan muridnya yang cerdas itu, tidak perlu untuk menggali lubang yang sama hingga dua kali.

Dengan udara dingin yang mengelilingi sekitarnya, membuat Sona merasa sedikit tidak nyaman. Ia hanya mengenakan kemeja putih yang dilapisi oleh sweater biru tanpa lengan dan rok pendek yang umum dikenakan oleh siswi lain di sekolahannya. Betisnya yang ramping itu, hanya dilindungi oleh stocking tipis, sehingga udara dingin dapat dengan mudah menggigit kulit putihnya.

Tangan mungilnya itu ia gunakan untuk menggosok sisi punggung telapak tangannya, dengan harapan bahwa ia mampu mendapatkan sebuah kehangatan. Tidak hanya itu, sesekali ia juga terlihat mengusap pelan kulit pahanya yang terekspos, yang terasa seperti ditusuk oleh puluhan udara dingin.

"Baiklah. Lagi pula, maju ke pemilihan ketua OSIS itu adalah hak seluruh warga sekolah. Tentu saja, itu dengan catatan bahwa anak itu menyetujuinya."

Menanggapi perkataan dari guru konselingnya itu, membuat gadis berambut sebahu tersebut tersenyum tipis. Sebuah senyum yang tidak terlihat berlebihan, tetapi tetap dapat memancarkan sisi manisnya tersendiri. Terutama, kelopak matanya yang terpejam seolah memiliki koordinasi yang sempurna dengan sudut bibirnya, menambah kesan anggun pada gadis dengan nama keluarga Shitori itu.

"Tentu saja dia akan menyetujuinya, sensei," balasnya.


Bersambung

Author Note : Halo-halo, saya datang dengan fict baru nih, hehe. Jujur saja, dulu pertama kali nulis fict itu aku ingin menulis fict dengan tema SoL. Bahkan, bisa dilihat dari fict pertamaku yang berjudul Kehidupan Baruku. Bisa dibilang, walau fict itu sepi, tetapi itu adalah fict yang paling aku sukai. Tapi yah, karena saat itu masih pertama kali aku nulis certia long run, jadi aku buat kesalahan sana-sini dan itu berujung fatal banget untuk plot nya. Sampai-sampai, seberapa keras aku coba untuk memperbaikinya tanpa mengubah chapter-chapter yang sudah aku upload, itu gak berguna. Justru malah semakin merusak ceritanya.

Karenanya, aku benar-benar buntu ide dengan fict itu walaupun aku sangat menyukainya. Jadi, aku mulai berpiikir untuk mencoba menulis fict baru dengan genre SoL yang selama ini selalu menjadi favoritku.

Seperti yang terlihat, karakter utama di sini itu Sasuke dan Sona. Kenapa Sasuke dan Sona lagi? Jujur, aku suka Sasuke, apalagi membayangkan jika dengan wajahnya yang datar dan sifatnya yang jaim itu, dia memiliki sisi anehnya yang absurd. Untuk Sona, aku memilihnya karena memang murni aku suka cewek rambut pendek dan berkacamata sih haha.

Lalu, pasti banyak yang bingung tentang monolog Sasuke di bagian Takadanobaba. Jadi, di Shinjuku itu ada sebuah distrik, namanya Takadanobaba atau sering hanya disebut baba saja. Seperti yang kita tahu, baba itu artinya bibi. Jadi, Takada-no-baba itu bisa diartikan dengan bibinya Takada. Jadi, kebanyakan orang luar Shinjuku sering bikin bikin joke kalau ada orang lain yang dari daerah Takadanobaba. Joke nya itu kurang lebih seperti.

"hei, kamu tinggal di mana?"

"Oh, aku tinggal di baba."

"Ah, kau sudah besar tapi masih tinggal dengan bibimu? Apa kau gak punya rumah?"

Sedangkan untuk stasiun, di Takadanobaba itu ada stasiunnya. Namanya itu stasiun Takadanobaba, atau dalam bahasa Jepangnya itu Takadanobaba-eki. Kalau diplesetin, jadi Takada no baba no eki atau dalam bahasa Indo nya itu "stasiun milik bibinya Takada". Makanya itu, Sasuke menyebut di monolognya kalau nama stasiun ini itu terlalu absurd.

Untuk penulisan Prefektur Tokyo Metropolitan, itu tidak ada kesalahan atau kesengajaan. maksudku, Tokyo sendiri sebenarnya bukan sebuah kota, melainkan prefektur. atau setidaknya, bisa dibilang prefektur khusus metropolitan. jadi, aku harap gak ada yang salah paham.

Untuk fict ku yang lain, secepatnya akan segera aku update. karena saat ini pun juga dalam proses pengetikan yang lain. selagi gak ada tugas kuliah, pasti akan segera aku ketik. jadi, tunggu saja, okay?

Karena ini masih chpater 1, aku rasa hanya itu saja yang ingin aku bahas. Jadi, terima kasih banyak untuk yang telah membaca cerita ini. Jika ada sesuatu yang kurang jelas, bisa ditanyakan di kolom review atau langsung mengirim PM. Kritik dan saran pembaca sekalian sangat penting untuk perkembangan cerita ini.