Trouble
A fanfic by Harukaze
.
Disclaimer : Naruto (Masashi Kishimoto)
HS DXD (Ichie Ishibumi)
.
Warning : OOC, Typo and New Author!
Prologue
Tidak ada yang mustahil di dunia ini. Dan Naruto mempercayainya, seperti yang sedang dialaminya saat ini. Terdampar di dalam sebuah kota antah-berantah. Dengan kehidupan yang jauh lebih modern daripada desa konoha.
Disinilah naruto berada, duduk disebuah bangku taman kecil yang berada di tengah kota. Dengan gelapnya malam yang mulai diterangi oleh lampu-lampu taman. Naruto memejamkan matanya mencoba mencermati apa yang terjadi kepadanya.
'Tempat apa ini?'
Saat terhanyut dalam spekulasinya Naruto dikejutkan dengan adanya sebuah mobil bertuliskan Police yang berhenti di depannya. Dengan reflek shinobi yang Naruto miliki ia memasang kuda-kuda bertarung. Mata biru azure menatap tajam ke arah mobil, menunggu kemungkinan orang yang berada di dalam mobil menyerang.
"Anoo pemuda-san? Bisa bicara dengan kami sebentar?" Kata petugas polisi sambil berjalan menuju ke arah naruto.
Naruto terdiam sebentar, merasa tak ada hal yang mengancam ia menurunkan kuda-kudanya. "Hm"
"Kau terlihat kebingungan nak, apa kau dari luar Jepang?"
Satu informasi telah didapatkan oleh naruto, Jepang? Hey apa itu jepang? Meskipun dulu di academi Naruto tergolong murid yang bodoh, tapi ia tak pernah seklipun mendengar ada daerah yang bernama jepang di elemental nation.
Satu spekulasi terbentuk di dalam pikiran Naruto, sengingatnya setelah berhasil memenangkan perang besar melawan dewi kaguya, hal aneh terjadi. Sebuah lubang hitam muncul menelan Naruto, lalu memindahkannya menuju tempat ini.
Naruto tak menjawab pertanyaan polisi itu, ia mengangguk sambil tersenyum tipis. Senyum palsu yang biasanya terpatri di wajah teman satu team nya di team tujuh.
"Jadi, siapa namamu ?"
Salah satu hal terpenting yang harus dimiliki seorang ninja adalah pengetahuan. Semakin banyak pengetahuan yang kau miliki semakin banyak kemungkinan untuk menang. Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengumpulkan informasi. Salah satunya adalah dengan berbaur dengan lingkungan sekitar.
Seperti yang Naruto alami saat ini, dimana ia terdampar disebuah kota misterius. Hal pertama yang harus dilakukannya ialah berbaur dengan sekitar. Mungkin, dengan identitas baru? Hmm tidak buruk.
"Namikaze Naruto"
.
.
.
.
Senja datang lagi, sama seperti sore-sore sebelumnya. Matahari mulai tenggelam, digantikan tugasnya oleh sang bulan yang kini sedang malu-malu untuk menunjukan cahayanya. Langit yang semakin gelap membuat lampu-lampu jalan yang berdiri tegak di sepanjang jalan menjadi semakin terlihat kegunaannya. Keindahan kota Kuoh semakin terlihat ketika lampu-lampu kota mulai menyala.
Setidaknya itulah yang dirasakan Gabriel saat ini. Malaikat cantik dengan surai pirang yang tergerai indah sampai punggung itu sedang memandangi keindahan kota Kuoh saat malam hari. Ia menghela napas, menikmati keindahan seperti ini memang menjadi aktivitas yang selalu dinikmati olehnya. Ketika melihat manusia ciptaan sang Ayah yang telah pergi.
Ayah!
Gabriel melanjutkan perjalanannya, melangkahkan kaki-kaki jenjangnya menuju tempat yang mampu membuat ia mengurangi rasa rindunya kepada sang pencipta. Mungkin, di Surga ia mampu berakting bahwa ia baik-baik saja. Apalagi posisinya sebagai salah satu Seraph, satu tingkat dibawah Michael kakaknya yang menjadi pemimpin tertinggi di Surga. Gabriel adalah sosok yang hebat, senyum indah selalu terpatri di wajah cantiknya. Namun sebenarnya, di lubuk hatinya yang paling dalam, Gabriel merindukan sosok sang Pencipta. Sosok yang sudah menciptakan kaumnya dari sebuah Cahaya dan sosok yang menjadi Ayah dalam kehidupannya.
Sebuah jembatan Tua di ujung kota Kuoh yang membentang membelah sungai kecil menjadi tujuan terakhirnya. Selalu di jembatan inilah Gabriel menghabiskan waktu 'break'nya dari tugas-tugas di surga. Entah itu untuk melihat aktivitas manusia pada malam hari, ataupun hanya memandangi riak air yang tenang.
Namun, aktivitas Gabriel terhenti ketika seorang pemuda dengan rambut senada dengannya sedang berdiri tidak jauh dari jembatan. Gabriel menoleh sebentar, lalu ia fokus kembali ke arah Air yang mengalir dengan tenang. Kesunyian ini sangat menyenangkan.
"Kau mau bunuh diri?"
Gabriel mengeryitkan dahinya ketika mendengar suara pemuda itu, ia menoleh sebentar. Dapat dilihatnya warna mata biru safir indah dimiliki oleh pemuda itu. Dan hmm Gabriel menyipitkan matanya ketika melihat Tiga pasang goresan tipis mirip kumis kucing yang tercetak indah di wajah pemuda itu.
"Kurasa itu bukan urusanmu"
Pemuda yang diketahui bernama Naruto itu hanya mengangkat bahu acuh, lalu ia mendekat ke arah Gabriel.
"Kau tahu ? Kehilangan memang menyakitkan. Namun, kehilangan bukanlah akhir dari segalanya. Mungkin saja dengan adanya Kehilangan, kita mampu untuk bersikap lebih dewasa dalam menyikapi hidup ini."
Gabriel menengang, pemuda ini bagaimana dia tahu bahwa ia sedang merasa kehilangan?
"Ba-bagaimana kau tahu?"
Naruto tersenyum teduh, "Semuanya tercetak jelas di wajah cantikmu Nona. Dan ya, bisa dibilang aku pernah berada diposisimu. Jika kau tak keberatan, kau bisa menceritakan masalahmu kepadaku. Meskipun dengan bercerita tak mampu menyelesaikan masalah, tapi terkadang bercerita mampu membuat kita menjadi lebih baik. Hmm , biarpun begini aku termasuk pendengar yang baik lho." Kata Naruto sambil tersenyum.
Manusia Ini berbeda, itulah yang dikatakan hati Gabriel. Tak ada manusia yang sepeduli ini dengan sekitarnya. Mungkin, sedikit mengikuti sarannya untuk bercerita mampu mengobati rasa rindunya.
"Aku kehilangan keluargaku, tepat didepan mataku ayah mati, Ayah mati karena ku. Ayah mati karena ak-akuu le-lemahh" Kata Gabriel. Terlihat setetes air mata meluncur indah membasahi wajah cantiknya.
"Itu bukan salahmu Nona"
"."
"Kematian ayahmu, itu bukan salahmu. Kau tau? Semua orang tua pasti akan berbuat yang terbaik untuk anaknya. Walaupun harus mengorbankan nyawanya, orang tua pasti akan selalu menjadi pahlawan bagi seorang anak. Dan itulah yang dipilih oleh Ayahmu, menjadi pahlawan dari anaknya yaitu kau."
"Tapi, andai saja aku kuat. Semua pasti tak akan berakhir seperti ini."
"Itulah yang dinamakan Takdir, Takdir selalu bertindak sesuai apa yang dituliskan-Nya. Tak ada yang tahu apa yang terjadi selanjutnya." Naruto menghela nafas sejenak, lalu menatap ke arah sungai. "Kurasa kita memiliki takdir yang hampir sama, sewaktu kecil aku tak tau siapa orang tuaku. Hingga beberapa bulan yang lalu, aku baru mengetahui bahwa orang tuaku telah mati karena melindungiku dari serangan orang jahat. Terlepas dari takdir buruk itu, Kita harus bisa bangkit. Jangan pernah menyerah, teruslah hidup dan jangan pernah kau sia-siakan pengorbanan Ayahmu."
Gabriel menangis, air matanya tak mampu ia tahan lagi. Pemuda pirang ini, mempunyai takdir yang begitu menyedihkan. Dan bagaimana bisa ia masih bisa tersenyum tanpa beban seperti itu. Benar kata ayahnya dulu bahwa manusia itu mahkluk yang luar biasa.
Melihat wanita didepannnya menangis kencang, Naruto gelagapan. "Hey, nona? Kenapa menangis?"
Tak menjawab pertanyaan yang dilontarkan Naruto, Gabriel merentangkan tangannya memeluk pemuda pirang itu dengan erat. Sementara Naruto yang mendapat pelukan, terkejut. Ia berusaha melepaskan pelukannya. Namun Gabriel malah memeluknya semakin erat, "Biarkan seperti ini" Bisik pelan Gabriel.
"Kalau memang dengan menangis membuatmu menjadi lebih baik, maka menangislah. Tapi berjanjilah bahwa kau akan tersenyum esok hari." Balas Naruto dengan nada yang lembut, membiarkan Gabriel memeluknya.
Gabriel menangis, menumpahkan semua kesedihan yang selama ini dipendamnya. Bahkan kakaknya saja tak tahu kesedihan ini, tapi entah mengapa pemuda ini, pemuda yang bahkan baru saja ditemuinya mampu memberikan rasa nyaman yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Gabriel memeluk Naruto dengan erat, hingga suara gugup naruto menyadarkannya.
"Emm, bisa kau lepaskan Nona? Beberapa orang mulai melihat kita."
"Ehh iy-iya" kata Gabriel dengan gugup, samubarat merah tipis terlihat di wajahnya.
Naruto hanya tersenyum canggung, Ia kemudian mengulurkan tangan kanannya untuk berkenalan "Namikaze Naruto, kau bisa memanggilku Naruto."
Menyambut tangan naruto, Gabriel tersenyum manis. "Gabriel."
"Yosh! Mungkin dengan semangkuk Ramen bisa mengembalikan rasa senangmu. Ayo Gabriel-chan aku mempunyai kedai kecil disini."
"Kalau Naruto-kun tak keberata-"
"Bicara apa kau? Ayo, aku tak keberatan sama sekali."
Naruto lalu menarik tangan Gabriel menuju ke arah kedai ramen yang beberapa bulan di dirikanya.
Pada awalnya Naruto hanya ingin menikmati indahnya malam kota Kuoh. Kota yang dihuni oleh mahkluk supernatural. Sebenarnya bukan hanya kota ini saja, tetapi seluruh dunia! Ya, Dunia ini berbeda dengan Elemental Nations, dunia dengan penduduk Supernatural, dewa-dewi dari berbagai mythology.
Kuoh merupakan kota yang indah, tak terlalu padat dan cukup damai. Menurut informasi yang Naruto peroleh, kota ini merupakan wilayah teritori Iblis keluarga Gremory dan Sitri. Naruto sedikit heran ketika ia melihat Malaikat cantik sekelas Seraph berada pada teritori yang merupakan musuh alaminya.
Namun, ketika Naruto melihat sebuah kesedihan yang mendalam pada raut wajahnya. Ia memutuskan untuk menemuinya mencoba menghiburnya mungkin. Entahlah ia sendiri kurang yakin.
Naruto tahu akibat yang nanti mungkin akan ditimbulkan ketika ia memutuskan untuk mengajak Malaikat ini menuju kedai ramen kecilnya. Semoga saja Ia tak terseret kedalam dunia Supernatural yang merepotkan.
Semoga untuk kedepannya tak ada yang merepotkan.
.
.
Prologue End
Note : Hai teman-teman! Saya Author baru disini. Buat para Author senior dan para pembaca semuanya mohon kasih Review nya, kasih saran ataupun kiritikan :) Biar saya bisa lebih berkembang lagi. Terima kasih :)
