Disclaimer: Naruto and DxD not mine.

Warning: AR, OCC, Typo(s), and many more…

.

.

Tes… tes… tes…

Lirik, melirik. Gumam, menggumam.

Daya tahanku adalah sesuatu yang tak mungkin menjadi sesuatu yang indah untuk dijabarkan. Seperti layaknya hari ini, matahari begitu enggan menunaikan tugasnya. Langit yang kelam mulai bergumam. Tidak ada semburat terik di kaki langit. Yang ada hanya kelabu, mengepung di segala penjuru. Warna yang sama juga tampak pada wajah seorang pemuda berambut pirang yang mengenakan setelan baju dan celana hitamnya, itulah aku. Menatap kosong, pada gundukan tanah yang berhias nisan abadi. Air muka sedih bukan hanya menggelantung padaku, tapi mereka juga—para pelayat. Mereka juga sama-sama berbagi perasaan yang aku punyai sekarang.

Dunia ini, tidak pernah adil memihakku. Setelah lima tahun lalu aku kehilangan sosok ayahku akibat kecelakaan, kini aku harus meringkuk pada liang lahat baru ibuku yang pergi dengan penyakitnya. Aku sesungguhnya ingin tertawa. Tertawa dan meratapi betapa menyedihkannya kehidupanku ini. Apa Tuhan tidak merasa cukup telah mengambil nyawa ayahku waktu itu. Apa tangisku dan doa-doaku pada kala itu tidak cukup untuk melepaskan kepergian ayahku?

Tuhan, jika engkau maha bijaksana dan maha adil. Coba katakan padaku, kenapa engkau begitu tega mengambil seluruh kebahagiaan dari keluargaku? Kenapa sekalian engkau tidak mengambil jiwaku juga? Lagipula buat apa aku hidup dengan tanpa adanya keluarga di sampingku. Hal itu, justru akan menyakiti diriku sendiri. Baik hati, maupun pikiranku.

"Kaachan!" aku memanggilnya. Mengeruk tanah basah di bawah kakiku dengan jemari tanganku. Gumaman langit makin riuh berubah menjadi gemuruh. Payung-payung hitam kini menjadi perisaiku. Awan bunting mulai berkontraksi, meluncurkan rinainya ke bumi dan membasahi tempatku.

"Naruto, yang sabar ya." Dunia tampak menghitam. Sadarku kini mulai menghilang.


Story by GearPhantom97

Rate: M

Watashi no Atarashii Okaa-san wa Akuma desu!

(Watashiika desu)

_..._


Naruto adalah pemuda berumur 16 tahun yang kuat nan berhati murni. Kehidupan kesehariannya selama ini selalu dipenuhi dengan raut wajahnya yang tersungging bahagia. Tak nampak sedikit pun raut penyesalan maupun kesedihan yang ia alami untuk dipajang kepada khalayak umum. Sebiasa mungkin membuat orang-orang berpikir bahwa kehidupan Uzumaki Naruto sangatlah indah dan akan membuat iri bagi orang-orang yang melihatnya. Wajahnya yang terkesan bodoh dan konyol itu menjadikan nilai plus tersendiri bagi Naruto untuknya bersosialisasi. Rambut pirangnya memang memberikan kesan berandal bagi beberapa pasang mata. Tetapi, bagi mereka yang sudah mengenalnya, rambut itu akan menjadi ikonik tersendiri sebagai sang pencerah—seperti Matahari.

Naruto sendiri tumbuh menjadi seorang pemuda yang tidak menyukai hura-hura layaknya teman-teman di sekolahnya. Dia hampir tidak pernah keluar malam, waktunya lebih banyak dihabiskan di rumah untuk menemani ibunya yang sedang sakit-sakitan kala itu. Sebagian waktunya lagi untuk belajar serta bekerja sambilan untuk memenuhi pengobatan ibunya. Lagipula ini adalah kehidupan, sepak terjangmu menentukan nilaimu sendiri di mata sang pencipta. Dan Naruto yakin, ia akan menuai sesuatu atas kerja kerasnya selama ini.

Singkatnya, Naruto adalah pemuda hebat yang lahir seratus tahun sekali.

"Kaachan… Touchan…" Namun, dia adalah manusia. Memiliki hati dan perasaan yang tidak serta-merta akan terus bersinar layaknya mentari di angkasa. Kehilangan sosok kedua orang tuanya yang sangat dia cintai, tentunya akan berdampak pada kondisi psikisnya. Senyuman mentari yang seharusnya dia pahat abadi di wajahnya kini melumer. Tergantikan oleh satu titik garis lurus yang tak pernah teman-temannya duga sama sekali.

Sorot matanya menatap kebawah dengan redup. Kini, di dalam kamarnya yang sumpek nan gelap, Naruto jatuh terduduk di pojokan. Jari-jemarinya ia gerakkan, mencoba melukis sesuatu yang mungkin saja bisa merubah kehidupannya ke arah yang lebih baik. Kapur seputih masa remajanya itu kini menggores lantai Tatami yang menjadi dasar dari lantai perumahannya.

Bergerak sejenak ke ujung lalu kembali lagi, dan meletakkan kapur yang terkikis itu ke samping telapak kakinya. Matanya mengerjap beberapa saat, ia mencoba untuk menguatkan hati serta mentalnya.

"Mungkin dengan begini, hidupku akan berubah menjadi lebih baik lagi."

GearPhantom97

Selama masih memiliki kemampuan dan mau berusaha keras, hidup manusia pasti akan berubah perlahan-lahan menjadi lebih baik. Sayangnya, tak semua manusia bisa melakukan hal itu lantaran deburan ombak yang begitu keras menghantam kapal takdirnya, karena kesulitan inilah manusia yang sudah putus asa kerap kali melakukan hal-hal aneh seperti meminta bantuan kepada iblis.

Lalu dengan media apa mereka bisa memanggil iblis?

Buku sihir, lingkaran sihir atau pun mantra yang ada di dalam buku-buku tertentu. Manuskrip-manuskrip sihirnya disebut-sebut berisi jampi-jampi dan juga catatan rinci penulisnya yang konon katanya sukses memanggil sesosok mahkluk yang bergelar iblis besar untuk muncul dan membantu segala gundah gunalanya.

Di antaranya disebutkan bahwa orang yang melakukan ritual memerlukan sebuah batu sihir tertentu dan dua lilin yang telah diberkati oleh Gereja. Semua itu dipakai untuk membentuk kesepakatan Segitiga agar pelaku pemanggilan dilindungi oleh roh yang telah dipanggil. Namun, Naruto tidak mengaplikasikannya. Ia dengan kerinciannya sendiri mencoba menggambar lingkaran sihir yang didapatkannya dari sahabat dunia mayanya tanpa adanya perantara batu sihir maupun lilin yang diberkati. Ia malah menggunakan lilin asal bekasnya dulu waktu pemadaman listrik.

Lagipula tujuannya memanggil iblis adalah untuk melahap jiwanya, bukan untuk melindunginya. Ia sudah muak hidup sendirian di dunia ini dengan terpaan ujian yang bahkan bukan menjadi batasannya sendiri sebagai seorang manusia yang berhati rapuh.

Percikapan listrik merah yang keluar dari lingkaran sihir pemanggilannya kini sukses memporak-porandakan kamarnya. Beberapa perabotan yang tertata rapih kini mulai berjatuhan dan membawa kengerian tersendiri bagi mereka yang hobi terhadap kebersihan dan kerapihan ruangan. Naruto sendiri tidak perlu memusingkannya, karena ia berharap ini akan berakhir dengan cepat.

"Ara?" Mata Naruto membola. Ia yang diawal ritual tadi berpikir begitu pesimis bisa memanggil iblis, kini rasanya menghilang. Saat ini, di depan matanya berdiri sesosok wanita iblis berambut semerah darah dengan sayap iblisnya yang begitu besar menjuntai mengerikan di belakang punggungnya.

"Apa kau yang memanggilku? Manusia?" Naruto mundur ke belakang, lalu terjatuh terduduk. Telunjuknya mengacung bergetar hebat tatkala sosok yang ia tidak duga sama sekali malah muncul di hadapannya. Ini lebih mengerikan daripada bayang-bayang semu yang sempat hadir dan ia proyeksikan sebelum pemanggilan ini.

Wanita di depannya memiliki rambut merah, layaknya warna darah para korbannya yang menetes dan mewarnai setiap helai rambutnya. Rambut itu begitu berkilau di tengah gelapnya ruangan ini. Lekuk tubuh putih pucatnya yang indah itu berbalut pakaian dress hitam yang terlihat terbakar di beberapa bagiannya. Matanya yang berwarna violet kelabu itu bersinar, lalu menatapnya dari balik senyumannya yang begitu mengerikan. Saat ini yang dapat ia lihat dari wajah iblis ini adalah matanya yang bersinar dengan seringai bibirnya yang begitu lebar.

"Apa kau menginginkan sesuatu dariku? Katakanlah, apa yang menjadi keinginanmu selama ini." Tenggorokan Naruto tercekat untuk beberapa detik. Ia sebisa mungkin menelan ludahnya yang entah kenapa sekeras menelan gumpalan kertas. Kemudian ia berdiri, lalu menatapnya masih dalam raut kengerian yang ada dipelupuk matanya.

"A-apa kau… akan membunuhku?" Iblis itu memiringkan wajahnya, tanda tak begitu paham dengan apa yang di utarakan oleh manusia satu ini. Kenapa juga manusia ini menanyakan sesuatu hal yang sudah pasti hakikatnya.

"Tentu, aku akan mengambil jiwamu kalau seluruh permintaanmu sudah aku kabulkan." Tunjuknya. Kuku hitam nan mengerikan itu begitu menusuk ulu hatinya bahkan disaat jaraknya terpaut sejauh beberapa meter. Naruto mencengram dadanya, entah kenapa begitu menyesakkan untuk dirasakan.

"Apa aku bisa mempercayakan nasibku kepadamu, wahai iblis yang aku panggil." Dia maju, lalu tertawa halus. Ujung jari-jemari lentiknya menutupi mulutnya ketika dia melakukan tawa itu.

"Tentu, kau bisa menyerahkan segalanya kepadaku." Kemudian mendekatkan wajahnya yang seputih salju itu untuk dipamerkan oleh pemuda di depannya. Mata Naruto membola, bukan pada kesan mengerikan atau takut tatkala ia melihat wajah dari iblis wanita yang dipanggilnya. Akan tetapi, Naruto terpesona pada wajah iblis di hadapannya yang ternyata secantik malaikat di pagi hari. Dia tampak begitu dewasa dan begitu anggun.

Semasa hidupnya, rupa dari iblis inilah yang paling cantik dari semua wanita yang pernah di lihatnya. Hal itu malah membuat Naruto gugup, kengerian yang terkumpul di matanya kini mulai membubarkan dirinya. Sosok cantik yang tak terduga itu justru menorehkan senyuman halusnya ketimbang senyuman mengerikannya di awal dia datang tadi.

"Jadi, katakan padaku apa keinginanmu." Lanjut desisnya. Wajahnya kini berubah, ia tidak lagi memberikan senyuman ramahnya, kali ini ia persembahkan wajah mengerikan dari sosok iblis dunia bawah kepada pemuda di depannya.

Sosok yang sangat menyepelekan manusia,

Sosok yang berlawanan dengan manusia,

Serta sosok yang tidak bisa dimengerti oleh manusia.

Dan Naruto, si pemuda itu hanya bisa mematung.

'Ahh, begitu ya. Untuk pertama kalinya aku sadar akan bahaya yang bernama kematian. Semuanya akan berakhir, seluruh jiwa dan ragaku akan dimakan olehnya sebagai ganti dari keinginanku. Aku takut… sungguh, aku tidak menyangka tubuhku akan menggigil seperti ini.'

Apa yang kau inginkan?

'Keinginan? Aku ingin mati… aku…'

Itu bukan keinginanmu yang paling dalam, katakan padaku apa keinginanmu yang paling dalam. Lubuk hatimu saat ini, coba gali lagi… dan utarakan, apa keinginanmu.

'Sesuatu dari lubuk hatiku, sesuatu yang sangat kuinginkan… sesuatu yang, kurang dari kehidupanku. Ahh, betapa bodohnya aku. Kenapa bisa aku melupakan sesuatu yang sangat kuinginkan dari dulu. Aku tahu apa yang aku inginkan.'

Katakan padaku, apa yang kau inginkan?

Sesuatu yang sangat kuinginkan saat ini adalah…'

"Keluarga…" Wajah Naruto menunduk.

"Tolong, jadilah Ibuku!" dan mengangkatnya kembali wajahnya dengan siratan mata yang begitu kental menyorotkan tanda kehidupan dan permohonan. Setetes air mata dipelupuk matanya kini meluncur, membawa arti ketulusan yang begitu tersorot dari raut wajahnya yang menginginkan itu.

"Eh…?" Iblis wanita itu tak bisa menyembunyikan raut kebingungannya. Alih-alih mendapatkan keinginan untuk menjadikan pemuda itu kaya raya atau membunuh seseorang, justru yang didapatkan olehnya adalah berupa sebuah permohonan aneh yang merujuk pada keluarga.

Dengan lugu, ia memegang dagunya lalu berpikir. Wajahnya yang seram kini tergantikan oleh rautnya yang lucu tatkala ia melakukan itu. Seulas senyuman geli Naruto sematkan tatkala ia melihat tingkah lucu dari iblis wanita di depannya.

"Hahaha" Melihat dan mendengar tawa renyah manusia di depannya, membuat pikiran anehnya buyar. ia tatap pemuda pirang itu dengan matanya yang menyorotkan akan rasa keingintahuan dari arti permohonan yang diajukannya tadi.

"Apa maksudmu menjadi 'ibumu' ini? Aku tidak begitu paham." Iblis itu melangkah maju, memeluknya lalu membawa tubuh pemuda itu untuk merasakan suhu tubuhnya yang terasa begitu hangat. Senyuman sehalus kalbu ia torehkan. Jari-jemarinya yang lentik itu mengelus pipi Naruto yang mempunyai guratan enam garis aneh itu dengan lembut. Sebisa mungkin memberinya intimidasi ringan untuk mendapatkan detail permohonannya.

"Layaknya keluarga, aku mau kita bermain bersama, mengobrol bersama, makan bersama dan bepergian bersama. Aku… ingin kau ada dan selalu bersamaku setiap harinya, layaknya ibu yang selalu menempel pada buah hati yang sangat ia sayangi. Kumohon, jadilah… ibuku." Wanita iblis itu terdiam. Secara tak langsung ia mulai mengendorkan pelukannya lalu menatap pemuda itu dengan sorot matanya yang sendu.

"Oh… aku mengerti," kemudian ia tersenyum. Begitu lembut, layaknya lembayung senja yang terpapar indah di kedua cakrawala matanya. Naruto pun dibuat terpana olehnya.

"Jadi, bisakah kau memberitahukanku siapa namamu?" Ia mennggapai dan meraup wajah Naruto di depannya dengan kedua tangannya yang sehalus sutra, lagi. Menguncinya dan menatapnya hanya kepadanya seorang saja, mata mereka kini kembali bertemu—kali ini tidak ada guratan rasa takut atau pun rasa ingin mendomimasi. Mereka sama-sama terhanyut ke dalam nuansa aneh yang entah kenapa mengetuk setiap jengkal dari pintu hati mereka yang keras.

"Naruto, namaku Uzumaki Naruto." Iblis itu semakin tersenyum lebar. Ia menampakkan gigi putih berhias taringnya itu kepada Naruto.

"Naruto, kau mempunyai nama yang lucu sekaligus indah," Naruto terdiam membeku, ketika secara tidak langsung iblis di hadapannya ini menunjukkan kasih sayangnya yang begitu hangat dan sangat… ia impi-impikan. Dia, memeluk tubuhnya dengan erat.

Sungguh, baru kali ini ia merasakan pelukan ini. Kalau boleh dikata, seumur hidup Naruto tidak pernah dipeluk oleh ibu kandungnya seperti ini, kehangatan yang tersalur sangatlah memabukkan. Mau bagaimana lagi, karena beliau menderita penyakit yang mengharuskannya tetap terbaring di ranjangnya. Makanya ia tidak pernah berpelukan hangat seperti ini dengan ibu kandungnya. Matanya mengawang pilu, kemudian ia menangis tatkala sekelebat kenangan kehidupannya bersama dengan ibu kandungnya kembali melintas dan bertamu sejenak di pikirannya.

Dan dengan kedua tangannya yang terbentuk kokoh oleh takdir itu, kini Naruto memeluk balik wanita iblis yang akan menjadi ibu angkatnya ini, untuk ke depannya. Kasih sayang yang muncul dalam diri mereka masing-masing tersalurkan kepada pelukan itu. Membawanya dalam kesenangan sekaligus kegembiraan. Menenangkan dan menyamankan, itulah arti dari sebuah pelukan yang sedang mereka peragakan sekarang.

"Namaku Kushina Gremory, mulai sekarang aku akan menjadi ibumu dan menjadi Uzumaki Kushina."

"Ku-kushina-san," Iblis yang diketahui bernama Kushina itu tertawa.

"Aku akan menjadi ibumu, bukankah akan lebih baik kalau kau memanggilku dengan sebutan Kaasan?" Kushina mendekatkan tubuhnya. Rambut semerah darahnya kini mulai bercabang menjadi sembilan bagian, dan ketika ia meraup wajah Naruto, kesembilan bagian dari rambutnya itu kini menjulur dan menyelimuti tubuh Naruto. Mengikatnya dan mendekapnya dalam lilitan harum dari rambut alami clan iblisnya.

Detik berikutnya, wajah Kushina mulai mendekati ke arah wajah Naruto. Ekspresi wajahnya benar-benar serius tanpa keraguan. Naruto sendiri tak tahu harus menanggapinya bagaimana, yang jelas ia begitu terpaku akan kedua bola mata yang dimiliki Kushina yang kian mendekat setiap detiknya.

Setelah jaraknya cukup dekat, Kushina mulai menyipitkan matanya, begitu pun juga dengan Naruto yang reflek melakukan hal yang sama. Ujung hidung mereka saling bersentuhan. Ia berhenti sejenak, kedua mata mereka sama-sama terkunci dan mendalami satu sama lain dalam kesenduan. Hembusan nafas halus dikeluarkan Kushina, sedikit terengah dan begitu menderu akan apa yang ia lakukan untuk ke depannya.

Naruto menghirup nafas Kushina dengan candu, entah kenapa tercium begitu harum dan manis. Iblis memiliki daya pikatnya sendiri ternyata. Seiring dengan apa yang ia lakukan barusan, mulut Kushina kini semakin mendekat. Mendekat dan lebih mendekat, dan pada akhirnya mulut keduanya saling menyentuh dengan terpejamnya kedua mata mereka masing-masing.

Baik Kushina dan Naruto, keduanya sama-sama saling menyesapi rasa dari bibir mereka yang bertemu dengan sejenisnya yang menggiurkan. Begitu kenyal dan manis. Kecupan halus keduanya kini perlahan berubah menjadi hisapan yang memabukkan. Kushina dengan inisiatifnya mulai mendorong masuk lidahnya yang agak sedikit panjang itu ke dalam mulut Naruto. Mencoba mengobrak-abrik isi dari mulut pemuda yang sedikit memabukkannya.

Naruto tersentak, tapi hanya berlaku sejenak sebelum ia merespon lonjakan birahi itu dengan liukan lidahnya yang juga menyambut lidah Kushina dengan gelora nafsunya. Keduanya terhanyut, lidah Kushina kini mencoba lagi menyelinap di antara deretan gigi Naruto yang berhasil ia buka dengan pasrah. Kedua lidah mereka bertemu dan saling membelit satu sama lain. Seakan tidak mau memisahkan dirinya, mereka bergantian menyedot lidah lawan jenisnya dengan nafsu yang menggelora.

"Hnn… ahnng~ slurp~ " Sialnya, suara yang dikeluarkan Kushina membuat naluri laki-laki Naruto bangkit dan ingin berbuat lebih kepada iblis merah menggoda ini. Entah sudah berapa menit berlalu, mereka tidak menunjukkan tanda-tanda ingin memisahkan bibir mereka yang menggoda.

"Ssshh~ Naru…" Suara manis yang dikeluarkan Kushina sesaat sesudah mulut mereka berpisah sukses meracuni otak Naruto. Pemuda polos nan berhati bersih itu kini tidak selamanya bersih lagi, ciuman pertamanya juga dengan lonjakan birahi pertamanya di keluarkan oleh sosok iblis yang justru akan menjadi ibunya sendiri. ini… sungguh memalukan.

"Belum… masih pengen lagih~" Begitu pun juga dengan Kushina, iblis satu ini juga dikenal sebagai sesosok wanita yang sangat susah didapatkan di dunia bawah. Mengingat jabatan serta gelarnya sebagai kakak dari Maou Lucifer—Sirzech Gremory, membuat beberapa kalangan iblis begitu menciut hanya sekedar memberinya lamaran maupun pernyataan cinta. Bisa dibilang, ini adalah ciuman pertama bagi Kushina juga.

Kushina yang sedang terpuruk di dalam kesendiriannya dan di tengah usianya yang sudah mulai men-dewasa, dan juga dengan hidup kesehariannya yang monoton di dunia bawah kini merasa bosan. Makanya ketika ada seseorang manusia yang iseng mencoba memanggil iblis di dunia bawah yang kebetulan juga terdeteksi olehnya, membuat ia berinisiatif menghalau beberapa panggilan dari iblis lain hanya untuk dirinya seorang saja. Dan pada akhirnya ia berakhir di sini, dengan niat awalnya yang iseng ingin mengerjai manusia malah berakhir bersama pemuda pirang bernama Naruto yang cukup membuatnya terpaku akan permohonannya yang beitu unik.

Kushina menutup kembali matanya dan menyatukan bibirnya yang merah menggoda itu kepada Naruto. Kali ini, ciuman mereka lebih ganas. Lidah mereka bergumul lebih kuat dan lebih menggelora lagi. Rambut bercabang merahnya yang membungkus tubuh Naruto kian mengerat setiap detiknya tatkala gelora nafsunya meningkat. Mata Kushina membuka perlahan.

Ia memberikan dorongan sihir kepada lidahnya agar sedikit lebih panjang. Air liur di mulut Naruto meluap ketika tak mampu membendung jajahan lidah Kushina yang kini memanjang memasuki rongga mulutnya. Akibatnya, air liur itu mengalir ke dalam mulut Kushina yang membuatnya secara tidak langsung menenggak air liur Naruto itu dengan paksa.

Karena mungkin berasa bersalah dan agak sedikit tersedak, kini dengan cepat-cepat Naruto melepaskan ciumannya. Benang saliva yang tercipta di antara mulut keduanya tatkala proses pelepasan ciuman itu ibarat seperti benang tipis yang menghubungkan perasan mereka satu sama lainnya. Begitu erotis, sekaligus romantis di waktu bersamaan.

"Ano, maaf… air liurku tadi masuk ke dalam mulut Kushina-san"

"Fufufu~ bukankah itu bagus? Sekarang kontrak di antara kita sudah resmi terjalin," Kushina memeluk tubuh Naruto, membawanya kepada dekapan hangat seorang wanita yang menginginkan sebuah kasih sayang dari anaknya.

"Dan sudah aku katakan jangan panggil aku dengan sebutan itu, aku ibumu mulai sekarang lho~ dasar anak nakal." Colekan telunjuk kecil dengan gemas mendarat di hidung Naruto.

"Kaasan." Dan dengan senyuman indah yang terpatri di wajahnya, Naruto mulai memanggil wanita iblis di hadapannya dengan sebutan ibu. Keduanya saling menatap satu sama lain sebelum pecah menjadi tawa geli yang begitu memabukkan.

"Nah begitu baru anak baik," Kushina memejamkan matanya. Sebisa mungkin mencoba mengkhayati elusan sayangnya kepada surai pirang Naruto, yang begitu halus untuk disisir oleh jari-jemari lentiknya.

"Naruto, aku berumpah akan mengabulkan keinginanmu untuk menjadi ibu yang baik."

"Janji?" Jari kelingking Naruto teracung ke depan, berusaha untuk memberikan sebuah perjanjian abadi yang tak tertulis layaknya kontrak yang mereka buat. Dengan senyuman ke-ibu-annya, Kushina manautkan jari kelingkingnya kepada jari kelingking Naruto. Mereka saling mengaitkan jari kelingking satu sama lain sebagai tanda perjanjian yang apabila dilanggar jari kelingking mereka harus di potong atau harus menelan ribuan jarum.

Tawa hangat keduanya lalu lepas tatkala tautan kelingking mereka kini malah berubah menjadi genggaman hangat bagaikan sepasang suami istri yang sedang memadu cinta. Naruto memejamkan matanya, namun tidak pernah memejamkan mulutnya untuk terus tertawa halus. Tubuhnya kini mulai melemah setiap detiknya ketika Kushina mengelus surai pirangnya.

Entah apa yang terjadi, yang jelas ia sangat ingin tidur. Kesadarannya kini kian ditarik oleh sesuatu yang menurutnya sangat menyejukkan. Dan kini, ia kehilangan pandangan dunianya. Naruto jatuh tertidur di dalam dekapan halus Kushina yang terus menerus mengelus surai pirang lembutnya.

Kemudian elusan lembut itu beralih ke arah wajah tan eksotis yang dipunyai Naruto. Kushina merasakan sesuatu yang bergejolak di dalam dirinya, wajah ini dan rambut ini mengingatkannya akan teman seperjuangannya yang sudah gugur meninggalkan dirinya sendiri.

Jika mengenang akan membuatnya sakit, maka dengan mengubur akan bisa membuatnya lega. Maka dari itu, ia akan mengubur kenangan pahitnya itu dan mulai membangun kenangan baru dari sosok yang mirip seperti temannya ini.

Ia akan menjadikan pemuda ini prioritasnya,

Ia akan menuntun pemuda ini ke arah kebenarannya kembali,

Ia akan memberikan segalanya, baik raga dan jiwa yang dipunyainya untuk manusia lemah seperti Naruto ini. Kenangan pahit yang dideritanya, akan ia hapuskan dengan kasih sayang abadinya. Ya, tentu Kushina perlu melakukannya dan harus melakukannya. Karena ia sudah memegang kontrak, janji jari kelingking yang mengambang, dan tawa halusnya yang membekas di ingatannya.

Kushina, harus, membahagiakan Naruto. Mau bagaimana pun caranya.

"Aku berjanji akan merawatmu, dan akan selalu berada di sampingku… Naruto-kun."

.

.

.

To be continued…

A/N: Fak :v, maap, author malah bikin fic baru. Terlepas dari penatnya rasa bosan di rumah, membuat Author secara tidak sengaja malah menulis ini :') entahlah, author juga bingung. Alangkah baiknya di post dan menunggu respon bukan? Daripada menjamur di penyimpanan ahahaha.

Bagaimana kesan kalian? Author udah sempat mengetik kelanjutannya sih. Jadi, tinggal menunggu respon aja ya wkwk. Btw, itu judulnya benar apa enggak anjir :v Author asal soalnya. Oh iya, fic Deadly Monarch mungkin updatenya akan mundur tidak seperti biasanya di hari Sabtu atau Minggu. Ada sedikit kendala yang mengharuskan Author untuk menunda updatenya. Akan tetapi kalau ternyata kendala itu lebih cepat terselesaikan, maka update fic itu tidak akan di undur.

Ya, hanya segitu saja… semoga kalian tetap sehat dan jaga kerukunan di rumah. See u later!

GearPhantom97, out…