"Aku mencintaimu.."

Aku tak tahu kenapa aku mengatakan itu kepadanya.

Di dalam terjangan salju, aku mengatakan itu kepadanya. Di depan Kakashi-sensei, Yamato-kaichou, dan teman-teman yang ku percaya. Sungguh, bahkan aku sendiri tak bisa menjelaskan mengapa aku mengatakannya.

"Aku tak peduli lagi dengan Sasuke-kun, kini orang yang kuharapkan berada di sisiku adalah kau, Naruto. Bukan orang lain."

Pembohong. Jeritku dalam hati.

"Jadi kumohon.. Berhentilah mengejar Sasuke dan mulailah lihat aku!"

Pembohong, Batinku terus berteriak tapi aku tak peduli. Aku hanya ingin mencegah hari dimana aku akan menangis menyesali semua hal yang pernah aku bebankan padanya. Termasuk janji bodoh yang ia buat denganku, saat kita masih kecil.

"Kumohon jangan menangis, Sakura-chan.. Kau sangat mencintai Sasuke 'kan? Kumohon jangan menangis. Jika keberadaan Sasuke membuatmu jauh lebih baik, maka pegang baik-baik perkataanku ini,

Aku akan membawa pulang Sasuke untukmu. Ini janji seumur hidup!"

Tidak, aku tidak ingin mengingatnya. Betapa bodohnya aku kala itu, yang hanya bisa merengek akan keinginan egoiskuegoisku. Bukan sekali saja aku membuatnya repot, tapi sudah berkali-kali ia bersedia dibuat repot oleh diriku yang bodoh dan tak bisa apa-apa. Aku hanya ingin mencegahnya pergi. Hanya itu.. Dan untuk janjiku—

"Lupakanlah janji itu. Itu tidak berpengaruh pada perasaanku kepadamu. Aku jatuh cinta padamu dan aku telah membuang jauh-jauh angan-angan tentang Sasuke-kun."

Kau jahat, Haruno Sakura. Sungguh jahat. Sahabatmu ini berusaha selalu membuat senyuman tersemat di bibirmu. Tapi kau seakan acuh tak acuh. Bahkan, kau tak memberinya ucapan Apa kau baik-baik saja? tepat saat ia kembali dari pengejaran Sasuke. Dan sekarang, kau ingin menyakitinya lebih dalam lagi? Kau sungguh jahat, memanfaatkan kebaikan sahabatmu demi keegoisanmu.

Belum terdengar tanggapan dari orang di depanku ini. Sudah kuduga ia akan terkejut dengan semua hal yang tiba-tiba ini. Tapi aku takkan mundur. Sudah ku putuskan—

"Baiklah, sepulang dari sini, kita menikah yuk?"

—eh?

Giliran wajahku yang memerah dan terpampang wajah terkejut ku yang luar biasa. Tak pernah menyangka bahwa kata-kata itu yang akan keluar dari mulutnya. Aku hanya bisa menganga, tak tahu harus menanggapi seperti apa. Namun, yang kutahu, ia memasang wajah datar nya, bahkan lebih datar dari Sasuke-kun.

"Aku tak sabar menikah denganmu, Sakura-chan."

Sekilas, kulihat ia melempar senyum miring kepadaku yang menyiratkan sesuatu. Namun, aku tak dapat menangkap apa arti dari senyum tersebut.

Aku dan Naruto...

...menikah?

A Simple Hope

Disclaimer © M.K Sensei

Story © Artic'uno Staff

Note: 3HoursMade dan mohon maafkan bila ada typo atau kata-kata non-baku

Genre: Romance, Drama, Family

Enjoy!

"Kau bercanda?"

Reaksi yang sama seperti yang aku berikan padanya tempo dulu. Ino, sahabatku, yang kumijtai pendapat setelah insiden Negara Besi juga ikut bingung dan tampak tak percaya akan ceritaku. Bagaimana rencana awalku yang hanya ingin membuat Naruto melupakan janji bodohnya, kini berubah menjadi kejadian tak terduga.

"Tidak, aku sangat serius." Ucapku padanya. Kulihat kedua tanganku yang terbungkus rapi sarung tangan berwarna pink dengan hiasan manik-manik berwarna senada. Ini adalah hadiah dari Naruto saat pertama kali kami, uhm, kencan. Aku masih tak mengerti.

"Apakah si bodoh itu baru saja membenturkan kepalanya terhadap batu atau apa?" Ujar Ino menanggapi. Lagi, aku merasa sangat bersalah kepada Naruto. Karena jika pernikahan ini tetap berlangsung, maka..

"Aku khawatir jika aku tidak bisa belajar mencintainya.." kataku lirih. Ino sejenak menatap kearahku namun kemudian ia alihkan lagi pandangannya ke arah lain. Duduk di belakang bukit Hokage memang yang terbaik. Tempat ini masih sejuk, belum terkontaminasi dari apapun, apalagi disini ada sebuah pohon Sakura yang berusia sangat tua. Tempat ini juga jarang didatangi orang lain, sehingga ini adalah tempat yang sempurna untuk mencurahkan isi hati.

Ino menghela nafas, "Kenapa tidak kau ralat saja ucapanmu?" Perkataan Ino mendobrak lamunanku dalam sekejap.

"Apakah kau menyuruhku untuk bunuh diri?" Sindirku padanya. Ino dengan cepat melambaikan tangannya di depan wajahnya, "Tidak tidak, maksudku.. Kenapa kau tidak mencari tahu alasannya langsung mengajakmu menikah? Lagipula, kenapa bukan aku saja? Aku kan lebih cantik dan woow darimu." Kesal Ino seraya mengerucutkan bibir.

Aku tak menanggapi ucapan Ino barusan.

Apakah ia memiliki alasan?


"Hee? Kau dan Sakura akan menikah?!"

Nenek terkejut mendengar berita yang kubawa. Pantas saja, selama ini hubunganku dan Sakura tidaklah menuju ke jenjang tersebut. Dan semua orang pun tahu bahwa Haruno Sakura sangat tergila-gila dengan Uchiha Sasuke, nuke-nin yang mana adalah sahabatku. Buronan seluruh negara Hi. Tapi..

"Dia menyatakan perasaannya padaku. Dan kau pikir aku akan membiarkannya terlewat begitu saja? Tidak akan!" kataku tajam dengan nada bicara yang sedikit meninggi. Kuakui, sedikit kesal jika ku mengingat semua hal yang ku lakukan untuk nya, namun hanya berakhir dengan wajah sedihnya karena tak ada pujaan hatinya disini. Ingin sekali aku membuatnya sadar bahwa, ada orang lain yang mencintainya lebih dari siapapun.

Nenek masih termangu di mejanya. Kami terlelap dalam keheningan dalam beberapa saat. Hingga akhirnya, ia menatapku dalam-dalam dan menyiratkan sebuah kekhawatiran disana. Kata-kata nya selanjutnya sungguh menancap tepat di hatiku.

"Kau rela jika ia masih mencintai orang lain walau sudah menikah denganmu? Apakah kau yakin akan baik-baik saja ketika saat itu tiba?"

Cukup lama aku terdiam. Nenek pun tak lagi mengatakan apa-apa kepadaku. Apakah aku baik-baik saja? Benarkah tidak apa?

Meskipun kau memiliki tubuhnya, tapi hatinya tidak dapat kau miliki. Dan aku bersumpah, itu sangat sakit untuk manusia sepertimu

Tidak! Aku tak mau itu terjadi! Tidak mau! Tidak apa-apa bila ia masih mencintai orang lain! Tidak apa! Aku akan menggunakan kesempatan itu untuk membuatnya berpaling! Ya! Benar! Aku memiliki suatu rencana dan rencana itu akan berjalan sesuai dengan yang aku harapkan. Selama aku bisa membaca suasana. Kau salah, Kyuubi. Aku bahkan tidak peduli jika aku dijadikan pelampiasan, karena seluruh raga dan hatiku kini..

..telah diselimuti awan mendung yang pekat.

Desak dia agar mau menikahimu!

Aku menyeringai mendengar suara Kyuubi. Aku menatap Nenek Tsunade sejenak sebelum mengalihkan perhatianku pada sisi yang lain. Kedua tanganku ku letakkan di belakang kepalaku, menyangga nya. Dengan wajah serius, aku berkata yang membuatnya kaget setengah mati.

"Satu minggu dari sekarang, kami akan menikah. Lokasi yang paling kuinginkan menjadi altar pernikahanku adalah rumah pemberian ayahku dulu. Maukah kau meminjamkannya untukku, Baa-chan?"

"Kau sedang bercanda 'kan?"

Aku hanya tersenyum miring menanggapi nya, "Saa, kita lihat saja.."

.

.

Apa yang kau pikirkan tentang pernikahan?

Kemewahan? Pesta? Baju pengantin? Janji suci?

Bagiku tampak seperti itu, namun tidak bagi sebagian yang lain. Percayalah jika semua hal indah tentang pernikahan hanyalah sebuah teori, bukanlah kenyataan yang sebenarnya. Aku tahu hal itu. Jika kau berpikiran bahwa menikah itu menyenangkan, maka buanglah pemikiranmu itu. Menikah dengan orang yang kau cintai maupun tidak, akan terasa sama walau ada sedikit perbedaan besar yang menyekati persamaan itu.

Namaku, Uzumaki Naruto. Seorang Genin. Anak dari Yondaime Hokage dan Akai Chisio no Habanero—Uzumaki Kushina, sedari kecil aku telah belajar tentang arti kehidupan yang sebenarnya. Bagaimana kita berperilaku kepada seseorang yang dulunya membencimu namun akhirnya berbalik mengagumi mu. Semua itu pasti ada maksud tersembunyi. Hal itu telah kualami beberapa hari kemarin. Dialah teman masa kecilku, Haruno Sakura, secara tiba-tiba menyatakan bahwa ia mencintaiku. Aku terkejut dan senang pada awalnya, tapi perasaan senang ku berubah menjadi perasaan ingin membenci saat ia berterus terang yang selalu ada kaitannya dengan Sasuke. Ia sangat egois, dan karena itu, aku berpikir untuk memberinya pelajaran atas keegoisannya itu. Dalam waktu dekat kami akan menikah, ya menikah. Aku dan dia menjadi satu. Nikmati lah keegoisanmu, Sakura. Karena keegoisanmu, kau telah masuk ke dalam perangkap yang telah kubuat selama kurang lebih 15 tahun.

Kakiku berjalan membawaku ke depan Mansion milik klan Hyuuga. Berbicara tentang Hyuuga, aku bersimpati kepada salah satu penerusnya, seorang wanita yang cantik dan mempesona, yang tak ingin ku sakiti. Hyuuga Hinata namanya—ia memiliki seorang kakak sepupu yang bernama Neji dan seorang adik yang bernama Hanabi. Mereka orang baik, mereka tidak pernah menyakitiku, tapi entah kenapa jika mengingat masa kecilku, mereka termasuk orang yang tidak ingin bermain denganku—Hinata maksudku. Setiap kali aku melihat Hinata, entah mengapa wajahnya memerah dan langsung lenyap dari pandanganku. Dan aku merasa tidak dihargai karenanya.

"Hinata-sama, apakah Anda yakin tidak apa-apa?"

Samar-samar kudengar suara percakapan antara dua orang. Tidak ingin menjadi orang jahat, aku pun langsung melenggang pergi meninggalkan mansion tersebut sebelum—

"Jika Anda mau, aku akan memaksa Naruto untuk membatalkan semuanya."

Cih. Ini adalah salah satu hal yang tidak kusukai dari Neji, ia terlalu ikut campur permasalahan orang lain. Tanpa mendengar lebih lanjut, kembali aku menggerakkan kedua kakiku menjauhi tempat tersebut. Kedua kakiku akhirnya membawaku ke Ramen Ichiraku. Langganan nomor satu-ku sedari aku bukanlah siapa-siapa. Sedari hampir semua penduduk desa menganggap ku jelmaan Kyuubi.

Kusibakkan tirai dan memasuki kedai tersebut dan seperti biasa Ojii-san dan putrinya menyambut ku dengan hangat.

"Oh, bukankah ini Pahlawan Konoha yang mengalahkan Pain?" Ojii-san berujar sambil melempar senyum riang padaku.

Aku tertawa kecil. "Haha, jangan begitu, Paman. Jika tanpa bantuan semuanya, kurasa aku akan berakhir dalam pemakaman umum." Cengirku.

"Ohhh itu tidak akan terjadi, Naruto-chan! Jika kau pergi, maka hari-hariku tidak akan secerah ini! Dan harusnya kau bangga karena telah menjadi kuat! Benar 'kan, Ayame?!"

"Ya! Itu benar, kau harus lebih bersemangat dalam hidup ini, Naruto-kun! Apalagi sebentar lagi kau akan menikah dengan gadis pujaanmu itu! Hehehe," Ayame-nee menimpali ayahnya. Aku tertawa untuk memeriahkan suasana, "Lagipula, meskipun Sakura-chan tidak dapat menerima ku, aku tidak akan sedih. Terlebih lagi, aku selalu sendirian ... sejak kecil." lirihku.

Ayame-nee dan Ojii-san terdiam. Tiba-tiba, Ojii-san langsung tertawa terbahak-bahak seperti mencoba menghiburku.

"Hahaha! Baiklah, untuk merayakan pernikahanku, kali ini aku akan memberikan mu 3 porsi ramen gratis! Psstt! Tapi tidak termasuk extra-Naruto lho ya! Hahaha!"

Aku tak bisa menahan senyuman tulusku kepada kebaikan dua orang di depanku ini. Jika saja aku bisa memilih, aku lebih memilih bertemu dengan mereka lebih dulu daripada hidup sendirian lagi.


Aku melangkahkan kakiku, menyusuri jalanan desa. Desa ini baru saja diserang oleh Pain dan kami masih berusaha untuk bangkit kembali. Perbaikan terus berjalan, namun tidak secepat yang kami harapkan. Bantuan logistik seperti makanan, obat-obatan dan lain-lain masih tertahan di tengah perjalanan karena cuaca yang tidak menentu. Kami harap semuanya bisa kembali seperti semula, sebelum serangan Pain.

Berbicara mengenai Pain, aku tak bisa tidak berbicara mengenai pahlawan kami, yang berjuang melawan Pain seorang diri tanpa bantuan Jounin—hanya dibantu oleh seseorang teman kami bermarga Hyuuga. Sampai saat ini, aku tidak pernah terpikir akan selalu memikirkannya. Ketika dia berubah, aku sangat khawatir terbayangkan dengan pertanyaan-pertanyaan berkonsep 'Bagaimana jika'..

"Oh? Ichiraku?"

Segera ku langkahkan kakiku mendekati kedai tersebut, namun samar aku mendengar suara tawa dari dalam sana.

Naruto?

Dari nada bicaranya, ia terlihat ... sedih?

Aku mengurungkan niatku untuk masuk ke dalam perbincangan mereka. Aku hanya diam bersandar pada tembok kedai itu dan mendengarkan semua nya. Tanpa kuduga, perlahan air mata meleleh dari kedua mataku.

"Apa ini?"

Aku mengusap kasar lelehan air mata itu namun tidak dapat ku hentikan lelehan itu. Hingga akhirnya, aku memutuskan untuk lari dari sana. Lari sejauh mungkin karena aku takut...

...takut jika tak bisa menahan tangisanku.

.

.

"Apa-apaan itu?" ujarku tak percaya. Kulihat dalam pantulan cermin di kamarku, aku masih saja menangis walau kini intensitas keluarnya air mataku tidak sederas beberapa saat yang lalu.

"Untuk apa ... aku menangis? Menangis karena Naruto? Bodohnya aku.."

Meski aku mengatakan hal itu, terasa ada tusukan langsung kepada dadaku. Seperti ditusuk oleh ribuan jarum, bedanya adalah: sakit tapi tidak berdarah. Perih.

"Tadi pertama kalinya Naruto bisa tertawa sebebas itu.. Yang tidak didapatkan ketika bersamaku, Tim 7, dan teman-teman yang lain. Jangan bercanda, Sakura.. Tidak mungkin."

Aku terus bertanya-tanya dalam hati. Kenapa? Kenapa dadaku terasa sesak saat memikirkan kemungkinan Naruto lebih nyaman bersama mereka, bukan aku? Bukankah aku adalah calon istrinya? Bukankah sebentar lagi kita akan menikah? Bukankah—

"Aku ... jatuh cinta kepadanya? Jangan konyol!"

Prangg! Aku memukul cermin di depanku hingga retak. Tak tertahan lagi, aku mulai melempari semua benda-benda ke arah cermin itu hingga cermin itu tak bersisa lagi. Untung saja, ayah dan ibu sedang berada diluar karena berbagai urusan. Jika tidak, sudah pasti aku akan ditanyai aneh-aneh.

"Kumohon, kau pasti bercanda Haruno Sakura! Kau tidak mungkin! Ini pasti bohong, bohong!"

Trankk! Aku menjatuhkan kunai ku. Perlahan aku mengambil nya, dan secara pelan mulai mengarahkan ujung kunai tersebut ke pergelangan tanganku.

Tunggu, Sakura! Pikirkan kembali tentang orangtua mu dan teman-teman mu! Kau tidak ingin membuat mereka menangis 'kan? Jadi, jauhkanlah kunai itu dan tenanglah!

Urusai

Pikirkan juga tentang Tsunade-shisou! Dia pasti akan sedih jika melihatmu depresi hingga mengakhiri hidupmu dengan cara yang tragis seperti ini!

Damare

Apakah kau ingin membuat kecewa semua orang?! Termasuk Sasuke-kun?! Dia—

DIAMLAH BRENGSEK!

KENAPA KAU MELAKUKAN INI, SAKURA?! BUKANKAH KAU SENDIRI YANG MEMUTUSKAN UNTUIK MENYATAKAN CINTAMU KEPADA NARUTO WAKTU ITU?! KENAPA?! KAU MENYESAL?!

DROP! Aku menjatuhkan kunai ku dan terkulai lemas setelahnya. Otakku dengan cepat mencari-cari alasan mengapa aku berniat untuk mengakhiri semua ini.

Kenapa?

"Aku tidak tahu."

Malam itu, adalah malam dimana aku pertama kalinya menangis sehebat itu selain karena Sasuke-kun.

To be Continued


Author Notes:

Emm.. Perkenalkan, kami mengambil alih akun ini dari owner sebelumnya. Karena owner sebelumnya sudah akan lebih fokus ke dunia kerja, dan sedikit menikmati menganggur di masa pandemi ini hehe. Kami, terdiri dari beberapa orang, menamai akun ini Artic'uno Staff. Tak ada makna mendalam sih, kami hanya berpikir kalau nama tersebut keren.

Cerita ini akan two-shot, mengambil scene ketika Sakura 'terpaksa' mencintai Naruto. Episode nya lupa, tapi kami mengambil beberapa referensi dalam cerita kali ini. Cerita ini menggunakan sudut pandang orang pertama, yaitu Naruto dan Sakura. Kami tidak akan menjabarkan seberapa aktif kami, tapi kami akan berusaha tiap minggu untuk update tapi kami tidak menjamin karena tugas kami juga banyak. Dan lagi kami adalah siswa SMK bukan SMA seperti owner sebelumnya, jadi kami akan lebih memiliki sedikit waktu luang hehe.

Kami butuh saran dan kritik, jabarkan saja di kolom review. Kami akan menerima semua saran serta kritik dari kalian, karena kami tidak suka pujian sebab akan membuat kami terlena. Lebih baik menerima banyak kritikan daripada satu pujian. Sekian dari kami, sampai jumpa di chapter selanjutnya.

RnR Please