Tadaaam :) fic ketiga saya *sebenarnya mah keempat, tapi yang satu hilang kena virus T^T*. Lagi kepengen bikin tentang Sasuke Itachi. Sebelumnya mohon maaf kalau ada OOC, miss typo, jeung sajabana. Enjoy it :D
Disclaimer : Masashi Kishimoto
Uchiha no Monogatari
An Itachi and Sasuke story
By cumanakecil :)
---
"Tadaima…"
"Okaasan!"
Terdengar suara langkah-langkah kaki kecil berlarian sepanjang lorong rumah di dareah distrik Uchiha. Sesekali timbul suara deritan kecil dari lantai kayu yang diinjak.
"Okaasan! Hosh.. Hosh.."
"Ada apa, Itachi?"
Itachi membungkuk kelelahan. Ia menghapus bulir keringat yang mengalir dari kedua pelipisnya. Latihan di siang yang panas seperti ini memang sangat menguras tenaga. Apalagi untuk bocah Uchiha berumur 6 tahun yang sekarang masih terengah-engah itu. Namun tangannya teracung, menunjuk antusias.
"Itu! Itu!" Itachi mengarahkan telunjuk kanannya ke arah perut sang ibu. Tetapi begitu menyadari kalau perut orang tuanya itu masih besar juga, senyum lebarnya seketika menghilang.
"Apa?" Mikoto terheran-heran melihat tingkah laku anak semata wayangnya itu.
"Belum keluar ya?" Itachi mengerucutkan bibirnya. "Aaaaaaaaah lama sekali sih!"
"Ooh." Mikoto tersenyum geli. "Sabarlah sedikit, nanti juga pasti akan keluar kok." dia mengelus perutnya perlahan, tempat dimana terdapat sebuah janin yang kabarnya akan lahir sebentar lagi. "Dan nanti kau akan jadi kakak, Itachi!"
"Kapan?" bocah itu meletakkan kedua tangannya di belakang kepala. "Aku tidak sabar, Kaasan..." Itachi nyengir. "Sulit dipercaya, sebentar lagi aku akan menjadi Itachi Nii-san…"
"Itachi!" sebuah suara memotong pembicaraan ibu dan anak yang baru saja berlangsung itu. Terdengar langkah-langkah kaki dari arah belakang. Itachi menoleh dan mendapati Uchiha Shisui, pamannya, sedang bersedekap tepat di belakangnya.
"Jangan seenaknya kabur di tengah latihan dong! Minta izin dulu kek…" shinobi itu mendapati Mikoto yang berada di depan Itachi, kemudian membungkuk. "Mikoto-san…"
Mikoto mengangguk kecil pada adik suaminya tersebut. "Itachi," ujarnya. "Dia ingin tahu kapan adik barunya lahir…"
"Bersabarlah, Itachi 'calon' Nii-saaaaaan…" Shisui memamerkan cengiran khasnya. "Wah, kau sudah tua ya ternyata."
"Enak saja!" potong Itachi gusar. "Jangan meledekku! " ia mendengus sebal. "Dan aku belum tua! Kau tuh, sudah ubanan begitu!" dan kemudian Itachi kabur, berlari ke halaman belakang sambil menyeringai.
"Uban?" Shisui meraih rambut yang jatuh di depan telinga kanannya. Ia mengerinyit keheranan. "Aku belum ubanan kok. Hey! Awas kau Itachi!" Uchiha itu berlari menyusul Itachi ke halaman belakang, setelah sebelumnya mengangguk kecil pada Mikoto yang kini sedang tertawa kecil.
Sementara itu di halaman belakang, Itachi sedang duduk di atas bebatuan pinggir kolam ikan miliknya. Cengiran lebar tak henti menghias wajahnya yang kini sudah berubah kemerahan. Kelelahan, tepatnya.
"Itachi!" Shisui membuka pintu halaman belakang. Ia mengedarkan pandangan dan mendapati Itachi sedang duduk di bebatuan pinggir kolam ikan di pojok kanan halaman, sedang menutup wajahnya dengan kedua tangan.
"Waaaa! Jangan siksa aku! Aku belum mau matii!"
DUAKK
Dan sebuah jitakan kecil dengan sukses mendarat di puncak kepala bocah Uchiha itu, meninggalkan benjolan kecil berwarna merah yang berdenyut pelan.
"Ouch!" Itachi memegangi kepalanya. Ia melirik kesal pada Shisui yang sedang tertawa lepas di sebelahnya. Ia mendorong shinobi itu sampai terjengkang dari tempatnya duduk. Tetapi entah kenapa Shisui masih saja tertawa. Bahkan kali ini sambil memegangi perutnya yang mulai sakit.
"Ahaha! Itachiii aku tidak bakal membunuhmu kali! Hahaha berlebihan dasar!" Shisui mengacak rambut hitam Itachi. Yang rambutnya diacak kini menggeram sebal sambil memasang death glare pada orang di sebelahnya. Kedua tangan mungil Itachi kini bersedekap. Mukanya ditekuk.
"Hei," Shisui —yang sudah berhasil menghentikan tawanya— menyenggol pelan bahu Itachi. "Jangan ngambek dong…"
"Siapa yang ngambek?" Bocah berumur 6 tahun itu membalikkan badan. Kini ia memunggungi pamannya, masih memasang muka cemberut.
"Itu namanya ngambek pintaaaaaaaar~" Shisui memutar bola matanya. Benar-benar, pikirnya. Anak yang satu ini keras kepala sekali!
Itachi adalah keponakan kesayangan Shisui. Walaupun mereka berdua sering bertengkar dan mengejek satu sama lain, mereka berdua tetap akrab. Saking dekatnya, hubungan mereka sudah tidak terlihat seperi paman dan keponakan. Mereka seperti kakak adik. Atau bahkan teman sebaya. Shisui senang sekali mengganggu Itachi. Menyenangkan melihat Itachi cemberut, katanya. Itachi, walaupun sering dijahili oleh pamannya itu, namun ia masih sering berlatih teknik-teknik ninja dengannya. Berhubung di rumah keluarga Uchiha tersebut hanya ada Itachi, Mikoto dan Shisui —Fugaku jarang berada di rumah— maka hubungan antara paman dan keponakan itu semakin hari semakin erat saja.
"Baiklah, baiklaaah…" Shisui membalikkan badan Itachi perlahan. "Maaf, oke? Dan kita bisa berlatih lagi."
Itachi mengangguk pelan. Dengan wajah masih cemberut, muka ditekuk, dan tangan yang bersedekap.
"Oh ayolaaaah. Tersenyum sedikit! Kau tidak ikhlas ya?" sang paman menurunkan tangan Itachi yang bersedekap. Kemudian ia menggenggam tangan kecil keponakannya dan bangkit berdiri. "Ayo, latihan lagi!"
Yang ditarik hanya menurut saja. Dan tak lama kemudian mereka berdua sudah tenggelam dalam sesi latihan yang sempat terputus tadi. Sesekali terdengar gelak tawa Shisui, yang kegelian melihat tingkah laku keponakannya. Keduanya kini kembali ke runtinitas tiap sore, berlatih teknik ninja.
.
.
.
"Itachi! Shisui! makan malam sudah siap! Ayo turun!" seru Mikoto dari lantai bawah. Itachi masih terkapar tak berdaya di kasurnya. Ia membuka mata ogah-ogahan dan menyahut pelan.
"Iya Kaasaaaan… sebentar lagii~" dan ia melanjutkan tidur pulasnya. Namun tak lama, karena beberapa waktu kemudian ia merasakan ada 'hujan' dadakan di kamarnya. Itachi yang merasa istirahatnya terganggu bangun dari tidur. Ia terduduk dan mendapati pamannya sedang nyengir di sebelahnya, dengan gayung berisi air dan tangan kanan yang tercelup ke dalamnya.
"Lama sekali," ujar Shisui, memasang wajah tanpa dosa miliknya. "Mau aku banjur?"
"Apa-apaan sih?" gerutu Itachi. "Mengganggu saja!"
"Yaaaaa mau bagaimana lagi?" shinobi itu mengangkat kedua bahunya. "Kau ini, kalau tidur susah sekali dibangunkan. Seperti…"
Belum selesai Sishui berbicara, Itachi bangun dari tempat tidur dan berjalan perlahan mendekati pamannya yang satu itu. Tak ada yang melihat cengiran jahil terpampang di wajahnya sampai…
SPLASH!
Dan Itachi berlari keluar kamar kemudian menutup pintunya segera. Meninggalkan Shisui yang masih berdiri terpaku —terbengong tepatnya— di tempat, dengan rambut dan baju yang basah total. Tangannya masih menggenggam gayung yang kini airnya sudah habis tak tersisa ketika tetesan air turun perlahan dari tubuhnya dan mulai menggenangi lantai kamar Itachi.
"Mana Sishui?" tanya Mikoto pada Itachi kecil yang kini sudah terduduk siap di samping meja makan. Kedua mata onyxnya sibuk memandangi menu makan malam mereka kali ini. Nasi dengan sup tomat dan ayam goreng. Di samping itu terdapat satu wadah besar minuman berwarna merah kental, yang diyakini Itachi sebagai jus tomat kesukaannya. Hmmm… sedaaaap~
"Tidak tahu," bocah itu mengangkat kedua bahunya dan memasang wajah innocent. "Masih tidur kali…"
Mikoto memasang tampang heran. "Tidur?" gumamnya. "Tidak biasanya…" dia beranjak menuju meja makan dan duduk di tempat duduk depan Itachi. Tangannya sibuk mengambilkan nasi dan menyendokkan sup untuk Itachi yang kini sudah siap dengan sendok dan garpu di kedua tangannya.
"Asiiiik tomat~" uchiha kecil itu berseru senang. "Aku makan yaaaaa… Itadakimasu!"
Namun belum sempat Itachi memasukkan suapan pertamanya ke perut, terdengar langkah kaki yang berjalan menuruni tangga. Dan tak lama kemudian muncul Sishui, dengan baju yang kering dan tangan yang sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil.
"Shisui?" Mikoto memandangi adik Fugaku yang satu itu. "Sejak kapan kau punya hobi mandi di malam hari?"
"Tidak kok! Aku hanya…" namun Shisui tidak menyelesaikan kalimatnya. Ia nyengir pada Itachi yang kini memasang tatapan ku-cekik-kau-kalau-bilang-ke-Okaasan. Namun tatapan mata Itachi memang tajam, sehingga Shisui mengurungkan niatnya melapor pada Mikoto. "Aku hanya… err~ mencari suasana baru hehe."
Mikoto terlihat tidak puas dengan jawaban Shisui. Ia masih memasang pandangan ganjil. Tetapi wanita paruh baya itu tak mau menunda-nunda waktu makan lagi. Maka Mikoto mengisyaratkan Shisui untuk duduk di bangku yang kosong, di sebelah Itachi yang kini telah memasang wajah innocentnya lagi. Shisui mendengus sebal. Sekarang kau menang Itachi, batinnya. Seringai geli muncul di wajahnya.
Makan malam itu berlangsung ceria. Mereka mengobrol ringan sambil menikmati hidangan yang tersaji di meja. Benar-benar keluarga yang hangat. Sesekali terdengar gelak tawa dari ketiganya. Mereka santap malam selama kurang lebih 1 jam.
"Nah, kalian boleh istirahat sekarang. Biar aku yang membereskan ini." Mikoto bangkit dari tempat duduknya. Tangannya sibuk membenahi piring-piring kotor yang bergeletakan di atas meja makan.
"Biar kubantu," Shisui menawarkan diri dan mengulurkan tangan untuk mengangkat gelas-gelas kosong.
"Eit, tidak usah. Biar aku saja, kau temani Itachi."
"Baiklah, Mikoto-san…" Shisui melangkah pelan dan beranjak menaiki tangga. Terdengar derit-derit kayu saat ia melangkahkan kakinya ke atas tangga.
Suasana sunyi sesaat. Hanya terdengar suara gemericikan air yang ditimbulkan Mikoto yang sedang mencuci piring kotor. Shisui sibuk membaca buku di kamarnya sementara Itachi sedang merebahkan dirinya di atas kasur, berusaha untuk tidur.
GUBRAK!
PRANG!
Keheningan terhenti ketika tiba-tiba terdengar suara piring pecah dan benda jatuh dari arah dapur. Shisui dengan sigap langsung meletakkan buku bacaannya dan berlari ke bawah untuk mencari sumber suara. Alangkah terkejutnya ia melihat Mikoto sedang terduduk sambil memegangi perutnya yang besar. Ia meringis kesakitan sementara terdapat pecahan piring di sekitarnya.
"Mi-mikoto-san??" Shisui panik. Ia segera membopong Mikoto yang masih kesakitan ke atas sofa.
"Perutku… Anak-nya.. l-lahir…" ucap Mikoto terbata-bata. Peluh mulai membanjiri keningnya sementara ia mengerang menahan sakit.
"A-aku hubungi rumah sakit," shinobi itu segera meraih telepon rumah. Jemari tangannya yang gemetar sibuk memencet nomor ketika didengarnya suara gedebukan keras dari arah tangga.
"O-okaasan??" seru Itachi. Ia berlari mendekati ibunya yang kini masih meringis kesakitan. "Kaasan kenapa? Sakit? Mau aku ambilkan obat?" bocah itu menaruh punggung tangannya di kening Mikoto yang sudah basah oleh keringat. Mata onyxnya memancarkan kekhawatiran yang sangat.
"Adikmu… akan se-segera keluar…" Mikoto tersenyum kecil —sambil menahan sakit—, berusaha menenangkan anaknya yang kini membelalak kaget.
"A-apa??" Itachi mundur dua langkah. "A-adikku? A-hubungi rumah sakit! Hubungi Otousan!" ia berteriak sambil menarik-narik ujung baju Sishui yang baru saja menutup telepon.
"Sudah Itachi, tenang dulu ya…" Shisui mendekati Mikoto yang kini terbaring di sofa. Mukanya merah sekali, menahan sakit yang amat sangat. "M-mikoto-san, tahan sedikit lagi ya, bantuan akan segera datang…" ia menggenggam tangan kanan Mikoto yang sudah dibanjiri keringat.
Mikoto menggangguk kecil. Ia melihat Itachi mengintip takut-takut dari balik punggung Shisui. Bocah berumur 6 tahun itu melangkah perlahan dan duduk bersimpuh di sebelah pamannya, ikut menggenggam tangan ibunya.
"Okaasan…" terlihat bulir air mata mulai mengalir dari kedua mata onyxnya, membasahi wajahnya. Itachi sangat khawatir akan keselamatan ibu kesayangannya. Ia baru pertama kali melihat Mikoto kesakitan seperti itu. Ia menggenggam tangan ibunya lebih keras lagi. "Berjuang ya…"
Mikoto tersenyum lembut. Ia berusaha menahan sakit yang kian menjadi.
'Aku tidak boleh membuat mereka khawatir,' batinnya. 'Harus kuat! Ayo Mikoto, bertahanlah sedikit lagi!'
.
.
.
Suasana rumah sakit kini sangat sepi. Lampu-lampu sebagian besar sudah dimatikan. Yang menyalapun hanya memancarkan sinar redup. Hanya ada beberapa orang yang lalu lalang. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 11.30. hampir tengah malam. Itachi duduk meringkuk di kursi tunggu yang berada di depan sebuah kamar bersalin. Ia menenggelamkan kepalanya di balik kedua kaki yang diangkat ke atas kursi. Di sebelahnya, Shisui duduk bersender. Matanya menerawang, menatap kosong ke arah depan. Keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing. Sungguh penantian yang panjang. Entah sudah berapa lama mereka tenggelam dalam diam seperti itu. Fugaku yang tadi diberitahu mungkin baru bisa sampai sekitar siang esok hari.
AAAAAAAAAAH!
Terdengar teriakan wanita dari dalam kamar bersalin. Shisui dan Itachi sontak terkaget. Itachi yang memang masih kecil merengkuh lengan Shisui kuat-kuat. Ia menggigit bibir bawahnya. Shisui yang menyadari kekhawatiran ponakannya yang satu itu mengelus kepala Itachi perlahan.
"Okaasan... ada apa di dalam sana?" bisik Itachi. Tangannya yang dingin masih terus mencengkram lengan pamannya.
"Tidak apa-apa, tenanglah dulu," Shisui melirik jam yang tergantung di atas koridor. "Ya ampun, sudah jam segini. Itachi, besok kau harus masuk. Sekarang pulanglah dan esok sepulang dari akademi kamu boleh ke sini, menjenguk Okaasan..." ia berusaha melepaskan genggaman tangan Itachi dari lengannya.
Itachi menggeleng pelan. "Aku mau disini..." ia bergumam lirih. "Aku mau temani Okaasan."
"Okaasan pasti tidak suka melihat kau bolos besok, bukan?" Shisui bangkit berdiri. Ia menggenggam tangan mungil Itachi. "Nah, ayo pulang. Biar ku antar. Nanti kalau adikmu lahir, kau pasti jadi orang pertama yang tahu." pemuda itu tersenyum kecil.
Itachi akhirnya menurut. Ia bangkit perlahan, masih dengan wajah ditundukkan. Dan keduanya berjalan dalam diam keluar dari rumah sakit, menuju distrik Uchiha tempat tinggal mereka.
.
.
.
Seorang bocah 6 tahunan memandang keluar dari jendela akademi. Wajahnya bertumpu pada tangan kanan yang diletakkan di atas meja. Lambang uchiha tergambar jelas di bagian belakang baju hitamnya. Mata onyxnya menerawang. Ia tak bisa fokus mendengarkan apa yang dijelaskan oleh senseinya di depan. Namun itu bukan masalah untuk bocah sejenius Itachi. Ia sudah mengetahui apa yang dijelaskan Iruka-sensei terlebih dahulu. Jadi jika ada pertanyaan, anak itu pasti sudah tahu jawabannya.
Itachi berkali-kali mengubah posisi duduknya. Ia tak sabar menunggu waktu pulang. Satu jam pelajaran terasa seperti satu hari saja. Ia melirik gelisah. Sesekali dipandanginya jam dinding yang tergantung di atas papan tulis, berharap jarum detiknya bergerak lebih cepat lagi.
'Aaaaaaah lama sekali!' batinnya kesal. 'Aku bisa terlambat menemui Okaasan...'
KRIIIING!
Itachi tersadar dari lamunannya. Ia bergegas membereskan semua barang bawaannya, dijejalkan asal-asalan ke dalam tas ranselnya. Lalu bocah itu segera melesat keluar kelas, berlari secepat mungkin agar bisa sampai di rumah sakit secepat yang ia bisa. Namun...
"Uchiha Itachi," terdengar seseorang memanggil namanya dari arah ruang TU. Itachi segera menghentikan larinya dan berjalan ke arah sumber suara. Ia menggerutu pelan. Kalau begini kan aku bisa telat datang ke rumah sakit! Rutuknya. Dan di depan ruang TU, Iruka sudah menunggu rupanya.
"Itachi, sini." panggil shinobi itu. Itachi hanya menurut dan melangkahkan kakinya menuju Iruka.
"Aku perlu bicara. Ikutlah ke dalam," Iruka melangkahkan kakinya ke dalam TU. Itachi mendengus kesal. Namun walau begitu, bocah Uchiha tersebut tetap mengikuti langkah senseinya dan masuk ke dalam ruang TU. Dan ia terlibat pembicaraan dengan Iruka di dalam.
"Apa-apaan sih?" Itachi menggerutu sepanjang perjalanannya ke rumah sakit. "Kalau hal seperti itu kan besok juga bisa dibicarakan!" ia menendang kerikil yang kebetulan ada di hadapan kakinya. Bocah itu mendengus kesal. Tadi, Iruka memanggil Itachi untuk menanyakan kesediaannya ikut lomba ketangkasan melawan akademi dari desa lain. Dan berhubung Itachi adalah anak paling cerdas diantara teman-teman seumurannya —termasuk sebagian seniornya—, maka tak heran jika ia yang ditunjuk. Itachipun mengiyakan saja, berharap pertemuannya dengan Iruka itu bisa berlangsung cukup cepat. Tetapi tetap saja, dibutuhkan sekitar 30 menit untuk membahas semua yang akan dipertandingkan dalam kompetisi kali itu.
Itachi mengayunkan langkah lebih cepat. Dan tak lama kemudian rumah sakit Konoha sudah terlihat. Ia berlari masuk dan segera mencari kamar bersalin ibunya, berharap tidak terlambat. Tadi Shisui bilang, adiknya sudah lahir pukul 3 pagi kemarin. Namun baru bisa dijenguk siang ini. Maka dari itu, sekarang Itachi harus sampai secepat yang ia bisa untuk melihat adik barunya. Ia sudah tidak sabar. Senyum kecil tersungging di bibirnya.
SREEK
"Ah!" semua menoleh ke arah pintu. Terlihat sang Uchiha kecil sedang terbungkuk kelelahan. Ia menyeka keringat yang mengalir di wajahnya. Wajahnya kemerahan, terbakar sinar matahari di luar.
"Hosh.. Hosh.. Tadaima..." Itachi melangkah menghampiri Mikoto yang masih terbaring di kasur. Mikoto tersenyum senang melihat kedatangan anak sulungnya.
"Okaeri, Itachi..." wanita paruh baya itu bangun dari tidurnya dan berusaha duduk.
"Okaasan tidak apa-apa duduk?" tanya Itachi khawatir. Yang ditanya hanya mengangguk pelan. Ia mengelus pelan kepala Itachi.
"Bagaimana harimu di sekolah?" Mikoto memulai pembicaraan.
"Yaa seperti biasa..." bocah itu mengangkat kedua bahunya. "Tak ada yang baru kok. Oh iya, ngomong-ngomong..." Itachi mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar. "Mana bayinya?"
"Baru mau dibawa kesini." kali ini Shisui yang menjawab. Ia duduk di atas sofa sambil memegang sebuah majalah. Di sampingnya terdapat Fugaku, terduduk diam dengan tangan bersedekap. "Kenapa kau lama sekali?"
"Tadi dipanggil Iruka-sensei sebentar, bukan masalah besar." Itachi mengibaskan tangannya. Ia nyengir. "Untung saja aku tidak terlam..."
Belum sempat bocah itu menyelesaikan kalimatnya, terdengar suara pintu diketuk. Shisui segera meletakkan majalahnya dan beranjak bangun menuju pintu. Ia membuka pintu itu perlahan dan terlihat seorang suster yang tersenyum manis. Di tangannya terdapat seorang bayi yang terbungkus kain selimut berwarna coklat muda.
"Bayi anda, Uchiha-san..." suster itu melangkah masuk dan meletakkan sang bayi dalam pangkuan Mikoto. "Laki-laki, sehat. Selamat atas kelahiran anak anda." ia menjabat tangan Mikoto erat. "Baiklah, saya permisi dulu.."
"Arigatou gozaimasu," Mikoto tersenyum lembut sambil mengangguk kecil. Suster itu membalas anggukannya dan berjalan menuju pintu. Ia keluar dan menutup pintu itu perlahan. Sementara itu, Itachi, Shisui dan Fugaku kini mengerubungi tempat tidur dimana Mikoto dan bayinya berada.
Bayi itu, mempunyai pipi yang chubby. Kulit putih membungkus seluruh tubuhnya. Sedikit rambut hitam terlihat mencuat dari balik kepala bundarnya. Mata onyx bulatnya melirik-lirik lucu, memandangi setiap kepala yang berada di sana. Tangan mungilnya menggenggam sambil menggapai-gapai. Itachi tersenyum senang. Ia membelai kepala adik barunya itu perlahan.
"Nah Itachi, sampaikan salammu untuk Sasuke..." Mikoto meraih tangan bayi itu dan menyentuhkannya ke pipi Itachi. Bocah itu terkikik geli ketika merasakan tangan mungil membelai pipinya perlahan. Itachi balas menggelitik pipi adiknya yang kini tertawa-tawa senang.
Mereka semua sibuk akan kedatangan sang anggota baru keluarga Uchiha tersebut. Itachi masih saja terus mengagumi kelucuan adik barunya yang satu itu. Apalagi kalau sudah tertawa. Akan muncul semburat kemerahan di pipinya. Seperti buah peach, kata Shisui. Ketiganya asik bercanda riang sampai tiba-tiba Itachi terdiam.
"Tunggu dulu," ia berkata. "Tadi Okaasan menyebut Sasuke? Jadi nama adik baruku ini Uchiha Sasuke?"
Mikoto mengangguk, mengiyakan pernyataan Itachi.
"Err~ apakah itu sudah tidak bisa diubah lagi?" bocah itu menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.
"Memang kenapa, Itachi?" tanya Shisui.
"Padahal aku sudah menyiapkan ini..." Itachi merogoh saku celananya. Ia mengeluarkan sebuah notes kecil bersampul hitam yang entah sejak kapan sudah ada disana. Dibukanya buku tersebut dan ia berkata, "semalaman aku memikirkan nama. Aku rasa Uchiha Hayate itu cukup bagus. Atau jika tidak bagaimana kalau Uchiha Shiroi? Err~ aku rasa nama yang ini aneh," Itachi mencoret satu nama dari daftar yang ada di bukunya. "Uchiha Kudo? Oh! Atau bagaimana dengan Uchiha Kaito? Err Uchiha Hakuba? Uchiha Eisuke? Lalu..." dan Itachi terus saja mengoceh tentang usulan nama yang ia dapatkan.
"haaah~" Shisui memutar bola matanya. "Sekalian saja Uchiha Memet."
"Itachi," Mikoto memotong ocehan anak sulungnya yang satu itu.
"Ya, Okaasan?" Uchiha kecil itu menghentikan aktivitasnya. Ia menoleh pada Mikoto yang kini sedang tersenyum geli.
"Okaasan menghargai usahamu mencari nama. Tapi menurut Okaasan, nama Uchiha Sasuke adalah nama yang pantas untuknya," Mikoto mengelus lembut kepala sang bayi yang kini sedang tertidur pulas.
"Tapi..." Itachi mau memprotes. Namun ternyata sedari tadi dia juga menyadari bahwa nama Uchiha Sasuke bukan nama yang buruk. Meskipun ia bisa saja membuat nama yang lebih bagus, toh tak ada bedanya. "Baiklaaaah," bocah 6 tahun itu berjalan mendekati Sasuke. Ia tersenyum kecil sembari meraih tangan kecil adik barunya dan menjabatnya perlahan.
"Uchiha Sasuke, aku Uchiha Itachi, kakak barumu. Salam kenal yaaaaa..."
-TBC-
Author Note :
Err disini Itachinya OOC ga? Soalnya aku ngebayangin Itachi pas kecil tuh lucu, jail, periang. Cuma gara-gara kejeniusannya dia jadi kayak diatur sama Fugaku, terus dikasih misi banyak. Jadi hubungannya sama keluarga jadi makin jauh :p buat Fic ini, sepertinya bakalan jadi 3/4 chapter aja, soalnya udah kebayang endingnya.. jadi Insya Allah bakalan terus diupdate. Doakan yaaa semuanya XD lagi ga minat nulis yang 24 August in His Life, bleng otaknya bingung mau digimanain lagi itu *getok pake lemari*.
Sekarang saya dan teman-teman lagi niat buat belajar bahasa Jepaaang. Tapi di bogor susah nyari tempat Les Bahasa Jepang yang murah terus bagus hiks adakah diantara kalian yang bisa kasih saran? Aku bakalan berterimakasiiiih banget :)
Oke, makasih buat yang udah baca dan review.. sampai jumpa di chapter selanjutnya!