Disclaimer : Not mine. I just own this Fanfic. No money here. Just for fun.


.

James Potter dan Sirius Black berjalan sepanjang gerbong Hogwarts Express, dengan koper mereka melayang di belakang. Mereka belum menemukan Peter, tidak seperti biasanya, Peter tidak terlihat di Kings Cross sama sekali.

"Hei, menurutmu di mana dia?" tanya Sirius.

"Entahlah. Mari berdoa semoga dia tidak terlambat bangun pagi ini. Atau jangan – jangan dia naik kereta sebagai tikus?" tanya James.

"Mana mungkin, bagaimana dengan kopernya?"

"Ketinggalan?" tebak James.

"haaah entahlah. Rasanya aneh sekali kita hanya berdua saja, mencari kompartemen. Biasanya ada Remus dan Peter", keluh Sirius.

"Yah, karena Remus terlalu 'Baik' sepanjang tahun lalu, sehingga dia terpilih jadi Prefek."

Sirius mengerling ke James. Memang, di akhir musim panas ini Remus telah mengirim surat ke mereka semua, memberitahukan bahwa dia terpilih menjadi Prefek. Mereka juga sudah memastikannya, setelah bertemu dengannya di stasiun tadi pagi. Setelah mengetahui bahwa Remus tidak bercanda, Sirius dan James langsung berpura – pura ketakutan dan mengampun – ampun kepadanya, meminta agar Remus tidak melaporkan mereka setiap kali mereka mengerjai orang. Tentu saja, Remus langsung setuju akan hal ini.

Tapi yang paling lucu adalah James. James menuntut bicara empat mata "antar lelaki" dengannya di stasiun. Pembicaraan itu tidak lain untuk memastikan:

Remus mengawasi Lily, yang juga menjadi Prefek, dan terbukti merupakan ancaman

Remus mencoba meyakinkan Lily, bahwa James sangat "pantas" dan "cocok" untuknya

Remus tidak "menyentuh" Lily sedikit pun.

Remus telah menjamin semuanya, tapi saat mendengar yang ketiga, dia tak bisa menahan tawa, termasuk Sirius (yang mencuri dengar). Remus juga member James jaminan, bahwa karena mereka Prefek, bukan lalu Remus akan mencoba hal – hal "terlarang".

Kali ini Sirius nyengir. James telah mengklaim Lily sejak tahun ketiga, dan sejak saat itu, sejak kunjungan Hogsmeade yang kedua, tidak pernah ada lagi cowok yang mencoba mengajak kencan Lily. Para Marauder memastikan hal itu dengan senantiasa mengerjai cowok yang berani melakukan itu. Dan setelah 3 minggu, penuh dengan teriakan (Lily), celana yang melorot di koridor, dan beberapa cowok yang tumbuh bunga – bungaan dari telinga, serta beberapa puluh detensi kemudian, akhirnya tinggal tersisa Severus Snape yang masih dekat dengannya.

Sebenarnya, mereka bisa saja melepaskan Snape, membiarkannya tetap dekat dengan Lily, tapi karena beberapa alasan, James tidak bisa membiarkannya. Alasan itu antara lain:

Dia Slytherin

Semua Slytherin menyebalkan

Rambutnya berminyak

Mereka tahu bahwa tujuan Snape sama sekali bukan sekedar 'teman', mereka sudah melihatnya di mata Snape. Itu mata yang bahkan lebih lapar daripada James.

Dia Slytherin (ya, diulang dua kali)

Dan sepanjang musim panas ini mereka (Sirius dan James) telah mendiskusikan ratusan macam hal yang akan mereka lakukan untuk mengerjai Snivellus. Di antaranya mengubah jubahnya menjadi handuk pink, kutuka kepak kelelawar, mengubah rambutnya menjadi pink..

"Halo? Sirius?"

Sirius mengerjap, dia sudah melamun dan melantur – lantur. Dia tidak sadar mereka sudah mencapai ujung gerbong.

"Semuanya penuh, kecuali ini. Hanya ada dua orang di dalamnya, bagaimana menurutmu?"

Sirius mengintip dari jendela kompartemen tersebut. Memang, di kompartemen ini hanya ada dua orang, laki – laki dan perempuan. Mereka sudah memakai jubah Hogwarts mereka, dan sekarang sedang duduk berhadapan, memandang keluar jendela, ke pemandangan Skotlandia yang berbukit.

"Bagaimana menurutmu?"

"Boleh saja. Yang penting kita tidak terganggu saja," jawab Sirius enteng. Dia membuka pintu kompartemen, dan kedua remaja di dalam menoleh ke arahnya.

Kini James dan Sirius dapat melihat dengan jelas kedua penghuni kompartemen ini, dan wajah mereka sangat asing.

Yang laki – laki berambut hitam, bermata hijau cemerlang, berkulit pucat, dan berdagu persegi. Sirius agak terpana melihatnya. Orang ini mirip dengan James, kecuali dagunya dan absennya kacamata. Sedangkan yang perempuan berambut pirang lurus, mencapai punggungnya. Wajahnya lonjong, matanya cokelat hangat. Wajahnya seolah memancarkan cahaya (ataukah itu efek cahaya dari jendela?). Dia tersenyum, dan Sirius mendadak merasakan seolah perutnya jungkir – balik.

Tidak, tidak boleh, tidak boleh, Sirius Orion Black! Kau tidak boleh seperti ini pada cewek. Tapi.. senyumnya itu, bibirnya yang –

"Ada yang bisa kami bantu" tanya perempuan itu.

James dan Sirius terlonjak bersamaan. Sirius mengerling, James ternyata juga melongo dari tadi. Meskipun, tampaknya alasan James melongo adalah si cowok. Pandangannya masih terpaku ke dia.

Tidak, pikir Sirius. James tak mungkin, tak boleh, jatuh cinta pada –

"Halo?"

Mereka terlonjak lagi. Kali ini, James nyengir, dan berkata, "Um. Kompartemen lain di gerbong ini penuh, apakah kami boleh di sini?"

"Tentu, silakan," cewek tersebut menjawab. James dan Sirius menaruh Koper mereka di Rak kompartemen, dan duduk.

Sirius berkata lebih dulu, "Aku belum pernah melihat kalian. Dan kalian jelas bukan tahun pertama. Kalian di asrama mana?"

"Kami murid pindahan," jawab yang cowok. "Namaku Ivan Tesla. Dan ini", menunjuk ke si cewek, "Jean Leroy."

"Murid pindahan? Aku belum pernah mendengar ada murid pindahan ke Hogwarts," tanya James, matanya menyipit curiga.

"Memang belum. Kami pindah ke Inggris 2 bulan lalu, dan mendaftar di Hogwarts. Kepala sekolah kalian sangat baik hati, mempersilahkan kami melanjutkan pendidikan kami di sini."

"Hmmm, kalian tadinya sekolah di mana?" tanya Sirius.

"Aku di Durmstrang," jawab Ivan, "dan Jean di Beauxbatons."

Perlu beberapa detik sampai informasi ini dicerna oleh James dan Sirius. Mendadak, James duduk tegak, dan berkata, "Bukankah Durmstrang mengajarkan Sihir Hitam?"

"Ya," jawab Ivan.

Kali ini James dan Sirius berdiri, meraih tongkat sihir masing – masing. Ivan dan Jean tidak bergeming sedikitpun, mereka tetap duduk, dan bahkan Ivan tertawa lunak.

"Tenang, aku tidak ada niatan buruk. Aku hanya ingin melanjutkan pendidikanku, walau sebenarnya sih, tidak juga tidak apa – apa. Soalnya –" tapi Ivan tidak sempat melanjutkannya, karena dipotong oleh tatapan tajam Jean. Ivan nyengir ke arahnya, menngacak rambutnya – mirip dengan James.

Jean berpaling ke James dan Sirius, dan berkata, "Tenang, percayalah padanya. Percayalah pada kami. Kami sama sekali tidak ada niatan buruk. Kami cuma terpaksa pindah ke sini karena – er – keadaan tak terduga. Tapi kalau kalian merasa tidak ingin di kompartemen ini ataupun dekat – dekat dengan kami, kami tak akan menahan kalian. Silahkan pergi."

Nadanya seolah terdengar biasa, tapi di dalamnya penuh ketajaman. Mata cokelatnya masih hangat, tapi menyipit. Ini sikap yang sangat sering Sirius dan James alami.

Ini sikap Lily terhadap mereka dalam perbincangan biasa. Mengerikan, sesungguhnya, pikir Sirius.

Dalam waktu kurang dari 5 menit, Sirius sudah mengalami perasaan berganti – ganti. Perut terbalik, Curiga, dan sekarang – merinding.

Cewek ini berbahaya, pikir mereka berdua serempak.

Anehnya, Ivan yang lebih dulu memecah keheningan, "Jean," dan Jean memandangnya lagi, lalu menghenyakkan diri kembali ke sandaran tempat duduknya. Ivan menoleh ke Sirius dan James,

"Maaf, Jean tidak bermaksud seperti itu. Dia agak – ah – temperamental," mata Jean menyipit lagi "Tapi percayalah, kami sama sekali tidak ada maksud seperti itu. Kami mengerti kondisi di Inggris saat ini terhadap Sihir Hitam. Bisa kujamin ke kalian, aku tidak ada hubungan dengan dia"

James dan Sirius duduk lagi. Sirius terlihat hampir percaya, tapi James berkata lagi, "Kenapa kalian pindah ke sini?"

Jean dan Ivan saling pandang, dan akhirnya Jean yang menjawab, "Keluarga kami meninggal, dan satu – satunya wali kami bertempat tinggal di Inggris. Jadi, kami pindah ke sini."

Sirius dan James bergeser sedikit, merasa tidak nyaman telah bertanya ini. Terutama James, sehingga dia berkata, "Maaf".

"Tak apa," jawab Jean.

Mereka diam lagi, James dan Sirius karena tidak nyaman membicarakan Lelucon di depan orang asing, dan Jean serta Ivan kembali memandang pemandangan di luar.

"Ternyata di sini kalian. Kenapa memilih duduk di ujung gerbong?", tanya Remus, yang membuka pintu kompartemen.

Sirius langsung melompat ke Remus, sang penyelamat. Dia menghela napas lega sangat panjang,dan berkata, "Hai Moony! Untunglah kau datang… Fiuuuuuh… Berhasil lolos dari Lily?"

"Tentu saja tidak!"

Kelima kepala menoleh ke sumber suara. Remaja perempuan berambut merah, bermata hijau cemerlang, berdiri tepat di belakang Remus. Remus meringis, tahu apa yang akan datang berikutnya.

"Oh, Hai Evans!" James melompat bangun, lebih tepatnya salto, dan melangkah Waltz ke pintu dan mendorong Remus ke samping, sehingga James bisa memandang Lily penuh. "Bagaimana musim panasmu?"

"Baik sekali, sesungguhnya, satu – satunya saat KAU tidak ada di sekitarku. Sungguh saat – saat membahagiakan dalam hidupku!" jawab Lily ketus.

James tetap nyengir seperti bayi tak berdosa, mata cokelatnya berkelip – kelip, dan dia mengedip pada Lily, dan berkata, "Jangan begitu, aku tahu kamu merindukanku, Evans. Tahukah kamu betapa ku merindukanmu sepanjang musim panas? Oh, kau tidak membalas suratku, mimpiku dipenuhi dirimu –"

"Diam!" seru Lily. "Kau masih ada urusan di sini atau tidak?"

"Yah erm.." Remus menggaruk kepalanya, "Sebenarnya masih, Lily. Aku mau mengobrol dengan mereka, tentu saja, Lily."

Lalu mereka bertiga langsung duduk, mengobrol seru, mengambil tempat yang agak jauh dari jendela. Lily menghela nafas, jelas merasa sebal pada para Marauder ini. Selalu mengobrol tentang Quidditch, Lelucon, Quidditch lagi – Urgh!

Lily mengalihkan pandangan ke jendela, dan baru sadar bahwa ada dua penghuni lain di dalam kompartemen ini.

Mereka memandangnya, yang laki – laki dengan mulut terbuka sedikit, yang perempuan tersenyum kecil. Anehnya, laki – laki ini sangat mirip dengan James, namun tanpa kacamata, dagu yang lebih persegi, dan mata yang hijau cemerlang, seperti mata Lily.

Alice tadi sudah mengkalim satu kompartemen dengan Frank, sedangkan Mary bersama John. Gerbong Prefek sudah kosong. Ah, lebih baik aku di sini saja, pikir Lily.

Lily masuk ke dalam kompartemen, dan duduk di sebelah si cowok, menghadap si cewek. Dia mecoba mengingat nama cewek ini, tapi tidak ada satupun muncul. Dia tidak pernah melihat wajahnya sebelumnya sama sekali.

"Hai, Aku Lily Evans. Rasanya aku belum pernah melihatmu," kata Lily.

"Memang. Namaku Jean Leroy, dan ini Ivan Tesla. Kami murid pindahan."

"Murid pindahan?" tanya Lily. "Aku belum pernah mendengar ada murid pindahan ke Hogwarts."

Jean mengulang cerita yang tadi sudah mereka ceritakan pada Sirius dan James, dan Lily juga agak kaget dengan Ivan berasal dari Durmstrang. Tapi Lily lebih menerimanya daripada Sirius ataupun James. Remus, yang duduk lebih dekat dengan Lily, ikut mendengar juga perbincangan mereka. James dan Sirius masih terlibat debat seru tentang Quidditch.

"Jadi kalian pindahan?" tanya Remus.

"Ya," jawab Jean.

"Kalian sudah tahu akan ditempatkan di asrama mana?" tanya Remus lagi.

"Ya. Ketika kami diterima di Hogwarts 3 minggu lalu, kami langsung diseleksi oleh Topi Seleksi di kantor kepala sekolah," jawab Jean.

"Jadi, kalian di asrama mana?" tanya Lily.

"Aku di Ravenclaw," jawab Jean.

"Dan aku Gryffindor," jawab Ivan.

Di kata 'Gryffindor', Sirius dan James menoleh.

"Kamu di Gryffindor?" tanya James, memandangnya tak percaya.

"Yeah," jawab Ivan.

"Kenapa tidak bilang dari tadi!" kata James dan Sirius serempak. Mereka menghambur ke tempat Ivan, dan langsung menghamburinya dengan hal – hal mengenai Gryffindor, dan setelah mengetahui bahwa Ivan dan jean akan bergabung dengan tahun kelima juga seperti mereka, Sirius dan James meraung senang, "Kita akan mendapat satu lagi teman kamar! Akhirnya! Jumlah kita menjadi Lima!"

"Oh, tidak, James, jangan berani – berani kau tambah anggota Marauder mu!"

"Marauder?" tanya Ivan, mengernyit.

"Geng si James – oh! Jangan sampai kau ikut, kepalaku sudah cukup sakit hanya dengan berempat, apalagi berlima -?"

"Maaf?" tanya Ivan lagi, terlihat bingung.

"Pokoknya – " kata Lily, mengambil nafas panjang, "menjauh dari mereka semua!" menunjuk ke James, Lily dan Remus. "Kecuali Remus, dia lumayan, dan pintar juga – "

"Evans?" tanya Sirius, wajahnya dramatis, "Apa kau beralih kepada Remus? Bagaimana dengan James di sini?"

"Aku takkan mau denganmu! Kau pembuat onar, bajingan, tak bertanggung jawab – Tak akan!" seru Lily, jelas marah besar. Dia lalu keluar kompartemen, mengentak – entak, lalu membanting pintu kompartemen. James, Sirius dan Remus meringis.

"Yah, gagal lagi, Prongs. Jangan khawatir, masih ada banyak kesempatan." Kata Sirius menghibur.

"Ya, Padfoot! Masih banyak waktu. Masih ada sepanjang tahun! Aku akan mendapatkan hatinya tahun ini! Pegang kata – kataku."

"Mau bertaruh?" tantang Sirius, nyengir.

"Oke! 10 galleon untuk bulan Oktober!" jawab James.

"15 galleon untuk Februari!" jawab Sirius.

"Hei, hei," kata Remus. Melihat bahwa mereka tidak bisa dihentikan, Remus menggeleng – geleng.

"Maaf kalian harus melihat ini semua", kata Remus kepada Ivan dan Jean.

"Ah, jangan khawatir," jawab Ivan. "Lagipula, mereka mengingatkanku akan beberapa teman di tempat asalku." Dia nyengir lebar, dan Jean, meskipun menggeleng juga, bibirnya tertarik membentuk senyuman kecil. Dia bergumam, "Dasar cowok".

Remus tertawa. "Yah, kamu – Ivan – akan seasrama dengan kami semua selama 3 tahun di sini. Jadi, mohon sabar sajalah, ya?"

"Sepertinya menyenangkan," jawab Ivan, nyengir.

Setelah itu, mereka terus mengobrol. James dan Sirius akhirnya mengatasi kecurigaan mereka, dan melihat bahwa Ivan ternyata menyenangkan untuk ngobrol, dan fleksibel. Mereka saling cerita tentang keonaran yang sudah dilakukan para Marauder, yang sebagian besar ditertawakan Ivan. Sedangkan Remus menanyakan pada Ivan dan Jean tentang Durmstrang dan Beauxbatons, tentang bagaimana di sana, serta keadaannya.

Durmstrang tidak memiliki asrama – asrama terpisah seperti Hogwarts, asrama hanya dibagi dua, yaitu asrama laki – laki dan perempuan. Tidak ada tim Quidditch ("APA?" seru James dan Sirius serentak; "Dasar cowok" gerutu Jean lagi), tapi murid dipersilahkan bergabung dengan Tim di luar sekolah. Beberapa yang beruntung bisa bergabung dengan Tim Cadangan di Tim Nasional, dan bahkan beberapa ada yang bermain sebagai Tim inti juga. Beberapa bergabung dengan Klub – klub daerah. Kemampuan duel diutamakan, juga (di sini James dan Sirius meringis) Ilmu hitam.

"Kami mempelajari kutukan – kutukan, beberapa di antaranya tingkat tinggi, juga cara – cara menangkis dan menghindarinya. Kami tetap tidak diperbolehkan menggunakannya di luar sekolah, kecuali dalam keadaan – keadaan genting," jelas Ivan.

"Keadaan genting seperti apa?" tanya Sirius, nada menuduhnya keluar lagi.

Ivan tersenyum kecut, "Di zaman kampanye Grindelwald dahulu, Eropa timur sangat genting, apalagi dengan adanya Perang Dunia para Muggle. Ada masa – masa bahwa liburan musim panas adalah masa – masa ketegangan. Kau kembali ke kastil, melihat sebelah tempat tidurmu, akhirnya kosong, dan beberapa murid perempuan menangis, ditinggal mati temannya, sahabat, keluarga."

Ketiga Marauder diam, merasa gelisah.

"Kalau boleh dibandingkan, Grindelwald aku akui sebagai Pangeran Kegelapan paling sukses sepanjang sejarah. Dia berhasil menyebarkan kampanyenya ke seluruh Eropa Timur hingga sebagian Eropa Barat. Hingga akhirnya dia dihentikan di tahun 1945, oleh Albus Dumbledore. Sebenarnya dia bisa menang dalam pertempuran itu, kalau saja dia tidak menghadapi Dumbledore sendirian."

Sirius bertanya, "Aku belum pernah mendengar duel mereka berdua. Yang kuketahui hanyalah duel mereka sangat legendaris, dan dianggap sebagai duel terhebat sepanjang zaman."

"Ya, mereka bertemu di sebuah kota di Jerman. Di alun – alun kota tersebut, mereka berduel. Duel itu berlangsung 3 jam penuh, tanpa ada yang mau mengalah sama sekali. Sihir – sihir tingkat tinggi dipakai, dan para penyihir yang menjadi saksi mata tidak dapat bergerak karena kengeriannya. Oh, tak ada Kutukan – Tak – Termaafkan sama sekali."

Di sini Sirius dan Remus melongo.

"Banyak sekali mantra yang jauh lebih mengerikan daripada Avada Kedavra ataupun Cruciatus. Di akhir duel, setengah kota tinggal puing – puing, dan Grindelwald terbaring pingsan. Dia ditahan pasukan Auror setempat, dan ,masih dipenjara sampai saat ini.

"Dibandingkan dengan Penyihir Hitam yang kudengar sudah muncul di negeri ini sejak 2 tahun lalu, maaf, tapi kuanggap Penyihir Hitam kalian bukan apa – apa. Grindelwald telah berhasil menaklukkan seluruh Eropa Timur di tahun pertama kampanyenya. Mungkin factor penghalang di sini adalah karena adanya Albus Dumbledore, yang sampai saat ini masih diakui penyihir terhebat di dunia.

"Bagaimanapun juga, mempelajari Ilmu hitam bukan dosa. Pengguna Ilmu Hitam tidak bisa dicap langsung sebagai Orang Jahat, kan? Itu semua tergantung hati setiap orang penggunanya. Ingat, Pilihan kitalah yang menentukan diri kita."

Remus bergoyang gelisah di kursinya. Mukanya memerah, dan dia mulai berkeringat dingin. Mungkinkah – tapi tidak, tak mungkin kedua orang baru ini bisa langsung tahu tentang ini.

Remus terselamatkan dengan Jean yang berkata, "Pidato yang bagus, Ivan. Persis seperti yang kau sampaikan padaku dulu. Intinya," dia berpaling pada ketiga Marauder, "Gunakanlah kekuatanmu untuk hal yang tepat. Gunakanlah untuk kebaikan."

Sirius mengangguk, sangat setuju dengan Jean. James berkata, "Juga untuk keonaran! Untuk Tertawa demi kesehatan!" dengan nyengir lebar.

Tak bisa ditahan, mereka semua tertawa, kecuali Jean, yang lagi – lagi bergumam, "Dasar Cowok".

Setelah bertanya pada Jean tentang Beauxbatons, tampaknya bisa dilihat bahwa Jean adalah kutu buku. Dia memuja perpustakaan (Sirius menyeringai kepada Remus, dan James teringat Lily), tidak suka terbang dengan sapu ("APA!" seru James dan Sirius), dan dari ceritanya, tahun – tahunnya di Beauxbatons penuh petualangan ("Kalian tak akan percaya kalau kuceritakan," kata Jean) termasuk keloyalannya pada teman. Di sini, Sirius mengeluh, seandainya topi seleksi menempatkannya di Gryffindor juga. Ketika ditanya alasannya, Sirius hanya tergagap, James dan Remus memandangnya tak percaya, dan Ivan tertawa sampai sakit perut. ("Sialan Ivan, dia tampaknya langsung tahu!" pikir Sirius).

Akhirnya, langit di luar semakin gelap. Remus pergi kembali ke gerbong prefek, dan Sirius serta James berlari keluar kompartemen untuk berganti jubah Hogwarts. Tadi Jean meledak saat Sirius mulai mebuka bajunya, jelas sekali mau berganti baju di kompartemen ("DI MANA SOPAN SANTUN KALIAN, ORANG INGGRIS?").


"Geez, dia mengerikan juga," kata James, sambil berganti baju di kamar mandi gerbong.

"Seperti Lily. Untunglah dia di Ravenclaw. Aku tak mau membayangkan kalau dia di Gryffindor juga. Satu Lily saja sudah membuat hidupku susah dan membuatmu lembek seperti jelly," cibir Sirius.

"Diam kau!" kata James, memukul lengan Sirius.


"Fiuuh, untung semua lancar,"

"Yup, untunglah," Dia berpikir sejenak, sebelum menambahkan, " Kau tahu, aku sedikit kagum padamu."

"Benarkah?"

"Akhirnya kamu membaca buku Sejarah yang diberikan ke kita. Ceritamu tadi cukup meyakinkan."

"Bukan hanya kamu saja yang membaca buku, Hermione. Lagipula, apa boleh buat. Ini demi keamanan kita kan? Mantra pada nama kita tidak cukup jika kita sama sekali tidak tahu tentang sekolah yang menjadi sekolah asal kita."

"Ya, dan untunglah aku sudah menghafalkan buku Sejarah Beauxbatons. Hampir saja tadi aku lupa tentang jumlah lantai kastilnya."

"Dasar kutu buku."

Hening lagi. Mereka kembali menatap pemandangan di luar jendela.

"Rasanya aneh sekali, kembali ke Hogwarts untuk mengulang dari tahun kelima, sebelum kita bahkan lahir."

"Yup.. Paradoks.. Rumit."

"Hmm.. Kupikir.."

"Ya ampun Hermione, sekali ini saja kumohon jangan kebanyakan mikir dong!"

"Oke, oke. Aku cuma berpikir, kita dipisah asramanya.."

"Lalu?"

"Tidakkah kamu merasa aneh, setelah berbulan - bulan bersama, dari Grimmauld Place, Tenda, bahkan sampai Tempat di antara Hidup dan Mati?"

Mereka tertawa, mengingat kembali semua kenangan itu. Kalau saja Ron di sini.. Kalau saja Ron tidak pergi malam itu..

"Terima kasih, Hermione."

Tak perlu penjelasan, tak perlu kata - kata lagi, mereka berdua sudah mengerti. Tak ada apapun yang cukup untuk menjelaskan perasaan masing - masing saat ini. Hermione tersenyum, dan berkata, "Sama - sama, Harry."