Tarik napas…. Hembuskan…. Here we go..!

Hyah… night muncul lagi dengan fic baru. Sedikit sama kelamnya dengan My Endless Memories. Bertabur Pairing. Dan night nggak tahu harus masang rate apa. Yawez, rate T aja. *takut malah ancur kalo M*

Selamat Menikmati.

Kon~sen~trasi….. serius….

Summary : Sebuah bencana membuat Sakura meninggalkan teman-temannya yang 'terhormat'; Namikaze Naruto, Uchiha Sasuke, Hyuuga Hinata, Nara Shikamaru, Sabaku Gaara. Sakura terpaksa banting tulang demi mengobati ayahnya Sarutobi Hiruzen yang stroke, dan Sarutobi Konohamaru, adiknya yang masih SMA. Dan jalan yang ditempuh untuk bertahan benar-benar meninggalkan predikat 'terhormat' dari raganya. Yamanaka Ino dan Nona Tsunade adalah orang baik yang membantunya dengan cara yang 'berbeda'. Dan kehidupan baru dimulai.

DISCLAIMER : MASASHI KISHIMOTO-sensei

Sedikit inspirasi dari Memoirs of Geisha, dan tentu otak saya yang hobi berkhayal

.

MADEMOISELLE SAKURA Chapter 1: I hate the rain

.

Sakura memejamkan kedua matanya. Deretan gigi atasnya sibuk menggigit bibir bawahnya yang mungil. Sesekali napas laki-laki di hadapannya membuatnya geli. Dan sisanya, hanya gairah. Kadang, suara desahan meluncur keluar dari bibir mungilnya, memecah keheningan dalam ruangan yang cukup luas itu. Cahaya langit yang remang karena mendung dan garis-garis teratur yang diciptakan air hujan yang sejak tadi deras membuat suasana makin tegang.

Kedua telinganya hanya mampu menangkap suara napasnya dan lelaki yang dicintainya itu. Suara hujan yang sangat deras tak mampu menyeruak masuk, dan dinginnya udara dari luar tak sedikitpun menggoyahkan hangatnya kamar lelaki itu.

Tangan kiri Sakura sibuk menggapai selimut yang tersisih di sampingnya dan menggenggamnya erat. Astaga. Ia tak menyangka hawa panas saat bersentuhan bisa membuatnya bergeliat seperti ini. Ia memekik pelan saat ia dapat merasakan sebuah tangan menelusuri lekuk tubuhnya yang kini hanya memakai underwear. Pertahanan terakhirnya.

Lelaki itu menurunkan kepalanya. Ciumannya lalu berpindah ke leher. Ya. Napasnya. Hangat. Dan memabukkan. Perlahan, jemarinya menjelajahi punggung Sakura. Mencoba mencari kain pengait yang mengokohkan ikatan penutup tubuh atas Sakura.

Mendadak tangannya berhenti. Dan hangat tubuhnya kembali dingin.

Sakura perlahan membuka matanya. lelaki di hadapannya meraih celana jeans dan memakainya dengan cepat lalu duduk di tepi ranjang. Kedua tangannya mencengkeram keras rambutnya yang pirang. Ia menghela napas panjang.

Sakura bangkit dan memeluknya dari belakang.

"Ada apa?" tanya Sakura pelan.

"Aku tak bisa, Sakura-chan," katanya pelan, "aku tak bisa melakukannya. Kita… kita tak bisa melakukannya."

"Hm?" Sakura terlihat heran. Wajahnya terlihat cemas.

"Aku tak yakin, sebenarnya ada apa denganmu?"

"Na..Naruto…" Sakura mendesah pelan. Ia melepas pelukannya, "kenapa kau bertanya begitu, bukannya kau menyukaiku, tidak ada apa-apa kok."

Naruto menggeleng pelan. "Aku tak percaya," katanya tegas, "sejak kapan kau membalas perasaanku? Seingatku kau selalu mengejar Sasuke kan?"

"Apa…apa maksudmu?" tanya Sakura. Ia mulai cemas, tangannya gemetar, "m-maksudmu kau tak percaya kalau aku memilihmu?"

"Iya, aku tak percaya, kau aneh, hanya karena hari ini kita semua lulus SMA, kau tiba-tiba bilang menyukaiku dan kita hampir saja melakukannya, kau ANEH ! ada yang tidak beres, ada apa sebenarnya, tidak mungkin kau melupakan Sasuke, lalu menyukaiku, dan menyerahkan dirimu untukku, Sakura-chan! Ini tidak seperti Sakura-chan yang kukenal." teriak Naruto. Hatinya kalut.

"Kenapa kau m-meragukan perasaanku? Aku hanya ingin membuktikannya!" balas Sakura. Matanya mulai memanas. Ia mati-matian menahan agar tak ada setetespun air yang meluncur dari mata emeraldnya.

"Bukan bukti seperti ini!" kata Naruto, "aku tak menginginkan bukti dengan cara ini! Berhenti MERENDAHKAN dirimu sendiri!"

"…"

"…"

PLAKK.

Tes.

Sia-sia. Cairan hangat itu turun menyusuri pipinya. Hening. Tidak ada suara yang mengalun. Sakura turun dari ranjang. Ia meraih lembaran seragamnya dari lantai dan dengan cepat memakainya tanpa memastikan semua kancing kemejanya sudah terkait.

Hatinya sakit.

Ia berdiri, meraih tas sekolahnya, dan melangkah cepat menuju pintu kamar. Tangannya yang masih gemetar membuka daun pintu dengan pelan. Langkahnya berhenti. Ia menarik napas sesaat, "Aku… hanya ingin melakukan yang PERTAMA denganmu… kau ternyata masih tetap bodoh." kata Sakura tanpa berbalik.

Ia berjalan pelan dan menutup pintu kamar.

'Ya, pertama, dengan orang yang kupercaya, sebelum nanti aku menyerahkan diriku pada orang lain.' batin Sakura perih.

Ia berlari kencang menerobos hujan. Dan Naruto masih duduk dan tertunduk di kamarnya. Tangannya mengepal dan menarik sprei tempat tidurnya. "Argh…!" teriaknya kesal.

Sakura terus berlari menerobos hujan dan tak mempedulikan apapun. Hatinya terluka. Dan tajamnya air hujan yang masih meluncur dengan deras dari langit makin melukai fisiknya. Ia berhenti berlari dan dengan teratur menyusuri jalan dengan berjalan pelan.

Seragamnya basah kuyub dan menunjukkan dengan jelas seluruh lekuk tubuhnya. Permukaan kulitnya dingin dan menyatu dengan suhu air hujan. Ia berhenti di depan gerbang rumahnya dan menengadah. Menerima semua kesakitan dan tusukan air hujan yang menghantam wajah cantiknya.

Kriet.

Pintu rumahnya terbuka.

"Sakura-neesan, sedang apa hujan-hujan, kalau kakak sakit, besok kakak tidak bisa datang ke sekolah. Besok ada pesta perpisahan murid kelas 3 kan?"

Sakura menurunkan wajahnya yang terlihat pucat. Bagus. Air hujan menyamarkan air matanya. Sakura menatap adiknya lekat-lekat. Ia tersenyum getir.

"Tidak perlu, Konohamaru," jawab Sakura, "besok pagi kita segera berkemas dan pindah ke rumah yang kakak tunjukkan kemarin. Kau harus mulai terbiasa dengan hidup sederhana. Ayo berkemas."

Konohamaru mengangguk.

Sakura melangkah masuk ke dalam rumah. Ia menutup pintu pelan. 'Hm, aku benci hujan'.

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

"Hei Sakura-chan!"

Sakura tersadar dari lamunannya. Ah. Ia teringat lagi dengan kejadian setahun lalu. Ia menghela napas panjang. "Ah, Shizune, ada apa?"

"Kau melamun apa, Mademoiselle Sakura?"

"Ha?" Sakura memutar matanya dan tersenyum, "hanya teringat sesuatu tentang hujan, ah, aku benci hujan, ngomong-ngomong ada apa?"

"Oh, itu, kau mau pulang kan? Konohamaru menunggumu di samping penginapan, cepat kesana, Ino sedang melindunginya dari tatapan gadis-gadis, ingat Sakura-chan, adikmu yang perjaka itu pasti jadi incaran semua perempuan disini." Shizune tertawa pelan.

Sakura cepat-cepat melangkahkan kakinya ke samping penginapan yang dimaksud. Tempat biasa Konohamaru menjemputnya.

"Hei, jangan macam-macam, dia bukan mangsa kalian!" teriak Ino kencang. Perempuan-perempuan yang sedari tadi mencoba menarik perhatian Konohamaru langsung ngacir pergi dan ketakutan dengan muka seram Ino. Konohamaru hanya bisa tertawa dilindungi Ino yang sudah seperti kakaknya setahun ini.

Ino memeluk erat Konohamaru dalam dekapannya, "Ah, kau makin lama makin imut saja… Gya~….!"

Ino tertarik ke belakang.

"Jangan menggoda adikku." perintah Sakura sambil menarik bagian belakang kimono Ino. Ino hanya bisa merengut sementara Konohamaru tertawa.

Bletak.

Kepala Konohamaru langsung nyut-nyutan setelah menerima pukulan kencang dari kakaknya. "A~ah, sakiit."

"Kenapa kau menjemputku? Ini masih hujan deras, kenapa kau tidak menunggu sampai reda?" teriak Sakura kesal.

"Habisnya ini sudah hampir jam duabelas malam." rengek Konohamaru.

"Bagaimana kalau kau sakit, ayah juga bagaimana?"

"Ayah sudah tidur, kakak, jangan marah-marah terus…"

Ino mendekat dan meredakan amarah Sakura, "Sudahlah kakak," sindirnya sambil melingkarkan lengannya di pundak Sakura, "Konohamaru-kun hanya khawatir padamu, dan kau, Konohamaru, Sakura-chan hanya tak ingin kau sakit."

Konohamaru melirik kakaknya takut-takut. Sakura terlihat sedikit kesal. Kesal karena ia mengkhawatirkan Konohamaru. Dan Konohamaru juga sangat mengkhawatirkan kakaknya itu. Keduanya saling mengkhawatirkan satu sama lain.

"Haruno Sakura, Haruno Konohamaru, ini…"

Shizune berlari-lari kecil dan menghampiri keduanya lalu memberikan bungkusan kecil, "Ini sup, seorang tamu dari luar distrik membawakannya, hangatkanlah untuk besok pagi, ada ekstrak ginseng dan tanaman obat lainnya di dalamnya. Nona Tsunade bilang, hangatkan ini untuk sarapan ayah kalian besok pagi."

Wajah Sakura mencair. Ia tersenyum senang. Yah. Nona Tsunade memang selalu mengkhawatirkan keadaan ayahnya. Setahun ini, keadaan ayahnya makin membaik dari penyakit stroke yang mendadak menyerangnya setahun lalu. Sekarang, Hiruzen sudah mampu bergerak meskipun belum kembali seutuhnya. Tapi perkembangan sekecil apapun sangat membahagiakan Sakura dan Konohamaru.

Keduanya membungkukkan badan, mengucap salam, dan bergegas pulang. Pulang ke rumah sederhana yang masih cukup kental dengan nuansa kuno Jepang. Ya. Di daerah 'khusus' itu memang banyak rumah-rumah yang bernuansa Jepang. Maka dari itu, meski jaman sudah berubah modern, setiap bekerja, Sakura selalu memakai kimono. Ya. Bekerja.

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

Keduanya melangkah masuk ke dalam rumah. Konohamaru melepas alas kakinya dan menutup payung hitam yang dari tadi dibawanya, "Telingaku masih agak canggung mendengar orang menyebut nama keluarga kita dengan nama Haruno. Sebenarnya kenapa kakak mengubah nama keluarga kita menjadi nama keluarga ibu sih?"

"Kakak cuma tak mau ada orang yang mengenal kita."

"Alasan itu lagi. Aku rasa kau sudah cukup berubah banyak. Dandanan kakak, bahkan rambut kakak yang dulu panjang jadi pendek sebahu begini. Lagipula kalau ada yang mengenaliku dengan nama Sarutobi memangnya kenapa? Teman-teman kakak kurasa tidak ada yang mengenalku. Tak ada temanmu yang pernah melihatku mengingat kita tak tinggal serumah sampai setahun lalu. Dan lagi, kita sudah pindah kota!"

"Sudahlah! Menggelikan kalau aku memakai nama Haruno dan kau tetap memakai nama Sarutobi, ayah juga tidak keberatan kan?"

"Aku rasa Ibu akan sedih di surga sana."

"…"

Hening. Sakura teringat lagi dengan mendiang ibunya. Ia tersenyum getir lalu melirik pada adiknya. Ya. tak ada gunanya meratapi hidup. Seberat apapun itu, Sakura harus tetap melindungi orang yang tersisa. Keluarga kecil yang sangat dicintainya.

"Dengar Konohamaru, kakak melarangmu menjemput kakak saat hujan seperti hari ini, tunggulah sampai reda." kata Sakura tenang.

"Ta-tapi.."

"Aku tak mau kau sakit dan kehilangan waktu belajarmu, ingat, kau bisa sekolah di sekolah bagus itu karena beasiswa, kalau nilaimu turun, kakak tidak menjamin kau bisa terus sekolah."

"Tapi hari sudah sangat larut Kak! Aku mencemaskan kakak tahu!"

Sakura tiba-tiba meraih pundak Konohamaru dan memeluknya, "Aku tahu."

"A..aku… kenapa kakak harus terus bekerja di tempat hiburan seperti itu? Aku tak mau kalau kau…"

"Kakak belum jadi pelacur, Konohamaru! Kakakmu ini hanya pelayan yang menari dan menyanyi!"

"Tapi suatu saat kakak akan jadi wanita seperti Ino-neechan!" teriak Konohamaru kesal. Ia melepaskan pelukan kakaknya.

"Hentikan! Suaramu bisa membangunkan ayah!" balas Sakura kesal, "dengar, aku tak mau membahas ini lagi, dan satu lagi, jangan samakan Ino dengan yang lain, dia orang baik! Dialah yang selalu membantu kita!"

Konohamaru berbalik dan meninggalkan kakaknya di pintu depan.

"Ingat kata-kata kakak barusan!" kata Sakura. Ia melepas sandalnya dan berbalik ke pintu. 'Ah… aku harus menghangatkan sup ini.'

Sakura berbalik ke pintu depan. Ia menatap langit malam yang begitu gelap dengan butiran air yang jatuh meluncur deras sejak sore tadi. Hujan. Aroma tanah yang basah yang dulu menenangkannya kini berganti membuatnya sangat kesal. Ia benci hujan. Benci mengingat masa lalu dengan semua teman-temannya.

Teman-temannya yang kalangan atas. Ya. kalangan yang ditinggalkannya sejak setahun lalu. Saat ayahnya yang pengusaha hebat mendadak dijebak oleh rekan bisnisnya dan jatuh bangkrut perlahan. Ayahnya langsung jatuh sakit. Dan terpaksa Sakura memanggil kembali Konohamaru yang sejak kecil hidup dengan kerabat jauh di Inggris untuk pulang ke Jepang. Dan dengan kepintarannya, ia dengan mudah dapat melanjutkan sekolah dengan otaknya.

Hidupnya berputar 180°.

Hari perpisahan sekolahnya setahun lalu tidak dihadirinya. Ia meninggalkan teman-temannya yang 'elit' tanpa satupun kata perpisahan dan mulai menjalani kehidupan serba sederhana. Ia meninggalkan semuanya.

Meninggalkan laki-laki yang dicintainya. Atau setidaknya satu-satunya laki-laki yang ia percaya selain keluarganya. Namikaze Naruto.

Ah. Kabar terakhir yang mampir ke pendengaran Sakura adalah pertunangannya dengan gadis sulung keluarga Hyuuga sekitar setengah tahun lalu.

Krak.

Sakura menutup kasar pintu rumahnya. Ah, kebiasaan lamanya. Kebiasaan bersikap kasar dan seenaknya.

"Aku benci hujan!"

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

Hm… Chapter 1 : I hate the rain rampung juga.

Pertama, adegan awal itu BELUM masuk rate M kan? kan? kan? *pasang puppy eyes*

Agak membosankan ya? maklum saja… masih chapt 1, jadi sedikit membingungkan. Night jamin chapter depan jauh lebih panjang dari chapter ini. 2x-nya malah.

Sakura nggak OOC kan? Kalau Ino ma Konohamaru sih night yakin nggak. Kalau Naruto mah bukannya OOC, emang sikonnya gitu. Toh kadang di animanganya kan ada saat-saat Naruto jadi berkembang dewasa –pemikirannya- kan? Naruto tetap slengekan kok.

Ah, yasudhlah. Yang jelas, Night butuh komen biar chapter depan bisa Night perbaiki.

Oh iya, nantikan kemunculan chara yang lain di chapter depan, terutama Hyuuga Hanabi. *pasti tahu kan calon pairingnya?*

Lalu ada kemunculan Naruto, Sasuke, Gaara, Shikamaru, dan Hinata. Juga ada Shino dan Kiba sebagai tetangga Sakura. Hm….

n' now, please, gimme more…

R E V I E W