Warning : AU, Gaje, maybe OOC, Rate T- semi M

Hurray, night muncul lagi dengan fic baru. Kali ini night bener-bener mau belajar bikin Humor atau setidaknya yang agak santai. Kayaknya fic yang Hurt/Comfort udah banyak, sekarang setelah Save The Princess n' Prince vs Princess berakhir, night datang membawa fic konyol bin gaje yang lain.

Siap-siap berkomentar ya! Dan maaf kalau khusus chapter satu panjang kayak kereta. Yosh! Selamat membaca…

Summary : Ino dan Sakura berteriak kesetanan saat tahu suatu pagi di penginapan di samping mereka, ada sesosok laki-laki. Mengalami malam terburuk sekaligus tidak ingat apapun. Dan yang terparah, mereka harus menerima kenyataan, saat mabuk mereka telah menikah dengan para pemuda itu. Padahal keempatnya mempunyai pasangan masing-masing. Berbagai trik dilakukan agar mereka bisa lepas satu sama lain. Dan kehidupan pernikahan remaja SMA ini dimulai.

DISCLAIMER : MASASHI KISHIMOTO-sensei

Sedikit Inspirasi dari What Happens in Vegas, dan otak saya yang hobi berkhayal

.

WE ARE MARRY NOW Chapter 1 : Night Disaster

.

"Ino….!" teriak Sakura kegirangan.

Seolah baru terkena efek angin topan, Ino merapikan rambut pirangnya dan mengorek kedua telinganya. Dengan malas ia berjalan mendekati sahabatnya itu. Entah kenapa, tidak biasanya Sakura berteriak seperti itu. Frekuensi yang bisa merusak gendang telinganya kurang dari lima detik.

"Ada apa?"

"Kau tahu, Ino? Aku seperti sedang dikelilingi dewi fortuna!" celoteh Sakura bersemangat.

Ino memutar otaknya. Mencoba menebak-nebak alasan apa saja hal yang bisa membuat Sakura segirang ini, "Um… Sasuke menerima ajakan kencan darimu?"

Sakura menggeleng yakin.

Kali ini Ino terlihat bingung. Ayolah. Kalau Sakura senang, pasti karena Sasuke. Kalau Sakura murung, itupun pasti karena Sasuke. Ia memutar otak lagi. Mencoba mengingat-ingat apa saja yang dapat membuat Sakura senang.

"Um… ayahmu mengirim uang tiga kali lipat dari biasanya?"

Kali ini cengiran Sakura berubah cemberut. Hah. Ia tak mengira Ino melabelinya sebagai gadis pecinta uang. Yang benar saja. Ayahnya, Jiraiya kan bukan orang miskin. Hanya sedikit pelit. Atau yang biasa dikatakan Jiraiya, irit.

"Salah ya?" tanya Ino.

"Tentu saja, Ino Bodoh!" teriak Sakura kesal.

"Oke..oke, jadi apa yang dapat membuatmu senang selain Sasuke?"

Sakura dengan semangat menyodorkan koran harian lokal tepat di depan muka Ino. Ino hanya tertegun dan menarik koran itu. Ia mencoba mencari-cari apa berita yang ada di kertas lebar itu. Mungkin Sakura diterima jadi bintang iklan shampoo atau apalah. Sakura kan lumayan tergila-gila untuk terkenal.

Tapi nihil. Tidak ada berita apa-apa.

Ino menutup lembaran lebar itu lalu menatap mata Sakura yang bersinar-sinar seperti gigi emas Guy-san, penghuni apartemen sebelah. Hah. Sepertinya Sakura masih berharap Ino menemukan jawabannya.

"Sakura, sebenarnya ada apa sih?" Ino terlihat mulai tidak sabar. Yah. Sabar bukan wataknya.

"Bagaimana kalau kubilang, musim panas ini aku tak akan menghabiskan waktu di apartemen ini?"

Mata Ino terbelalak. Ia sepertinya tadi melihat sesuatu di koran. Ia lupa sekali satu kebiasaan mendarah daging Sakura. Kebiasaan Tsunade, ibunya. Ya. Gila lotere. Mata Ino menyusuri kolom lotere. Ini dia.

LIBURAN GRATIS UNTUK 2 ORANG DI OKINAWA ISLAND

AKOMODASI GRATIS PLUS UANG SAKU US $ 3.000

"Jangan bilang…. Kemarikan kupon milikmu!" perintah Ino tak sabar.

Dengan girang Sakura menyodorkan sobekan kupon miliknya, "I'm the luckiest girl for this summer!"

Mata Ino terbelalak. Sial. Nomernya cocok.

"Hei, Sakura, kau lupa ucapan Tsunade-sama?"

"Ucapan ibuku yang mana?"

"Menang undian artinya akan ada bencana!" jelas Ino.

Sakura hanya menjulurkan lidahnya, "Ah, itu sih berlaku untuk ibu, bukan aku."

Ino menghela napas pelan. Ah. Musim panas ini ia akan sendirian. Yah, liburannya sih hanya sepuluh hari. Tapi sepuluh hari sendirian di apartemen bukan hal yang menyenangkan. Tidak ada hiburan. Paling setiap pagi dia harus melihat Tuan Guy dan puteranya Rock Lee melakukan senam pagi di balkon apartemen sambil menyetel lagu kebangsaan keras-keras. Katanya sih jiwa muda.

Apanya yang jiwa muda. Justru melihat dan mendengarkan mereka bisa membuat jiwanya cepat tua.

Ino menghela napas panjang. Sakura sedikit banyak menyadarinya, "Ribut dengan Sai lagi?"

"Menurutmu?"

"Perang dingin, mungkin."

Ino menoleh, "Huwa……" teriak Ino keras-keras. "yang benar saja! Aku punya pacar tapi seperti tidak punya pacar! Art-freak itu membuatku stress!"

Sakura memutar bola matanya. keluhan yang sama yang sudah didengarnya sejak lima bulan lalu. Satu bulan setelah masa jadian. Kasihan Ino. Tapi bagaimana dengan Sakura?

Ia tersenyum getir, "Hei, kau lupa ya? Kau masih mending tahu! Aku mengejar Sasuke setahun ini tapi tetap saja tidak ada respon. Kau mengejar adik kembarnya itu baru sebulan langsung jadian. Yang benar saja!"

Ino menoleh. Benar juga ya! Kasihan Sakura. Ino langsung memeluknya erat.

"Ha~h, baiklah, satu tiketnya untukmu." Kata Sakura tiba-tiba.

"Apa?" Ino terlihat heran ketika sahabatnya itu hanya tersenyum padanya, "bukannya kau mau mengajak Sasuke, pasti itu rencanamu?"

"Memangnya kau pikir Mr. Perfect itu akan langsung menerima ajakanku? Terlalu cepat seratus tahun, Ino! Kalau itu terjadi, Tokyo akan tenggelam karena hujan badai tujuh hari tujuh malam."

Benar juga. Sakura berkali-kali mengajaknya kencan di tempat-tempat yang dekat saja ditolak, apalagi sampai keluar pulau begini?

"Lagipula mana mungkin aku meninggalkan sahabatku mati kekeringan karena mendengar alunan neraka dari semangat masa muda keluarga Maito Guy di apartemen sebelah, hah?"

"Hya..!" teriak Ino senang, "kau baik sekali. Sakura-chan…!"

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

Naruto berjalan pelan memasuki ruangan ketua OSIS. Ia melirik pada sahabatnya yang melamun memandangi sesuatu. Tidak biasanya. Jujur saja, Naruto lebih senang kalau sahabatnya itu tidur seharian di ruang OSIS atau memandangi langit dari jendela ruangannya. Yah, itu lebih baik daripada sahabatnya itu melamun.

"Memandangi foto Temari?" tanya Naruto.

Shikamaru menoleh pelan. Ia menghela napas panjang lalu memutar kursinya menghadap Naruto. Ia tidak berniat menjawab pertanyaan sahabatnya yang cerewet itu.

"Masih tidak disetujui Shikaku-sama?" tanya Naruto lagi. "sudahlah Shikamaru, kita ini masih SMA, kenapa kau terlalu memikirkan masalah seperti itu, ayolah, nanti juga paman Shikaku akan merestui hubunganmu."

"Akhir-akhir ini aku merasa mulutmu lebih konslet dibanding mulut Kiba."

"Jangan menyamakanku dengan majalah berjalan itu!"

Shikamaru menunjukkan sesuatu tepat di depan Naruto, "Siap-siaplah, besok kita ke Okinawa."

"Apa?"

"Ikut aku rekreasi. Ayah memberiku dua tiket pesawat kesana. Sepertinya aku juga butuh refreshing." Ajak Shikamaru.

"Benar? Yes! Aku mau berenang, datang ke kuil, ikut festival musim panas, memecah semangka, main kembang api, terus .. um…"

Bruk.

Sebuah tas melayang di muka Naruto. Untungnya Shikamaru tak pernah mengisi tasnya dengan kamus atau koding yang tebalnya lebih dari 300 halaman. Karena kalau tidak, minimal pasti hidungnya patah dihantam tas Shikamaru.

"Ayo, pulang, Troublesome."

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

"Jadi Orochimaru-sama, mereka akan menginap di penginapan anda." terang Shikaku senang.

"Lalu, apa mereka membawa teman?" tanya Kabuto, asisten Orochimaru.

"Hm, sepertinya Sakura mengajak Ino. Ya. Pasti puteriku membawa temannya." tambah Tsunade.

"Yang penting, tugas ini harus berhasil. Setengah bayarannya akan kami bayar setelah malam pernikahannya." kata Jiraiya. "Ah, aku senang sekali membayangkan puteriku dengan anakmu, Shikaku!"

"Ya!" seru Shikaku, "jadi bagaimana Tuan Orochimaru? Bisa?"

Orochimaru mengangguk mantap.

"Tenang saja, tuan Orochimaru sudah mempersiapkan semuanya. Percayakan pada kami." jelas Tobi percaya diri.

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

"Huwa… cerah sekali tempat ini!" ujar Ino senang. "Okinawa…. Here I am!"

"Ayo, Ino, kita harus segera ke penginapan. Badanku capek semua," ajak Sakura, "Ah, itu, Taksi!" panggilnya lantang.

"Lho? Tunggu Sakura, itu, tas-tasku… suruh taksinya menunggu…"

"Ha~h, kau ini merepotkan! Kenapa kau membawa tas sebanyak itu?" keluh Sakura.

Sementara itu dua orang pemuda terlihat terburu-buru di parking area bandara. Shikamaru dan Naruto.

"Kau masih mual?" tanya Shikamaru malas.

"Hi..hiya… bau… b-banchi di p-pesawat tadi… hwek… membuatku mual, S-Shika!" keluh Naruto, "s-sepertinya, dia memakhai m-minyak wanghi sebotol, hah.. I hate f-flying!"

"Hah, sudahlah, sebaiknya kita segera ke penginapan, kau harus istirahat!"

Shikamaru langsung menyeret Naruto memasuki sebuah taksi yang tersedia tepat di dekatnya.

"Mana ini supirnya?" tanya Shikamaru jengkel. Ia melirik pada Naruto yang masih mabuk udara. Mengenaskan sekali mengingat ini hari pertama liburannya di Okinawa.

Brak. Suara bagasi belakang ditutup. Seorang supir masuk ke bagian kemudi.

Dan mendadak seorang gadis berambut pink masuk ke pintu taksi sebelah kiri. Dan langsung duduk tanpa menoleh.

Shikamaru menatap gadis itu heran.

Mendadak pintu sebelah kanan juga dibuka. Seorang gadis pirang berdiri tegak disana.

Sakura langsung berteriak ketika melihat Naruto yang setengah mayat hidup mendadak bersandar di bahunya. "Huwa..! siapa kalian?"

"Hah?" hanya kata singkat itu yang meluncur dari mulut Shikamaru.

"Apa-apaan ini?" keluh Ino. Ia masih berdiri di samping kanan pintu taksi.

"Kalian siapa?" tanya Shikamaru polos. Ia menoleh pada Ino lalu menatap wajah Naruto. Ia dapat melihat berkali-kali Sakura berusaha menyingkirkan kepala Naruto dari bahunya.

"K-kau yang siapa? A-ah, apa sih ini?" protes Sakura sambil mendorong kepala Naruto yang setengah tak sadarkan diri.

Shikamaru memasang wajah bingung.

"Cepat keluar!" teriak Ino.

"Hah?" Shikamaru mulai menyadari situasi, "enak saja, aku masuk terlebih dahulu, tahu!"

"Tapi kami memesannya duluan!" sanggah Ino.

"Tapi tetap saja taksi ini bukan punya kalian!" balas Shikamaru mulai tak sabar.

"Tapi bagaimanapun juga kami yang akan pergi dengan taksi ini!"

"Enak saja! Kau harus keluar!" perintah Ino.

"Nggak!" balas Shikamaru.

"Hei, mana ada laki-laki yang nggak mau mengalah, hah?" protes Ino tak terima.

"Ini bukan urusan laki-laki atau perempuan, aku butuh cepat ke penginapan!"

"Kau pikir kami tak butuh?" balas Ino, "hallo? Kami juga perlu cepat ke penginapan!"

Hu..Huek.

"Kya…! Ino-chan tolong aku!" rengek Sakura. Ino melongok ke dalam sementara Shikamaru menoleh pada Naruto. Pemuda jabrik itu memegangi lengan kaosnya.

"Shi-Shikamaru… mual… hic."

"Ah, aku nggak ada waktu berdebat, temanku sakit, kami butuh ke penginapan!"

Ino berpikir sebentar. "Ma-mana bisa begitu! Barang-barang kami sudah di bagasi tahu!"

"Excuse me, Sir, Miss, sepertinya anda sekalian wisatawan, biasanya arah penginapannya sama, sebaiknya sama-sama saja." tawar si sopir.

"Oke!" jawab Shikamaru cepat.

"Hah? Kok begitu?" protes Sakura jengkel.

"Aku yang bayar taksinya! Yang penting Naruto cepat ke penginapan!" kata Shikamaru, "Ayo, Pak!"

Terpaksa Ino masuk ke kursi samping sopir. Yah. Pemecahan terakhir.

Mendadak Naruto bersandar lagi di pundak Sakura meski sudah enam kali Sakura menyingkirkannya. Sakura menoleh pelan dan menatap wajah pucat Naruto. Kasihan.

Brukk.

Kepala Naruto malah merosot jatuh ke pangkuan Sakura.

"I..Ino-chaaan…."

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

Shikamaru terlihat tidak nyaman saat resepsionis hotel dimana ia meninggalkan reservation menatapnya lekat-lekat. Shikamaru melirik plakat nama di bagian dada kemejanya. Tobi. Nama yang sangat singkat.

Pemuda itu menatap wajahnya seolah ia melihat wajah seorang artis terkenal yang tersasar karena mendadak datang ke hotelnya. Shikamaru menoleh ke belakang. Naruto, yang masih setengah bernapas, bersandar di tiang tak jauh dari meja resepsionis.

Ah, mata Shikamaru menangkap lagi sosok dua wanita cantik yang sempat mengajaknya bertengkar karena memperebutkan sebuah taksi. Keduanya sibuk menyeret koper masing-masing. Shikamaru tersenyum geli melihat kedua gadis itu. Ia sedikit heran karena dilihat dari manapun, kedua gadis itu pastilah pelajar SMA seperti dirinya. Dan kalau mereka berlibur untuk menghabiskan musim panas, maka tenggang harinya tak akan jauh berbeda, tapi nyatanya, dari ukuran koper mereka, Shikamaru dapat berasumsi bahwa para gadis itu akan menginap untuk setengah tahun.

Hanya dalam hitungan detik, kedua gadis itu sudah berdiri di sampingnya. Ino menatap mata Shikamaru dengan setengah jengkel. Jengkel karena sebagai laki-laki, Shikamaru langsung melengos masuk hotel begitu selesai membayar tanpa mengatakan terima kasih.

Shikamaru membuang muka. Dia paling benci memasukkan dirinya dalam situasi yang akhirnya dapat menimbulakan masalah yang merepotkan. Ia melirik ke arah Naruto yang masih teler.

"Naruto!" panggilnya.

Naruto berjalan sempoyongan menghampiri Shikamaru dengan kedua mata setengah tertutup. Bukannya mendekat ke Shikamaru, pemuda jabrik itu justru malah mendekat pada Sakura yang sama sekali tak menyangkanya.

Naruto bersandar lagi di bahunya dan sukses membuat gadis itu setengah jantungan. Sakura mendorong kepala Naruto lagi. "H-hei, menjauh… kubilang menjauh!" perintah Sakura.

Entah karena Naruto setengah teler atau tidak, tapi Naruto sama sekali tak menggeser posisi kepalanya.

"S-sebentar, kepalaku sakit."

"Bahuku juga bisa sakit kalau kau terus-terusan menempel seperti benalu begitu! Memangnya kau pikir aku inang pohon apa?" seru Sakura kesal.

"Hei Naruto." panggil Shikamaru lagi.

Naruto sama sekali tak mendengarnya dan tetap pada posisinya. "Kau seperti aromaterapi," gumam Naruto pelan. Membuat Sakura sedikit kaget dan merasa aneh. Pemuda itu bergumam lagi tanpa membuka kedua matanya, "baumu seperti strawberry."

Kali ini ucapan playboy kelas kakap itu sukses membuat wajah Sakura seperti kepiting masak. Sakura kehabisan kata-kata. Ia melirik pada Ino yang juga kehilangan kata-kata. Padahal di sekolah mereka, dua gadis ini adalah dua gadis yang dikenal paling 'ramai'.

"K-kau PERVERT!" teriak Sakura sambil memukul kepala Naruto keras.

Sukses besar. Sakura berhasil menyelamatkan bahunya dari kemungkinan bahwa malam ini bahunya akan reumatik. Pemuda pirang itu tak lagi bersandar di bahnya. Naruto jatuh. Dan terburuk malah.

Pingsan.

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

"Bagus, hari ini menyebalkan sekali!" keluh Sakura jengkel. Ia berbaring di tempat tidur lalu menendangi kain sprei hingga kasur itu berantakan.

"Herannya, kenapa kamar kedua pemuda aneh itu berhadapan dengan kamar kita?" keluh Ino.

"Baiklah, Tuan sekalian, ini kucinya, nomor 69, dan Nona, kamar 96."

Keduanya masih ingat jelas kalimat Kabuto, manajer hotel berambut setengah ikal dan berkacamata. Dan hebatnya, kedua nomor yang meluncur dari mulutnya ternyata berhadap-hadapan. Hah. Semoga mereka tidak melihat wajah kedua pemuda itu lagi.

Sayangnya, sepertinya doa aneh seperti itu justru berbalik sebaliknya.

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

Tok. Tok. Tok.

Ino terperanjat saat sadar kedua telinganya menangkap suara ketukan yang cukup keras di pintu kamar penginapannya.

Sial.

Baru saja bermimpi bertemu Sai, ia malah terbangun karena ketukan tak jelas saat ia tidur. Ino melirik Sakura. Hebat juga, gadis itu ternyata masih bergeming dan pulas sendirian.

Tok. Tok.

Suara ketukan lagi. Ino dengan mals turun dari ranjang dan berjalan ke arah pintu. Kedua matanya menangkap sosok Tobi di depan pintu kamarnya. Tangannya menyodorkan dua buah yukata berwarna biru laut dan hijau emerald dengan corak putih di seluruh permukaannya.

"Sebaiknya Nona ikut pesta. Ada festival di dekat laut tak jauh dari sini. Ada pesta kembang api dan bazaar yang cukup murah." tawar Tobi.

Ino menerima kedua kimono itu dengan setengah ragu-ragu.

Cklek.

Pintu kamar seberangnya terbuka. Dua orang pemuda muncul keluar dari kamar dengan dandanan yang~ yah, cukup keren. Cukup untuk membuat beberapa teman, atau mungkin semua siswi di kelasnya berteriak senada. Kereeeen.

Tobi membungkukkan badannya lalu bergegas pergi tanpa mengucapkan kata-kata apapun. Yah. Ia tahu, gadis itu sedang larut dalam khayalannya atau lamunannya saat memandangi kedua pemuda itu.

"Pervert."

Ino tersadar dari lamunannya. Konsentrasinya kembali dan ion-ion di tubuhnya terisi penuh begitu mendengar satu kata aneh dari mulut Shikamaru.

"Apa?"

"Hanya pervert yang menatap lawan jenisnya sampai matanya tak berkedip."

Wajah Ino langsung blushing. Ternyata ia ketahuan. Ia jadi malu sendiri mendengarnya. Niatnya sih membalas. Tapi memang sepertinya kenyataannya begitu. Ino berbalik dan bersiap menutup pintu kamarnya sebelum akhirnya ia membalikkan badannya lagi, "Hei, Kau!" panggilnya.

Kedua pria itu menoleh. "Yang pirang!" Ino menunjuk Naruto, "kau sudah sehat?"

Sakura tersenyum nyengir, "Katakan pada temanmu, salam terima kasih dariku."

Kedua pemuda itu lalu menyingkir pergi dari jangkauan pandangannya. Ino berbalik dan segera membangunkan Sakura. Sepertinya ia tertarik datang ke festival musim panas. Sepertinya menyenangkan.

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

"Ya~h, gagal…" seru Sakura kesal.

Ino tertawa terbahak-bahak melihat Sakura gagal memancing dengan jala kertas di salah satu stan festival, membuat Sakura makin sewot dan memercikkan air ikan ke muka Ino. Ino masih tetap menertawakannya, bukan hanya karena melihat tampang kecewa Sakura yang mengenaskan, tapi juga karena ini sudah keempat kalinya Sakura main.

Kedua gadis itu saling memercikkan air satu sama lain sehingga bagian depan yukata keduanya sedikit basah. Keduanya terus tertawa-tawa sehingga cukup menarik perhatian pemuda local Okinawa yang juga ikur di festival.

Sakura dan Ino bangkit dari stan ikan dan melenggang menuju stan lain. Kedua gadis itu terus mengelilingi lapangan tempat festival musik diadakan sampai akhirnya langkah Ino terhenti karena menabrak seseorang di hadapannya.

"Huwa…" teriak Ino saat permen gulali yang dibawanya sejak tadi jatuh. Kali ini giliran Sakura yang tertawa terbahak-bahak. Tangannya menunjuk-nunjuk Ino yang tersungkur di tanah dan yukatanya makin kotor.

"Hei!" panggil Ino pada sosok tinggi di hadapannya. Lelaki itu menoleh pelan. Wajahnya tetap tanpa ekspresi. Kedua tangannya dimasukkan kedalam saku celana tiga perempatnya. "Hei!"

Ah. Ino ingat. Pemuda yang menyelonong masuk taksi yang dipesannya lalu juga menempati kamar hotel tepat di depan kamarnya.

"Kau tak apa-apa?" tanya Naruto santai. Ia juga menarik lengan Ino dan membantu Ino berdiri sementara kedua mata Ino masih menatap Shikamaru yang tenang.

"Hei!"

Shikamaru mengorek telinganya malas. Tiga kali gadis itu berteriak ke arahnya. "Apa sih?"

"Apa?" tanya balik Ino, "kenapa kau tidak menolongku berdiri?"

"Untuk apa? Kau yang menabrakku dari belakang kan?" jawab Shikamaru malas. Ia paling malas menemui gadis macam Ino. Gadis troublesome seperti kekasihnya. Bukannya benci yang seperti apa, tapi mungkin sedikit ketakutan kalau malah ia jadi menyukai Ino. Ah. Payah. Mudah sekali Shikamaru tertarik pada gadis macam ini.

Ino mengibaskan debu-debu dari yukatanya sementara Sakura terlihat menjaga jarak dengan Naruto. "Kau kenapa?" tanya Naruto.

Sakura melirik sebentar lalu tersenyum sinis, "Aku nggak mau menempel-nempel di pundakku lagi, kau tahu, kau membuat bahuku sakit tahu."

Pemuda pirang yang dimarahi justru nyengir, "Maaf, maaf, aku tadi benar-benar sakit."

Sakura hanya menanggapinya dengan komat-kamit tak jelas sampai teriakan Ino terdengar lagi.

"Hei, suruh temanmu minta maaf dan mengganti permen Ino yang ia jatuhkan." perintah Sakura pada Naruto.

"Asal kalian tahu saja, kami mengantri lama untuk membelinya!" imbuh Ino kesal.

Shikamaru bukannya mengiyakan malah melengos pergi. Naruto juga dengan cepat menyusulnya.

Rasanya tingkat thermometer tubuh Ino naik. Ia jengkel setengah mati pada muka dingin Shikamaru padanya. Ayolah. Ino tak pernah kesulitan mendapat perhatian laki-laki –kecuali Sai- dan kali ini Shikamaru mengacuhkannya. Pemuda satu ini benar-benar menyebalkan.

Ino berlari menyusul Shikamaru dan menarik kaos pemuda itu hingga terjerembab ke belakang.

"Apa-apaan in-"

"Kau mau lari ya?" bisik Ino kesal, "kalau kau nggak mau mengganti permenku, aku akan meneriakimu pencopet."

Kalimatnya sukses menarik seluruh perhatian Shikamaru kali ini. Shikamaru adalah pemuda yang selalu melakukan hal benar. Tentu ia tak mau diteriaki seorang gadis dengan sebutan pencopet.

"Sudahlah, relakan permenmu," kata Naruto. Ucapannya langsung membuat Ino menatapnya sengit, "kami akan ke pantai, sebentar lagi ada pesta kembang api, Kabuto menunggu kami."

"Ya, akan ada banyak makanan di sana, mengantri untuk permenmu itu menyusahkan sekali!"

Ino menoleh pada Sakura. Gadis itu hanya mengeluh dan menggelengkan kepalanya malas, "Terserah kau, Ino."

Akhirnya dengan malas kedua gadis itu berjalan pelan di belakang Shikamaru dan Naruto sampai akhirnya keempat pelajar SMA itu sampai di tepi pantai. Di sana terlihat Kabuto dan Tobi sudah menunggu.

"Akhirnya kalian datang juga! Wah, ada tamu yang lain!" teriak Tobi senang.

Kabuto melempar senyum manis dan berbisik pelan pada Tobi, "Ini sih bakalan jadi lebih mudah, kembalilah ke hotel, ambil persiapannya."

Dengan cepat Tobi langsung berlari pergi sebelum Shikamaru dan Naruto sempat menanyainya.

"Oke! Ayo, mulai!" teriak Kabuto senang.

"Hah?" Sakura terlihat bingung.

"Kami mau lomba memecah semangka, mau ikut?" ajak Naruto.

Kedua gadis itu saling berpandangan satu sama lain. Sepertinya menyenangkan. Jujur saja keduanya tidak pernah mengalaminya di Tokyo. Sepertinya kali ini mereka harus mencobanya.

Tak sampai sepuluh menit kemudian, semua pemuda itu sudah tertawa-tawa dalam permainan memecah semangka dengan mata tertutup. Naruto berkali-kali salah memukul dan justru memukul kepala Tobi berkali-kali dengan tongkatnya.

Permainan itu terhenti sampai suara letusan kembang api meledak berkali-kali di atas langit malam Okinawa yang hangat.

"Oke! Waktunya permainan terakhir!" seru Tobi bersemangat. Ia mengeluarkan beberapa cawan dan beberapa botol sake di atas pasir pantai.

"Itu untuk apa?" tanya Shikamaru malas.

"Kita lomba!"

"Ha?" kali ini Sakura terbengong, "H-hei, kami berdua masih di bawah umur."

"Iya, aku dan Naruto juga masih SMA."

"Jadi kalian tidak ada yang berani?" sindir Kabuto. Ia mulai menguasai jalannya acara ini.

"Apa? Tentu saja tidak!" jawab Ino lantang. Ia langsung mengambil posisi di dekat Tobi. Ia melirik Shikamaru, "kalau takut pulang saja ke hotel." sindirnya.

Sakura dengan malas ikut duduk di samping Ino sementara Naruto akhirnya tertarik untuk ikut permainan itu. Shikamaru akhirnya mau tidak mau duduk juga.

Kabuto dan Tobi saling pandang sebentar lalu tersenyum kecil. "Oke, kita suit, tiap kalah harus minum segelas dan menjawab pertanyaan salah satu lawan yang terakhir minum."

"Oke! Janken mulai!"

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

"Ceritakan tentang orang yang kau benci?" tanya Tobi sempoyongan.

Ino mengusap cairan sake yang membasahi dagunya, "Aku, hic, benci Sai!"

"Siapa Sai?" tanya Tobi lagi.

"Dia, hic, kekasihku! Dia itu, hic, sama sekali tidak, hic, pernah memperhatikanku, hic."

Semua yang ada di sana tertawa, "Asal kalian tahu, hic, dia masih mending, kakak kembar kekasihnya, hic, lebih menjengkelkan, kalian tahu? Aku, hic, selalu diacuhkan!" teriak Sakura yang sudah mabuk.

"Jadi kalian diacuhkan pasangan kalian?" tanya Kabuto. Kabuto adalah satu-satunya yang bertahan dari serangan zat alcohol.

"Kalian?" tanya Tobi pada Naruto dan Shikamaru.

"Aku punya beberapa, hic, penggemar, tapi aku tak punya waktu, hic, meladeni mereka, hic, aku harus mengejar nilai, hic, ketinggalanku di kelas," jawab Naruto teler, "kalau
Shikamaru, hic, dia dan pacarnya, tidak disetujui ayahnya."

"A..aku menyerah, aku mau, hic, kembali." kata Sakura.

"Hah? Kenpa balik sekarang?"

"Ino-chan, aku ingin pipis."

"Pipis di sana saja!" kata Naruto asal. Ia menunjuk salah satu semak belukar. Sakura langsung memukul kepalanya. Kalau ia tidak mabuk, pasti ia berhasil membuat kepala Naruto benjol.

"Aku ke, hic, penginapan duluan."

Sedetik kemudian, Sakura sudah menghilang dalam kegelapan. Kabuto melirik pada Ino yang masih bertahan, "Kau tidak menyusul Sakura-san?"

"Aku, hic, belum mau pulang, hic, sebelum kau kalah!" teriak Ino sebal.

"Shikamaru, Naruto-san sepertinya kedinginan, dia juga teler, bisakah kau mengambilkan jaketnya?" kata Kabuto.

Akhirnya terpaksa Shikamaru ke hotel untuk mengambil jaket Naruto.

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

"Hei, bukannya, hic, kamarmu yang ini, itu, hic, kamarku!" kata Ino pusing.

Naruto hanya menggelengkan kepalanya yang terasa berat. "He-hei, Tobi, yang mana kamarku?"

"Ya! Ya! Kamar kalian sudah benar, cepat masuk!"

Ino dan Naruto segera didorong masuk ke kamar yang sebenarnya bukan milik meraka.

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

Naruto menengok kanan kiri dengan matanya yang sedah tinggal lima watt. Ia mencari-cari sosok Shikamaru. "Ah, mungkin kamar mandi!" Naruto segera menggedor-gedor pintu kamar mandi.

Mendadak pintu terbuka. Sosok di hadapannya terlihat heran sampai akhirnya justru Naruto kehilangan keseimbangan dan jatuh menindih lawannya.

"He-hei…" protes Sakura.

Keduanya berpandangan. Sakura berusaha menahan tubuh Naruto yang jatuh di atas tubuhnya. Keduanya terbaring di lantai dengan posisi Naruto di atasnya.

"Kau, hic, mau apa?" tanya Sakura.

"Kau… cantik."

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

Sementara Ino langsung naik ke atas kasur dan melirik sosok 'Sakura' yang tidur membelakanginya.

"Sa-Sakura, hic," panggil Ino, "kenapa kau sudah tid-"

Ino terlihat kaget saat sadar sosok di depannya ternyata bukan Sakura. Itu Shikamaru! Pemuda itu bangkit dan duduk di hadapannya.

"Kau… kenapa, hic, kesini?" tanya Shikamaru.

"I-ini kan, hic, kamarku!"

"Ini kamarku, Bodoh!" Shikamaru mendorong Ino menjauh namun Ino justru menarik kerah Shikamaru agar tubuhnya sendiri tidak kehilangan keseimbangan. Dan tak sengaja keduanya… berciuman!

"Hei, kau, hic, sengaja menciumku ya?"

"E-enak saja!"

"Ya, ya, ya, anak baik-baik, hic, sepertimu pasti jarang minum sake, dan penakut kan?" sindir Ino.

"Kau menantangku? Aku akan, hic, membuatmu memohon untuk ini."

"try me!"

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

"Oke!"

"Pengantin sudah siap, Bos, tinggal menjemput mereka."

Orochimaru tertawa senang. Begitu juga kedua orang kepercayaannya. "Kalian tahu pasangannya kan?"

"Putera Shikaku sudah pasti Shikamaru, dan, um… puteri Tsunade, sepertinya gadis pirang itu, iya kan?" tanya Tobi pada Kabuto.

"Ya, ya, rambutnya sama, pasti!"

"Lalu bagaimana dengan pasangan satunya, Bos?"

"Nikahkan sekalian saja," jawab Orochimaru enteng, "cepat kalian jemput!"

Tobi dan Kabuto cepat-cepat menuju kamar 69 dan 96 yang berhadapan. Kamar empat tamu dari Tokyo tersebut.

'Um…'

'Ah…'

"Wah, wah, mereka sudah mulai ya?"

"Berisik sekali!"

"Mereka harus dinikahkan dulu."

Kabuto dan Tobi saling berpandangan di depan kamar, "Kita bawa mereka sekarang, pakaikan tuxedonya di pengantin laki-laki!" perintah Kabuto.

"Kabuto, ingatkan aku untuk memarahi mereka besok," kata Tobi, "mereka pasti akan membuat keributan malam nanti."

Kedua karyawan hotel itu langsung membuka pintu kamar dengan kunci ganda yang mereka bawa.

Cklek.

"Oke, permainan ditunda! Ikut kami!" perintah Tobi dan Kabuto bebarengan.

Sakura menoleh sementara Naruto sibuk menciumi lehernya. Bagus, ternyata baru pemanasan. Pakaian Sakura dan Naruto masih lengkap meskipun keduanya masih bergulat di atas lantai.

Shikamaru menyingkir dari atas tubuh Ino yang yukatanya sudah berantakan. "Ada apa?" tanya Shikamaru pada Kabuto dengan malas.

"Waktunya pergi! Orochimaru-sama sudah menunggu anda!"

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

Mata Ino terbuka saat menyadari ada gerakan di sampingnya. Ino berbalik dan mengucek kedua matanya yang masih lengket. "Hoahm… Sakura, kau semalam kema-"

"Apanya?"

Deg.

Mata Ino terbuka lebar saat menyadari siapa sosok di sampingnya, "Ka-kau!" Ino mundur ke belakang dan jatuh terjerembab di lantai sebelah ranjang. Tangannya menyentuh sesuatu! Ino melirik pelan.

Bra!

Tunggu!

Ini…

"KYAAAA…!"

"Hmph-"

Shikamaru segera membungkam mulut Ino yang berteriak keras, "He-hei, jangan berisik!"

"Ke-kenapa? Ta-tadi malam… kita… apa yang kita… lakukan, hah?" tanya Ino gugup. Detak jantungnya berdebar kencang. Shikamaru tidak menjawab tetapi blushing.

"Kau tahu jawabannya."

Ino melirik tubuhnya dibalik selimut yang sejak tadi dipeganginya. Telanjang! Dan dengan jelas ia dapat melihat pakaian dan celana Shikamaru di tepi ranjang. Shikamaru mengacak-acak rambutnya.

Ino hanya bisa melongo. Tangan kirinya sibuk menutupi mulutnya yang terbuka tak percaya. Semalam ia tidur dengan Shikamaru. Tidur. Semalam ia… melakukan itu.

Ada yang mengganjal di tangan kirinya. "Hei! i…ini cincin siapa?" teriak Ino.

Kali ini Shikamaru menoleh.

"Ini bukan cincin dari Sai! Ini cincin siapa yang di jariku!"

Shikamaru melirik jari manisnya. Matanya langsung melotot. Cincinnya sama dengan Ino. Keduanya berpandangan lalu mulai terlihat ketakutan.

"Tidak mungkin!"

"Ja-jangan bilang… kita sudah…"

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

Sementara itu di kamar seberangnya, Sakura mulai terbangun. Ia terbangun karena mendengar teriakan panjang Ino yang menggelegar tadi. Tangan Sakura mencoba menggapai-gapai sosok di kanannya yang tidur tengkurap. "I-Ino-chan, bangun!"

"H-hah?"

Mata Sakura langsung terbuka sempurna saat menyadari siapa yang ada di sebelahnya. Jelas suara Ino tak mungkin se-maskulin barusan. Ino kan perempuan. Ia juga bukan waria. Masa suaranya mendadak jadi jantan begitu.

Sosok di sampingnya menoleh santai, "Ada apa Shikama-"

Keduanya saling berpandangan dan melotot. "A-apa yang kau lakukan di tempat tidurku?"

Naruto terlihat bingung. Ia sendiri juga tak ingat kenapa ia ada di kamar Sakura. Dan lagi…

Sakura terlihat ketakutan saat menyadari Naruto bertelanjang dada. Ia melirik sekeliling. Matanya menangkap yukata yang tergerai di atas lantai. Tangan kanan Sakura mulai meraba bagian tubuhnya.

Tunggu!

Mana pakaiannya?

Ia langsung menoleh pada Naruto.

"Kau... Kau pasti!"

"Aku nggak ingat apa-apa!"

Sakura langsung melempar bantal ke muka Naruto. Matanya mulai berkaca-kaca saat ia menyadari ada bercak darah yang kering di permukaan seprei ranjangnya. Sial.

"You jerk! Bastard! Dumb ass!" umpatnya berkali-kali.

Cklek.

Sakura tak peduli siapa yang masuk ke dalam kamarnya dan terus memukuli Naruto sampai puas.

"Ah, Shikamaru tolong aku!"

Naruto langsung berlari ke belakang Shikamaru.

Sakura melirik pada Ino yang menoleh pada Naruto. Mendadak wajah gadis-gadis itu memerah. Shikamaru melirik sebentar ke arah Naruto dan meraih boxer yang tergeletak di atas lantai, "Pakai celana dulu!"

Wajah Naruto langsung blushing begitu menyadari dirinya masih telanjang.

"I-Ino-chaan…." rengek Sakura.

"Jangan menangis dulu, Sakura-chan."

"Bagaimana ini bisa terjadi, Shikamaru?" tanya Naruto. Shikamaru hanya mengangkat pundaknya.

"Ha~h…" keluh Ino, "Sakura, lihat jari manismu!"

"Kau juga, Naruto!" perintah Shikamaru.

"Apa ini?" tanya Naruto bingung.

"Ja-jangan bilang…." Sakura mulai terlihat makin shock.

"Ya." kata Shikamaru singkat.

"Kita berempat semalam sudah menikah."

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

Huah. Kepanjangan ya? Gomen….

Ini sih sebenernya porsi 2 chapter. Cuma saya nggak mau kalau chapter pertamanya datar and konflik penyebabnya nggak saya munculin. Soalnya kan udah ada summary, jadi chapter pertamanya langsung saya bikin lengkap.

Cukup santaikah temanya?

Maaf ya untuk urusan Rating, saya kasih rate T semi M

Adegannya memang menjurus kesana, tapi percayalah, bagian yang kayak gitu paling banter ya kayak yang di atas. Nggak akan naik tahapnya ke yang lebih detail. Ada yang keberatan?

Ceritanya mereka berempat masih SMA lho! Mungkin rate-nya akan berubah jauh setelah ini. Chapter depan focus pada kebimbangan mereka dan kemunculan orang tua Shikamaru dan Sakura yang stress karena pasangannya tertukar. Tentu saja anak Tsunade itu Sakura, sayangnya Orochimaru dkk salah kira, dipikir si Ino.

Dan kalau ada empat bocah ini, sudah pasti ada Sasuke, Sai, Hinata, dan Temari.

Oke….

Now, it's time for…

R E V I E W

v