Disclaimer : Masashi Kishimoto

Warning : AU, OOC, Gajeness, Anehness dan … ness lainnya…


.

Happy Reading

.


Chapter 1 : Ups! Salah

Normal POV

Seorang gadis nampak sedang meringkuk di tengah ranjangnya. Selimutnya menutupi semua badannya, tapi rambutnya yang berwarna merah muda cerah itu masih bisa terlihat.

Sesekali terdengar gerutuan dan helaan nafas panjang yang menandakan gadis itu sedang mengalami suatu dilema. Masih berlindung di bawah selimut, dia memegang kepalanya, terkadang terdengar kata-kata penyesalan dan dari raut wajahnya yang kusut, bisa dipastikan bahwa dia sudah menjalani ritual ini lebih dari beberapa jam.

Tiba-tiba terdengar bunyi ketokan pintu yang lumayan keras, dari suara ketokannya, nampaknya si pelaku mulai kehilangan kesabarannya.

"Sakura! Cepat bangun! Kau tidak mau sekolah! Kau bisa terlambat nanti! Sakuuuraaaa…!" teriakan itu menggema ke seluruh penjuru rumah itu. Gadis yang tengah meringkuk itu, Sakura, sedang menutup telinganya. Dia terduduk, masih dengan selimut yang menutupi tubuh sampai ke kepalanya.

"Aduuuhh…" dia mengerang sambil menggigit bibirnya. Otaknya berusaha mencari suatu alasan yang tepat agar ibunya memperbolehkannya untuk tidak masuk sekolah hari ini. Dan tentu saja, jika memungkinkan, dia ingin bisa dipindahkan dari sekolah yang selama ini menjadi rumah keduanya, sekalian saja pindah ke kutub selatan atau ke planet lain. Yang pasti jauh dari orang-orang yang mengenalnya. Terutama teman-teman sekolahnya. Terutamanya lagi, teman-teman sekelasnya. Dan yang paling utama, menjauh dari dua orang laki-laki yang sudah membuat dunianya jungkir balik.

"Sakuuuraaa!" kali ini teriakan Ibunya lebih melengking dan menuntut sebuah jawaban.

Sakura mendesah, semalaman dia tidak tidur, mana mungkin otaknya bisa diajak kompromi untuk berpikir?

Dia menjatuhkan tubuhnya di ranjangnya, tanpa memedulikan teriakan Ibunya yang menyakitkan telinganya.

Jika saja kejadian itu tidak pernah terjadi, batin Sakura dalam hati.

Ya, jika saja kejadian itu tidak terjadi, saat ini Sakura pastinya sedang bersemangat untuk pergi ke sekolah. Karena di sana, dia bisa bertemu dengan pangeran yang telah mencuri hatinya. Sayangnya, untung tak dapat diraih dan malang tak dapat ditolak. Kiranya peribahasa itu cocok dengan kejadian yang dialami Sakura saat itu.

.

mmmoooonnn

.

Semua itu bermula sehari yang lalu, saat Sakura berniat menyatakan cintanya pada Sasuke Uchiha, laki-laki paling tampan di sekolahnya, laki-laki yang telah membuat hari-hari sekolah Sakura bagaikan kuncup bunga yang setiap hari bermekaran. Si pangeran es yang mencuri hati si gadis bunga.

Sakura masih mengingat dengan jelas kejadian itu. Ya, saat itu, di pagi yang cerah di musim panas, saat itu Sakura sedang bersenandung kecil melewati jalan yang biasa dilaluinya untuk berangkat ke sekolah.

Sesekali dia berkaca di etalase toko, sambil memperbaiki seragamnya atau sekedar menyisir rambut panjangnya yang berantakan tertiup angin. Hatinya terasa melambung ke udara dan senyumnya tak pernah berhenti mengembang.

Dan semua itu karena satu alasan. Sasuke Uchiha.

Sakura berjalan di koridor kelas dengan tergesa-gesa. Dia menatap pintu kelasnya yang berisi tulisan 2-A itu. Dia menghirup nafas dalam-dalam dan menghembuskannya, lalu dia membuka pintu dengan senyuman manis yang setiap hari selalu di latihnya di depan cermin kamarnya.

"Selamat pagi semuanya!"

Sakura melirik ke arah bangku nomor dua dari depan. Di sana sedang duduk laki-laki berambut raven yang menatap keluar melalui jendela di sampingnya. Sakura mendesah, bahkan dari jauh pun laki-laki itu bisa melumerkan hatinya. Betapa Sakura bersyukur karena bisa sekelas dengan Sasuke. Dulu, saat dia masih kelas satu, dia hanya bisa mencuri pandanng ke arah kelas Sasuke saat istirahat siang, tapi kini, dia bisa melihat Sasuke kapanpun dia mau. Betapa Kami-sama begitu bermurah hati padanya.

"Yo! Pagi Sakura!" seru Naruto, sepupunya yang berambut jabrik berwarna kuning itu. Dibelakangnya nampak gadis bermata lavender yang tertunduk malu.

"Pagi, Naruto! Pagi, Hinata-chan!" sapa Sakura balik. Seketika gadis yang pemalu itu mendongak dan membalas sapaan Sakura dengan terbata-bata.

Sakura memandang kedua temannya itu.

Naruto yang masih punya hubungan darah dengannya, yang selalu nampak ceria dan tak bisa diam. Sifat usilnya pun nampaknya tidak berkurang sedikit pun dengan perubahan umurnya. Senyum jahilnya masih membekas dan jelas terukir di wajahnya.

Sedangkan Hinata, dia adalah sahabat Sakura sekaligus kekasih Naruto. Hubungan mereka sangat awet dan mesra. Setiap bersama mereka berdua, Sakura selalu merasa seperti penjual kacang yang dagangannya tidak terjual satu pun.

Sakura memperhatikan kedua temannya yang sedang asyik bercakap-cakap. Naruto yang iseng dan Hinata yang memerah wajahnya, betapa dia menginginkan hal itu juga terjadi padanya. Dia melirik Sasuke sekilas, dan mulai berimajinasi tentang dirinya dan Sasuke. Dan semua itu akan terus berlanjut jika tidak dipotong seseorang. Seseorang yang menyebalkan, tentunya.

"Sepertinya enak ya, berkhayal pagi-pagi," seru seseorang di samping Sakura. Tidak perlu kemampuan cenayang, untuk mengetahui siapa itu. "Pagi Naruto, Hinata."

Naruto tersenyum, "Pagi Sai!"

Hinata tertunduk malu, "Pa-pagi, Sa-sai."

Sakura mendelik ke arah Sai dan mendengus sambil pergi ke tempat duduknya. Huh! Pengganggu! Satu-satunya hal yang membuat hidup Sakura tidak sempurna adalah kehadiran Sai. Ya, dia adalah orang yang paling dibenci Sakura. Sakura tidak akan pernah melupakan pertemuan pertamanya dengan Sai. Cukup satu kesan saja untuk membuatnya berada di urutan pertama dalam daftar orang yang dibenci Sakura, juga orang yang tidak ingin dilihat Sakura dalam jarak minimal sepuluh meter.

Sai hanya tersenyum kepada Sakura. Dia menikmati raut wajah Sakura yang sedang kesal itu.

.

mmmoooonnn

.

"Kau masih tidak suka pada Sai ya, Sakura?" tanya Naruto pada Sakura yang sedang menatap Sasuke.

Sakura mendengus kesal. Kesal karena acara menatap Sasuke jadi terganggu serta kesal karena Naruto menyebut nama Sai di depannya. Walaupun Sai adalah saudara Sasuke, tapi itu tidak mengubah image-nya yang sudah tercetak jelas di dalam diri Sakura.

Ya. Sai Uchiha, dia adalah kakak sekaligus saudara kembar Sasuke. Sekilas mereka memang terlihat mirip. Wajah dan karakter yang tenang. Tapi saat sudah mengenal mereka dengan baik, sebenarnya mereka sangat berbeda. Sasuke yang terlihat keren karena sikap dinginnya dan Sai yang terlihat menyebalkan karena senyum palsunya. Ya. Sai selalu tersenyum palsu pada setiap orang. Benar-benar pemandangan yang memuakkan bagi Sakura. Apalagi dia mempunyai mulut yang tidak bisa menjaga semua kata-kata yang dia keluarkan. Ditambah dengan kenyataan bahwa Sai selalu menghina Sakura di depan Sasuke! Bayangkan! Di depan Sasuke! Sungguh, kalo bukan karena Sasuke, Sakura pasti sudah memotong-motong Sai menjadi dadu-dadu kecil dan melemparnya ke Planet Mars!

"Kesal? Siapa juga yang kesal padanya?" tanya Sakura balik. Alis Naruto hanya mengernyit sedangkan Hinata yang di sampingnya terbelalak tidak percaya. "Aku itu benci padanya tahuuuu!"

Naruto terkikik geli. "Benci itu bisa jadi cinta lho! Ya kan, Hinata?"

Hinata di sampingnya hanya mengangguk, "Be-benar sekali kata Naruto-kun, Sakura-chan."

"Tuh kan, apa kataku!" Naruto menjentikkan jarinya sedangkan Sakura sudah memanpilkan ekspresi muak di wajahnya. "Benci itu kan artinya Benar-benar Cinta!"

Sakura mendengus, "Omong kosong! Benci? Jadi cinta? Kalau begitu, cinta juga bisa jadi benci dong! Hah! Nonsense! Mustahil! Imposibble!" tentang Sakura.

"Hihi! Lihat saja nanti! Awas ya, kalau nanti jadi senjata makan tuan!"

Sakura menggeleng mantap, "Itu tidak akan terjadi! Karena aku akan menyatakan perasaanku pada Sasuke sekarang!"

Naruto dan Hinata kontan terbelalak mendengarnya.

"Kau mau menembak Teme? Kau serius?"

Sakura mengangguk. "Karena itu aku membutuhkan bantuan kalian."

.

mmmoooonnn

.

Rencananya adalah membawa Sasuke ke belakang sekolah. Dan di sanalah Sakura akan menyatakan perasaannya.

Sakura memang tidak terlalu cantik, juga tidak terlalu pintar, tapi dia punya modal percaya diri yang begitu besar atau mungkin kelewat besar sehingga menjadi tidak tahu diri. Karena bagaimanapun juga, Sakura tidak pernah berbicang-bincang serius dengan Sasuke, jadi bisa dibilang, sinyal-sinyal cinta dari Sasuke masih belum nampak. Jika memakai persentase, maka bisa dibilang persentase Sasuke mengenal Sakura, lima belas persen. Persentase Sasuke mau berbicara pada Sakura, delapan persen. Persentase Sasuke menyukai Sakura, nol koma delapan puluh lima persen.

Tapi Sakura sudah menetapkan dalam hati untuk menyatakan cintanya pada Sasuke. Walaupun ditolak, minimal Sasuke jadi tahu kalau Sakura menyimpan perasaan padanya.

Sayangnya, dua puluh menit telah berlalu, tapi Sasuke belum terlihat juga. Sakura menjadi kesal tidak karuan sambil berjalan mondar-mandir, dia menggerutu.

"Aduuh… Naruto baka! Kemana saja sih, dia?"

Sakura mendengar derap langkah seseorang. Otaknya menebak kalau orang itu adalah Sasuke, tapi ternyata yang datang malah Hinata.

"Hinata-chan? Mana Sasuke?"

"Ma-maaf, Sakura-chan. Na-naruto-kun tidak bisa mengajak Sasuke ke sini."

"Hah? Lalu di mana Naruto sekarang?"tanya Sakura yang mulai kesal.

Hinata melirik ke samping, dia tidak berani menatap Sakura, "Na-naruto-kun sedang makan ramen di-"

"APAA?" teriak Sakura menggelegar. Hinata memekik kecil mendengar temannya yang gampang emosian itu. "Makan ramen? Dasar bodoh!"

Sakura meninggalkan Hinata dengan derap langkah yang terdengar berat.

"Sakura-chan! Kau mau kemana?" seru Hinata.

"Aku mau mencari Sasuke!" jawab Sakura tanpa berbalik.

Hinata terdiam sejenak, "Lebih baik aku cari Naruto-kun sekarang."

.

mmmmooonnn

.

Sakura menarik nafasnya, berusaha menenangkan irama jantungnya yang berdetak lumayan cepat. Saat ini dia sedang berada di lapangan basket. Rupanya Sasuke sedang bermain basket dengan yang lainnya.

Sakura menarik Sasuke ke pinggir lapangan sambil berharap keriuhan di lapangan mengaburkan suaranya. Akan sangat memalukan jika semua orang mendengar pernyataan cintanya pada Sasuke. Apalagi jika Sasuke nanti menolaknya.

"Apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Sasuke.

Sakura menunduk, dia tidak berani menatap mata Sasuke. Kini dia benar-benar mengerti bagaimana perasaan Hinata. Rasanya benar-benar memalukan.

"Beg-begini… a…aku… aku…" Sakura kesulitan merangkai kata-kata yang ingin diucapkannya. Dia memilin baju seragamnya dan menghela nafas sekali lagi.

"Apa?"

Sakura mengumpulkan keberaniannya, dia harus bisa! Hanya ini satu-satunya kesempatannya. Dia menarik nafas dan dengan sekali helaan, dia akan mengungkapkan segalanya!

Di lain tempat, Hinata sedang menarik tangan Naruto menuju lapangan basket.

"Ayo, cepatlah Naruto-kun!" kata Hinata.

"Iya, iya. Nah, itu Sakura! Lho? Bukannya itu-" Naruto menunjuk seseorang yang ada di depan Sakura sekarang.

Sakura menggigit bibirnya, lalu, "A-aku… dari dulu selalu menyukaimu! Maukah kau menjadi pacarku?" kata Sakura dengan suara yang lumayan keras bahkan mungkin bisa didengar oleh orang yang berada di sekitarnya.

Bodoh! Rutuk Sakura dalam hati. Kenapa bisa-bisanya dia berkata sekeras itu?

"Oh, jadi kau menyukaiku ya?"

Sakura tersentak kaget. Dia kenal sekali suara itu. Suara yang mirip dengan suara Sasuke. Mirip, bukan berarti sama. Saat itulah Sakura mendongakkan kepalanya. Nyatanya, yang dilihatnya bukanlah pangeran pujaannya selama ini, melainkan saudara kembarnya. Ya, saat ini yang ada dihadapannya adalah Sai Uchiha.

Sakura menoleh ke arah lapangan basket dengan cepat dan melihat Sasuke yang sedang memegang bola sambil memandang ke arahnya.

Ada apa ini sebenarnya? Bukannya tadi Sasuke yang ada dihadapannya? Kenapa malah Sai?

Keriuhan pun mulai terdengar. Orang-orang menjadi bersemangat karena pernyataan cinta Sakura tadi.

"Wah, Sakura nembak Sai nih!"

"Ayo, Sai! Jawab dong!"

"Terima! Terima! Terima!"

Sementara Naruto dan Hinata memandang semua itu dengan tatapan tidak percaya.

"Bagaimana mungkin?" Hinata menutup mulutnya dengan sebelah tangannya menandakan betapa terkejutnya dia. Sedangkan Naruto yang berada di sampingnya hanya menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal.

"Aku tidak menyangka kau menyukaiku," kata Sai menatap Sakura.

Sementara Sakura hanya terbelalak dalam diam. Semua ini begitu mengejutkan baginya. Otaknya masih belum dapat mencerna apa yang terjadi, ditambah dengan keriuhan di sekitarnya, dia benar-benar tidak bisa berpikir sekarang. Barulah saat Sai melanjutkan kata-katanya, Sakura kembali ke kenyataan. Ke kenyataan yang lebih buruk dari mimpi buruk sekali pun.

Sai menggenggam beberapa helai rambut Sakura, "Aku tidak keberatan menjadi pacarmu," jawabnya sembari mengecup rambut Sakura.

Gegap gempita pun semakin terdengar membahana. Dari satu orang ke beberapa orang lainnya. Hanya dalam beberapa menit kisah Sakura yang menyatakan cinta dan penerimaan Sai terdengar di seluruh penjuru sekolah.

Dan dalam waktu kurang dari satu jam, semua orang sudah meresmikan hubungan Sakura dan Sai.

Sementara itu Sakura yang telah sadar atas kebodohan yang dia lakukan, menjerit dalam hatinya. Berdoa pada Kami-sama, memohon agar saat ini dia sedang memegang sekop agar dia bisa menggali lubang dan menjatuhkan dirinya di lubang itu. Agar dirinya bisa menghilang dari keriuhan ini, dari dunia. Terutama dari Sasuke, juga Sai.

.

.

T*B*C


A/N:

Cuma fic yang benar-benar pasaran. Gak tahu kenapa bisa muncul ide ini. Apakah fic ini layak dilanjutkan?

Luna hanya bisa menunggu jawaban lewat review…

Luna tunggu dengan senang hati…