Musim Panas, tahun xxxx

Kau dan dia bertemu di lantai diskotik dengan pengaruh alkohol yang masih menguasai otak dan pikiran kalian berdua. Matamu dan matanya sama-sama sayu dan tidak bercahaya. Berkantung adalah kata yang tepat untuk mendeskripsikan keadaan mata kalian. Kalian sama-sama menyeringai dan kalian berusaha menghilangkan jarak di antara kalian. Kalian semakin dekat, dekat, dan glep! Tangannya telah memegang tanganmu dengan sempurna.

"Namamu siapa?" tanyanya sambil berteriak agar kau dapat mendengarnya di bawah dentuman kencang musik disko. Tapi sama saja, kau tidak mendengarnya. Akhirnya kau bertanya balik.

"Apa?" jawabmu dengan volume suara yang juga sama dengan volume suaranya, tadi.

"NA-MA-MU SI-A-PA?" katanya sambil memutar bola matanya. Kamu terhenyak, menelan ludahmu dan membiarkannya meluncur di kerongkonganmu, lalu kamu membuka mulutmu-hendak menyebutkan namamu. Dan, oke, kupingmu masih baik dalam hal dengar-mendengar.

Tapi sebuah sirine polisi membuatnya melepaskan genggaman tangannya padamu lalu ia berlari meninggalkanmu tanpa sepatah katapun. Para pengunjung diskotik langsung berhamburan, tatkala sirine polisi makin nyaring terdengar. Kamu hanya berdiri diam tak berontak di tengah-tengah lantai dansa diskotik itu. Melihat para pengunjung berlarian seperti zebra yang hendak dimangsa oleh sang raja hutan, menjadi tontonan seru bagi dirimu yang masih menjadi anak baru. Maklum, kau baru pertama kali menginjak diskotik dan meminum bir. Rekor untukmu, karena kau berhasil menghabiskan lima botol bir besar dalam waktu 3/4 jam.

Dan akhirnya, ketika kamu tersadar bahwa di dalam diskotik tidak aman, maka kamu memutuskan untuk keluar dari diskotik itu melalui pintu belakang. Tak lupa, kamu memakai hoodie mu, agar wajahmu 'tertelan' bak hilang di gelap malam. Kamu memasukkan kedua tanganmu di saku sweater mu lalu kamu berjalan pelan menghampiri pintu belakang diskotik yang telah sepenuhnya kosong.

Tapi, sebuah tangan telah menghalangi perintah tanganmu untuk memutar kenop pintu. Kamu seketika berbalik dan menemukan seseorang yang sedang menahan tanganmu itu.

"Kau?" tanyamu dengan sunggingan senyum yang tampak seperti meremehkan.

"Gaara."

"Maaf, tadi kau menyebutkan namamu?"

"Ya. Melanjutkan perkenalan kita yang tertunda tadi."

Kamu tersenyum lalu tersenyum.

"Ino."

Dan akhirnya kamu melepaskan tanganmu dari tangannya lalu berbalik badan dan memutar kenop pintu itu dan keluar bersama angin.

...Itulah perkenalan pertama kamu dan dia. Sekonyong-konyong bayangan kenalan barumu itu terlintas di otakmu yang bergerak liar, membuatmu tersenyum dalam gelap pandanganmu sendiri, kala kau hendak masuk ke dalam alam bawah sadarmu.

Disclaimer : Masashi Kishimoto has EVERYTHING about Naruto

A.N. : Sedikit berasa aneh dengan nama pena yang sekarang, dan membuang semua atribut 'Nagisa' dan 'Wellington'. Sempat ngakak juga, tapi sepertinya ini lebih simpel.

Dan saya agak sedikit nekat, tentunya (bagi seorang pelajar SMP) entah dari berbagai sudut pandang.

Warning : Settingan-nya bukan di Konoha loh, ya.

:)

Palaguna

Musim Panas tinggal beberapa hari lagi dan kamu belum juga menyelesaikan tugas-tugas sekolahmu yang menumpuk. Kadang kamu memaki-entah kepada sang tugas atau kepada 'seseorang' yang memberikannya-sambil menggaruk-garuk kepalamu yang sebenarnya tidak gatal. Meja belajar milikmu sungguh penuh dengan kertas-kertas PR dan harus kamu pindahkan lagi ke masing-masing buku sesuai subjek. Kamu ingin teriak lalu menghantam kepalamu hingga bocor ke dinding. Oke, itu terlalu berlebihan untukmu yang masih muda belia.

Dan dalam sepersekian detik, kertas itu akhirnya hanya kamu tumpuk dan diletakkan di sudut kamarmu. "Nanti saja" gumammu. Kamupun beranjak dari meja belajarmu lalu mengambil telepon genggammu yang sedari tadi diletakkan di atas tempat tidurmu yang berselimut beludru merah. Kamu menggeser layarnya ke atas lalu dengan lincah mencari sebuah nomor yang sangat kamu butuhkan untuk ditelpon sekarang.

Seperminum teh, kamu pun menemukan apa yang daritadi kamu cari. Segera kamu menekan tombol hijau lalu menempelkan telepon genggammu di telinga sebelah kirimu lalu membiarkan nada sambungan antara teleponmu dan telepon yang dituju mengalun di gendang telingamu.

"Halo?" katamu ketika ada yang telah menjawab panggilanmu di seberang sana.

"Bisa kita ketemu? Oke, di kafe dekat sekolah! Ya? Oke."

Dan sambungan di antara kamu dengannya terputus. Dengan cepat, kamu menarik tas kecil dan topimu lalu berjalan keluar rumahmu.

!

"Aduh, Ino. Kau itu terobsesi atau kenapa, sih?"

"Terobsesi, mungkin. Aku gak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi...oh, sudahlah."

Kamu dan temanmu tengah ngopi di sebuah kafe yang tak terlalu besar itu. Sambil menyeruput, kamu juga menyempatkan memakan salad buah yang telah kamu pesan untukmu. Kamu menaruh cangkir cappucino mu ke atas meja, lalu mengeluarkan apa yang sejak tadi terus berbayang di kepalamu.

"Aku tidak tahu siapa dia. Yang jelas, namanya Gaara. Kupikir itu hal yang bagus karena-ya, kau tahu-aku baru kali ini tertarik pada seorang cowok. Dan..." belum sempat kamu melanjutkan opinimu, temanmu dengan santai melanjutkannya.

"Sialnya, kau malah tertarik pada seorang cowok yang tak pernah kau kenal sebelumnya."

"Tepat" jawabmu singkat, menyetujui apa yang barusan disampaikan oleh temanmu itu.

"Tapi, Ino," kata temanmu sembari mencuil sandwich kejunya. "Seperti yang kukatakan tadi, kau 'kan tidak tahu siapa dia yang sebenarnya. Kalian pertama kali berkenalan saat di diskotik itu, kan? Siapa tahu dia seorang yang 'tidak baik'" kata temanmu itu. Kamu menatap temanmu dengan tatapan bingung.

"Kau benar, Sakura. Tertarik pada seseorang yang tak dikenal itu bukan hal yang lumrah untukku tapi entah kenapa aku merasa ada yang lain dari seorang dia" katamu.

"Oh, dan aku baru tahu sekarang. Bahwa seorang Ino yang tomboy, ternyata dapat mengeluarkan sebaris kata-kata puitis hanya untuk seorang yang misterius itu."

Tawanya meledak, membuat mukamu merah padam.

"Sudahlah" katamu sambil mengaduk-aduk cappucinomu lagi lalu meneguknya hingga tak bersisa sama sekali.

"Ayolah, Ino. Apakah selera humormu tidak ada? Mau kubantu untuk membangkitkannya?"

"Berisik!"

Tawanya pun meledak lagi, membuatmu harus menutup kedua kupingmu. Siapa tahu akan meledak gara-gara tawa menggelegarnya.

Kamu pulang ke rumah saat sore telah tiba.

Kamu habis menguras banyak tenagamu hanya untuk bermain dengan temanmu itu. Sekaligus menyegarkan pikiran, batinmu. Kamu menggeser pagar rumahmu pelan, masuk ke dalam rumahmu, lalu menggeser pagar rumahmu lagi untuk menutupnya.

Setelah tertutup sempurna, kamupun masuk ke dalam rumahmu. Seperti biasa kamu melepas alas kakimu dan menyimpannya di rak sepatu. Lalu kamu berjalan masuk menuju kamarmu. Tak ada orang di rumahmu. Kamu tahu bahwa mereka sedang pergi bekerja dan bakal pulang malam. Maka kamu memutuskan akan makan malam agak cepat dan langsung berkutat lagi dengan PR-PR yang menyebalkan dan membuatmu terjangkit depresi ringan sesaat.

Kamu membuka pintu kamarmu, menyalakan lampunya, dan menghidupkan pendingin kamarmu yang sedari tadi mati. Kamu menutup pintu kamarmu lagi lalu berjalan pelan ke arah meja belajarmu dan duduk di kursinya. Kamu meraih laptopmu lalu menyalakannya. Setelah menyala sempurna, kamu mencolok modemmu pada tempatnya lalu kamu bermain-main dengan dunia maya hanya untuk membunuh waktu agar malam cepat membungkus langit.

Sebuah situs instant messaging atau lebih dikenal dengan sebutan chatting telah terpampang pada layar di hadapanmu. Kamu masuk lalu mencari beberapa temanmu yang kalau-kalau bakal ikut dalam pembicaraan hangat seputar kamu dan teman-temanmu.

Tiba-tiba, kolom pembicaraan terbuka dan tampaklah sebuah nama user yang membuatmu sedikit menaikkan alismu. Siapa dia, batinmu.

Nama user itu aneh dan sedikit mengerikan. RedOLantern dan menyapamu dengan kata sapaan saja.

Kamu pikir itu hanya sebuah lelucon. Maka dengan santai, kamu membalas sapaannya itu. Dan mulailah pembicaraanmu dengan sang user yang kamu tidak ketahui siapa dia sebenarnya.

Seiring berjalannya waktu, kamu tahu bahwa malam telah membungkus langit dan kamu belum juga mengisi perutmu. Dengan cepat kamu berganti baju rumah lalu keluar dari kamarmu dan meninggalkan jaringan internet yang masih aktif dan laptop yang masih hidup.

Sebuah pesan masuk ke dalam kolom pembicaraanmu tanpa diketahui olehmu.

Tapi, alangkah sialnya sang user yang pesannya belum terbalas dan terbaca olehmu harus bersabar karena laptopmu tidak bisa diajak berkompromi barang sebentar. Ia 'mematikan' dirinya dan memutuskan hubunganmu dengan hubungannya dalam sekejap.

Ya, hanya sekejap.

Continued