Naruto

© Masashi Kishimoto

.

.

.

Sebuah Kutukan

© sacha sacchi

.

.

.

"Kutukan hanyalah bualan, Hinata. Tak akan ada yang terjadi pada kita berdua. Tidak meskipun Haruno Sakura membayangi kita berdua. Aku akan selalu mencintaimu."

.

.

.

Ada bau yang cukup menusuk mampir ke lubang hidungnya, sampai-sampai membikin alis Sasuke berkerut. Ia membuka matanya secara perlahan. Langit-langit berwarna putih dengan dinding ber-wallpaper biru-putih menyambutnya. Kamarnya memang ber-wallpaper biru-putih, tapi bukan garis-garis vertikal seperti ini. Lalu ini kamar siapa?

Sasuke mencoba untuk duduk. Pening rasanya. Ia hampir terjatuh kalau saja tak berpegangan pada sisi ranjang. Sebentar, kenapa ranjang ini seperti ranjang milik rasien di rumah sakit? Memangnya ini rumah sakit, ya? Dan lagi, siapa yang dengan lancangnya mengganti bajunya dengan piyama polos seperti ini? Tch, sepertinya Sasuke benar berada di rumah sakit.

Sasuke merasakan sedikit perih di keningnya, ia pun menyentuhnya ragu-ragu. Empuk. Tapi sakit. Ternyata sebuah luka nangkring di sana dengan plester yang melintang, merekat erat pada sisi luar. Pipi serta kakinya juga terasa perih, lecet mungkin. Tapi Sasuke tak peduli, ia melangkah keluar dari kamarnya. Yang dikhawatirkannya sekarang cuma satu: Hinata.

"Tuan Uchiha, hendak ke mana?" seorang perawat mencegatnya tepat di daun pintu.

"Hyuuga Hinata. Di mana?" Sasuke mengedarkan pandangannya ke kiri dan kanan, berharap menemukan sosok calon istrinya. Tapi nihil. Yang ia dapat hanyalah sosok gadis-gadis centil yang cekikikan melihatnya.

"Nona Hyuuga? Akan saya tunjukkan nanti. Sekarang biar saya cek keadaan anda, oke?" perawat tersebut bergerak membuka pintu kamar Sasuke. Tapi Sasuke cuek. Masa bodo dengan keadaannya, ia hanya ingin memastikan keadaan Hinata. Sasuke melangkah meninggalkan perawat tersebut. Biar deh tak tahu arah, masih ada resepsionis yang sudi menunjukkan seluk-beluk ruangan rumah sakit ini, kan?

"Tuan Uchiha, tunggu!" perawat itu dengan paniknya berlari kecil menjangkau Sasuke yang berjalan sembarang arah.

.

.

.

Sasuke menjulurkan lehernya untuk melihat bayangan di balik kaca bening yang memberinya batas. Perlahan diputarnya kenop pintu ruangan yang sekilas mirip dengan ruangannya. Sasuke melangkah masuk dan segera mengambil posisi di sebelah gadis yang terbaring lemah dengan selang-selang melintang di sekitar tubuhnya. Dielusnya lembut dan hati-hati rambut indigo panjang milik si gadis. Sesekali ia menggumamkan nama Hinata dengan frekuensi kecil.

"Lukanya parah—berbeda dengan anda yang hanya mengalami shock serta lukaringan. Terpaksa kami harus memasang alat bantu," Shizune—perawat yang tadi kita jumpai di depan ruangan Sasuke memberi sedikit penjelasan. Setelah berdebat cukup lama dengan Sasuke, akhirnya perawat berwajah imut ini mengalah dan mengantarkan Sasuke menuju kamar Hinata.

Sasuke berjalan menuju sofa. Tubuhnya masih belum kuat untuk melakukan aktivitas—meskipun hanya berjalan sejauh dua belas ruangan. Ia mencoba mengendalikan nafasnya sejenak sambil melirik jam dinding di sebelah televisi. Seketika itu juga ia terhenyak.

"Jam berapa insidennya terjadi?" ia bangkit menghampiri Shizune.

"Kecelakaannya? Sekitar jam sembilan—atau sepuluh, mungkin?" Shizune menelengkan kepalanya, sementara jemarinya masih mengontrol laju cairan dalam botol infus.

Sial, batin Sasuke. "Di mana handphone-ku?" Sasuke bersandar pada daun pintu.

"Mungkin ada di meja ruangan anda, Tuan," Shizune mencatat denyut nadi Hinata. Ketika ia menoleh untuk memandang Sasuke, pria itu sudah lenyap dari pandangannya.

"Mema—lho, Tuan?"

.

.

.

"Sakon?" akhirnya setelah tiga puluh menit mencari,Sasuke menemukan ponsel miliknya di bawah bantal, entah siapa yang dengan kurang ajarnya meletakkan di situ. Dan kini, ia tengah menghubungi salah satu bawahannya.

"Oh, Tuan Muda. Saya turut prihatin atas insiden barusan—" baru saja Sakon—si bawahan menjawab, Sasuke segera menyelanya.

"Meeting-nya?" Sasuke mengambil posisi di sofa. Seperti yang kukatakan sebelumnya, tubuhnya belum cukup kuat. Perlahan ia memijit keningnya.

"Oh, itu… Direktur Namikaze membatalkan kerjasamanya," terdengar nada gugup dari seberang. Jelas, Sakon belum cukup mental mengucapkannya.

"Apa? Bagaimana bisa, hah?" dan Sasuke belum cukup kuat untuk berteriak memarahinya.

"Anu—begini, setelah dua kali meeting-nya ditunda, mereka tak mau mempercayai Uchiha lagi. Yah, seperti merasa dibodohi—atau mungkin dibohongi. Mengingat meeting pertama anda tidak hadir, meeting kedua Karin—yang bertugas presentasi tidak hadir, dan meeting kali ini anda kembali tidak hadir," Sasuke benar-benar frustasi kali ini. Bisa-bisa hancurlah Uchiha miliknya.

"Kau tak menjelaskan insiden yang kualami, hah?" Sasuke menaikkan nada suaranya. Kepalanya terasa pening kembali begitu mendengar berita yang disampaikan Sakon.

"Ka—kalau kami menjelaskannya, bisa-bisa berita tersebut tersebar dan sistem di Uchiha terancam goyah, Tuan Muda. Lagipula menurut berita yang kami dengar, Tuan Muda mengalami luka parah," Sasuke bisa mendengar gemerisik dari seberang telepon. Sakon pasti dibantu teman-temannya untuk berbicara.

Merasa sia-sia menjelaskan keadaan sebenarnya—Hinata-lah yang mengalami luka parah, Sasuke akhirnya berkata, "Oke, biar aku yang menangani yang satu ini."

"Baiklah, Tuan Muda," Sasuke mendengar banyak helaan nafas lega di seberang sebelum pembicaraan diputus.

.

.

.

"Sasuke? Oh, aku tahu kenapa kau menghubungiku dan aku tak mau dengar apapun alasannya. Kau sudah membuang waktuku tiga kali dan aku sudah cukup kesal akan itu. Jadi, jangan salahkan aku yang membatalkan kerjasama kita, oke? Aku masih banyak urusan, jadi akan kututup—"

"Jangan! Kumohon, dengarkan aku sekali saja, Naruto—" setelah mendengar rentetan kalimat Namikaze Naruto—direktur Namikaze yang bagaikan kereta express itu, akhirnya Sasuke angkat bicara. Ia kembali mengambil nafas, "—Dengar, aku mengalami kecelakaan kecil tadi. Aku tak sadarkan diri dan itulah yang menyebabkan meeting kita batal. Jadi, aku mohon simpatimu, bisa kan?"

Naruto mengambil jeda, menimbang-nimbang ucapan Sasuke. Sasuke yang tak mendengar apapun dari Naruto hanya bisa harap-harap cemas menanti jawaban dari direktur super aktif itu. "Oke. Sebagai teman kecil yang baik, aku tentu akan bersimpati padamu. Tiga hari lagi, kita bertemu. Tidak ada penolakan," wajah tampan Sasuke seketika berubah lebih terang seolah ditimpa cahaya bulan begitu mendengar kalimat barusan.

.

.

.

Pagi ini, tepat setelah perbincangan dengan Namikaze Naruto tiga hari lalu, akhirnya Sasuke kembali mengadakan meeting dengan Namikaze. Dan sudah sepatutnya Sasuke mengucapkan beribu terima kasih kepada teman kecilnya itu, kalau bukan karena simpatinya mungkin Uchiha akan mendekati kehancuran.

Maka Sasuke melangkah keluar dari mobilnya—yang tentunya bukan dikemudikan olehnya, mengingat sindrom over protective Mikoto Uchiha kambuh begitu mengetahui insiden yang dialami putra bungsunya. Apalagi pagi ini, Hinata dan Sasuke baru saja diperbolehkan untuk pulang. Siapa yang mau ambil resiko dengan membiarkan sasuke mengemudi?

Sasuke menggandeng lengan Hinata menuju ruang meeting. Jangan heran, sebagai calon istri yang cerdas, tentu Hinata juga dipersilahkan mengikuti meeting, bukan? Yah, walaupun kondisinya belum pulih benar.

Begitu mereka berdua memasuki sebuah ruangan yang sejuknya bukan main, para staff pun memberikan tanda penghormatan serta selamat datang kembali dengan membungkukkan badan. Sakon, Karin, Suigetsu, dan Juugo serta merta menjabat tangan Sasuke dan Hinata sambil mengucapkan 'selamat datang' dan kawan-kawannya. Keluarga Uchiha—Fugaku, Mikoto, dan Itachi yang hari ini berkenan mengikuti jalannya meeting pun memeluk dua sejoli ini bergantian. Segera saja Hinata terlibat perbincangan yang cukup mengasyikkan dengan Mikoto.

Sasuke yang teringat tujuannya datang ke ruangan ini pun memecah suasana, "Direktur Namikaze sudah datang?"

"Mereka akan datang sebenar lagi, Otouto. Tenang, Naruto 'kan orangnya santai," Itachi bergerak merangkul bahu adik semata wayangnya tersebut.

Mereka baru saja mengambil posisi untuk duduk sembari menyiapkan bahan presentasi saat mendengar ketukan pintu. Karin—yang posisinya lebih dekat dengan pintu, pun bergerak membukanya. Dan saat itulah Naruto menyapa serta menjabat tangan Sasuke dengan cengirannya. Begitu pula dengan Mikoto, Fugaku, dan Itachi.

"Oh, apakah ini Hinata?" tanyanya begitu mendapati gadis berambut indigo dengan iris lavender berdiri di sebelah Mikoto. Ia pun bergerak mendekat dan berjabat tangan dengannya.

"Ya. Hinata, kenalkan ini Naruto. Dia direktur utama Namikaze sekaligus teman kecil Sasuke. Naruto, ini Hinata, calon istri Sasuke," Itachi mengenalkan mereka berdua. Hinata menundukkan kepalanya sambil tersenyum kecil.

"Wah, kurasa kau tak salah pilih, Sasuke. Oh iya, kebetulan sekali aku juga membawa istriku, mungkin Hinata bisa berbincang dengannya?" malu-malu, akhirnya Naruto mengucapkannya. Seketika itu juga Mikoto dan Itachi menampilkan ekspresi terkejut di wajah mereka.

"Hei, kau tak bilang jika kau sudah menikah? Tega sekali kau padaku," Itachi menepuk pelan puncak kepala Naruto. Naruto yang menjadi korban pun hanya menggumamkan 'aduh' kecil lalu kembali memamerkan cengirannya.

"Dan tega sekali kau melangkahi kedua putraku," Mikoto pun mengulangi perbuatan Itachi. Lagi-lagi Naruto hanya mengaduh kecil. Hinata pun terkikik kecil melihat tingkah ketiga orang tersebut.

"Nah, bawa istrimu masuk, Nak," Fugaku segera mengalihkan pembicaraan sebelum kedua anggota keluarganya bertindak semakin ngawur dengan putra tunggal Namikaze Minato ini—dan sebelum Sasuke semakin merengut karena meeting tidak segera dimulai.

"Oke, oke. Tapi jangan kaget, ya! Soalnya menurutku dia cantik sekali, sih, hahaha. Sayang, ayo masuk," Naruto tersenyum ke arah pintu, begitu pula dengan keluarga Uchiha dan Hinata.

Staff Naruto satu persatu memasuki ruangan, sampai di satu titik akhirnya mereka melihat samar bayangan kaki jenjang dengan sepatuhitam muncul, diikuti dengan rok selutut berwarna senada, serta kemeja krem dengan garis-garis vertikal yang lengannya dilipat sampai siku hendak memasuki ruangan dengan menundukkan kepalanya. Mikoto bisa melihat sanggul rapi di helaian rambutnya, serta bagaimana wanita itu melepas kacamatanya dengan anggun begitu mendekati ruang meeting.

Wanita itu kini tengah memasuki ruangan. Ia membungkukkan badannya lalu berkata, "Hajimemashite, watashi wa Namikaze Sakura desu. Douzo yoroshiku onegaishimasu."

Seketika itu juga Uchiha Sasuke merasakan oksigen seolah tak sudi memasuki paru-parunya. Sesak, sulit baginya bernapas. Begitu pun aliran darahnya, tersendat dalam satu detik—membikin wajah tampan bak cassanova miliknya berubah pucat. Tidak mungkin…

Mikoto Uchiha segera menutup mulutnya yang sempat membuat huruf 'O' kecil, dipalingkannya wajah—yang entah bagaimana—awet muda itu. Itachi meneguk ludahnya pelan. Sebelah tangannya bergerak mencengkeram meja terdekat di sekitarnya. Sedangkan Fugaku mengerutkan keningnya, jemarinya membentuk sebuah kepalan. Rahangnya mengeras tanda tak suka.

Hanya Hinata dan Naruto, yang memasang tampang ceria.

"Watashi wa Hyuuga Hinata desu. Yoroshiku, Sakura-san," ia maju dan berjabat tangan dengan Sakura. "Semoga kita bisa menjadi teman dekat."

.

.

.

To be continued

.

.

.

Sacha tau. Sacha tau fic ini bikin sebagian banyak readers—khususnya penggemar Hinata uring-uringan karena perannya sebagai pengganti Sakura di sisi Sasuke. Tapi sumpah! Hinata nggak sacha bikin jadi antagonis kayak Sasu atau Mikoto atau Uchiha lainnya kok. Hinata nggak tau apa-apa tentang Sakura, sumpah! Hinata dan Sakura bakal tetap pada perannya masing2, tenang aja. Nanti setelah beberapa chap ke depan, mungkin semua bakal tau gimana hubungan antara SakuSasuHina dulunya ^^

Lalu, waktu publish chap 1 dulu, sempat ada kekeliruan chara (SasuSaku) ya? Maaf beribu maaf, salah ngeklik waktu itu (dan nggak tau kenapa nyasarnya jauh banget) =="

Dan meskipun readers protes, sacha tetep berterima kasih karena sudah nyumbang kritik lewat review dan nggak buru-buru ngasih flame. Itu bikin legaa bangeett~~

Biar sacha lurusin semuanya lewat bales review buat yang nggak login, yang login lewat PM aja yah ^^

Rizuka Hanayuuki: Enggak sih, bahkan aku nonton drama itu cuma dua kali ==a Tapi setelah baca review-mu aku jadi mikir, "Kok kayaknya sama, ya?"

Tapi tenang aja, nggak sama kok nantinya ^^

Soal mati-nggak-mati, silahkan baca sampe akhir, BUAHAHAHA #digeplak

Dan untuk Sakura, nggak ada penderitaan lagi, ntar fic ini dibilang sinetron lagii~ T~T

Oke, oke, makasih ya atas dukungannyaa~ ^^

I: Oh iya, sorry ya. Waktu itu aku salah nge-klik chara, hehe. Sori deh sori bangett~ T~T

Nah, sudah baca chap di atas kan? Hinata nggak tahu apa-apa tentang Sakura, jadinya ya begitu. Sakura dateng pun, dia jabat tangan dan ngenalin diri =="

Intinya Hinata tetap Hinata, hanya aja dia nggak tau siapa Sakura, oke?

Soal genre, entahlah saya juga bingung #tampoled. Tapi kayaknya angst oke jugaak.

Sip dah, makasih sarannya yah ^^

Shaniechan: Yah, doain aja deh ya, soalnya aku sendiri nggak tau sialnya sampe kapan ==" #dilemparkucinggarong

Tau tuh Sasu, kebelet kawin sama Hinata kali, wkwkwkw

Makasih yah dukungannya ^^

Sachan: Yo'a adekyuu, samisami ^^

Eh, sialan gue dikatain pedes kalo ngomong ==" tapi bener sih #jiaaahh

Saranmu dicataaatt~!Tragis? Lebih dari 50% IYA! BUHAHAHAHA #digorok

Sip dah, makasih dukungannya adekku chayanku cintaku #lebe—PLAK

Pow: Jujur, syok juga baca review-mu. Maaf udah bikin chap pertama abal kayak sinetron, sampe2 kamu bilang jadiin Sakura sundel bolong yang bakal makan usus dan organ SasuHina. Saya nggak tau harus dibikin gimana SasuHina ini, susah nemu affair di antara mereka karena nggak ada hints di cerita aslinya. Saya percaya kamu punya sisi positif dalam review-mu, jadi saya nggak mau mikir macem2. Sekarang bolehkah saya tanya? Apa sekarang sudah nggak sinetronis? Kalau pun masih, biar saya kembangin lagi fic ini sampai kamu bilang fic ini nggak sinetronis. Makasih sudah sudi review tanpa nge-flame :') Saya hargai itu :')

Jangan sungkan buat protes! ^^

Rosanaru: Yay! Salam kenal juga ^o^

Uh, 'nurus tunjung pike sebeulen' itu apa toh? Aku nggak ngertii~ ==a #orangjawa

Kasih tau dong artinya =o=

Yakin mau dikutuk jadi kodok? Ntar aku yang diserbu fansnya Sasu kalo Sasu dikutuk jadi kodok. Masa kamu tega sih jadiin aku korban? #sokinnocent

Oke, oke, sudah update :D

Makasih review dan dukungannya :D

RdX: wkwkwkwk, waktu kamu bilang "Mau aja dihamilin" aku ngakak loh! Eits, jangan marah dulu lah~

Sekarang cewek mana yg mau seperti itu? Nggak ada kan? Sakura sebagai cewek juga nggak mau dong? Jadi, semua itu cuma insiden karena Sasu yg frustasi terus maboks #maksaamatsih (penyebab Sasu frustasi chap2 selanjutnya ajah yaah, hehe)

So, jangan berpikiran buruk dulu ya ama Saku ^^

Makasih sudah review ^^

Bull: Sebelumnya makasih banget atas review-mu, sangan membantu :D

Pasti karena Hina yg seolah nggak peduli sama Saku kan? Kalau kamu sudah baca chap ini, mungkin kamu bakal ngerti kalo Hina nggak tau menahu tentang Saku, bahkan Hina dengan ramahnya kenalan sama Saku. Wajar kan dia nggak pernah ngungkit tentang Saku? Terus soal saku, apa karena saku yang terkesan murahan di chap satu? Kalau begitu silahkan baca balasan review-ku buat RdX, oke? Semoga kamu ngertii ^^ Jangan sungkan buat protes! ^^

Sakura luph Hinata: heiheihei~ jangan nangis ntar saya ditabok orang =="

Nah lho, soal persepsi tentang Saku silahkan baca balesan review-ku buat RdX deh =="

Baik Saku maupun Hina nggak salah, karena sebenernya mereka cuma korban (korban insiden dan korban ketidaktahuan). Aku berharap kamu paham tentang Hinata setelah baca chap ini, dimana Hinata—di tengah keterkejutan keluarga Uchiha malah kenalan sama Saku. Sudah cukup kuat buat buktiin kalo Hina nggak tau apa2 kan?

BTW, makasih review-nya :D sangat membantu :D

Jangan sungkan buat protes! ^^

Muchiljhonasbb: Oh, enggak kok :D

Mungkin sebagian berpersepsi kayak gitu. Tapi—meskipun aku memang lebih suka Saku dibanding Hina—aku nggak bakal nonjolin salah satu di antara mereka. Mereka bakal tetap di perannya masing2, oke?

Mungkin bagimu Hinata terkesan nggak care gitu ya? Sori lah, di chap 1 emang kurang deskripsinya. Di chap ini semoga kamu paham bahwa Hinata nggak tahu apa2 tentang Saku, oke?

So, makasih banget kritiknya ^^

Jangan sungkan buat protes! ^^

(no name): masa sih? Mungkin iya—atau memang iya?—soalnya di chap 1 kan nggak ada keterangan apapun tentang Hinata. Nah, semoga di chap 2 ini kamu mengerti kalo Hinata nggak tau apa2 tentang Saku.

Hinata nggak jahat kok, sumpah! Saya juga nggak sanggup bikin hime satu itu jadi antagonis =="

Nanti setelah beberapa chap ke depan, mungkin semua bakal tau gimana hubungan antara SakuSasuHina dulunya ^^

Janji bakal jelasin se-detailnya! ^^

Dan makasih banget sudah ngasih kritik :D jangan sungkan kritik lagi ya! ^^

Makasih buat semua yg sudah baca, komen, kritik, muji, atau apapun! ^^

Semua sangat membantu ^^

Dan makasih karena meskipun readers dan reviewers memberikan cukup banyak kritik, nggak satu pun yg memencet tombol flame ^^

Keep review and read! ^^

-sacha sacchi-