Murid Baru Itu Indonesia?
Summary: Female Indonesia! Indonesia mendapat misi yang aneh dari bosnya… yaitu menjadi murid SMA! Alasannya agar pemerintah mendapat cara untuk meningkatkan kualitas pendidikan dalam negeri dengan menempatkan Nesia untuk memata-matai secara langsung kehidupan murid-murid dan guru di sekolah… Tapi bagaimana jadinya kalau SMA itu selalu terlibat dalam tawuran, kakak kelas dan guru killer dan Nation-tan lain yang selalu tiba-tiba muncul dalam jam sekolah? Belum lagi adanya taksir-taksiran. Nesia sama sekali tidak tertarik dengan anak SMA tapi masalahnya siswa kelas 3 yang paling populer sekaligus jagoan sekolah tertarik dengannya dan gencar melakukan PDKT. Padahal Nesia sudah sibuk dengan tugas sekolah dan tugas sebagai Nation, sekarang harus mati-matian menjaga rahasianya sendiri sebagai Nation… TOLONG!
Notes: OCs
Warning: Female Indonesia, adegan kekerasan, adegan mesum oleh France, potty mouth
Notice: Ini hanya fanfiction. Bila ada orang atau tempat atau kejadian yang sama, itu hanya kebetulan
Disclaimer: Hetalia bukan milikku tapi OCs disini baru milikku.
Prolouge: Pemberitahuan
Hari-hari di Istana Negara seperti biasa damai. Gedungnya sudah dibersihkan sampai kinclong dan perbaikan yang harus dilakukan sudah dilakukan. Benda-benda seni yang ada didalam telah dibersihkan (walau hanya sekedar dilap) dan ditaruh dengan sudut yang tepat. Sampah-dapah yang menggangu sudah dibuang dan tanaman sudah disiram. Di halaman, rusa-rusa dengan santai merumput atau sekedar jalan-jalan. Angin bertiup sepoi-sepoi membuat siang hari itu tidak terlalu panas. Hari ini juga tidak ada turis yang datang karena Presiden dan keluarganya sedang ada di Istana Negara. Hari itu akan benar-benar damai kalau tidak ada…
"AAAAAPAAAAAAAAAA?"
…teriakan itu…
Raden Seruni Ayu Nirmala atau lebih sering dipanggil Nesia, Nation-tan Indonesia dan yang paling cantik di Asia Tenggara, langsung menarik napas dalam-dalam setelah berteriak sampai max. Bosnya, Presiden SBY hanya bisa tersenyum simpul sambil menepuk-nepuk dadanya untuk menenangkan jantungnya yang kaget oleh teriakan Nesia. Dia sudah mengenal wanita didepannya ini selama 7 tahun tapi tetap saja belum terbiasa dengan teriakan Nation-tan satu ini apalagi saat sisi yanderenya keluar [1]. Jujur, dia juga kaget saat Menteri Pendidikan memberitahukan ide ini kepadanya dan langsung menentang ide itu karena Nesia sudah sibuk ikut membantu menyelesaikan perkara-perkara korupsi, hukum, utang, dan menjaga hubungan dengan Nation lain. Rasanya kasihan kalau memberikan misi ini padanya yang sudah jauh lebih sibuk dari Presiden sendiri dari waktu pemerintahan almarhum Presiden Soekarno.
"…Bos…" Nesia berbisik. "Bos serius mau kasih saya misi begini? Saya, dengan segala hormat, menolak misi ini. Saya tidak perlu memberitahu Bos lagikan soal bagaimana sibuknya saya? Kenapa tidak Jakarta saja yang ambil misi ini? Dia kan tidak sesibuk saya? Walau pun dia itu kurus, diakan ikut latihan TNI sekali seminggu [2] dan dia sudah ikut perang sejak kecil! Dibandingkan dengan anak ABG sih… Kecil buat dia! Atau adik-adik saya yang lainnya seperti Bandung dan Surabaya? Kenapa harus saya? Karena badan saya kecil? Karena wajah saya memang pas untuk jadi ABG? Karena Bos ingin menghukum saya karena paperwork gak kelar-kelar? Bos tahukan saya ini sakit [3]?" Nesia langsung nyerocos dengan wajah panik.
"Nesia…," dengan nada lembut seperti berbicara dengan anak kecil, SBY melanjutkan, "Misi ini untuk mendapat masukan langsung tentang keadaan pendidikan di negara ini. Kalau kita kirim orang sebagai penilai akreditasi, itu takkan cukup. Harus ada yang langsung membaur kedalam sekolah tanpa dicurigai… Jakarta memang bisa saja diberi misi ini tapi keadaan sekolah yang dipilih..."
"Tapi masa sebagai murid SMA sih? Kenapa bukan jadi guru! Kalau jadi guru sejarah, saya pasti langsung jadi guru sejarah paling hebat di negeri ini! Wong saya, secara harafiah, terlibat dalam semua itu! Saya yang paling tahu tentang sejarah negara ini! Kalau jadi guru saya mau! Memangnya kenapa sih sekolah ini!" Sambil cemberut, wanita Melayu itu melipat tangan.
"Ng… Sekolah ini… Yah… Sekolah yang kami pilih ini sering terlibat tawuran. Kasihan kalau Jakarta terlibat tawuran… Tapi kamukan perempuan jadi tidak akan terlibat tawuran…"
"Nah! Kenapa yang dipilih sekolah yang suka tawuran? Lagipula belum tentu karena saya perempuan saya gak akan diapa-apakan! Lagipula saya sama sekali tidak mau terlibat dalam gencet-gencetan! Belum lagi taksir-taksiran anak-anak yang suka moody dan keras kepala khas ABG! Malas ah terlibat yang begituan! Kebanyakan drama! Saya gak mau berantem nanti di sekolah! Kalau sisi yandere, maksud saya sisi sadis saya keluar gimana hayo? Saya walau pun gak akan membunuh warga negara Indonesia [4], saya tetap akan bikin mereka babak belur loh! Bos mau tanggung jawab kalau ada apa-apa?" Nesia kembali teriak-teriak sampai merah wajahnya.
"Kami pilih sekolah yang terlibat tawuran agar kamu bisa mencari tahu sumber dari tawuran ini dan menghentikan tawuran ini. Walau hanya satu tawuran bisa menghentikan tawuran lainnya. Ini demi masa depan anak-anak kita. Kamu tak maukan calon-calon pemimpin yang mungkin bisa memperbaiki negara ini terlibat tawuran?"
Nesia terdiam. Iya juga ya… Rasanya sayang juga kalau semua potensi itu terbuang dalam tawuran… Kalau tenaga berlebihan itu dicurahkan dalam olah raga, bisa menang SEA GAMES dan pertandingan olah raga lainnya walau atletnya bodoh. Dia juga tak mau anak-anak remaja itu mengotori tangannya dengan darah anak remaja lainnya dan yang paling parah, tewas dalam tawuran. Itu sangat menyakitkan, tunas yang belum besar menghilang sebelum bisa berbuah. Dan kalau mau jujur, dia sendiri ingin merasakan kehidupan anak sekolah, dia ingin mengecap pendidikan, bukan pendidikan dari Netherlands [5], tapi dari orang Indonesia sendiri. Dia ingin bersenang-senang seperti anak ABG tapi dia tahu dia punya tugas sebagai seorang Nation. Mungkin misi kali ini adalah kesempatan untuknya untuk mengetahui semua itu.
"…Bagaimana dengan World Meeting? Saya harus ikut…"
"Tenang, kalau ada World Meeting aku akan buatkan surat izin yang akan langsung diberikan ke kepala sekolah. Ngomong-ngomong, kalau kamu terima misi ini, kepala sekolah harus diberitahu tentang jati dirimu."
"EH?"
"Tenang, yang diberitahu hanya kepala sekolah saja. Kamu boleh ancam dia untuk tidak membeberkan, kalau kamu mau. Aku sendiri akan berbicara langsung dengannya."
"…oh…
Nesia mengangka kepalanya dan memandang burung Garuda yang ada di belakang meja kerja bosnya, yang disangkutkan di atas tembok. Burung Garuda itu walau sudah ribuan kali ia lihat tetap terlihat mengesankan, walau bentuknya sama saja dengan lambang negara yang ia lihat dimana-mana. Rasanya sayang sekali kalau anak-anak ini melupakan jati diri mereka sebagai orang Indonesia dan melupakan Burung Garuda, melupakan Pancasila, dan melupakan jerih payah para pahlawan untuk mendapat kemerdekaan.
…
…
…
"Eh… Ng…" Nesia memainkan jarinya sambil malu-malu memandang SBY. SBY hanya tersenyum kebapakan.
"Aku takkan memaksamu. Kamu sudah kuanggap anak sendiri, Nesia. Kau punya hak untuk memilih. Kamu boleh menolak. Aku takkan marah…"
'Bos…' Akhirnya Nesia menghela napas. "Ya sudah deh. Aku terima misi ini." Nesia tersenyum lemah. SBY tersenyum lebar.
"Nah! Kalau begitu, ayo kita temui calon kepala sekolahmu. Dia sudah menunggu."
"EEEH! Dia sudah disini? Hah! Jangan-jangan…" Nesia memandang curiga bosnya.
"….." SBY melihat kearah lain.
"HA!" Nesia menunjuk bosnya. "Bos sudah tahu saya akan terimakan! Makanya sudah panggil orangnya sebelum ngasih tahu saya! Ga jadi! Saya ga jadi deh!" Nesia hendak keluar ruangan tapi langsung dihadang seorang petinggi KOPASUS dan petinggi TNI.
"Ga bisa, Nesia. Kamu sudah terima. Kamu harus tanggung jawab. Dua orang ini akan menahanmu kalau kamu macam-macam sebelum sampai ke ruang tamu." Nesia memandang galak dua pria besar didepannya. Keduanya memandang balik. Mereka berdua sudah tahu seperti apa Indonesia kalau sudah serius berkelahi [6], belum lagi sisi sadisnya. Walau sehari-harinya dia itu sakit-sakitan, mengingat dia itu sudah berumur 1.000 tahun lebih, pengalaman bertarungnya pasti sudah jauh melebihi mereka semua. Apalagi perang jaman dulu itu benar-benar bloody alias berdarah atau sadis. Jujur, mereka respek sekaligus takut dengan wanita didepan mereka ini. Dia sudah menyaksikan saat mereka mengucapkan sumpah dan ikut latihan militer dengan mereka.
"Ck. Ya sudah." Nesia langsung keluar ruangan, diikuti oleh SBY dan dua orang petinggi militer itu.
Agustinus Cokro Setiawan benar-benar tidak tahu harus berpikir apa. Saat sarapan tadi, ada seorang tentara yang mucul didepan terasnya, mengatakan agar beliau siap-siap dan berangkat ke Istana Negara. Dia dan istrinya benar-benar bingung. Di depan rumahnya ada sebuah mobil dengan plat militer dan 2 orang lagi tentara. Tetangganya sudah berkumpul dan bisik-bisik. Dengan keheranan, Cokro langsung ganti baju dan mengenakan kemeja batik dengan lengan pendek dan celana panjang, tak lupa merapikan kumisnya yang lumayan tebal dan mulai memutih. Dia pun masuk ke mobil, diapit dengan 2 tentara dikanan-kirinya dan tentara yang tadi menyapanya duduk didepan sebagai supir. Selama perjalanan mereka berempat diam, ketiganya tidak megatakan apa-apa sementara Cokro sendiri tidak tahu harus ngomong apa. Sesampainya di Istana Negara, beliau dibawa masuk ke ruangan yang mewah dan disuguhi teh dengan cangkir dan teko yang ia yakin berharga jutaan rupiah. Tehnya enak tapi hanya bertiga dengan 2 orang tentara yang hanya diam saja tentu membuat suasana menjadi canggung.
Cokro hendak untuk protes sampai pintu didepannya terbuka. Mata orang tua itu langsung melebar dan kacamatanya merosot. Di depannya adalah… Adalah… Adalah…
Presiden RI, Soebono Bambang Yudhoyono
Cokro langsung sport jantung ketika orang no.1 di Indonesia ini tersenyum dan duduk di depannya. Cokro langsung memperhatikan pakaiannya dan merapikan tempat-tempat yang kusut tapi bukan. Bayangkan, seorang kepala sekolah SMA yang suka rusuh dan ikut tawuran satu ruangan dengan seorang Presiden! Mau tak mau pasti minder.
"Tidak usah gugup, Pak. Santai saja. Kami tidak akan apa-apakan Bapak kok." Beliau tersenyum dan Cokro dengan susah payah tersenyum.
"M-Ma-Maaf, Pak SBY… Saya cuma… kaget… bisa bertemu seorang Presiden…" 'Kaget setengah mati…'
"Tidak, saya yang harus minta maaf. Tiba-tiba menyuruh TNI membawa Anda kesini. Saya yakin Anda mengira ada konspirasi dan semacamnyakan?"
"Ahahaha… Anda benar… Saya kira saya akan jadi kambing hitam suatu perkara penting Negara dan saya akan dituduh terlibat dalam konspirasi melawan seorang anggota DPR- Ah, maaf! Saya malah ngelantur." Wajahnya langsung memerah karena malu.
"Tidak apa-apa… Anda benar. Anda akan terlibat sebuah konspirasi. Bukan konspirasi yang buruk kok."
"Ha?" Sekarang dirinya makin keheranan. SBY menyodorkan sesuatu kepadanya, sebuah album foto. Cokro melirik SBY dan SBY menunjuk album foto tersebut.
"Didalam album foto itu terdapat salah satu rahasia besar Negara ini dan salah satu rahasia dunia ini yang telah ada berabad-abad."
Cokro kini menengguk ludah. Apakah gerangan didalam album yang biasa saja ini? Dengan tangan gemetar dia membuka album tersebut. Foto pertama adalah foto dengan semua anggota PPKI, mereka semua duduk di sebuah meja panjang dan terlihat seperti sedang dalam rapat. Di sebelah Ir. Soekarno berdiri seorang wanita Melayu mengenakan kebaya sedang menuangkan teh. Karena gambarnya tidak terlalu jelas, dia tidak bisa melihat dengan jelas wajahnya. Di halaman kedua adalah istri Soekarno, Fatmawati, sedang menjahit Bendera Merah Putih. Didepannya adalah seorang wanita yang walau wajahnya tidak kelihatan, ia yakin itu wanita yang sama dengan di foto tadi. Istri Soekarno yang lainkah? Dia balik halaman berikutnya adalah ketika Ir. Soekarno membacakan Proklamasi Kemerdekaan di sebuah podium dengan Drs. Moh. Hatta dibelakangnya. Dan di sebelah Moh. Hatta, ada wanita itu lagi. Kali ini dia bisa melihat jelas wajahnya. Dia cantik sekali, bukan, sangat sangat sangat dan sangat cantik. Lebih cantik dari semua artis yang ia lihat di TV. Wanita tercantik yang pernah ia lihat. Wanita itu tersenyum dan terlihat seperti sedang menangis bahagia. Senyumannya seperti menular dan Cokro ikut tersenyum. Di halaman selanjutnya adalah foto Jenderal Sudirman sedang berdiskusi dengan orang-orang yang terlihat seperti tentara dan betapa kagetnya ia, wanita itu juga ada. Kali ini dia memakai seragam militer dan membawa bambu runcing. Di halaman berikutnya adalah Adam Malik yang sedang ikut rapat ASEAN dan lagi, wanita itu ada di belakangnya. Kini roda gigi pikiran Cokro mulai berjalan. Sambil menyipitkan mata, dia melihat ada lagi orang-orang berdiri dibelakan setiap peserta ASEAN. Di halaman berikutnya adalah pengangkatan perwira-perwira TNI dari Lubang Buaya yang menjadi korban kebengisan PKI, wanita itu ada lagi, bersimpuh disebelah mayat-mayat itu menangis tersedu-sedu sambil memegangi kepalanya yang diperban. Mata Cokro melebar. Renggang waktu kemerdekaan dan kejadian 30 September itu 20 tahun dan wanita itu masih ada dan sama sekali tidak menua. Tetap terlihat berumur 20 tahun. Cokro menelan ludah. Di halaman selanjutnya adalah foto Soekarno dan Drs. Moh. Hatta berdiri dengan bendera merah putih dibelakang mereka. Wanita itu ada lagi, berdiri di sebelah Soekarno dengan tangan yang dilipat didepan perutnya dengan anggun. Kali ini Cokro menyadari di kedua telinga gadis itu diselipkan masing-masing bunga melati. Ketiganya tersenyum ke kamera dan terlihat rileks. Di halaman berikutnya adalah foto Soeharto dengan wakilnya dengan background sama dan wanita itu ada lagi. Bedanya kali kebayanya berbeda dan dia memakai bunga anggrek. Di halaman berikutnya adalah foto Gusdur dan wakilnya dan wanita itu juga ada. Dua foto berikutnya adalah foto dengan Habibie dan Megawati dan wanita juga ada dan tidak berubah sama sekali. Di foto terakhir, dia berfoto dengan SBY dan Jusuf Kalla. Cokro menahan napas, selama 60 tahun lebih, wanita itu terus hidup dan tidak menua sama sekali. Bagaikan… Bagaikan… Bukan manusia…
"Pak Cokro?" Suara khawatir SBY menyadarkannya. "Ada yang Anda dapat simpulkan dari foto-foto tadi?"
Cokro memandang SBY sebentar dan menelan ludah lagi. "S-Saya… m-menyadari kalau di setiap foto ini… ada seorang wanita Melayu… Dan dia tidak menua sama sekali… Seperti… bukan manusia…" Kini dia berkeringat dingin. "Pak SBY? Saya sama sekali tidak mengerti kenapa Anda menunjukkan ini kepada saya…" Beliau memandang SBY dengan ngeri dan heran bercampur. SBY hanya tersenyum.
"Kau benar. Dia bukan manusia." Cokro menahan napas dan detak jantungnya makin cepat. Apa? Apa? Bukan manusia? Alienkah?
"Tapi disaat yang sama, aku juga manusia."
Cokro tersentak dan melihat di sebelah sofa berdiri seorang wanita Melayu mengenakan kebaya bewarna pink dan kain batik coklat dan selop kayu. Rambut hitamnya yang panjang dan ikal jatuh di bahunya dengan elegan. Bibirnya yang bewarna pink teras terlihat kontras dengan kulitnya yang sawo matang. Di kedua telinganya masing-masing diselipkan bunga melati. Dari dirinya terpancar suatu aura… Aura yang elegan dan disaat yang sama mengintimidasi. Dia… wanita yang sama dengan yang difoto-foto tadi.
"Pak Agustinus Cokro Setiawan?" Suara lembutnya terdengar sangat keibuan baginya. "Kenalkan, nama saya Raden Ayu Seruni Nirmala." Dia mengulurkan tangannya. Cokro dengan sungkan berdiri dan menyalami tangan itu. "Saya juga dikenal sebagai Nusantara, Netherlands East Indie atau Hindia Timur dan…"
"Indonesia"
DEG!
Kaki Cokro sudah tidak sanggup menahannya dan ia pun terduduk dilantai. Seruni tetap menjabat erat tangannya. Dengan santai dia melanjutkan, "Aku adalah satu bagian hidup Negara ini, jika Negara ini hancur maka saya mati. Saya boleh dibilang, personifikasi tanah air ini. Selama Negara Indonesia ada, saya ada."
DEG DEG DEG DEG
Cokro memandang wanita didepannya dengan horor dan berusaha menarik tangannya tetapi Seruni atau Indonesia menggenggamnya dengan erat.
"Saya lahir ketika Gajah Mada menyatukan Nusantara. Saya ada saat orang-orang kulit putih datang ke Indonesia. Saya ada disetiap pertempuran merebut kemerdekaan. Saya ada saat Boedi Oetomo dibentuk. Saya ada saat Proklamasi. Saya ada dalam pertempuran mempertahankan kemerdekaan. Silahkan sebut setiap kejadian sejarah Indonesia, saya ada dan saya mengalami kejadian itu."
Genggaman tangannya makin erat.
"Saya nyata dan saya hidup. Saya adalah Indonesia."
Agustinus Cokro Setiawan akhirnya pingsan.
30 menit kemudian…
Cokro membuka mata dan melihat langit-langit yang tidak ia kenal. Dia mengerjapkan mata dan duduk dengan susah payah. Secangkir teh disodorkan kepadanya. "Ah Terimaka-" Dia menoleh dan melihat SBY. "HAH!" Dia langsung menjauh dan menabrak lengan sofa. Sekarang semua kejadian tadi mulai terputar didalam pikirannya. Yang dia ingat sebelum pingsan adalah wajah Indonesia yang kaget. Dia melihat ke depan dan melihat Indonesia sedang terbaring tidur di sofa di depannya. Cokro langsung mengambil cangkirnya dan meneguk teh banyak-banyak.
"Sudah tenang, Pak Cokro?" SBY tersenyum tenang.
"I-Iya…" Cokro mengelus-elus dadanya. "Jadi… Alasan Anda mempertemukan saya dengan… dengan… Indonesia…?" Dengan susah payah ia ucapkan nama itu. Walau setiap hari ia dengar dan katakan nama Negaranya, tetap saja bertemu dengan wujud manusianya membuat dirinya yang sudah hampir 60 tahun shock.
"Gampangnya, Menteri Pendidikan dan saya ingin memasukkan Indonesia ke sekolah Anda sebagai siswi kelas 1 untuk mendapat masukan secara langsung apa yang dibutuhkan siswa-siswi untuk berprestasi, bukannya gencet-gencetan dan tawuran. Diharapkan agar kita dapat cara untuk menekan angka jumlah murid yang tidak lulus tahun melalui laporan Indonesia. Sekolah Anda dipilih sebagai sekolah dimana Indonesia akan bersekolah. Tentu saja, dia akan menyamar dan Anda merahasiakan jati dirinya. Anda juga tidak boleh mengistimewakan dia kecuali saat dia tidak masuk sekolah." Melihat wajah Cokro yang kebingungan, SBY menjelaskan.
"Secara tak langsung, Indonesia ikut membantu saya memimpin negeri ini, menyelesaikan kasus korupsi, menangkap teroris dan yang paling penting, menjalin hubungan baik dengan negara lain. Bukan cuma Indonesia, di setiap negara memiliki minimal satu personifikasi atau bagian hidup negara tersebut. Hubungan tiap personifikasi mencerminkan hubungan tiap negara. Bisa dibilang bahwa Indonesia adalah gambaran Negara kita sekarang. Coba pegang dahi Indonesia."
Cokro dengan heran berjalan ke sisi Indonesia dan memegang dahinya. Matanya membelalak. "Ya ampun! Panas sekali! Dia seharusnya masuk rumah sakit!" SBY memandangnya dengan mata sayu.
"Suhu tubuhnya sudah seperti itu selama 20 tahun. Selama 20 tahun juga keadaan Negara ini menjadi parah."
"20…" Cokro kehabisan kata-kata.
"Dia juga mendapat luka-luka di sekujur tubuhnya selama hampir 500 tahun. Ada juga luka akibat bencana alam. Dia tak pernah memberitahu luka mana yang ia dapat dari kejadian mana tapi saya tak mau tahu. Bagi saya mengetahui gambaran seperti apa kehidupan yang ia telah lalui, itu sudah cukup. Jika aku ingin tahu keadaan Negara, aku hanya tinggal melihat wanita ini."
Cokro terdiam. Dia memandang iba wanita yang tertidur didepannya. Kecantikannya pasti ia dapat dari keindahan alam negeri ini tapi sayangnya dihancurkan oleh pemuda-mudi negaranya sendiri. Sungguh ironis.
"Saya harap dengan misi ini, kita bisa menyelamatkan generasi penerus kita, supaya mereka tidak mengulang kesalahan kita para orang dewasa dan agar… Indonesia bisa tenang dan bahagia…"
"…Baiklah, saya terima Indonesia ke sekolah saya… Ah, aku harus panggil dia apa?"
"Seruni. Panggil dia Seruni. Dan… Terima kasih telah menerima permintaan kami ini." Presiden RI tersebut mengulurkan tangannya sambil tersenyum. Cokro ikut tersenyum dan menjabat tangannya.
"Sama-sama. Ng… Bisa tolong Anda ceritakan tentang personifikasi negara lain? Saya agak penasaran…"
Er... Jadi juga fic ini. Sudah seminggu plot cerita ini ada dalam kepala saya minta dikeluarkan. Jadilah fic ini setelah 2 jam mengetik. Disini Nesia menjadi murid SMA, pasti akan ada drama dan humor di fic ini. Akan ada banyak OC disini dan Pak Cokro aka kepala sekolah akan menjadi salah satu tokoh penting di fic ini karena dia akan memback up Nesia kalau ada apa-apa terjadi yang berhubungan dengan rahasianya sebagai Nation.
Bos Indonesia adalah Presiden SBY. Yang nyata sama sekali ga ada hubungannya kok dengan cerita ini. Wong ini fiksi. Bos Neation itu harus Presiden/Sultan/Kaisar/Raja/Ratukan?
Aku mendelete fic Days of Love dan sekarang sedang direwrite. Aku gak akan mengulang kesalahan yang sama dan Seruni ga akan jai Mary Sue. Oke? Oke.
[1] Kuhitung, Indonesia sudah dijajah dan berusaha merdeka selama kurang lebih 450 tahun jadi kupikir Nesia sudah terlibat banyak pertempuran. Selain itu tempernya orang Indonesiakan suka meledak-ledak dan bisa jadi sadis banget, jadilah sisi yandere Indonesia.
[2] Sebagai ibukota Indonesia, lantas Jakarta jadi paling kuat. Karena akhir-akhir ini banyak bom, bos Jakarta alias Gubernur DKI Jakarta menyuruh dia latihan bareng militer seminggu sekali. Usia Jakartakan sudah 300 tahun lebih dan bisa memakai senjata, kalo disuruh berantem sama anak SMA, babak belur tuh anak. Kalo disuruh berantem sama Negara kayak America, langsung teparlah Nesia dan Jakarta.
[3] Sekarang Indonesia lagi banyak masalah jadinya Nesia sakit-sakitan. Mau minum obat, jamu, atau ke dukun ga sembuh-sembuh sakit kepala dan demamnya jadi apa boleh buat. Waktu hari Minggu, dia pake untuk tidur siang sampai kurang lebih 12 jam. Saya sendiri pernah selama itu.
[4] Kalau berperang, pasti ada nyawa melayang. Pasti ada membunuh dan dibunuh. Walau kasihan, Nesia disini pernah menyaksikan pembunuhan dan pernah membunuh. Yang namanya perang itu tak ada belas kasihan. Dan sesadis apa pun Nesia saat masuk yandere mode, dia gak akan membunuh rakyatnya sendiri, cuma bikin babak belur.
Sedikit quick view untuk chapter berikutnya:
"Selamat datang di SMA Bakti, Nesia- Ah, Seruni..."
"Weits! Cakep banget tuh cewek! Murid baru?"
"Gila... Jago banget lu sama sejarah! Lu udah kayak yang langsung terlibat!"
"Gawat! Sekolah kita diserang!"
"Ya ampun... Baru hari pertama sudah segila ini..."
Please review! No flame, please!
Thank you for reading.