Kalau saja 'waktu itu' tak pernah ada, akankah kau memilihku?

Tak lagi selalu menatap padanya

Tak lagi mencoba mencuri hatinya

Tak lagi merasa 'hanya kau yang mencintai'

Sadarkah kau….

Aku disini?

*xxx*

*(/n_n)/ welcome to eLmaoo's Fiction \(n_n\)*

Did you know, I'm here? eLmaoo

Kuroshitsuji Yana Toboso

Pairing: ClaudexAlois slight SebastianxCiel

Rate: T

Genre: Romance, Hurt/comfort

Warnings: OOC, AU, Sho-ai, The color of miss typ(o)

Ready to read?

Here we goooooooooo~~

*(/n_n)/ welcome to eLmaoo's Fiction \(n_n\)*

*xxx*

Angin malam Berkeley di bulan Agustus, sungguh kurasakan dinginnya menusuk kulit hingga aku harus mengeratkan jersey-usang-milikku dengan tangan yang gemetar karena kedinginan.

Malam sudah menunjukkan pukul 8 malam dan aku masih disini. Di atas Berkeley Pier, tempat biasanya aku melamun dan memikirkan semua hal tentangnya.

Tentangnya… yang mungkin sedetik-pun tak pernah memikirkanku.

Aku memelintir rambut pirangku yang rupanya sudah mulai panjang. Kapan ya, terakhir kali aku memotongnya? Kalau tidak salah… sehari sebelum aku masuk UC*. Berarti sudah beberapa bulan yang lalu?

Kalau bicara soal kenapa aku bisa berada disini, tepatnya BerkeleyCalifornia, mungkin kalau 'dulu' aku pasti akan menjawab… Karena dia.

Karena dia ada disini.

Karena aku ingin mengejarnya.

Karena dia aku sampai rela meninggalkan London.

Karena dia telah berjanji, kalau aku sudah lulus SMA, aku boleh ikut dengannya ke California. Aku berusaha mati-matian untuk bisa masuk Berkeley. Kalian tahu sendiri, tak sembarangan orang bisa masuk Universitas ternama itu.

Dan kalau saja aku tahu kenyatan yang sebenarnya seperti ini, lebih baik dulu aku tetap di London dan berusaha untuk melupakannya. Melupakan dia yang sejak kecil sudah kusukai―bahkan melampaui kata suka.

Biru dengan hitam yang kontras, aku suka warna matamu.

Dulu dia pernah berkata seperti itu sebelum pergi kesini―tepatnya saat aku berumur 15 tahun.

"Hmph.."

Aku mendengus. Bodohnya aku waktu itu, berharap karena satu kalimat yang bahkan mungkin dia tak ingat apa yang telah ia ucapkan padaku hingga segila ini padanya.

Andaikan waktu itu―tak pernah ada….

flashback

"Yeey~ aku masuk! Aku masuk Berkeley~"

Sorakku girang sambil berputar-putar dan mengajak Hannahpelayan kesayanganku, berputar bersama. Bisa kulihat Timber, Thompson dan Cantebury juga ikut tersenyum saat aku bersorak ria.

"Tuan muda, sudah, saya pusing.."

Kata Hannah sambil tersenyum lembut. Senyuman Hannah seperti senyuman ibu.. walau aku tidak tahu bagaimana ibu tersenyum, karena ayah dan ibu.. sudahlah, aku tidak mau membahasnya.

Aku menghentikan gerakanku dan tersenyum lebar.

"Kalau begini, aku bisa ke tempat Claude 'kan?"

Aku melihat perubahan mimik wajah Hannah yang tiba-tiba menjadi diamatau lebih tepatnya mendung?

"Hannah? Ada apa?"

Aku memiringkan wajahku untuk lebih memperjelas melihat wajah Hannah. Dan disana kulihat matanya yang menyorotkan sebuah ke khawatiran. Ada apa? Ada apa dengannya?

"Tidak ada apa-apa tuan muda, lebih baik tuan muda tidur, saya akan menyiapkan air hangat." Ujarnya lembut sambil tersenyum, tapi itu bukan senyumanmu…

Aku hanya terdiam menatap langkah Hannah dan yang lainnya menjauh.

Kalau saja ada Claude…

*xxx*

Malam sudah beranjak larut, namun mataku masih tidak bisa tertutup.

Aku mengenang kembali semuanya, sejak semula aku hanya anak yang baru saja masuk di dunia bangsawan seperti ini. Seorang Alois Trancy yang dulunya hanya anak jalanan sampai umurnya beranjak lima tahun. Aku dipungut oleh nya, oleh Claude. Atau lebih tepatnya, Claude yang memberiku 'jalan pulang'. Ia menemukanku yang saat itu sebatang kara, mengais sepotong roti dansangat menyedihkan. Tapi kedatangannya di malam bersalju itu membuatku kaget, tanpa aba-aba ia langsung menarikku dan berkata kalau aku adalah putra keluarga Trancy yang sejak lama hilang.

Wajahnya dingin..

Tangannya yang saat itu berumur 15 tahun menggenggam tanganku erat.

Aku bingung, aku terkejut, namun…

Ia menengok padaku dan tersenyum..

'Mulai sekarang kita keluarga..'

Kata-kata itutelah menyeretku menemukan sisi kebahagiaan terdalam..

"….Claude.."

Entah sejak kapan hanya dengan menyebut namanya saja sudah membuatku tenang.

Aku mengangkat tangan kananku keatas, rasanya… tinggi..

"Sudah enam bulan kau tidak memberi kabar.." gumamku entah pada siapa.

Ya, Claude.. dia sudah lama tidak memberi kabar kerumah ini. Mungkin kalian bertanya-tanya, apa hubungan Claude dengan keluarga Trancy?

Claude pernah bilang padaku, kalau dia anak yang di pungut oleh ayahku dulu. Usiaku dengannya terpaut jauhsekitar sepuluh tahun. Claude memutuskan untuk pergi ke Berkeley untuk bekerja disana. Entahlah, mungkin dia sudah bosan dengan cemoohan kerabatku atau bangsawan Inggris lainnya. Sama hal-nya denganku, aku sudah… jenuh.

"Aaah! Sudah malam, sebaiknya aku tidur!"

Aku menutup mataku dengan kedua tanganku. Dan sosok tegap bermata gold itu kembali menyeruak masuk.

'Biru dengan hitam yang kontras, aku suka warna matamu'

*BLUSH*

Aahh.. kenapa setiap mengingat itu wajahku menjadi panas sih!

Padahal hanya kata-kata itu.. tapi.. artinya sangat besar bagiku.

Hh.. sejak kapan ya, perasaan ini muncul? Aku tidak tahu awal mula kapan dada kiriku seberisik ini setiap kali ada Claude, atau setiap kali aku mengenangnya. Mungkin karena sejak dulu aku selalu menempel padanya, sampai-sampai dia selalu mendengus kesal. Aku selalu menatap lekuk wajahnya yang selalu terkesan serius itu lama-lamaseakan khawatir kalau nanti aku tidak bisa lagi melihat wajah itu.

Mataku mulai berat, dan tinggal menunggu waktu saja hingga aku tersapa oleh dunia mimpi.

*xxx*

"Hati-hati di jalan ya tuan mudaa!" teriak Hannah sambil melambai ketika mobilku sudah mulai menjauh. Badanku sedikit keluar dari jendela dan aku melambaikan tanganku ke arah dimana Hannah, Timber, Thompson dan Cantebury berada.

"Aku akan memberi kabaar!"

Teriakku sambil tersenyum sejuta wattmenandakan bahwa aku sangat senang hari ini.

Akhirnya aku.. dapat bertemu Claude!

*xxx*

BerkeleyCalifornia, USA.

"Waa.. besar sekali!"

Ucapku tertegun ketika sampai didepan gedung Universitas Californiaatau orang-orang bilang Berkeley. Aku menarik koper-ku sambil tak henti-hentinya melihat menara Santher yang terletak di dekat pintu gerbang kampus UC Berkeley.

'BRUK'

"Au"

Hh.. ini dia akibatnya kalau tidak memerhatikan jalan, baru saja aku ingin melangkah aku menabrak tubuh seseorang yang sepertinya agak sedikit lebih pendek dariku. Kulihat orang yang kutabrak tadi menunduk dan memegangi hidungnya. Sesaat aku terkagum melihat warna rambutnya yangkelabu?

"Ma-maaf, tadi aku tidak lihat, maaf ya.."

Ucapku dengan menunduk, namun sesaat kemudian pemudaeh? Pemuda? Kukira tadi dia seorang gadis!

"Kalau kau tidak bisa menggunakan matamu dengan baik, lebih baik tukar saja posisinya dengan mata kakimu!"

A-apa dia bilang? Kurang ajar! Siapa sih dia ini!

"Hey kau! Aku kan sudah minta maaf! Lagipula aku tidak sengaja! Menyebalkan sekali!"

Aku dapat melihat ekspresi mukanya yang menjadi kusut, mungkin dia marah.

"Kau.. benar-benar gadis yang menyebalkan!"

"A-apa? Gadis? AKU INI LAKI-LAKI TAU!" Ucapku marah ketika dia salah menyangka diriku seorang perempuan. Kulihat alisnya berkedut dan matanya yang berwarna biru bagai batu safir berkilat emosi.

Sejenak kami berdua terdiam. Ada sesuatu yang kufikirkan, orang dihadapanku ini.. gaya bicaranya brithis.

"Kau.. orang Inggris?" tanyanya dengan wajah yang mulai mendatartidak terlihat emosi seperti tadi.

"Ya, kau juga?" tanyaku dan hanya dijawab anggukan olehnya. Ini kesempatanku bertanya, dari tadi aku tidak terlalu mengerti dengan gaya bicara di California, karena hampir seluruhnya memakai bahasa slank daerah sini. Hee, benar-benar merepotkan.

"Apa kau bisa membantuku?" ucap kami yang ternyata berbarengan. Kami saling tertegun dan kemudian tertawa bersama.

"Pffthahaha~ ternyata kau orang baru juga, ya? Siapa namamu?"

Akhirnya sambil jalan kami mengobrol dan saling berkenalan. Nama anak bermata biru itu Ciel Phantomhive, aku kenal dengan marganya, kalau tidak salah phantomhive itu perusahaan mainan yang ikut andil dalam kerjasama keluarga Trancy, aku tidak menyangka kalau akhirnya kami bisa berbicara seperti ini. Dan yang paling mengejutkannya lagi, aku dan dia sama-sama berada dalam satu asrama. Dan yang paling tak bisa disangka adalah, kami satu kamar. Hee, benar-benar kebetulan yang menarik.

*xxx*

"Jadi kau kesini untuk menemui seseorang?" Tanya Ciel padaku ketika kami memberesi barang-barang kami. Tanganku melipat baju-baju yang ada di koper dan memasukkannya ke lemari pakaian.

"Ya, sudah lama orang yang kucari itu tak memberi kabar. Makanya aku ingin mencarinya disini." Ucapku sambil tetap bekerja.

"Ohh.. kenapa tidak menelfonnya saja? Atau mengiriminya surat?" tanyanya lagi.

"Hh.. kalau dari dulu aku sudah tahu alamat dan nomer telfonnya, cara itu sudah kulakukan sejak dulu."

"Loh? Memang dia tidak memberi informasi sedikitpun?"

Ketika Ciel bertanya hal itu, tiba-tiba gerakanku terhenti. Aku terdiam dan menghela nafas.

"…Mungkin dia ingin aku tidak menyusulnya kesini." Ucapku lesu, dan Ciel juga ikut menghentikkan gerakannya merapikan baju-bajunya.

"Mungkin juga karena dia sudah lupa padaku." Ucapku lagi sambil kembali membereskan barang-barangku.

Tiba-tiba kurasakan wajahku dilempar sesuatu. Selembar kain atau saputangan milik Ciel yang berwarna biru dongker.

"Bodoh." Ucapnya yang membuatku heran. Kutatap mata Ciel yang saat itu sedang menatapku dengan serius.

"Kau bodoh, mana ada orang yang semudah itu melupakan keluarga." Aku hanya diam,

"Asal kau tahu saja, aku datang kesini sudah lebih dari sebulan yang lalu." Ujarnya lagi sambil berdiri dan berjalan ke jendela.

"Aku juga mencari seseorang."

Aku sedikit tersentak dan kemudian bertanya,

"Siapa?"

Ciel menengok, ia menatapku dengan tatapannya yang datar.

.

..

.

"Kekasihku."

*xxx*

Sudah dua minggu aku berada di Berkeley, dan aku belum juga bertemu dengannya. Dengan Claude..

..

"Cieel! Disini!" Aku berteriak agak keras didepan Berkeley Springs Antique Mall. Kulihat Ciel yang memakai baju dan jaket yang terkesan biasa namun cocok dengan style-nya. Sedangkan aku, aku memakai kaos dan hoodie.

"Maaf lama, dosen kimia itu menyebalkan," ucap Ciel dengan nada tak ramah. Bukan suatu yang aneh lagi sih mendengar ucapan Ciel yang kebanyakan berisi cibiran 'menyebalkan'.

"Tidak apa-apa, hari ini kau ingin kemana? Katanya ada yang mau kau lihat?" Tanyaku sambil berjalan bersama dengannya.

"Aku ingin ke tempat pertunjukkan klasik di central."

"Baiklah, ayo kita kesana."

*xxx*

Aku dan Ciel memasuki gedung dengan corak klasik di luarnya. Aku mengambil pamflet yang dibagikan oleh dorman di pintu masuk aula. Ciel sudah berjalan duluan ketika aku membaca urutan acara di pamflet itu.

'The Greates Pianist….

Eh, nama orang ini..

..

.

Sebastian Michaelist'

*xxx*

Kami mendapat tempat duduk ditengah, kulihat ekspresi Ciel yang semula mengkerutyang kuyakin karena tadi ada preman yang menggodanya dan akumenjadi rileks kembali setelah pertunjukkan pertama biola yang dibawakan oleh William T Spiers.

Sebenarnya aku kurang mengerti akan music klasik, tapi ada sedikit yang kutahu. Dan sepertinya Ciel tahu banyak tentang ini, buktinya sejak tadi ia terlihat menikmati melody yang mengalun.

Dan ketika pertunjukkan terakhir di gelar, yaitu pertunjukkan piano, Ciel terlihat sangat antusias.

"Kau menyukai piano ya, Ciel?" Tanyaku sambil menatap matanya yang mulai berbinar-binar.

"Ya, suka sekali! Entah kenapa.. piano itu mengingatkanku padanya.." Ucap Ciel dengan senyumannya yang sangat jarang kulihatatau mungkin tidak pernah kulihat?

"Pada siapa?"

Saat Ciel ingin menjawab, suara pembawa acara dari panggung membuat perhatian kami berdua teralih.

"Hadirin sekalian, tibalah kita di acara puncak. Sekarang mari kita sambut, permainan piano dari…

Michaelist..!"

Suara tepukan tangan terdengar meriah di aula besar itu. Akhirnya sosok ber-jas hitam dengan mata crimson terlihat di atas panggung dengan senyumannya yang mempesona. Aku sedikit tertegun, orang di atas panggung itu mirip sekali dengan…Claude.

Aku menengok ke arah Ciel, dan saat itu kutemukan sosoknya yang membeku ditempat dengan mata yang sedikit membelalak. Tubuh Ciel sedikit bergetar dan saat pemain piano itu mulai bermain, aku melihat air mata yang terjatuh dari mata safirnya.

"…Ciel?"

Setelahnya kulihat dahi Ciel yang berkerut kesal lalu ia mengucapkan suatu kalimat yang sudah terbiasa beradaptasi di telingaku.

"Breng…sek!"

Setelah mengucapkan itu, wajah Ciel menunduk hingga alunan melody dari sang pianis berhenti.

Penonton riuh dan bertanya-tanya mengapa pianis itu menghentikkan permainan pianonya. Dan beberapa detik kemudian, suara teduh menggema di aula itu.

"Aku tahu kau disitu."

Semua penonton kembali diam, mungkin mereka bertanya-tanya, pada siapa pianis itu berkata. Sama sepertiku, aku bingung sebenarnya ia berbicara dengan siapa.

"Maafkan aku menghilang seenaknya," Ucap pria dengan rambut hitam itu lagi. Aku melirik ke arah Ciel, kudapati tangannya yang mengepal erat dan wajahnya masih tertunduk. Aku sedikit khawatir dengan keadaan Ciel, aku ingin bertanya ada apa dengannya, tapi takut mengganggunya.

"Aku ingin kau mendengarkan ini. Musik yang mempertemukan kita."

Para wanita disitu sudah pasti banyak yang berharap, tapi mungkin diantara beberapa ratus penonton disitu hanya satu yang ia maksud. Siapakah dia?

Musik mulai mengalun, dan ini…

Ini melody…

'Salute d' Amore'

Ya ampun, sungguh bahagianya orang yang pianis itu maksud. Pasti mereka pasangan yang bahagia.. Andaikan Claude juga.. eh? Apa yang kufikirkan? Memangnya aku dan Claude sepasang kekasih? Uhh~ kenapa aku bisa berfikir begitu. Lagipula… memangnya Claude peduli padaku?

"―ikh.. hiksbreng…sek..kau.."

Lamunanku terhenti ketika aku mendengar suara Ciel berucap disampingku.

"Ci-ciel? Kau baik-baik saja?"

Setelah aku berbicara seperti itu, tiba-tiba saja Ciel berdiri dengan cepat. Sempat membuatku kaget, kukira dia marah padaku. Dan sesaat kemudian, Ciel pergi dari tempat duduknya dan melangkah dengan cepat.

"Ciel? Ciel! Kau mau kemana? Hei!"

Tiba-tiba alunan melody kembali berhenti.

"Berhenti."

Berbarengan dengan suara itu, langkah kaki Ciel terhenti. Ia terdiam di tempat. Sang pianis itu berdiri, perlahan ia melangkah ke bawah panggung dan berjalan sejajar dimana Ciel berdiri dan hanya diam. Aku mulai bisa menangkap semua ini. Mungkinkah Ciel…

"Kau tidak mau memaafkanku?"

Lama kelamaan langkah kaki orang itu mendekat ke arah Ciel. Lightning didalam aula itu mengikuti dimana sosok pianis berjalan. Ruangan ditempat itu gelap, dan sosok pianis itu mengundang beratus mata.

"Maafkan aku…."

Akhirnya pianis itu sampai dibelakang tubuh Ciel yang ringkih dan kecil.

"Ciel.."

Aku tertegun, sungguh beruntung sekali Ciel, ternyata kekasih yang ia maksud itu… Sebastian Michaelist? Hebaaat!

Kulihat tubuh Ciel yang berbalik, dan air muka Ciel sudah berubah, banyak jejak air mata yang belum mongering di wajahnya.

"Kau.. sungguh menyebalkan Michaelist!"

Pianis itu tersenyum sebelum memeluk tubuh Ciel dengan erat. Suara gemuruh tepuk tangan dan sorak sorai penonton membahana di ruangan itu.

Aku tidak mengerti jalan cerita mereka..

Tapi aku berharap..

Claude juga mencintaiku seperti Sebastian mencintai Ciel..

Bolehkah aku berandai?

*xxx*

"Bodoh! Bodoh! Bodohbodohbodohbodoooooh! Kau sungguh bodoh Sebastian!"

Baru pertama kali ini aku melihat sosok Ciel yang seperti ini. Sekarang aku, Ciel, juga (entah mengapa) Sebastian Michaelist berjalan bersama menuju Spring State. Sepanjang perjalanan, Ciel terus mengutuki Sebastian dengan kata-kata yang membuat anak-anak disekitar mencatatnya dan menghafalnya untuk ia praktekan ke temannya (jangan dicontoh ya!).

"Iya, iya, aku minta maaf.." Ucap Sebastian yang sekarang sudah memakai pakaian biasa. Hanya kaos lengan panjang dan celana yang dipadukan.

"Kau membuatku malu, mau ditaruh dimana wajahku nanti kalau bertemu dengan client Phantomhive, hah!"

Aku hanya diam sambil memerhatikan pertengkaran mereka (atau hanya Ciel) sambil menatap langit yang sudah mulai menampakkan warna orange. Hari sudah mulai senja…

Kapan ya, aku bisa bertemu Claude?

Kukira saat aku sudah berada di Berkeley, tak sulit bagiku untuk menemukannya. Tapi.. kenapa kau tidak berusaha untuk menemukanku Claude? Seperti saat itu.. saat kau menemukanku dimalam bersalju itu..

Kau ada dimana Claude?

"….is! hey! Alois!"

"E-eh? Iya? Ada apa?"

Tak kusangka aku melamun..

"Kau kenapa? Sedari tadi melamun seperti itu?" Tanya Sebastian.

"Aku tidak apa-apa kok.. Maaf, tadi kau bicara apa Ciel?" Tanyaku dengan senyum yang kupaksaan.

"…benar kau tidak apa-apa?"

"Benar kok.."

"Baiklah, Sebastian ingin mengajak makan. Kau ingin ke restoran apa?"

Sebaiknya aku pulang saja deh, mungkin sebenarnya Sebastian dan Ciel ingin berduaan dulu. Aku tidak mau jadi pengganggu.

"Maaf Ciel, Sebastian, aku lupa ada tugas yang belum aku selesaikan. Kalian makan berdua saja, aku pulang duluan deh.."

"Tidak bisa! Aku sudah banyak merepotkanmu, biar kutraktir." Ucap Sebastian sambil tersenyum.

"Merepotkan, merepotkan apa?" Tanyaku dengan dahi mengernyit.

"Tentu saja mengurus Ciugh!" Kulihat sikut Cielyg tak berprikemanusiaanmenancap(?) di perut Sebastian.

"Jadi menurutmu aku ini merepotkan ya, Tuan Michaelist?"

"Bu-bukannya begitu.."

"Alois, lebih baik kau makan dulu bersama kami. Dari siang kau belum makan 'kan?"

Aku menatap jalanan aspal di bawahku.

"Err.. tidak usah, tugas ini harus dikumpulkan besok pagi, nanti waktunya tidak sempat kalau tidak dikerjakan sekarang." Ucapku lagi sambil memaksakan senyuman.

Wajah Ciel terlihat khawatir, tapi aku berusaha memastikannya.

"Baiklah, tidak apa-apa nih?"

"Sungguh tidak apa-apa, kalian bersenang-senang saja dulu berdua. Aku pulang duluan ya.. Daa!"

Aku melambaikan tanganku dan bergegas pergi dari tempat itu. Saat aku menengok kembali, Ciel dan juga Sebastian sudah berbalik dan menuju bangku taman. Aku dapat melihat tangan Sebastian yang hendak memegang pinggang Ciel, tapi cepat-cepat ditepis Ciel dengan sikut yang kembali menubruk perut Sebastian. Wajah Ciel terlihat kesal namun merona merah, sedangkan Sebastian tertawa sambil mengaduh sakit.

Benar-benar pasangan yang serasi..

Saat aku ingin berbalik, ada sosok familiar yang tertangkap oleh ekor mataku. Itu…

Claude?

*xxx*

Aku yakin betul dia ada disitu, di balik pohon sambil menatap ke arah Sebastian dan Ciel berada. Dia benar-benar Claude, aku yakin itu!

Aku melangkah dengan tergesa menuju sosok Claude, namun kerumunan orang di tengah kota itu memperlambat langkahku.

"Sial! Claude! Claude!"

Aku berupaya memanggilnya. Namun sosok itu malah pergi dank arena banyak orang yang lalu lalang, aku tak bisa menduga arah mana dia pergi.

Akhirnya aku tiba di belakang taman, dan disana kulihat ada Ciel dan Sebastian yang terduduk di bangku taman. Aku ingin memanggil mereka, namun rupanya mereka sedang bercakap-cakap.

"…..aku tidak bisa. Dia selalu mengikutiku dimanapun aku berada Sebastian."

Eh? Ada apa dengan Ciel? Apa maksudnya?

"Dia benar-benar menjengkelkan. Apa dia tidak mau menyerah juga saat tahu kalau kau sudah bersamaku?"

"Aku tidak tahu, yang jelas, dia itu terlalu mengangguku. Mengirimiku bunga dan coklat! Menyebalkan! Memangnya aku seorang gadis!"

"…..kau mau aku membunuhnya?"

"He-hei, tidak usah sampai seperti itu. Lagipula…"

"Hm?"

"Sepertinya dia.. tidak benar-benar menyukaiku.."

"Apa maksudmu?"

"Orang itu.. seperti terkenang seseorang, aku pernah berbicara dengannya dan dia salah menyebut nama seseorang. Kalau tidak salah.. hmm.. siapa ya? Aku lupa!"

"Tapi orang seperti dia benar-benar harus diberi pelajaran."

"…Kau ini, sedikit-sedikit main bunuh, hajar, seperti Lau saja."

"Kau tahu sendiri aku paling tidak suka dengannya. Dia itu peritis wine terkenal 'kan? tersenyum saja jarang."

"Ya.. orang itu sangat serius, aku malas meladeninya."

"Aku akan menyelidikinya."

Sebenarnya mereka sedang membicarakan siapa sih?

"Aku akan menyelidiki.. Claude Faustus."

'DEG'

Apa.. maksud semua ini?

Claude.. kau..

"―ukh!"

Aku berlari sekencang-kencangnya dari tempat itu. Sudah tak terhitung berapa orang yang kutabrak. Aku terus berlari, hingga tak tahu berada dimana. Aku bingung! Ada apa dengan Claude? Kenapa dia..

Apa dia menyukai Ciel?

Aku

"―ikh.. hiks.. hiks.. Claude.."

Aku..

Begitu bodoh..

*To Be Continued*

Araa~~ my 1st fic Kuroshitsuji~~

Dan bikinnya pas lagi laper-lapernya nih.. ==" maklumlagipuasa

Tadinya pengen kubuat jadi oneshoot, tapi pas lagi bengong, dapet ide. 'Gimana kalo fic-ini kubuat selama bulan puasa' yah akhirnya jadilah ini..

Di chapter depan kayaknya masih flashback.

Oh iyam saya belom memperkenalkan diri ya? xD

Buat Readers fandom Kuroshitsuji, salam kenal.. Panggil saya el atau eru~ sesuka kalian lah pokoknya..

Insya allah aku targetin sampe 3 chapter aja.

Sip! Mind to RnR?