Dōbutsu
'K-paak!' suara sayap yang dikepakkan itu terdengar sampai ke telinga kelinci Sakura. Dua telinga kelinci itu muncul dan mencuat di sela-sela rambut merah muda Sakura, warna luarnya senada dengan rambut Sakura, sementara di bagian dalam telinga kelinci tersebut berwarna putih. Telinga yang panjangnya kira-kira 10cm itu, menekuk separuh ke depan, mencoba mendengar lebih detail lagi arah suara kepakan sayap itu berasal. Setelah yakin di mana sumber suaranya, telinga kelinci itu kembali mengecil atas perintah pemiliknya, segera berubah menjadi kuping manusia biasa sebelum ada seseorang yang memorgoki Sakura dengan telinga anehnya.
Gadis yang masih menggunakan seragam sekolahnya itu, segera berlari ke arah yang dia yakini sumber suara kepakan sayap tersebut, yang selama ini selalu mengganggu tidurnya.
+Dōbutsu © Sayaka Dini
Naruto © Masashi Kishimoto
+Anima © Mukai Natsumi
SasuSaku
Fantasy/Romance
AU-School Life dengan penuh fantasi yang masih dirahasiakan.
*#~+Dōbutsu ~#*
Kedua kaki jenjang tersebut mengerem mendadak dari aktifitas larinya, segera berbelok dan masuk ke dalam gang kecil yang sedikit gelap karena bayangan kedua gedung apartement yang mengapitnya. Kali ini gadis berambut merah muda itu memelankan langkah kakinya, sepelan yang ia bisa menuju ujung gang tanpa penerangan tersebut. Di ujung sana sangat gelap. Tidak tampak apapun tapi Sakura tetap yakini ada seseorang di sana, atau lebih?
Samar-samar terdengar suara –pria– erangan tertahan diikuti benda logam yang terjatuh membuktikan spekulasi Sakura. Namun entah mengapa itu malah membuat Sakura urung untuk mendekati sudut gang yang gelap itu. Langkahnya terhenti. Tenggorokannya terkecat, seolah ada logam besar yang menjanggal membuat Sakura menelan ludah dengan pahit.
"Siapa?" suara Sakura terdengar agak gemetar. Dalam hati ia merutuki dirinya sendiri. Kemana keberanian yang ia punya semula? Kemana rasa ingin tahu yang sangat menggebu lima belas menit yang lalu? Kenapa kini ia menyesal datang ke gang sempit ini? Kenapa ia dengan bodohnya tidak langsung pulang ke rumah sehabis sekolah? Malah berkeliaran di pinggir kota Konoha hanya untuk meluapkan rasa ingin tahunya? Sampai malam ini tiba. Dengan berbekal intuisinya sendiri. Mengantarkan Sakura pada gang sempit yang mendadak suasananya berubah menjadi mencekang.
"T-tolong... Ughh!"
Dan kaki Sakura benar-benar gemetar dengan sendi kakinya yang melemas mendengar suara lirih nan tersirat rasa kesakitan tersebut.
'KLONTANG!'
Sakura nyaris menjerit. Ia menoleh ke belakang, mendapati kaleng kosong menggelinding di samping tong sampah disusul meongan kucing hitam yang melompat turun.
Pengalihan perhatian itu ternyata berdampak pada sosok yang tadinya berada dalam kegelapan. Sekelabat itu melompat, ah tidak, dia terbang. Dengan bunyi kepakan sayap yang sangat familiar di telinga Sakura. Membuat gadis itu kembali menoleh, mendongak ke atas.
Sesosok pria itu melambung tinggi, dengan kedua sayap lebar yang mengepak di punggungnya, membawa sosok pria lain dalam dekapannya yang menjerit ketakutan.
"AAAAKHH!" jeritan kesakitan dari orang yang dibawa itu memecah keheningan malam. Perlahan memudar bersamaan dengan hilangnya kedua bayangan tersebut dalam langit malam.
Masih dalam keterkejutannya. Sakura diam terpaku, mata emeraldnya melebar sempurna, mendongak ke atas langit malam dengan ketidak percayaan kejadian tersebut. Seketika itu dia jatuh terduduk, mengatur nafas dan detak jantungnya yang tak beraturan. Sesuatu yang lembut jatuh di atas kepala Sakura.
Gadis itu meraih bulu burung yang mendarat di kepalanya. Bulu burung panjang sekitar tujuh centi, nyaris berwarna hitam sempurna kecuali di puncuknya yang putih.
Memutar bulu itu dan menelitinya. Meski Sakura tidak begitu mengenal wajah pria itu, juga tak mengerti dengan apa yang baru saja terjadi. Namun satu yang pasti. Pria yang terbang tadi pasti seseorang yang 'sejenis' dengan dirinya. Hanya saja...
"Dia separuh burung, sejenis burung yang besar..."
*#~+Dōbutsu ~#*
Keesokan harinya. Sakura menguap lebar, menutup mulutnya yang mengeluarkan nafas itu dengan telapak tangannya. Tidak seperti biasanya, dengan ogah-ogahan ia berjalan pelan menuju sekolahnya.
Sesampainya di depan gerbang, matanya yang separuh terbuka mengintip ukiran tulisan di atas gerbang sekolah. Meyakinkan dirinya kalau tidak akan salah masuk sekolah. Okayama Gakuen. Sebuah sekolah menengah atas yang terletak di pusat kota Konoha, Negara Hii. Benar, itu memang sekolah yang sudah Sakura tempati selama satu tahun lebih. Sayangnya, pintu gerbang sudah tertutup rapat. Dan satpam berkumis tebal itu hanya tersenyum sinis pada Sakura dari balik pagar.
Hah. Hanya masalah pagar tertutup. Dengan tampang –tidak-jadi-masalah- Sakura berbalik, membelok ke sisi gedung lain. Meninggalkan pak satpam yang cengo di tempat melihat tingkahnya. Dalam hati satpam itu tak habis pikir, 'ntu anak benar-benar mau bolos sekolah?'
...
Di pinggir sekolah sebelah barat. Dengan pembatas dinding menjulang dua setengah meter. Sakura berdiri di sisi luar sekolah Okayama. Merasa yakin sekitarnya tampak sepi, juga tahu betul di balik dinding itu adalah halaman belakang sekolah yang juga sepi karena pelajaran sudah dimulai lima menit lalu. Sakura melepas kedua sepatu dan kaos kakinya, lalu melemparnya melewati dinding pembatas tersebut.
"Bagus, sekarang giliranku yang melompat."
Sekali lagi, Sakura menoleh ke kanan dan kiri. Aman.
Berusaha memusatkan perhatiannya pada kedua kakinya. Memejamkan matanya dengan erat. Perlahan, kedua telapak kaki itu berkedut-kedut, memunculkan bulu rambut merah muda yang lebat, jari-jarinya perlahan mengecil, sementara telapaknya membesar dan membulat. Bulu rambut merah muda itu menjalar hingga ke betis dan lutut Sakura. Kaki jenjang itu menekuk empat puluh lima derajat. Merubah bentuk kaki manusia yang kini menjadi kaki kelinci.
Dan dengan sekali hentakan, Sakura melompat tinggi, melewati pembatas dinding yang tingginya lebih dua meter itu dengan mudah, dan mendarat dengan nyaman di halaman belakang sekolah.
Hup! Senyuman kesenangan terpatri jelas di paras cantiknya. Segera ia kembalikan wujud kakinya seperti semula. Mengambil kedua sepatunya yang tergeletak tak jauh darinya. Terburu-buru, Sakura meninggalkan tempat itu menuju gedung sekolah. Tanpa sadar sosok lain melihat tingkahnya dari balik pohon.
*#~+Dōbutsu ~#*
Pintu geser kelas XI-B itu terbuka. Sesisi kelas terdiam sejenak. Sebelum akhirnya kembali riuh begitu tahu yang masuk kelas bukan guru mereka. Melainkan salah satu teman kelas mereka sendiri, Haruno Sakura.
"Forehead!"
Ino, teman sebangkunya itu melambai riang pada Sakura. Mengajaknya segera bergabung dalam 'berita terhangat' pagi ini bersama dua siswi lain yang mengelilingi bangku tersebut.
Sakura balas tersenyum dan menghampiri mereka. "Apa yang kalian bicarakan?" tanyanya berminat.
Ino tersenyum sumringah. "Murid baru!"
"Ya. Tahun ini ada murid baru di kelas kita!" Tenten menimpali, gadis bercopel dua itu duduk di belakang Ino.
Matsuri, di samping Tenten, ikut angkat bicara. "Katanya sih cowok. Aish... aku harap dia benar-benar tampan dan membawa suasana baru di sekolah yang suram ini."
"Suasana baru?" sebelah alis Sakura terangkat, ia tak mengerti.
Matsuri mengangguk. "Yup. Suasana baru, kehidupan cinta baru di masa-masa remaja. Anak baru yang membawa cinta pada seseorang yang sudah sekian lamanya menunggu dijemput oleh–aww!" Matsuri tersentak mendapat sundulan kasar dari Tenten. Seketika itu ia mendelik tajam pada sang tersangka.
"Kau terlalu mengada-ngada. Kebanyakan menonton drama romansa sih," ledek Tenten sambil menjulurkan lidanya.
"Tapi tidak menutup kemungkinan kalau hal itu bisa terjadi bukan!" timpal Ino dengan semangat. Membangkitkan imajinasi Matsuri lagi yang tampak kesem-sem sendiri dengan khayalan indahnya bersama someone.
"Yang benar saja," Tenten memutar bola matanya bosan. "Hal semacam itu hanya terjadi di film, novel, ataupun drama harian."
"Tidak, tidak, tidak!" Matsuri menggeleng. "Kau salah Tenten. Malah kebanyakan cerita dalam film atau novel diangkat dari kisah nyata. Mungkin cerita anak baru di sekolah yang membawa kisah cinta baru itu terdengar pasaran. Tapi ternyata kejadian semacam itu sering terjadi di kehidupan nyata."
"Really?" Tenten terkesan tak percaya.
"Daripada kalian berdebat terus, kenapa kita tidak taruhan saja! Murid baru itu akan membuat kita terpikat atau tidak?" usul Sakura dengan semangatnya. Berbanding terbalik dengan tanggapan ketiga temannya.
"Aahhh... taruhan lagi," keluh Matsuri.
"Kau ini. Sering sekali mengambil kesempatan dalam kesempitan," Tenten cemberut.
Sakura memasang wajah innocent. "Kenapa? Kalian takut?"
"Yah. Yah. Yah," Ino menepuk-nepuk bahu Sakura. "Kau menang. Bahkan sebelum bertaruh kau itu sudah menang. Oh ayolah, Sakura. Jangan pura-pura bodoh. Kau itu selalu menang taruhan tahun ini. Ini kan tahun keberuntunganmu, tahun kelinci, shiomu, forehead!"
Sakura hanya cengegesan. Dan di waktu yang bersamaan. Guru Kakashi memasuki kelas, yah, seperti biasa, dia terlambat lima belas menit. Eits, ralat, hari ini tidak seperti biasanya, karena Kakashi tidak datang sendirian. Oke, kalian pasti tahu apa maksudku bukan?
"Tuh, anak barunya," bisik Tenten cepat, menyuruh kedua temannya yang menghadap ke belakang tadi, kembali ke posisi semula dan melihat siapa yang datang.
Seisi kelas terdiam. Bisikan siswa di beberapa sisi kembali terdengar begitu Kakashi menjelaskan siapa pemuda berseragam Okayama gakuen yang dia bawa masuk tersebut. Laki-laki berambut raven dengan gaya stoicnya itu berdiri di depan kelas. Menebarkan kharisma tersendiri yang membuat beberapa siswi terpesona melihatnya, tanpa mempedulikan sorot mata tajam, dingin, penuh keangkuhan, dan diam-diam sangat meneliti segala sesuatu yang dilihatnya.
"Wow. Seharusnya tadi aku terima taruhannya," bisik Matsuri. Ia membusungkan badan ke depan untuk mencapai telinga Sakura. "Dia benar-benar buat kita terpikat. Iya kan?"
Ino mengangguk menyetujui. "Dia tampan lho." Ino menoleh ke teman sebangkunya, mendapati Sakura tak membalas ucapannya, malah diam membisu melihat murid baru di depan, dengan mulut yang sedikit melongo. Seketika itu Ino tersenyum jahil. "Wah, wah, kau bahkan sudah terpesona dalam pandangan pertama."
Tidak! Rasanya Sakura ingin menjeritkan kata itu. Namun tenggorokannya kali ini tercekat, sama seperti malam sebelumnya. Yah, malam sebelumnya. Kejadian di gang sempit itu kembali teringat dalam memori Sakura. Terutama bagian di mana sekelabat bayangan yang terbang tinggi di atasnya.
Tidak salah lagi. Bayangan laki-laki dengan sayap lebar yang melambung tinggi itu terpatri jelas dalam ingatannya. Model rambut belakang yang mencuat ke atas itu. Postur tubuh yang sangat mirip. Juga mata onyk yang tersirat sangat tajam.
Sejak kejadian semalam, berbagai pertanyaan muncul di benak Sakura. Apa yang dilakukan pemuda terbang itu pada pria malang yang menjerit ketakutan dalam dekapannya? Dikemanakan pria malang itu? Apa dia mencabiknya? Atau jangan-jangan dia memakannya? Siapa tahu, siswa baru itu memang 'sejenis' dengan Sakura. Tapi dia jenis berbahaya. Mungkinkah... dia separuh burung bangkai yang kejam?
"Nah, kau boleh memperkenalkan dirimu sekarang," ujar Kakashi.
"Sasuke. Namaku Uchiha Sasuke. Pindahan dari kota Suna," kata Sasuke dengan nada datarnya. Mata onyx-nya meneliti seisi kelas, dan pada akhirnya bertemu pandang dengan mata emerald Sakura yang duduk di bangku ketiga dari depan, kedua dari jendela.
Sakura yang sejak tadi membeku di bangkunya. Langsung mengalihkan perhatiannya begitu pandangan tajam Sasuke bertemu dengannya. Sakura menunduk, bisa ia rasakan tangannya bergetar hebat. Kenapa? Kenapa pemuda itu kemari? Kenapa ia harus satu sekolah dengan Sakura? Satu kelas pula? Apa tujuannya?
"Baiklah... sekarang, Uchiha-san, kau bisa sebangku dengan Naruto. Di sana." Kakashi menunjuk bangku kosong di antara Naruto dan Sakura. Sayangnya gadis itu masih belum menyadarinya karena terlalu sibuk dengan pikirannya.
Langkah besar kaki itu mulai menapak, mendekat.
'Deg!'
Detak jantung Sakura pun mulai berdegup kencang. Ia masih terus menunduk sambil menautkan kedua tangannya. Apa-apaan ini? Jangan mendekat! Teriak nalar Sakura, berusaha ingin menghentikan langkah kaki itu, namun rasanya sangat berat untuk dihentikan.
Dari lirikan mata Sakura yang memandang ke bawah, ia bisa melihat kaki itu berdiri tepat di sampingnya. Sakura menutup matanya dengan erat.
"Hei," suara berat itu memanggil. Entah siapa yang dimaksud, Sakura harap itu bukan dia.
Terdengar Sasuke mendengus. "Hei. Kau yang berambut merah muda."
'Deg!'
Aah... sirna sudah harapan Sakura. Gadis itu berusaha keras untuk menormalkan jantungnya, menghilangkan rasa takutnya. Tidak! Pria itu tidak mungkin mau macam-macam padaku di depan umum begini kan? Pikirnya.
Menelan ludah dengan susah payah. Sakura membuka matanya, perlahan, ia mendongak, pandangannya kembali bertemu dengan Sasuke. Namun kali ini tidak setajam tadi, terlebih lagi, ada senyum tipis di wajah tampannya. Ah, tidak! Bukan! Itu bukan senyuman! Jika diperhatikan lebih seksama, senyum tipis itu menggambarkan sebuah ejekan, yang seolah mengatakan 'Kena-Kau!'
"Ini bulpenmu kan? Kau tidak sengaja menjatuhkannya," ujar Sasuke sambil menyodorkan bulpen putih dengan aksen kepala kelinci merah muda di atas ujungnya.
Sakura tidak menimpalinya, ia masih diam menatap horror pada Sasuke, yang disalah artikan oleh teman-temannya sebagai tatapan terpesona atau pun tatapan cinta? Hei, mereka kan tidak tahu inti masalah yang sebenarnya.
"Ehm." Ino hendak mencairkan suasana, karena sejak tadi mereka berdua sudah jadi bahan tontonan seisi kelas. Yang Ino tak habis pikir adalah, kenapa guru Kakashi juga diam saja? Malah keenakan duduk dibangkunya sambil membuka beberapa lembar buku. Hm? Itu buku atau buku?
Ino segera mengambil bulpen Sakura dari tangan Sasuke. "Terima kasih Uchiha-san. Sakura juga ingin mengatakan hal itu. Hanya saja dia... em.. dia..."
"Dia terbawa suasana!" sambung Matsuri, membuat Ino bernafas lega karena dibantu mencari alasan. Meski itu bukan alasan yang logis. Tapi tampaknya itu tidak merubah apapun. Karena Sasuke diam menatap Sakura yang juga diam (atau takut) membeku dalam tatapan tajam Sasuke.
"Sakura sedang ada masalah, Uchiha-san. Makanya sejak tadi dia terus diam. Kuharap kau mau memakluminya. Jadi... Uchiha-san, bisakah kau kembali ke tempat dudukmu. Agar pelajaran segera dimulai oleh Kakashi-sensei," ini Tenten yang berbicara, mengucapkan kalimat halus untuk mengusir Sasuke juga sekaligus untuk menyindir Kakashi yang sejak tadi diam dibalik mejanya. Hah! Por untuk Tenten si penyalamat Sakura.
"Hn," dan gumaman singkat itu mengakhiri tatapan penuh 'selidik' atau tatapan penuh cinta yang ditafsirkan sebagian orang. Sasuke pun berbalik, duduk di samping Naruto yang sejak tadi tampak menggebu-gebu dengan teman barunya.
Kakashi yang sadar diri pun mulai pembelajaran.
"Psst!" Ino menyenggol Sakura di tengah pelajaran. "Sepertinya, kisah anak baru yang datang membawa kisah cinta baru itu benar adanya di dunia nyata. Contohnya kau dengan Uchiha itu kan?" goda Ino.
"Ino-Pig!" Sakura mendelik. "Tidak! Kau salah paham. Aku dan dia..." Sakura melirik Sasuke di sebrangnya, yang juga ikut melirik karena merasa diperhatikan. Mereka kembali bertemu pandang. Dan lagi-lagi, Sakura buru-buru memutuskannya dan menunduk dalam diam. Menutupi keguguannya dan ketakutannya. Sayangnya Ino kembali salah mengartikannya. Mengira Sakura menunduk karena merona...
"Hi hi hi... kau lucu Forehead! Benar-benar kena cupid!" goda Ino dengan jahil. Namun kali ini tak ada tanggapan dari Sakura.
Sementara Sasuke masih belum juga memutuskan pandangannya dari gelagat aneh Sakura. Tentu saja ia sudah tahu. Hey, tidak sulit mencari siswi berseragam sailor Okayama yang memiliki rambut merah muda mencolok bukan?
*#~+Dōbutsu ~#*
Sakura membasuh wajahnya dengan air yang meluncur dari wastafel. Ia menatap bayangannya di cermin toilet di hadapannya. Masih menggunakan seragam sekolah, tentu, karena ini masih jam istirahat sekolah.
Sakura menghela nafas. "Ada apa denganmu?" ia berbicara dengan bayangannya di cermin.
"Kenapa kau jadi bertingkah konyol seperti ini?" ia mengerutkan dahinya di depan cermin. "Padahal minggu lalu kau begitu menggebu-gebu untuk mencarinya. Tapi kenapa sekarang–" Sakura mendengus, menatap kedua tangannya. "Kenapa aku jadi begitu takut?"
Wajah Sakura berubah menjadi sendu. "Padahal dia sudah ada di depan mata. Datang sendiri. Tapi, tapi, kenapa dia jadi tampak menyeramkan di mataku?"
Ia terdiam dalam sepersekian detik. Lalu menggeleng keras. "Tidak. ." Kembali menyalakan keran air dan membasuh wajahnya. Menghembuskan nafas beberapa kali, mencoba menenangkan kegundahan hatinya.
"Aku tidak boleh seperti ini." Sakura kembali bertekad. "Aku yang memulai. Aku pula yang harus mengakhiri. Yah. Aku tidak boleh plin-plan. Kembali pada tujuan awal. Aku harus menemuinya dan membicarakan hal ini. Yah, benar!"
Benar, sejak awal, sejak seminggu lalu. Di mana Sakura dibangungkan dengan suara kepakan sayap di tengah malam. Meski suara itu jauh, namun sangat sensitive di telinga kelinci Sakura saat ia tidur. Dan malam itu, Sakura terpaku melihat manusia bersayap terbang di angkasa. Di bawah bayangan bulan purnama. Seperti sebuah mimpi. Akhirnya Sakura tidak merasa tersendirikan dengan keanehan dalam tubuhnya. Karena ternyata bukan hanya dia saja yang bisa mengubah bentuk tubuhnya menjadi separuh binatang. Dan Sakura benar-benar ingin tahu jawaban pasti dari berbagai pertanyaannya selama ini.
Sakura mengambil tissu dan mengeringkan wajahnya. Ia menatap dirinya di cermin, lalu tersenyum ceria seperti biasa. "Yosh! Semangat Sakura. Kau pasti bisa!" gadis itu pun meninggalkan toilet cewek. Dan lagi-lagi, tanpa sadar, kalau kalimat-kalimat ambigu tadi terdengar jelas oleh tiga temannya yang bersembunyi di bilik kamar mandi.
Ino yang nongol pertama, keluar dari balik bilik sambil tersenyum jahil. "Ow, ternyata Sakura sejak awal sudah mengenal Uchiha yah. Sampai-sampai dia ingin mencarinya."
Matsuri cekikikan. "Sakura benar-benar sedang jatuh cinta."
"Dasar," Tenten mendengus, namun dia ikut tersenyum juga. "Ternyata Sakura sudah remaja."
Ha ha ha... kita tinggalkan saja trio yang mau tahu urusan orang lain itu.
*#~+Dōbutsu ~#*
"Yo. Teman baru! Kita makan bareng yuk. Gimana kalau sebagai ucapan selamat datang. Kau yang traktir," bujuk Naruto sambil merangkul bahu Sasuke, sok akrab dengan siapa saja, tipikal Naruto banget.
Sasuke menurunkan lengan Naruto dari bahunya. "Tidak. Aku tidak ingin makan."
"Huft! Kau ini," Naruto mencibir. "Padahal sudah aku antar sampai kantin. Tapi kau malah bilang tidak mau makan?" Naruto memasang wajah frustasi yang dibuat-buat.
"Aku tidak sedang berselera makan saat ini," timpal Sasuke datar. Ia melirik sudut luar kantin, dan seketika itu juga, matanya yang tajam sudah pasti menangkap sekelabat rambut merah muda yang dengan cepat bersembuyi di balik dinding. Sasuke menyeringai tipis. 'Dia mengikutiku rupanya,' batinnya.
"Ayolah Sasuke, kau coba saja dulu makanan di sini. Bagaimana kalau ramen? Nah, kau tinggal duduk saja, nanti kupesankan. Yah?" Naruto masih berusaha membujuk teman barunya ini. "Hehehe... sekalian kau traktir aku juga nanti." Dengan niat yang menguntungkan Naruto sendiri, tentu saja.
"Tidak Naruto. Lain kali saja." dan itu kalimat terakhir Sasuke sebelum pergi meninggalkan Naruto yang kesal setengah mati.
"Dia benar-benar sombong. Dasar teme!" gerutunya.
*#~+Dōbutsu ~#*
Sakura diam-diam, kembali mengintip melalui pintu kantin. Dan alangkah kagetnya dia melihat Sasuke berjalan mendekatinya sambil menatap Sakura tajam.
'Gawat! Gawat! Gawat! Aku ketahuan!'
Tanpa pikir panjang lagi. Buru-buru Sakura meninggalkan tempat itu, dia lari menjauh membuat Sasuke agak terkejut dengan tindakannya.
"Hei! Kau! Rambut merah muda!"
Jangan harap Sakura akan berhenti lari mendengar seruan Sasuke yang tertuju padanya. Yah, jangan harap. Kecuali kalau Sasuke bisa menandingi lari gadis itu.
...
Dengan nafas terengah-engah, Sakura mengistirahatkan kedua kakinya. Ia berhenti di belakang halaman sekolah. Merasa yakin Sasuke tidak bisa mengejarnya. Gadis itu bersandar pada sisi dinding belakang gedung sekolah. Tempat ini sepi, tentu, karena di balik tembok di belakangnya ini adalah perpustakaan, bukan kelas atau ruang klub lain yang biasa ramai.
Sakura memejamkan matanya. Mencoba mengatur nafasnya. Ternyata lari dari pria 'menyeramkan' seperti Sasuke itu melelahkan juga.
"Sudah selesai main kejar-kejarannya?"
Sakura tersentak. Ia membuka matanya dan langsung menyesali dengan apa yang ia lihat di hadapannya.
Uchiha Sasuke berdiri tegak di sana. Bersedekap dada sambil menatap tajam Sakura.
Instingnya mengatakan Sakura harus segera lari. Yah, dia hendak lari. Namun kalah cepat dengan Sasuke yang menarik lengan Sakura terlampau cepat dan kembali menyentakkannya di dinding di belakang Sakura.
Gadis itu meringis kesakitan, namun Sasuke tak mau peduli. Pemuda itu malah menghimpit tubuh Sakura dan mengurungnya dengan kedua tangan Sasuke yang menekan dinding di kedua sisi kepala Sakura.
(sekilas info: Oke, ini adegan yang sangat pasaran. Tapi apa boleh buat, scen ini sangat diperlukan untuk alur cerita saya. #backsound:Ind*mi#)
"Dengar," suara tegas Sasuke terdengar sangat mengintimidasi. "Kau harus menjawab jujur pertanyaanku. Mengerti?"
Sakura membeku ditempat, suara dan tatapan tajam yang begitu dekat itu, membuat Sakura tak bisa berkutit. Sasuke terpaksa mengulang karena tak ada respon dari Sakura.
"Hei. Merah muda. Kau dengar tidak?"
Sakura mengangguk cepat.
"So, kau melihat semua kejadian tadi malam?"
Mata emerald Sakura membulat sempurna. Bibirnya mulai gemetar.
"Jawab!" tegas Sasuke menuntut.
Sakura menelan ludah dengan susah payah. "I-iya." dan firasat Sakura semakin buruk melihat seringai tipis muncul di wajah Sasuke.
Pemuda itu merogoh saku celananya. Mengeluarkan pisau lipat yang lagi-lagi membuat Sakura melotot penuh horor.
"U-untuk apa itu!" akhirnya Sakura berbicara. "Kau jangan berani macam-macam denganku!" gadis itu pun berseru. Namun ia harus kembali menyesali ucapannya begitu melihat kilatan marah pada mata Sasuke.
"Seharusnya aku yang mengatakan hal itu." Sasuke membuka pisau lipatnya tepat di hadapan Sakura. "Kau telah membuat aku marah."
"T-tunggu!" Sakura mulai panik. "Aku tidak mengerti. Sebenarnya apa yang kau inginkan?"
"Bukannya sudah jelas." Sasuke memainkan ujung mata pisau itu di kening Sakura, membuat gadis itu menahan nafas. "Kau sudah melihat semuanya." Benda tajam nan dingin itu menyentuh pelipis Sakura, hanya meraba, tidak menekan, namun tetap membuat Sakura membeku dan takut setengah mati.
"L-lantas? Kenapa? Aku belum menceritakannya pada siapa pun kok. Lagipula aku kan –"
"Diam."
Sakura bungkam.
"Justru itu," pisau itu kembali bergerak, turun melalui sisi pipi kiri Sakura, dan berhenti tepat di sudut bibir gadis itu. Mata onyx Sasuke yang juga menatap bibir Sakura, kini beralih pada mata emeraldnya. "Saksi mata harus dibasmi sebelum ia membocorkannya."
'Deg!'
Mata emerald Sakura membulat sempurna.
"Sakuraaa!" Matsuri datang dari kejauhan. "Aku sedang mencarimu karena–ah! Maaf aku tidak bermaksud mengganggu." Matsuri terkejut melihat Sasuke juga berada di sana, terlebih lagi posisi Sakura yang terhimpit oleh Sasuke dan dinding.
Awalnya, Matsuri berniat mencari Sakura dan bisa menebak Sakura pasti ke halaman belakang sekolah, eh gak taunya. Matsuri malah disajikan pemandangan yang 'berbahaya'.
Tidak! Matsuri tidak sempat melihat pisau lipat itu karena Sasuke sudah lebih dulu menyembunyikannya di balik saku celananya.
"Oh, kau." Sasuke berbalik menoleh ke arah Matsuri. Sementara Sakura masih berdiri terpaku di sana, terlalu terkejut dengan apa yang baru saja terjadi, sehingga ia hanya bisa bernafas lega dalam pikirannya.
"Hehehe... maaf Sasuke, sudah mengganggumu. Tapi aku benar-benar butuh Sakura. Bisa pinjam sebentar."
"Hn. Tak apa."
"Sakura?" Matsuri memanggil, masih dari jarak dua meter dari Sakura dan Sasuke. Namun Sakura masih tak merespon, dia shock, yah tentu saja. Tidak pernah menerima ancaman pembunuhan, heh?
Sasuke melirik Sakura. Mata emerald gadis itu terlihat kosong, dan mulutnya sedikit terbuka, dengan goresan kecil di sudut bibirnya. Sasuke agaknya terkejut melihatnya, rupanya tanpa sadar, pisau lipat yang ia tekan tadi sempat menggores sudut bibir Sakura.
Sakura kembali dikejutkan dengan tindakan Sasuke. Pemuda itu menyentuh sudut bibir Sakura yang berdarah, mengusapnya perlahan, berniat menghapus 'jejak kejahatannya'. Namun lagi-lagi tindakan itu disalah artikan oleh Matsuri yang melihatnya.
'Auw, bibir Sakura memerah? Jangan-jangan? Mereka habis ciuman?' dan imajinasi Matsuri dari hasil hobi nonton drama romansa kembali berkeliaran dengan ganas dalam otaknya. 'Aaah... mereka so sweet...' pikir Matsuri.
'Deg! Deg! Deg! Deg! Deg! Deg! Deg! Deg! Deg! Deg!'
Bahkan detak jantung Sakura semakin kencang, sangat kencang, tapi anehnya dia merasa degup jantung ini agak berbeda dengan yang tadi.
"Sudah..." suara Sasuke mendadak terdengar lebih lembut. "Tidak apa..." Sasuke menatap Sakura. "Untuk saat ini..." Dan seringai kecil itu tampak kembali di wajah tampannya.
Sasuke pun pergi meninggalkan Sakura dan Matsuri.
Matsuri berjalan mendekati Sakura. Sementara gadis berambut merah muda itu merosot dari sandarannya. Duduk di atas rumput sambil mencerna ucapan terakhir Sasuke tadi beserta seringai tipis yang pasti membawa firasat buruk bagi Sakura.
"Sudah, tidak apa, untuk saat ini," Sakura mengulang ucapan itu lagi. Mendadak ia tersentak dari lamunannya.
Tidak! Tidak mungkin! Maksudnya dia ingin melepaskanku untuk saat ini saja? Dan di lain waktu ia benar-benar akan membunuhku? Oh tidak! Bagaimana bisa aku lari? Sementara dia satu sekolah denganku? Sekelas pula? Mana mungkin aku memberitahukan orang lain, yang pasti tidak akan percaya karena tidak ada bukti sama sekali. Oh Kami-sama~ aku harus bagaimana?
"Aaahhh!" Sakura mengacak rambutnya frustasi. "Lama-lama aku bisa jadi gila dibuatnya!" runtuknya.
Sementara Matsuri terkikik geli melihatnya. "Kau memang sudah tergila-gila dengan Uchiha Sasuke. Sakura-chan~" godanya.
Bersambung...
A/N:wah, udah lama saya gak buat fict dengan pemeran utama Sasuke-kun dan Sakura nih... habisnya, akhir-akhir ini, entah napa, saya malas kalau mau baca fict Sasusaku. Karena kebanyakan fict sasusaku sekarang itu marry sue, entah pada Sakura atau Sasuke. Maksudnya, aku jadi heran sendiri, kenapa mendadak Sakura digambarkan terlampau cantik sampe-sampe direbutin lebih dari tiga cowok tampan pula... padahal kalau dipikir-pikir, Ino, Tenten, Hinata, dan chara cewek lainnya itu tidak kalah cantik kok... begitu pun dengan Sasuke.. *curcol terselebung*
Dan pada akhirnya, saya bangkit lagi pengen buat SasuSaku... oke, jujur dah, dedikasi buat cowok saya yang suka dengan SasuSaku, *nyengar-nyengir*
Oh ya, Saya akui satu lagi yah. Fict ini terinspirasi dua manga sekaligus. Yakni +Anima dan Code Breaker... but, tidak semuanya mirip dengan dua manga itu, hanya idenya tercetus dari cerita dua manga tersebut. Dan targetnya, nih fict multichap gak pengen banyak-banyak. Yah, kita lihat saja nanti...
Oke, sekian dari saya. Bersediakah abang-abang, nona-nona, senpai-senpai, adek-adek sekalian untuk meninggalkan review-nya. Pantaskah diri saya diberi semangat melalui review? Hanya Anda yang tahu... *ngedipin mata#Plaak!*
~Dini~
