The Princess' Project
Disclaimer : Hei, kau yang namanya Aoyama Gosho! Berikan Detektif Conan padaku! Atau kubuat Shinichi di raep Kaito! *di tendang Gin*
Rate : T
Pair : Ai Haibara slight AiShin, mungkin ada ShihoKai, yang jelas gak ada KaiShin..:P
Genre : Humor, Family
Warn : Gaje abis, sumpah. OOC, Typo dll. Don't Like Don't Read itu bukan cuma pajangan lho… sueerrr… itu serius… Review? Wajib!
Pemberitahuan, mungkin ini sedikit melenceng dari cerita asli. Tapi untuk menunjang jalannya cerita, akan saya beritahukan bahwa :
Shinichi, Saguru, Ran, Sonoko, Aoko, Kazuha, Heiji: 17 tahun
Kaito : 16 tahun.
Genta, Ayumi, Mitsuhiko : 7 tahun.
Ai : kurang lebih 6 atau 7 tahun, tapi aslinya 16 tahun, menciptakan APTX usia 13 tahun.
Mohon maaf atas ketidak-nyamanannya... ^^
Prolog : Shiho berhasil membuat penawar APTX 4869 setelah menyusup dan menghancurkan markas Black Organization, meskipun Gin, Vodka dan Vermouth berhasil melarikan diri meninggalkan jenazah Anokata, bos mereka. Shiho baru menyadari perasaannya pada Shinichi pada saat yang tidak tepat. Namun apakah itu benar-benar cinta dan cemburu? Benarkah Aoko mencintai Kaito? Bagaimana dengan Saguru yang ditinggal menikah oleh Akako? Benarkah mereka sudah benar-benar aman?
========================EV_LU][4859=============================
Ch.2 : Yang tidak tepat.
Di sebuah ruangan bawah tanah, tampak seorang gadis kecil yang terlihat seperti berumur enam tahun tengah mengetikkan sesuatu di komputer dengan kecepatan yang boleh dikagumi. Belum lagi yang dihadapinya tidak hanya satu komputer, tapi tiga, dan tambahkan satu laptop dan satu notebook, tidak akan ada yang bisa menirunya, hacker dan cracker kelas pro sekalipun. Namun dengan satu tekanan pada tombol enter di notebooknya, gadis itu menghentikan kegiatannya, menautkan jemari tangan didepan dagu dengan ekspresi yang sangat mustahil untuk seorang anak kecil.
"Selesai." Gumamnya. "Saatnya membuat beberapa alat lain." Gadis kecil itu tersenyum datar. "Tunggu aku… Aquamarine Castle."
"Kemana Ai?" tanya Shinichi pada Yukiko sambil meneguk minuman yang baru diambilnya dari lemari pendingin.
"Katanya mau main game di rumah Professor Agasa. Ini kan hari Sabtu." Kata Yukiko yang masih sibuk dengan menu makan malam sore itu.
"Huh, kurasa aku tau game apa yang dimainkannya. Hei, apa Ran memang harus datang kesini seminggu tiga kali? Itu hanya lelucon kan?" tanya Shinichi lagi.
"Anak itu selalu punya alasan atas tindakan dan ucapannya. Kurasa dia ingin menikmati hari-harinya yang tenang sebagai Ai." Yusaku masuk dapur dan duduk di seberang Shinichi.
"Hmm…"Shinichi bergumam tak jelas.
"Aku ingin tanya sesuatu padamu Shinichi." Suara Yukiko terdengar serius. Sepertinya acara masak sudah selesai karena Yukiko melepaskan celemeknya dan mencuci tangan, lalu duduk di samping suaminya.
"Apa kau mencintai Ai-chan?"
Uhukk! BRUUSSHH!
Shinichi yang sedang minum langsung terbatuk, tersedak dan menyemburkan minuman dimulutnya seketika.
"Bi-bicara apa sih?" Shinichi terlihat merona dan salah tingkah tidak karuan.
"Habis, wajahmu terlihat senang saat kau bercanda dengan Ai-chan." Yukiko terlihat seperti menganalisis. 'Bercanda? Yang benar berbagi ejekan dan sindiran.' Batin Shinichi. "Mukamu juga sering merona kalau melihat atau membicarakannya. Terus kau suka memandanginya lama-lama sambil senyum-senyum, terus kau lebih protektif pada Ai dibanding dengan Ran."
"Wajar kalau aku protektif, dia kan adikku sekarang."
"Lalu yang lainnya? Kurasa kau juga sering salah tingkah di dekatnya?" Yukiko menyelidik.
"Ta-tapi aku sudah punya Ran." Shinichi menjawab tergagap dengan wajah merah.
"Apa kau sudah pernah menembaknya? Itu bukan jaminan kau tidak jatuh cinta pada yang lain. Ah, aku yakin sekarang." Kata Yukiko sembari beranjak dari dapur.
"Oi, oi! Apa maksudnya?" Shinichi bingung sendiri. Jauh dilubuk hatinya, ia sudah lama menyadari sesuatu.
"Tadaimaa…!" Suara kecil nan halus menyapa dari arah pintu depan.
"Okaeri…." Jawab yang di dalam. Termasuk Yusaku yang ternyata sibuk dengan sebuah buku roman misteri karya Stephanie Meyer. Pantas, sejak tadi tak menyahut apapun.
Ai masuk ruangan dapur dengan sikap manis.
"Okaeri, Ai Kudo. Namamu lucu sekali sekarang." Mata Shinichi menyorot jahil. Ai memiringkan kepalanya, membuat Yusaku mengalihkan perhatian pada sosok Ai yang menggemaskan.
"Ran-neechan belum kesini?" Mata Ai menatap Shinichi tajam-tajam dengan pandangan menusuk, membuat Shinichi bergidik.
"Mungkin besok." Jawab Shinichi asal.
"Kenapa tidak kau yang kesana? Atau paling tidak mengajaknya pergi?" Entah kenapa, Ai merasa dia harus mencoba sesuatu untuk membuktikan teori yang didapatnya.
"Hei-hei. Sopan sedikit pada kakakmu!" balas Shinichi.
"Hmm… sebagai hukumannya, lamar Ran-neechan besok." Ai mengangsurkan sebuah kotak berselimut beludru berwarna merah, menaruhnya di meja tepat di depan Shinichi. "Aku tau banyak tentang permata, Ran-neechan pasti senang kok." Kata Ai sambil tersenyum manis. Tapi di mata Shinichi tampak seperti seringaian iblis yang membuat Shinichi merasa perutnya tertikam pedang samurai. Buku Yusaku terjatuh tanpa pemiliknya sadar, karena Yusaka ternganga hingga rahangnya jatuh. Yukiko sampai menggigit lidahnya sendiri sekaligus tersandung hingga keningnya terantuk pintu.
"Kalau tidak, aku bisa lho memasukkan serbuk APTX 4869 yang sudah ku sempurnakan sampai peminumnya merasa tersayat luar dalam dan bersifat permanent, tak bisa kembali dan tidak tumbuh, ke dalam minumanmu diam-diam sampai Tou-san tidak bisa mencegahnya." Kata –baca :ancam- Ai dengan nada manis yang membuat semua orang merinding.
"A-Ai-chan…" Yukiko yang biasanya cerewet pun speechless.
"Kaa-san, Shinichi-niichan jahat, deh. Masa tidak mengabulkan permohonan adiknya sendiri…" Ai berlari kearah Yukiko dengan mata berkaca-kaca yang membuat Yusaku dan Yukiko menghela nafas dan Shinichi mendengus.
"Apa Ai-chan yakin? Ai-chan serius?" Tanya Yukiko.
"Ya, habis dulu Ai ingin sekali lihat Akemi-neechan dan Suichi-niichan bertunangan. Tapi Vermouth membunuh mereka. Sekarang aku ingin lihat Shinichi-niichan dan Ran-neechan tunangan. Apa tidak boleh?" Wajah Ai terlihat sendu dengan air mata berderaian. Tangan kecilnya memegangi rok Yukiko ala balita minta permen.
"Sudah, sudah. Ai-chan jangan nangis." Yusaku menggendong Ai yang tubuhnya seringan anak lima tahun, sementara Yukiko berbalik pergi dengan tubuh gemetar. "Nanti Tou-san akan membujuk Nii-chanmu untuk melamar Ran-neechan besok."
Sepertinya hanya Shinichi yang ingat kalau Ai Ha- eh salah, maksudnya Ai Kudo yang tengah digendong Yusaku ke ruang tengah punya nama lain Shiho Miyano atau kode namanya Sherry. Itu pun karena Shinichi melihat seringaian jahil Ai.
.
"Ai, boleh Kaa-san masuk?" tanya Yukiko dengan lembut di depan pintu kamar Ai di lantai dua.
"Masuk saja Kaa-san. Tidak dikunci, kok." Jawab Ai dengan nada manis.
Yukiko pun membuka pintu dan masuk perlahan. Ai memilih warna baby blue yang lembut untuk warna dinding kamarnya. Dan warna indigo-lah yang dipilih untuk warna perabotannya, kecuali aksesori tempat tidur yang berwarna merah dengan aksen emas dan hitam. Tampak Ai sedang duduk di meja rias yang beralih fungsi sebagai meja belajar sekalipun tetap ada cermin.
"Ai-chan sedang membaca, ya?" tanya Yukiko lembut mendekati Ai. Sementara Ai masih terus menulis.
"Sedang mengerjakan PR…. Yang sebentar lagi…. Yak. Selesai." Ai memamerkan senyum manisnya. "Ada apa Kaa-san?" Ai memiringkan kepalanya.
"Kaa-san mau bicara sebentar. Boleh?" Yukiko duduk di atas tempat tidur Ai dan menepuk kasur di sebelahnya, memberi isyarat agar Ai duduk di sebelahnya. Ai menurut.
"Jadi, ada apa?" Tanya Ai setelah duduk di sisi Yukiko.
"Apa Ai-chan menyukai Shinichi?" Tanya Yukiko langsung, matanya menatap Ai tajam-tajam.
"Maksud Kaa-san apa? Tentu saja Ai suka. Kalau tidak, masa Ai benci dengan Nii-chan Ai sendiri?" Jawab Ai dengan wajah innocent sambil memiringkan kepalanya, menggemaskan.
"Maksud Kaa-san, apa Ai-chan mencintai Shinichi?" Yukiko kembali bertanya.
"Kaa-san. Shinichi adalah Nii-chan Ai. Ai sudah cukup senang dengan menjadi bagian dari keluarga Kudo. Memang ada yang aneh belakangan ini, tapi Ai pikir itu bukan masalah sama sekali." Jawab Ai lugas. Sejak menjadi bagian dari keluarga Kudo, Ai berusaha untuk tidak menyembunyikan perasaannya.
"Aneh seperti apa?" Yukiko tertarik.
"Misalnya…" Ai berfikir sebentar dan akhirnya memutuskan mencari jawaban dari Yukiko. "Misalnya, kenapa Ai bersikap tidak baik pada Ran-neechan. Padahal Ran-neechan sangat baik. Baru-baru ini saja Ai bisa mengendalikan diri. Terus entah kenapa selalu ada bagian dari diri Ai yang sakit jika dan sesak kalau melihat Shinichi-niichan dekat dengan Ran-neechan. Baik dalam wujud Conan maupun yang sekarang. Ah, tapi itu tidak ada hubungannya ya? Mungkin aku harus minta dokter Araide memeriksaku besok." Jawab Ai panjang lebar dengan nada dan wajah polos.
"Kau mencintai Shinichi, Ai. Semua tadi adalah perasaan cemburu." Jawab Yukiko lugas. Air mata Ai meleleh seketika.
" Ai tidak yakin. Dan kenapa Kaa-san berkata seperti itu?" tanya Ai dengan wajah kosong.
"Ai, Kaa-san hanya memastikan dan melakukan apa yang harus dilakukan. Kaa-san tau perasaanmu padanya, dan Kaa-san tau perasaan Shinichi padamu. Ran, dia biasa hidup bahagia. Dan kau terlalu banyak menderita. Kaa-san menyayangimu. Kaa-san ingin melihat kau bahagia." Jawab Yukiko. Tiba-tiba Ai tersenyum.
"Ai tau, Kaa-san sayang Ai. Tapi Kaa-san juga pasti tau, Ran-neechan biasa bahagia dan aku biasa menderita. Karena itu Ran-neechan sebenarnya rapuh, dia tidak akan bisa menderita sakit tiba-tiba. Orang yang terbiasa jatuh dan sakit, saat terjatuh tidak akan terasa kaget dan sakit lagi. Lagi pula, suami istri bisa bercerai. Tapi ibu dan anak tidak bisa bukan?" Tanya Ai lugas.
"Kau benar sayang. Maaf, ya." Yukiko menghapus air mata Ai dan memeluk gadis itu. "Boleh Kaa-san tanya?" tanya Yukiko sambil merenggangkan pelukan demi menatap mata Ai. Yang ditanya mengangguk.
"Sejak Conan kembali menjadi Shinichi, mengapa sikap Ai berubah, seolah ingin membuang sosok Shiho Miyano?" Tanya Yukiko. Ai kembali tersenyum.
"Kaa-san. Hidup Shiho Miyano dan Sherry itu gelap. Dan jahat. Karena itu, Ai bersyukur bisa menjadi Ai Kudo. Ai bukan mau membuang sosok Shiho. Tapi Ai ingin hidup sebagai Ai Kudo yang lebih terbuka pada perasaannya sendiri." Jawab Ai. Yukiko kembali memeluk putrinya.
"Ya, ya. Kaa-san tidak keberatan punya anak gadis berumur enam tahun atau enam belas tahun. Yang penting Ai putri kecil Kaa-san sekarang." Yukiko melepas pelukan dan mengacak sayang rambut Ai. Ai tertawa kecil.
"Ai sayang Kaa-san." Ai berkata dengan manis.
"Kaa-san juga sayang Ai. Sudah, Ai sekarang tidur ya. Sudah malam. Oyasumi."
Ai naik ketas ranjang, Yukiko menyelimutinya dan mengecup pelan keningnya. Lalu mematikan lampu, menutup pintu dan keluar.
"Maaf, Putri. Tapi aku harus melakukan semua ini." Yukiko berbisik lirih di depan pintu kamar Ai. Air matanya berderai berjatuhan saat ia menuruni tangga.
.Sementara di dalam kamar. Ai membuka mata dan bergumam sendiri dengan raut wajah dan sorot mata tak terbaca. "Begitukah? Wow."
Baik Yukiko maupun Ai, tak ada yang menyadari ada satu orang yang mendengarkan percakapan mereka, plus bisikan Yukiko dan gumaman kecil Ai. Sosok itu mematikan monitor pengintainya dan menekan satu tombol yang mengubah chip kamera pengintai yang menempel di baju Yukiko dan meja belajar Ai menjadi debu.
.
"Ai bangun. Sudah pagi." Yukiko menyingkap tirai di jendela kamar Ai. Ai membuka mata pelan-pelan.
"Bangun, sayang. Kita akan pergi hari ini. Kemarin lusa Kaa-san beli gaun untuk Ai. Ini, Ai suka?" tanya Yukiko harap-harap cemas. Ai menerima gaun dari tangan Yukiko, melihatnya sebentar dan mengangguk.
"Bagus sekali Kaa-san. Ai mandi dulu ya?" Ai bangkit dari ranjangnya.
"Cepat ya? dan gaunnya langsung dipakai." Pinta Yukiko sambil bergegas keluar. Ai bergegas mandi dan berdandan seperlunya.
Keluarga Kudo sudah berkumpul di ruang tamu. Juga Professor Agasa. Hanya Ai yang belum terlihat. Sesekali Shinichi melihat kearah kamar Ai di lantai dua. Sementara tiga orang dewasa lainnya hanya saling lirik melihat tingkah Shinichi. Tiba-tiba pintu kamar Ai terbuka dan sepasang kaki melangkah keluar. Semua orang terpana, lebih-lebih Shinichi.
Ai mengenakan gaun selutut putih yang manis. Lengannya hanya berupa sutra transparan selebar tiga jari dengan kristal kecil-kecil di tepinya. Bagian dadanya beraksen datar, dihiasi benang emas dan beberapa kristal sapphire. Bagian pinggangnya juga dihiasi pita bersulam benang emas berhias permata sapphire. Rambutnya yang sedikit memanjang melewati bahu diurai begitu saja dengan hiasan sepasang jepit rambut berwarna perak. Wajahnya semakin manis dengan senyuman ringan yang belakangan ini sering muncul.
Ai menuruni tangga dengan gaya anggun seorang Lady. Shinichi tak berkedip sampai seruan "Ayo berangkat sekarang!" Yukiko mengejutkan mereka. Mereka pun berangkat. Professor Agasa mengendarai VW kesayangannya dengan detektif cilik yang ternyata ikut. Yusaku menyetir dan di sebelahnya Yukiko. Otomatis Ai dan Shinichi duduk berdua di belakang.
Rasanya sangat tidak nyaman bagi Ai. Tapi Shinichi tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya. Wajahnya begitu cerah dengan mata berbinar. Atau boleh dibilang mata yang melirik Ai tiap tiga menit sekali. Sementara Ai harus susah payah menahan debaran dadanya. Merasa apapun yang dirasakannya ini belum pasti, Ai memilih memasang kembali wajah datar menjurus dingin yang lama tidak di gunakannya. Diam menjadi senjata terampuh Ai saat ini.
Diam-diam Yukiko dan Yusaku saling pandang dan menghela nafas berat.
.
"Kaa-san, untuk apa kita ke sini?" Tanya Ai heran begitu mereka sampai di depan sebuah gereja setelah empat jam perjalanan.
"Lupa kalau Dokter Araide dan Akako menikah hari ini?" Jawab Yukiko.
"La-lalu kadonya bagaimana?" Ai panik.
"Lupa juga kalau kau sudah belanja dua hari yang lalu dengan Kaa-san dan Ran? Kenapa aku punya adik sepikun ini, sih?" keluh Shinichi sambil turun dari mobil disambut pelototan Ai.
Ai baru hendak membuka pintu mobil saat Shinichi lebih dulu membukakan pintu untuknya.
"Silahkan, Tuan Putri." Shinichi mencoba melucu dengan mengulurkan tangan.
"Terima kasih." Jawab Ai dengan nada manis, meletakkan tangannya menyambut Shinichi dengan gaya anggun. Namun setelah ia keluar dari mobil dan berdiri ia menambahkan kata-katanya. "Tuan Pengawal." Lalu melepas tangan Shinichi dan menyambut tangan Yukiko, bergandengan memasuki gereja. Shinichi melongo.
Keluarga Kudo menempati kursi paling depan. Dan entah kenapa bisa begitu, Ai diapit oleh Shinichi dan Kaito. Ai hanya bisa menghela nafas menyadari kemalangannya duduk di antara cowok-cowok tampan idola sekolah yang arogan plus jahil.
"Aku tau apa yang kau rencanakan." Bisik Kaito di telinga Ai. Ai melirik sekilas dan tersenyum tipis.
"Aku juga tau rahasiamu, jadi tutup rahasiaku." Ai balas berbisik. Mata Kaito membelalak seketika namun Ai sudah mengalihkan pandangan ke depan. Jadilah Kaito menoleh memandangi wajah Ai seperti orang bodoh. Shinichi melihat adegan bisik-bisik tetangga itu dan memanas. Dengan kesal dia memegangi tangan Ai dengan posesif. Ai menahan nafas agar tidak meledak. Lalu tersenyum manis dengan mata penuh deathglare gratisan dan menoleh ke arah Shinichi.
"Nii-chan sayang, bisa lepaskan tanganku?" tanya Ai semanis madu. Tapi Shinichi langsung bergidik merinding ngeri dan cepat-cepat melepaskan tangan adiknya. Ai hanya mendengus kesal. Tapi kemudian saat upacara dimulai dia pindah ke bangku kosong di sebelah Kaito. Dan saat gadis kecil itu menoleh ke sisi satunya, dia terkejut mendapati satu wajah sendu yang dikenalnya, Saguru Hakuba.
"Lama tak melihatmu, Ai." Sapa Saguru.
"Kau kuat sekali, Hakuba." Balas Ai sambil tersenyum tipis.
"Di banding orang menyuruh orang yang dicintainya melamar gadis lain, aku lebih pintar." Balas Saguru dengan satu seringai jahil.
"Kau mau bilang penemu APTX-4869 sekaligus penawarnya ini bodoh, ya?" tantang Ai. Saat menyadari Saguru tak membalas dan malah mengacungkan kamera ke arah altar, Ai buru-buru mengalihkan pandangannya ke arah yang sama. Namun sebelum ia sempat melihat apa-apa, satu tangan kokoh menutupi matanya dan membawa Ai ke pelukannya sambil berbisik, "Kau belum cukup umur, Tuan Putri." Itu suara jahil Kaito.
Saat upacara pernikahan selesai, Ai dan seluruh tamu pun meninggalkan tempat itu menuju hotel yang telah disiapkan untuk acara resepsi. Pesta itu berlangsung dengan meriah. Beberapa orang tengah menikmati hidangan yang sudah disediakan, beberapa lagi tengah mengobrol dengan mempelai, dan ada juga yang tengah menonton konser musik.
"Kaa-san, aku main dulu ya?" kata Ai pada Yukiko.
"Baiklah, tapi jangan jauh-jauh ya?" pinta Yukiko.
"Okay." Jawab Ai sambil melesat pergi.
.
Ai berkeliling sendirian, mengamati sekitar. "Hmmm… selama semuanya masih mudah, aku harus cepat bergerak. First Mission, Start!" Gumam Ai pelan. Gadis itu mulai menghilangkan hawa kehadirannya. Ini dipelajarinya dari Eisuke. Ah, entah kemana anak ceroboh satu itu. Semoga dia tidak nekat menembak Ran. Hmm, kalau tidak salah dia sudah ke Amerika, kan? Fiuh, kalau dia benar-benar menjadi agen CIA seperti kakak dan ayahnya, berharap saja dia tidak langsung kehilangan nyawa di tugas pertamanya. Ups, kok jadi mikirin Eisuke?
Ai memiringan kepalanya dengan heran. "Nakamori dan Hakuba? Hebat! Eh, kalau Nakamori dengan Hakuba, kemana si pesulap kacangan itu ya?" Gumam Ai. Di satu sudut, ia melihat Yukiko, Yusaku, Kogoro, Eri, lalu ada seorang lagi yang sepertinya mirip errr… Kaito Kuroba? "Siapa tuh?" Ai mengerutkan keningnya. Disudut lain, tampak Shinichi dan Ran tampak bercakap-cakap dengan manis. Eh, manis? Apa yang mereka bicarakan? Kasus lagi kah? Nyeri kembali menyambangi dada Ai. Ugh! Tidak, sedikit lagi….
"Ai-chan tidak apa-apa?" tanya seseorang dari arah belakang. Ai berbalik, rupanya dia kehilangan pengendalian dirinya hingga hawa kehadirannya muncul lagi.
"Aku baik-baik saja Tsuburaya-san." Ai tersenyum singkat.
"A-ano… A-Ai-chan…" Pipi Mitsuhiko tampak memerah. Seperti akan mengatakan sesuatu tapi sulit. Ai hanya menaikkan Alis dan menatap datar menjurus tajam cenderung mengintimidasi -?-.
"Mau berdansa denganku? Acara dansa sudah dimulai." Muka Mitsuhiko merah padam saat mengulurkan tangan. Ai menahan tawa. Dia sengaja memasang wajah datar untuk beberapa saat, berniat menguji. Setelah dirasa cukup. Ai memasang senyum manis dan menyambut uluran tangan itu. "Boleh." Dan Mitsuhiko tersenyum senang nyaris melompat kegirangan.
.
"Senangnya bisa dansa sama Ai-chan. Ini dansa pertamaku lho." Mitsuhiko terlihat riang dan…errr…bahagia?
"Sayangnya ini bukan dansa pertamaku, Tsuburaya-san." Jawab Ai dengan nada sopan.
"Tidak masalah." Sahut Mitsuhiko.
"Tsuburaya-san, ada yang ingin kubicarakan. Ini serius." Kata Ai dengan nada serius dan tenang.
"Ya?" Mereka masih terus bergerak dilantai dansa, dimana ada juga beberapa anak seumuran mereka.
"Pernah tidak Tsuburaya-san merasa janggal dengan aku dan Conan?" tanya Ai.
"Errr… pernah sih, bisa dibilang sering. Terutama kalau sedang ada kasus. Pengetahuan Conan itu sangat banyak. Menurutku melebihi anak SD biasa. Dan Ai-chan, sering mengucapkan kata-kata yang dalam artinya. Cara pikir dan sikap kalian berbeda dari aku, Ayumi dan Genta. Kadang-kadang kalian seperti berasal dari zaman lain, kalian kadang agak tertutup seperti mempunyai dunia sendiri. Dunia yang tidak akan terjangkau oleh tangan kami. Ah, maaf aku jadi bicara melantur seperti ini." Mitsuhiko berkata panjang lebar.
"Tak apa." Jawab Ai. "Tsuburaya-san tahu kan, kalau kami berdua hanya anak titipan? Sewaktu-waktu kami bisa dijemput orang tua kami. Seperti Conan yang sudah dijemput. Begitu juga aku. yah, meskipun aku agak bingung juga, dimana orangtuaku berada saat ini."
"Lalu? Apa Ai akan pergi juga dalam waktu dekat ini?"
"Aku tidak yakin. Dan, Tsuburaya-san. Ini terakhir kali aku mengizinkanmu untuk memanggil nama depanku dengan suffix –chan. Tolong jangan salah mengartikan sikapku. Saat aku pergi, jaga Kojima dan Yoshida baik-baik." Ai kembali memasang wajah dingin, lalu melepaskan genggaman Mitsuhiko dan berlalu meninggalkannya.
.
Shinichi bingung setengah mati. Apa sih sebenarnya yang diinginkan Ai alias Sherry alias Shiho itu? Sampai kapanpun rasanya dia takkan sadar jika dia sedang dipermainkan makhluk ababil yang kini bermarga Kudo juga itu. Korban keisengan istilahnya. Tapi lama-lama Ai merasa dirinya sedikit keterlaluan.
"Okay, segitu juga cukup. Biar kuperingan sedikit, toh sama saja."gumam Ai sambil memasang seringai.
"Yakin, Tuan Putri?" sahut Kaito yang entah kenapa tiba-tiba ada di belakang Ai.
"Oh, di situ kau rupanya." Shinichi berbalik menghadap Ai, Ran melangkah kesampingnya.
"Ai-chan, cantik sekali." Sapa Ran. Ai hanya memasang senyum manis yang entah kenapa terasa hambar sekarang.
"Ano, Ran. Kutinggal sebentar ya, aku punya urusan sepele dengan anak kecil ini." Shinichi menekankan kata 'sepele' dan 'anak kecil'. Kaito menyeringai 'kena kau' pada Ai yang hanya masih tersenyum, namun kini dengan mata kosong.
Shinichi membawa Ai ke sudut ruangan.
"Hentikan. Aku sudah tau semuanya." Kata Shinichi dengan dingin. Ai terperanjat terkejut, namun segera ditutupinya dengan baik.
"Oh ya, Tuan detektif?" Ai mengangkat alis dengan santai.
"Ck, kau menyukaiku kan? Dan kau menyuruhku semakin dekat dengan Ran untuk mengetahui itu benar atau tidak. Benar kan?" Shinichi mengguncang bahu Ai dengan kasar. Perlahan, Ai melepaskan tangan Shinichi dari bahunya dengan sorot mata misterius dan dingin, seperti kembali menjadi Sherry.
"Wah, aku terkesan kau mengetahuinya Tuan Detektif. Sayangnya itu hipotesa awalku yang kunyatakan hasilnya negatif sejak kau menyeretku tadi. Dan hipotesa kedua ini, akan membuat siapapun lebih memilih hipotesa pertama lah yang benar. Jadi, Tuan-Detektif-Sok-Hebat-dari-Timur-yang-Arogan-dan-Sombongnya-Tak-Tertolong, bisakah kau membantuku untuk membuktikan baghwa hipotesa kedua ini salah dan semua bisa kembali ke hipotesa pertama yang lebih ringan dan membawa korban yang sangat jauh lebih sedikit... dengan menembak Ran sekarang juga?" Ai melipat tangan di dada. Tanpa menoleh ia melanjutkan kata-katanya, "dan Kuroba-san, bisakah kau berhenti menguping? Toh ini hanya ucapan sepele dari anak kecil yang sama sepelenya."
Kaito yang menyamar menjadi kakek-kakek di belakang Shinichi terkejut, ia seperti mendapati kilat lain di mata Ai.
"Hei, kau pikir itu mudah? Baiklah, semua orang tau Ran menyukaiku dan aku juga tau itu. Tapi apa itu menyelesaikan masalah? Dan apakah itu tidak membahayakan Ran? Kau tau kan kalau aku punya banyak musuh karena pekerjaanku?" Shinichi mendesis tajam.
"Bukankah dengan memastikan Ran adalah milikmu, jadi kau bisa melindunginya dengan lebih pasti? Dan orang-orang disekitarmu pasti melindunginya juga. Siapa yang bodoh hah?" Balas Ai dengan sinis.
"Lalu bagaimana dengan perasaanku? Bagaimana jika aku menyukai orang lain? Kau misalnya?!" Tanya Shinichi dengan lugas. Kaito yang sudah memakai pakaian normalnya lagi sampai tersedak dan menyemburkan minumannya ke arah seorang tante-tante gemuk yang sepertinya cerewet tak tertolong.
"Jangan. Pernah. Berpikir. Seperti. Itu." Desis Ai tajam. Matanya menyiratkan kemarahan. "Kau kakakku, Shinichi Kudo. Jadi harap jangan kacaukan apa yang kuimpikan sejak lama."
Ai merasa dadanya bergetar kuat hingga terasa sakit. Tapi tak dipedulikannya lagi. Ia segera melangkah mendekati Ran yang sedang minum.
"Ran-neechan, Ran-neechan." panggilnya sambil menarik-narik selendang biru yang dikenakan Ran.
"Eh, Ai-chan, ada apa?" tanya Ran sambil membungkuk, menyejajarkan wajahnya dengan wajah Ai.
"Boleh titip sesuatu? Tapi ini rahasia." Kata Ai pelan sambil menoleh ke kanan kiri dengan gayanya yang menggemaskan.
"Iya, tentu saja. Ai-chan mau nitip apa?" Ran balas berbisik dengan senyum geli.
"Ini. Tapi tidak boleh ada yang tau lho, ya? Terutama Nii-chan." Balas Ai dengan dengan raut wajah serius yang imut. Ran mengangguk sambil menahan senyum geli. Ai mengeluarkan sesuatu dari kantong gaunnya. Sebuah kotak beludru berhias pita hitam yang manis. Ran terperanjat seketika. Wajahnya memucat. Perubahan itu tentu tak luput dari pengamatan Ai, namun dengan suatu alasan, ia memilih pura-pura tak tau dan tak peduli. Ia menggenggamkan kotak itu ketangan Ran.
"Sini, Nee-chan. Ai bisikin." Kata Ai dengan isyarat tangan menyuruh Ran mendekatkan telinganya. Ran menurut dan Ai berbisik di telinga Ran. "Jaga kotak ini. Tunggu sampai Pangeran berkuda putih memerlukannya."
Suara kecil Ai bagaikan petir di siang terik bagi Ran. Jauh di kedalaman ingatannya, ada kata-kata serupa yang bergema.
"Jaga kotak ini. Tunggu sampai Putri Yang Hilang memerlukannya."
Bahkan Ran tak mendengarkan suara Ai yang berseru "Jaa, Ran-neechan." Ia hanya terpaku memandangi kotak kecil yang digenggamnya erat-erat. Ran tak merasakan apa-apa saat Shinichi menariknya ketengah para tamu yang sedang berdansa, dan menyuruh semua orang menghentikan aktivitas. Otak Ran tak memproses apa-apa saat Shinichi berlutut di hadapannya. Ran hanya mendengar suara Shinichi sayup-sayup.
"Ran,... cinta...mau... pacar...?" hanya itu yang sayup-sayup tertangkap telinga Ran. Namun gadis itu sangat tau apa yang dimaksud Shinichi, dan lebih dari tau jika saat-saat seperti ini akan tiba. Dengan otak yang masih mengembara dan air mata mengalir, Ran menjawab.
"Ya, Shinichi. Ya." Jawabnya dengan volume suara normal dan bibirnya membentuk senyuman. Namun seluruh tubuhnya mati rasa dan ia bahkan tak merasa apapun saat Shinichi menciumnya. Tepat dibibir. Ciuman pertama mereka.
Dan di sudut ruangan, Ai merasa harus berpegangan pada sesuatu agar ia tidak jatuh karena tubuhnya gemetar hebat. Jantungnya berdentam-dentam dan darahnya terasa berdesir kuat. Beberapa kalimat bergema di dalam kepalanya berulang-ulang.
"Alert, alert! Overload data. Data khusus tak bisa dibaca. Alert! Data yang dicari telah diterima dalam jumlah besar. Diperlukan memori lebih. Alert! Telah ditemukan memori kapasitas besar namun dalam posisi terkunci! Silahkan input password untuk membuka dan menggunakannya. Alert, Alert!"
Ai mulai limbung, sekujur tubuhnya seperti tersengat listrik jutaan watt. Tepat saat kesadarannya menghilang, Kaito menangkap tubuhnya dengan sigap. Pesta yang kacau semakin kacau saat Ran melihat Ai dibawa keluar oleh Kaito dan langsung terkulai dipelukan Shinichi.
TBC