Love In Sunset Café: Sunset Legend

.

Naruto created by Masashi Kishimoto

Love In Sunset Café created by Yamanaka Chika

Romance & Friendship

.

**CHAPTER 5 UPDATE!**


.

Warning: Gaje, typo(s), alur kecepetan, multichapter, update lelet, dll.

Pair: ItaIno, SaiIno, ItaHana

Summary: Akhirnya event Imlek dimulai! Saat Sai yang mulai paham akan perasaan Itachi pada Ino, dapatkah Itachi mendekat pada gadis bermata aqua itu sebentar saja sementara ada Sai yang mulai protektif pada Ino?

Minna~! Jumpa lagi dengan Chika si author newbie(?)! Pertama, Gomen ne! Chika apdetnya lelet banget-nget-nget, Hontou ni gomenasai! DX (reader: Iya-iya!)

Chika juga sangat berterima kasih buat para reviewer yang udah ngasih semangat dan saran, sekaligus silent-reader*kalo ada* di chap 4! Arigatou Gozaimashita!

Nah, Chika juga mau minta maaf kalo menurut reader-tachi alurnya terlalu cepat, Gomen ne! Karena itu akan Chika usahakan untuk lebih baik lagi...*ojigi* Dan maaf juga kalo menurut reader-tachi fic ini feel-nya kurang, diksinya kurang, ada typo, deskripsinya kurang, OOC, ide pasaran, gaje, atau konfliknya terlalu dangkal, sekali lagi Hontou ni Gomenasai...

Berhubung Chika itu newbie yg masih belum terlalu tau tentang EyD, diksi yang baik, dan lainnya... Karena itu, buat Senpai-tachi atau Reader-tachi yang punya saran dan kritik, segeralah review! PM juga boleh! XD

Ne, Daripada Chika makin nge-bacot ngga jelas disini, mending kalian baca aja deh! Pada penasaran kan? Douzo!

ENJOY!

**HAPPY READING MINNA!**

.

.

.


Chapter 5: Canggung?

.

.

.

Yamanaka's House

23 January 2012

Ino's Room

05.56

"Ermm..."Terdengar suara erangan dari sosok di balik selimut berwarna ungu yang tampak bergerak tak nyaman. Membuat selimut yang menutupi tubuhnya makin berantakan.

Sosok gadis berambut pirang yang mengenakan piyama berwarna peach dengan motif buah strawberry itu berguling kesana-kemari mencari posisi yang nyaman.

Kelopak mata gadis berambut pirang itu masih terpejam, pemiliknya pun belum berkeinginan untuk membuka matanya. Mungkin ia sedang bermimpi indah sampai ia enggan untuk memperlihatkan kedua bola matanya yang sewarna dengan lautan dangkal itu pada dunia.

Tetapi itu tidak bertahan lama, sampai terdengar suara nyaring dari jam waker yang terletak tak jauh dari tempat tidurnya.

KRIIIING... KRIIIING... KRIIIIIIIING...

Bunyi nyaring yang berasal dari dering jam waker milik gadis pirang ini tampak bereaksi, buktinya gadis berambut pirang itu makin menutupi kepalanya dengan bantal supaya suara dari jam waker itu tidak lagi mengganggu bunga tidurnya.

Namun, sekencang apa pun gadis itu menutupi kepalanya, tetap saja suara berisik dari jam waker itu tetap mengganggunya.

Tak menyerah, gadis itu kini memasukan kepalanya kedalam selimut guna mengurangi suara berisik itu. Kedua tangannya ia gunakan untuk menutupi telinganya.

Namun, tetap saja tidak berhasil karena letak jam waker itu berada tepat di sebelah kasur queen size-nya.

KRIIIIIIING... KRIIIIIING... KRIIIIIING...

Habis sudah kesabaran Ino -nama gadis itu-.

Tangannya yang masih lemas mencoba menggapai-gapai pinggir kasurnya, setelah tangannya terasa menyentuh benda yang dari tadi berdering itu, ia memaksa tangannya untuk menggenggam jam waker yang masih berdering dengan nyaring itu.

Dengan kekuatan yang cukup, ia segera melempar jam waker -tak berdosa- berwarna biru muda itu ke arah pintu kamarnya.

BRAAK!

Mata aquamarine-nya menatap sinis pada jam malang yang sudah tak berbentuk itu, matanya mendapati bahwa jam waker itu masih sedikit bergetar.

Tidak peduli, ia langsung menenggelamkan kepalanya dalam bantal yang cukup tebal, berusaha untuk tidur lagi dan mendapatkan mimpi indah yang lain. Kaki jenjangnya menendang-nendang selimut yang menutupi tubuhnya.

'Panas...' batinnya, Ino mengambil jepit rambut di meja di samping kasurnya. Kemudian ia menjepit poni panjang yang menutupi sebagian wajahnya keatas.

Saat menoleh kearah samping, gadis berambut pirang itu mendapati ponselnya yang bergetar. Alis Ino bertaut, bingung.

'SMS? Siapa? Pagi-pagi begini...?' batinnya heran.

Tak mau membiarkan batinnya penasaran lebih lama, gadis itu segera menyambar ponselnya dan mengecek adanya SMS atau tidak. Dan memang benar, ada pesan masuk dari rekan kerja paruh waktunya, Tenten.

.

From: Tenten-neechan

Yo, Ino-chan! Jangan lupa bangun pagi kita sudah harus buka kafe jam 9-an loh! :D Jangan lupa bawa seragam yang kemarin kubagikan ya! ;)

Jangan rusak jam wakermu~! XP

.

'O-ow... sial! Aku harus beli jam waker lagi!' batinnya.

Mata aquamarine gadis berambut pirang itu melirik ke arah pintu kamarnya-lebih tepatnya kearah dimana terdapat benda yang telah tak berbentuk lagi itu, lalu dengan sebal ia mengembuskan napasnya.

"Hh... Salahmu juga membangunkanku pagi-pagi begini! Tsk!"ucap Ino entah pada siapa.

Dengan langkah gontai Ino berusaha mempercepat langkah kakinya untuk mencapai kamar mandi.

**LOVE**

Uchiha Mansion

Itachi's Room.

06.10

Di sebuah ruangan luas dengan wallpaper bermotif garis-garis horizontal yang berbeda warna, terdapat sebuah kasur berukuran king-size, televisi berukuran 32'', rak buku, lemari, dan sebuah meja belajar. Semuanya berwarna klasik. Kamar tersebut bernuansa santai dan elegant.

Terlihat seorang pemuda berambut hitam panjang yang sedang duduk di sofa berwarna abu-abu yang berada di depan kasur king-size itu. Mata onyx pemuda itu menatap bosan ke arah layar televisi, sementara tangannya memegang remote untuk memindah-mindah stasiun televisi.

Namun, pemuda itu bukan bosan karena tidak adanya acara yang menarik yang ditayangkan, hanya di pikirannya ada satu pertanyaan yang sejak kemarin tidak bisa dijawab olehnya. Padahal otak pemuda ini tergolong jenius.

Sekali ia menemukan jawaban, otak jeniusnya pasti langsung menolak jawaban –yang menurutnya– tidak logis itu.

'Kenapa aku merasa sangat kesal kemarin?'

'... Cemburu?'

'Kheh! Tidak mungkin! Ino hanya teman sejak kecil yang sudah kuanggap adik, tidak lebih. Dan mana mungkin aku begitu ... 'kan?'

Batinnya saling bertanya-jawab, masih berusaha mendapat jawaban yang pasti dan logis. Namun setelah beberapa lama, hanya satu jawaban tidak logis yang sudah berkali-kali ditolak olehnya.

DRRRT... DRRRT...

"Hn?" gumam Itachi–nama pemuda itu– heran mendapati ponselnya bergetar-getar di atas meja.

Dengan segera, pemuda bermata onyx itu mengambil ponsel silver-nya itu. Setelah membukanya, ia mendapati ada pesan yang masuk.

"Ino...?"

.

From: Ino

Itachi-nii! Jemput aku sekarang! Aku mau mengambil kostum baronsai yang akan Sai-kun dan kau kenakan!

Bhuh! Aku tidak sabar melihat kenistaanmu nanti!

Jangan lama ya! :)

.

"Tsk...!" desis Itachi sedikit kesal melihat nama Sai disebut-sebut.

'Segampang itukah seorang Uchiha diperintah?' batinnya.

Yah, mau bagaimana lagi? Gadis bersurai pirang itu telah menjadi putri kecil bagi Itachi. Sejak usia mereka masih dini, Itachi selalu memanjakan Ino.

Lagipula baginya tidak mungkin untuk mengatakan "Tidak" pada permintaan *baca: perintah* Ino. Pasti jika ia menolak, ujung-ujungnya gadis bermata aqua itu selalu membandingkannya dengan Sai.

"Hh... Itachi-nii beda sekali dengan Sai-kun... Sai-kun itu selalu bla-bla-bla..."

Entah mengapa pemuda bermata onyx ini selalu merasa kesal jika Ino berkata begitu. Dan mungkin karena itulah keinginan *baca:perintah*Ino selalu saja ia kabulkan.

Tidak ingin ratu kecilnya menunggu lebih lama, Itachi segera mengambil kunci mobilnya dan keluar dari kamar.


**LOVE**

"Ah! Dimana sih seragamnya? Duh, masa gak ada! Gimana nih?"

Terlihat seorang gadis berambut pirang panjang yang tampak sangat panik sambil mengobrak-abrik lemari bajunya yang cukup besar.

"Uuh... Dimana sih? Rasanya aku taruh di lemari," gerutu Ino sambil mengingat-ingat. "... Rasanya kemarin itu... Oh ya! Masih di tasku!" Dengan cepat, ia mengambil tasnya dan mengeluarkan isi tas itu.

"Ini dia!" seru gadis berambut pirang itu senang kala mata aquamarine-nya mendapati sebuah pakaian yang masih terlipat rapi. "Oke, berarti tinggal tunggu Itachi-nii datang!" gumamnya dengan semangat.

Ia segera membawa tasnya dan kembali memastikan bahwa tidak ada yang tertinggal, setelah dikiranya ia telah membawa semua yang dibutuhkan, gadis bermata aquamarine itu kembali melangkahkan kaki jenjangnya untuk keluar dari kamar.

TEP

Kedua kaki Ino berhenti tepat di depan meja rias di kamarnya. Arah pandangannya terpaku pada kaca di meja riasnya. Kedua mata aqua Ino tidak henti-hentinya memerhatikan pantulan dirinya di kaca.

Rambut pirangnya tergerai panjang mencapai pinggangnya dengan bandana yang sewarna dengan warna bunga favorite-nya, mawar ungu.

Tubuh rampingnya dibalut dengan blousse berwarna lavender dan rok lima cm di atas lutut yang sewarna dengan warna bandana yang ia kenakan, dan dengan tambahan aksesoris berupa kalung dan gelang yang senada, Ino tampak sangat manis sekaligus anggun.

Belum lagi dengan make-up yang tidak terlalu tebal yang membuat penampilannya lebih alami.

'Kenapa...—'

"Ino-chan, un! Itachi sudah menunggumu di bawah, un!" suara Deidara yang kencang itu menginterupsi lamunan Ino.

"Hai! C-Chotto matte!"

Dengan cepat, Ino segera membuka pintu kamarnya dan berlari menuruni tangga ke bawah.

**LOVE**

"Hah... Hah... Hah,"

Terdengar napas seorang gadis tersengal-sengal, terlihat sedikit keringat di pelipis keningnya yang putih. Rambut pirangnya yang tergerau panjang itu terlihat sedikit berantakan akibat aksi larinya barusan. Kedua tangannya bertumpu di lutut, mencari pegangan.

"Un? Ngapain kau lari-lari, Ino-chan, un?" tanya seorang pemuda yang seperti pantulan dirinya itu sambil menyerahkan segelas air sirup dengan es kepada gadis berambut pirang itu.

Merasa kelelahan, gadis bernama Ino itu segera mengambil gelas berisi cairan berwarna orange yang ditawarkan oleh kakaknya dan meminum setengah dari isi gelas itu.

"Nee, Itachi-nii ... A-Ayo... berangkat," ajak Ino kepada seorang pemuda berambut hitam yang sedang duduk di sofa.

Pemuda bernama Itachi itu masih memandangi Ino yang masih sedikit terengah-engah dengan heran. Dari pucuk rambut pirang Ino sampai ujung kaki Ino yang sudah memakai high heels 5 cm berwarna ungu. Dan dari ujung kaki Ino sampai pucuk rambut pirang Ino.

Terus begitu sampai membuat Ino membalas tatapan Itachi dengan pandangan yang tak jauh berbeda.

"Oi? Itachi-nii! Ayo cepat, kalau tidak, kita bisa terlambat!" ucap gadis itu setelah napasnya normal kembali.

"Hn?" gumam Itachi yang belum juga tersadar dari lamunannya.

"Hn-hn-hn! Ayo berangkat!" balas Ino tak kalah kencang dari yang sebelumnya. Tampaknya gadis bermata aqua ini mulai kesal dengan kepolosan(?) pemuda berambut hitam di depannya.

"Iya..." jawab Itachi sambil berdiri.

"Ah, lama! Ayo cepat!" Ino yang sudah kesal langsung menarik tangan Itachi dan berlari keluar.

"Ittekimasu!" teriak Ino.

"Itterashai, un!" balas Deidara dengan teriakan yang tak kalah kencang.

.

**LOVE**


.

.

.

Hening.

Itulah suasana yang ada di dalam mobil mewah ini. Dengan seorang gadis berambut pirang yang terus memandangi ponselnya di kursi penumpang di depan dan seorang pemuda berambut hitam di kursi kemudi yang sedang serius memandangi jalan.

Tidak ada seorang dari dua orang ini yang mau membuka pembicaraan, keduanya hanya diam. Mereka tampak sibuk dengan pikiran dan kegiatan masing-masing.

Jujur, suasana ini membuat gadis berambut pirang itu merasa sangat tidak nyaman, mengingat ia merupakan seorang pembuat onar yang tidak tahan dengan keheningan.

Namun ia juga tidak bisa membuka membuka mulutnya hanya untuk membicarakan hal sepele guna mencairkan suasana.

Canggung? Tidak, malah gadis ini sudah sangat akrab dengan pemuda di sampingnya.

Malu? Tidak, ia bukan tipe orang yang seperti itu.

Sibuk? Heh, gadis ini malah merasa jengah dengan hanya memandangi ponsel kesayangannya itu.

Ia hanya ... tidak punya bahan yang ingin dibicarakan, dan tak ingin berbicara dengan pemuda di sampingnya, –untuk sementara.

Merasa benar-benar bosan dengan ponselnya, Ino melirik kearah jam tangannya yang berwarna ungu.

'Jam tujuh? Haah... Masih pagi ya...?' batinnya sambil menghela napas, sedikit menyesal karena ia berangkat sedikit terlalu awal.

"Ehm... I-Itachi-nii, seingatku butik tempat aku meminjam kostum itu akan buka sekitar jam 9, jadi..." ucap gadis berambut pirang itu sedikit gugup. Ia membiarkan kalimatnya menggantung, tidak berniat untuk melanjutkannya. Rangkaian kata yang sudah ia siapkan barusan tidak ingin keluar juga. Ia kehabisan kata-kata.

"Hn... Ya sudah kalau begitu, bagaimana kalau ke kafemu dulu?" tanya Itachi tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan.

"B-Boleh..." jawab Ino dengan pelafalan yang kurang lancar–sedikit terbata. Entah mengapa ia merasa lidahnya mendadak kelu saat akan menjawab pertanyaan Itachi.

'AGGH! Kenapa aku jadi begini!' batinnya sedikit mengamuk.

Kalau bisa, ingin sekali ia menjambak rambut panjangnya sekarang atau berteriak sekeras mungkin karena tingkahnya sekarang yang sangat-sangat tidak melambangkan seorang Yamanaka Ino yang ceria, pembuat onar, cerewet, childish.

Sekarang ia malah bertingkah seperti anak pemalu, pendiam–seperti rekan kerja paruh waktunya, Hyuuga Hinata.

Dan dengan sangat terpaksa gadis berambut pirang ini harus menahan pelampiasan emosinya tersebut. Mengapa? Oh, tentu saja karena tepat di sebelahnya terdapat seorang pemuda tampan yang akan menganggapnya sinting–walaupun mereka sudah sangat dekat.

Dan–oh! Barukah ia mengatakan pemuda di sampingnya ini tampan?

BLUSH...

Seketika, kedua pipinya merona, warna merah bak tomat matang itu terlihat jelas di pipinya. Kepalanya kembali menunduk lebih dalam, membuat rambutnya hampir menutupi seluruh wajahnya.

Itachi yang sejak tadi serius memandangi jalan mau tak mau mengalihkan pandangannya pada gadis berambut pirang di sebelahnya itu. Walaupun sekilas, namun ia yakin bahwa matanya melihat pipi gadis di sebelahnya ini merona, bahkan begitu jelas.

Itachi sedikit mengernyitkan alisnya, bingung. Tingkah gadis ini sangat ... berbeda dari yang biasanya, berubah 180 derajat. Dari periang, jadi pemalu, dari cerewet, jadi pendiam, dari childish, jadi de err... Itachi kurang yakin pada bagian akhir itu.

Terbukti, pemuda bermata onyx itu sangat yakin bahwa ia mendengar Ino berbicara dengan pelafalan yang sedikit terbata–dan itu sangat bukan Ino yang ia kenal. Ino yang ia kenal, yah, seperti yang tadi ia sebutkan. Dan Ino yang ia kenal tidak akan merona karena alasan yang kurang jelas-menurutnya-.

Itachi kembali memandangi jalan dengan serius. Namun, tidak dengan pikirannya. Pikirannya mengingat-ingat ke masa lampau saat ia melihat kedua pipi putih Ino itu merona. Ino pasti merona saat, ada sesuatu yang memalukan, saat ia merasa malu, saat ia menangis, saat ia ketakutan, atau saat Itachi menjahilinya.

Dan karena itulah Itachi kembali berpikir, Apa yang membuat gadis bermata aqua itu merona hebat kali ini?

Sebuah bangunan sederhana yang berada tepat berada di bibir pantai itu menyadarkan lamunan Itachi. Di dekat bangunan yang menyerupai sebuah rumah itu terdapat papan besar.

'Welcome to Sunset Café!'

"Sudah sampai," ucap Itachi berniat menyadarkan gadis yang terlihat masih menundukan kepalanya itu.

"Ah! H-Hai!" Ino menjawab dengan tiba-tiba.

'Ah, dia terbata lagi...' batin Itachi bertambah heran dengan tingkah laku gadis yang sudah ia anggap adik itu. Itachi menghela napas panjang dan segera keluar dari mobil, begitu juga dengan Ino.

Hawa dingin dari hembusan angin masih dapat membuat gadis berambut pirang itu sedikit menggigil, meskipun ia memakai blousse yang terbuat dari wol, tetap saja ia masih dapat merasakan dinginnya angin pagi.

"INOOO!"

"Hoi! Pig!"

"Ino-chan!"

Terdengar suara teriakan dari arah bangunan itu. Yang merasa dipanggil pun menoleh, mata aquamarine-nya mendapati tiga orang gadis yang memiliki warna rambut berbeda. Cokelat, soft pink, dan indigo. Bibir tipisnya menyunggingkan senyum lebar.

"Ohayou, Tenten-nee, Hinata-chan, Forehead!" balasnya dengan suara yang tak kalah kencang.

Dan suara teriakannya itu sontak membuat pemuda berambut hitam yang tadi satu mobil dengannya menoleh, bingung. Jauh lebih bingung dari yang sebelumnya.

'Heh?' batin Itachi heran. Tadi, saat bersamanya, gadis berambut pirang itu diam, dan hanya diam. Sekarang, ia malah sapa-menyapa dengan temannya, dengan suara yang tidak bisa dibilang pelan?

Itachi hanya berjalan dengan tenang memasuki kafe langganannya itu. Ia tidak ingin terlalu memikirkannya, mungkin lebih baik sedikit menenangkan diri untuk event yang akan dimulai beberapa jam lagi.

"A-Ano ne... I-Itachi-nii, Ino-chan ... K-kalian berdua sudah sarapan?" tanya Hinata.

"Wah, kebetulan! Aku belum sempat sarapan, Hinata-chan! Kau masak apa?" jawab Ino sekaligus bertanya.

"Um ... Tadi aku baru membuat strawberry cheesecake –ah! T-Tapi apa tidak apa-apa jika sarapan kue manis sepagi ini...?"

"Eh? Aku sih tidak apa-apa, tapi ... Untuk Itachi-nii...–"

"Aku sudah sarapan tadi, teh saja." Itachi langsung memotong perkataan Ino.

"Hai, permisi dulu Ino-chan,"

"Aah, tidak perlu seformal itu Hinata-chan, lagipula aku bukan pelanggan," balas Ino sambil mengibaskan tangannya.

Sedikit menghela napas, Ino menolehkan kepalanya ke sebelah kirinya. Mata aqua-nya dapat melihat kearah luar jendela, memang mentari telah terbit sejak ia berangkat tadi. Namun, hawa dingin pagi yang lembab menyebabkan adanya kabut tipis di sekitar pantai.

Karena merasa ia tak akan menemukan sesuatu yang menarik dengan pemandangan di luar jendela, Ino mengalihkan pandangannya ke arah kanan. Dan ia mendapati seorang pemuda berambut hitam sedang memainkan ponselnya yang berwarna silver.

"Itachi-nii..." gumam Ino pelan–nyaris berbisik.

"Ino-chan!"

DEG

Seperti perampok yang ketahuan mencuri, bahu Ino berguncang. Terkejut? Sangat. Suara dingin namun hangat yang memanggilnya dengan ramah itu seperti memergokinya yang sedang memandangi Itachi. Wajahnya merona, sama seperti yang terjadi di mobil tadi.

"H-Hai...–" Ino menoleh, mata aquamarine-nya sedikit terbelalak. "... Sai-kun?" sambungnya heran.

"Ohayou, Ino-chan..." sapa Sai dengan senyum hangat. Ia memandangi sekeliling Ino dengan senyuman. Namun, seketika ekspresinya berubah ketika iris onyx-nya mendapati pemandangan yang langsung membuat mood-nya berubah.

Seorang pemuda berambut hitam panjang yang diikat terlihat sedang duduk santai sambil memainkan ponselnya, siapa lagi jika bukan si Uchiha sulung, Itachi.

Entah mengapa Sai langsung kehilangan mood-nya kini. Yang pasti, ia memiliki alasan untuk membenci Uchiha yang satu ini.

'Tak akan kubiarkan Ino jatuh ke tanganmu, Uchiha,' batinnya bertekad. Matanya melempar deathglare pada Itachi yang masih memainkan ponselnya itu.

Itachi yang merasa ditatap dengan tajam pun menoleh. Dan didapatinya seorang pemuda yang ia ketahui sebagai kekasih teman kecilnya itu sedang menatapinya dengan tatapan benci.

Tak mau kalah, Itachi pun dengan senang hati membalas tatapan Sai dengan deathglare khas Uchiha. Karena memang sejak awal Itachi sudah tidak menyukai pemuda bermarga Shimura itu.

"Ne, Sai-kun, kau mau teh?" pertanyaan polos yang keluar dari mulut Ino secara tidak langsung telah menginterupsi perang adu deathglare itu.

"Hai, Arigatou, Ino-chan..." balas Sai kembali dengan senyuman hangatnya.

Sementara Ino hanya membalasnya dengan senyum tipis dan segera beranjak menuju dapur. Sebenarnya gadis ini sudah memperhatikan kegiatan Itachi dan Sai barusan. dan sekarang ia bingung, ada apa dengan mereka? Batinnya bertanya-tanya.

Karena tidak ingin terlalu ambil pusing, Ino langsung memasuki dapur tanpa menanyakan apa pun. Dan mencoba untuk tidak memikirkan apa pun.

Dua pasang onyx yang sejak tadi memandangi kepergian Ino dari belakang, kini langsung saling bertatapan kembali, saling melempar deathglare –lagi.

Dan hal ini pun tidak luput dari pandangan Sakura dan Tenten yang sejak tadi mengintip dari ruangan staff. Sakura sedikit mengernyitkan alisnya, bingung. Reaksinya tidak berbeda jauh dengan Ino. Sementara Tenten, ia hanya dapat tersenyum mendapati pemandangan itu.

'Hoho, sepertinya kau diperebutkan dua pangeran, ne, Ino-chan?' batinnya bangga sekaligus iri.

Sakura yang mendapati ekspesi aneh dari Tenten hanya memasang raut muka bingung. Mata emerald-nya seakan bertanya, ada apa? Gadis bercepol dua yang dipandangi begitu pun langsung membisikan sesuatu pada gadis berambut soft pink yang lebih muda darinya itu. Sementara Sakura hanya dapat membelalakan kedua bola matanya kala mendengar penjelasan dari Tenten.

"H-Hontou ni...?" tanya Sakura sambil berbisik.

"Tentu saja! Tebakanku tak pernah meleset, dan tidak akan pernah meleset!" jawab Tenten yakin.

"Sou ka? Tidak kusangka,"

.

**LOVE**


.

.

Di sebuah ruangan yang di cat dengan warna putih gading, terdapat dua orang gadis yang sedang duduk berhadapan. Gadis berambut indigo itu tampak sedang kebingungan meilhat temannya, si gadis berambut pirang yang tidak juga menyantap cheesecake yang tersaji di hadapannya.

"Ino-chan, kenapa tidak dimakan?" tanya Hinata-nama gadis berambut indigo itu- sedikit sedih. "C-Cake-nya t-tidak enak ya...?"

Ino yang mendengar nada sedih dari Hinata langsung tersadar dari lamunannya.

"I-Iie! Bukan seperti itu, tadi ...–err... Aku hanya melamun ... Ya! Hanya melamun saja kok, hehe," balas Ino dengan senyum lebar, berusaha menghibur Hinata.

Namun, sepertinya Hinata kurang yakin dengan ucapan Ino barusan—ia ragu bahwa gadis itu 'hanya' melamun saja.

Ia merasa ada yang janggal dengan gadis yang lebih tua beberapa bulan darinya itu, walaupun gadis berambut pirang itu berusaha menutupinya, Hinata tetap dapat merasakan ada yang berbeda dari Ino yang biasanya.

"Ng ... Ino-chan, k-kalau kau punya masalah, kau b-bisa...—"

"Oishii! Uwaah! Aku tak tau kau bisa masak sebaik ini, Hinata-chan!" ucap Ino tanpa sengaja memotong perkataan Hinata dengan nada riang.

Merasa Ino tidak ingin membahas tentang masalah-masalah pribadi, Hinata hanya dapat tersenyum manis dengan rona tipis di kedua pipi chubby-nya –akibat dari pujian Ino.

"Emm~... Hinata-chan! Kapan-kapan kau harus mengajariku untuk memasak, ne?"

Ya, seperti inilah Ino yang Hinata kenal. Ceria dan manis–walaupun sedikit cerewet. Hinata tak dapat menahan diri untuk tidak tersenyum. Ino yang melihat hal tersebut pun memasang senyum lebar, yang lama-lama mengundang tawa dari dua gadis manis itu.

"Nee, cuaca yang baik untuk awal dari hari yang baik, huh?" ucap Ino.

"Semoga event hari ini berjalan lancar..."

**LOVE**


.

.

.

"Jam setengah sembilan ... Huuft, masih sekitar setengah jam lagi," gumam seorang gadis bermata aquamarine sembari memandangi jam arlojinya dengan gusar.

'Ngapain ya...?' batinnya bosan.

Kini suasana tempat itu sudah berbeda, yang awalnya sepi, sekarang seluruh staff kafe telah hadir. Kafe pun sudah bersih, rapi, dan dihias dengan spesial untuk event yang akan diadakan pada hari itu. Nuansa kafe di dominasi dengan warna merah dan kuning–warna khas Cina. Beberapa hiasan-hiasan khas Imlek pun telah di pajang di berbagai sudut ruangan.

Kafe telah siap untuk dibuka, hanya masalahnya ...–kostum untuk baronsai yang akan menjadi pertunjukan spesial belum juga diambil, dikarenakan butik baju yang buka terlalu siang(?).

Krieeet...

Suara decitan pintu membuat Ino menoleh ke arah pintu dapur. Manik aquamarine-nya mendapati seorang gadis berambut pink sedang memberikannya sinyal untuk segera masuk ke dapur. Penasaran, Ino segera berdiri dari tempat duduknya, menaruh ponsel ungunya di atas meja, dan segera beranjak ke dapur.

Ino membuka pintu dapur dengan pelan, ia sedikit memasukan kepalanya untuk megintip apa yang sedang dilakukan oleh rekan kerjanya tersebut. Namun, salah satu rekan kerjanya yang memiliki rambut cokelat telah melihatnya.

"Ah, Ino-chan! Kau mau membantu kami mencuci piring?" tanya gadis yang lebih tua dari Ino, Tenten.

"Ung... Tentu," jawab Ino sedikit ragu.

"Nah, kalau begitu ... Tolong pindahkan piring-piring yang sudah dicuci ini ke rak di sebelah sana, dan jangan lupa! Hati-hati saat membawa piring, kalau satu piring saja pecah, bos kita bisa marah!" jelas Tenten panjang lebar.

"Hai ... Tentu aku sudah tau itu, Tenten-nee!"

"Yah, betul sekali! Bos kita yang satu itu terkadang bahkan lebih cerewet dari ibuku! Sebenarnya aku juga meragukan gender-nya sih..." Tenten dengan sengaja membuat candaan sehingga Ino, Hinata, dan Sakura tidak dapat menahan tawa.

"Nah! Begitu dong! Event kali ini harus berjalan lancar, karena itu kalian juga harus semangat, Oke?"

"Hai!"

.

.

**LOVE**

.

.

.

Pemuda berambut hitam panjang tampak sedang melirik sekelilingnya dengan tatapan datar dan bosan. Sudah lebih dari satu jam ia berada di tempat itu. Dan itu adalah waktu yang sangat panjang jika dilalui hanya dengan duduk, membantu memasang hiasan, dan duduk lagi.

Cangkir teh di hadapannya kini telah kosong setelah diisi untuk kedua kalinya, bahkan di samping cangkir kosong tersebut terdapat piring kecil yang sudah kosong.

Namun rasa bosan pemuda ini belum hilang juga. Sekarang ia mencoba untuk memainkan ponselnya untuk menghilangkan kebosanannya.

Hasilnya? Nihil. Pemuda bermarga Uchiha itu sudah menyerah karena tidak ada benda yang dapat menghilangkan bosannya.

Di tempat itu memang terdapat televisi ynag cukup besar, namun ketika ia mencoba untuk menyalakan benda elektronik tersebut, yang ada ia malah dihadiahi deathglare gratis dari seorang pemuda bermarga Hyuuga yang notabene adalah bos Sunset Café. Dan yang lebih menyebalkan lagi, ia malah diceramahi oleh pemuda yang lebih muda darinya itu dengan semboyan "Hemat Listrik".

DRRRRRT ... DRRRRRRT...

"Hn?"

Itachi menoleh ke arah meja di sampingnya. Terdapat sebuah ponsel berwarna ungu yang bergetar-getar di atas meja. Merasa sudah tidak asing lagi dengan ponsel tersebut, Itachi segera menyambar benda kecil itu dan menekan tombol hijau.

"Moshi-moshi?" Terdengar suara wanita dari seberang.

"Moshi-moshi," balas Itachi sekenanya.

"Eh? Ano ... Bisa saya berbicara dengan Yamanaka Ino-san?"

"Maaf, ini dengan siapa?"

"Ah, saya Hotaru dari butik tempat Yamanaka-san memesan kostum,"

"Oh, chotto matte kudasai,"

Setelah percakapan singkat tersebut, Itachi segera berjalan menuju dapur di mana tadi ia terakhir melihat Ino.

Greeeek...

Onyx-nya dapat melihat empat pasang mata dengan warna berbeda sedang menatap heran ke arahnya, dan ia hanya mengacuhkannya. Pemuda berambut hitam tersebut berjalan menuju gadis berambut pirang yang masih menatapnya dengan tatapan bingung. Dan sekali lagi, Itachi hanya mengacuhkannya.

"Ada telepon," ucap Itachi singkat.

"Eh? Dari siapa?" tanya Ino sambil melepas celemek yang tadi ia kenakan.

"Hotaru-san dari butik tempat kau meminjam kostum,"

"O-oh, iya sebentar..." Ino dengan sedikit terburu-buru meletakan celemeknya di atas meja. "Arigatou,"

"Hn..." Itachi memberikan ponsel ungu tersebut pada sang empunya. Ia sudah akan membalikan tubuhnya dan beranjak keluar dari dapur ketika ia mendengar—

"Ehem,"

—seseorang berdehem cukup kencang.

Sontak, Itachi kembali membalikan tubuhnya, kini mengarah pada seorang gadis berambut cokelat yang di cepol dua. Matanya menatap gadis itu dengan tajam. Seperti gadis berambut cokelat itu telah mengganggu ketenangannya. Dan tentu, seorang Uchiha tak akan semudah itu memaafkan seseorang.

"Hn?"

Tenten yang dihadiahi deathglare khas Uchiha atas perbuatannya tadi terkejut, sekaligus takut.

"I-Iie ... E-eto ... A-aku hanya ... batuk—ya! Aku hanya batuk," jawab Tenten dengan keringat dingin di keningnya.

"Hn."

BLAM...

"T-Tenten-nee? Daijoubu ka?" tanya Sakura spontan saat melihat Tenten yang memutih(?). Jujur, pada saat Tenten di-deathglare tadi, ia juga merasakan aura mencekam yang sama. Memang, Uchiha itu sangat mengerikan.

"Haaaah... Astaga! Tidak kukira ternyata menggoda seorang Uchiha akan sangat berbahaya!" ucap Tenten sambil menghela napas panjang.

"Yah, kau sudah puas?" Sakura kembali bertanya.

"Tentu saja ... Belum! Aku tidak akan pernah puas sampai melihat Uchiha itu merona! Hoho!"

Sementara Sakura dan Hinata hanya dapat ber-sweatdropped ria ketika mendengar tawa jahat Tenten. Tak ingin menghabiskan waktu lebih banyak, Hinata dan Sakura kembali ke pekerjaan masing-masing.

"Oi, Forehead, bisa tidak kau gantikan aku sebentar? Aku harus mengambil kostumnya sekarang," pinta Ino.

"Hee? Hh... Ya sudahlah, cepat ambil kostumnya ya! Sebentar lagi kita akan buka, loh!" Dengan terpaksa, Sakura hanya dapat menerima pintaan Ino.

"Yosh! Forehead memang yang terbaik! Ittekimasu, minna!"

"Itterashai!"

.

.

.

.

.

.

Tsuzuku/Bersambung/To Be Continued


A/N:

Minna-san! Gimana? Gimana? Penasaran? Penasaran 'kan? #plak!

Sekali lagi, Chika minta maaf kalo chapter ini kurang memuaskan,*ojigi*

Berhubung mulai besok Chika mulai liburan kenaikan kelas, Chika harap Chika bisa nglanjutin fic ini secepatnya... :3 Kebetulan, chapter ini juga buat merayakan keberhasilan Chika meraih peringkat ke-6 di kelas! Padahal semester sebelumnya Chika gk dapet sepuluh besar loh! *bangga* #ditimpuk reader-tachi

Dan jujur, Chika pribadi kurang puas sama chapter ini, menurut Chika sih kurang panjang, karena di bagian ending-nya ada yang Chika potong, dan dimasukin buat chapter 6...

Udah deh, Chika udah capek ngetik nih... tadi ngetik super ngebut sih... =,=

Jangan lupa review! Karena review reader-tachi bisa meningkatkan semangat dan kualitas buat fic ini! Sekali lagi, buat reader-tachi yang punya saran, kritik, dan kripik sekali pun(?) harap segera review!

Yosh! Semangat Ino-cent! XDD

REVIEW PLEASE!

Sign,

Yamanaka Chika

June 23th 2012