KP: Hai, pembaca~. Sorry lagi2 aku bikin fic baru lagi. Fic singkat ini cuma terdiri dari 3 chapter koq. Tapi chap 3nya belum ku-upload karna emang belum jadi.
Oiya, fic ini kupersembahkan khusus buat temenku, Mie Goreng. Heheh. Sorry, kuharap u nggak marah karna aku masih aja ngasih julukan manis ini ke u. ^^ (*suka ngasih julukan*)
Judulnya ngambil dari doujin KHR, D18. Tapi doujin itu bahasa jepang (aku ga ngerti), n diliat dari gbrnya lebih mirip kayaq cerita SnowWhite ketimbang Cinderella. Isinya juga singkat, sekitar 3 or 4 halaman doang. (asal download yg ada pair 18/hibari kyouya-nya*sweatdrop*)
Chap 1 ini cuma berisi Kyuubi nyeritain kisah Cinderella ke anak kecil, yg isinya rada doi-'simpangkan'. ItaKyuu yang sebenernya mulai dari chap 2.
Desclaimer: Naruto punya Kishimoto Masashi, not me
Warning:
- Shonen ai
- Buat para pecinta cerita original Cinderella, dilarang keras ngebaca fic ini
- Out of Character BGT!
.
.
Chap 1: The truth of Cinderella
"Pada zaman dahulu kala… di suatu negeri nun jauh di sana… hiduplah sebuah keluarga bahagia yang terdiri dari sepasang suami istri n seorang anak cewek. Sang suami yang merupakan seorang ayah yang baik hati itu adalah pemilik tiga buah tambang emas yang sukses di negerinya. Kekayaannya hampir menyaingi kerajaan. Dia bersama keluarganya hidup makmur, bahagia, n serba berkecukupan. Yaah~… kayaq tipe-tipe keluarga perfect gitu deh. Bokapnya ganteng, nyokapnya cantik, n anaknya super cantik. Mereka baik hati ama semua pembokatnya juga tetangga, disukai binatang, trus banyak duit, pula. Tipikal keluarga Gary-stu n Mary-sue. Sempurna, lah."
"Heee?" lima orang anak kecil tersenyum ngebayanginnya sambil duduk manis di hadapan cowok 17 tahunan yang lagi cerita tsb. Lebih tepatnya dibilang duduk manis di depan batang pohon mangga. Karena pemuda tadi lagi duduk di salah satu dahan di atas sana.
"Hingga suatu hari… kebahagiaan tersebut mulai berangsur hilang…"
"Eeeh? Kenapa?"
Cowok di atas sana ngebetulin posisi duduknya sejenak, menopangkan sebelah kakinya ke kaki satunya. "Hal itu dimulai dengan sakitnya sang nyokap, euh~, sang 'ibunda'. Hingga menyebabkan wanita cantik itu meninggal. Saat itu kejadian, usia putri mereka baru sekitar 5 tahun."
"Oooh, sayang banget… Kasian…" Para anak kecil seusia 7 sampe 9 tahunan yang terdiri dari tiga orang cowok n dua orang cewek itu saling tukar pandang, prihatin. Sedangkan cowok yang di atas cuma senyum sambil nyanderin ujung siku kirinya ke batang pohon di sebelah, yang ujung kepalannya jadi sandaran pipi.
"Kehidupan sempurna tadi pun jadi berkurang dengan meninggalnya sang istri. Putri tunggalnya berusaha buat terus ngehibur ayahnya supaya nggak sedih mulu. Keterpurukan pria itu lumayan terobati dengan adanya anak cewek sebaik dia…"
Lima anak kecil di bawah kembali pasang wajah senang, nggak muram kayaq tadi lagi.
"Dua ayah-anak itu pun kembali melanjutkan kehidupan ala keluarga bahagianya. Walau sebenernya keluarga bahagia itu nggak sebahagia dulu. Selain itu, si ayah juga makin sibuk ama kerjaannya. So nggak gitu punya banyak waktu buat menemani putrinya. N setelah dua tahun berlalu, sang ayah lama-lama merasa kesepian juga…"
"Lho? Kenapa?"
"Bukannya masih ada putrinya?"
"He-eh. Koq kesepian, sih?"
"Hey, kuntet." Pemuda di atas pohon sana garuk-garuk kepala, ngehela nafas. "'Kesepian' yang gue maksud di sini tuh bukannya kesepian dalam artian nggak rame. Yang namanya pria dewasa itu ya… punya beberapa faktor yang ngebikin dia musti punya pendamping hidup, alias istri."
"Faktor apa?"
"Hey, tunggu. 'Faktor' itu apa sih?"
Inilah yang ngebikin gue nggak suka anak kecil. Bego, sih…, Gerutu pemuda tadi. "Ack, forget it." Doi mijit dahi, berdecak. "Gini… " Dia nyari alasan lain. "Si ayah ngerasa kasian ama putrinya yang masih kecil tapi udah nggak punya ibu. Mangkanya beliau mau nikah lagi dengan niat ngasih ibu baru buat anak ceweknya itu…"
Para anak kecil tadi pun ber-O panjang, manggut-manggut.
"Papanya baik, ya?"
"Iya. Gimana pun juga masih mikirin anaknya."
"Iya juga sih kasian kalo nggak punya Mama."
"Heheh. Di dunia ini ada juga suatu situasi di mana lebih baik nggak punya nyokap sekalian ketimbang punya nyokap tiri…" ucap sang pendongeng, nyengir. Tapi suaranya barusan nggak terlalu keras, so anak-anak itu nggak denger jelas.
"Eh? Abang bilang apa?"
"Oh, nothing." Dia angkat bahu, lalu kembali cerita. "Kemudian pada suatu hari… sang ayah yang telah bepergian selama sebulan, akhirnya pulang… dengan membawa ibu baru. Tapi ternyata ibu baru itu nggak sendiri. Dia juga punya anak. Dua anak cewek yang lebih tua sekitar 2 n 3 tahun dari anaknya pria Gary-stu tadi…"
"Oooh…?"
"Putri tunggalnya sih setuju-setuju aja punya keluarga baru. Akhirnya pesta pernikahan pun diadakan. N mereka hidup normal kayaq keluarga pada umumnya. Yaa~, seumum-umumnya keluarga Gary-stu gitu deh…"
"Umm…" Seorang anak cowok yang duduk bersila di rerumputan bawah sana angkat tangan. "Bang, dari tadi… Gary-stu itu apa sih?" tanyanya, nggak tau. Temen-temennya juga pasang tampang nggak ngerti. Yang diliatin balas ngeliat mereka yang sama-sama terdiam.
Tujuh detik.
"Hhh… itu artinya karakter cowok yang sempurna. Maksudnya sempurna tuh ya cowok jenius, tajir alias kaya. Terus ganteng, baik hati, dsj. Yang sejenis ama si ayah tadi itu, lah… . N yang biasanya jadi dambaan para cewek. N versi cewek dari Gary-stu adalah Mary-sue. Understand?" jelasnya, boring. Bikin anak-anak tadi kembali ber-O panjang, ngerti.
"Yak, kita kembali ke kisah tadi." Angin siang mulai bertiup, sepoi-sepoi. Langit yang tadinya panas sekarang mulai berubah teduh. "Sekitar enam bulan kemudian, tiba-tiba si ayah yang Gary-stu tadi kecelakaan dalam kereta kudanya. Keretanya masuk jurang. Badannya pun kebawa arus sungai yang deras. Terus, teruus, n teruuus sampe akhirnya ke laut." Katanya, seraya ngegerakkin tangan bagai mengisyaratkan arus. "Nggak ada yang berhasil nemuin badannya sampe sekarang. So, kalo elo semua terutama yang cewek-cewek, nih… pengen ketemu ama Gary-stu, ke laut aja sana. Kalo beruntung loe semua bakal nemuin dia… walau kemungkinan besar udah jadi mayat. Heheh…"
Dua anak cewek tsb jadi rada takut n duduk sembunyi di belakang tiga orang temen cowoknya.
"La-lalu… gimana ama anak ceweknya yang ditinggalin…?" seorang anak cowok memberanikan diri buat kembali ke jalan yang benar, alias kembali ke topik utama. Pemuda yang ditanya angkat alis. Dia lalu tersenyum n nyanderin bahu kirinya ke batang pohon. Kaki kanannya ditekuk n dinaikkan ke sisi dahan yang doi dudukin.
"Tentu aja putrinya itu sedih. Hampir tiap hari sejak kematian ayahnya, dia terus nangis. Sementara sang ibu tiri n dua putrinya malah bersenang-senang ngehambur-hamburin harta warisan, yang sebenernya cukup buat tujuh turunan itu sampe ludes nyaris nggak bersisa hanya dalam waktu tiga tahun."
"Eeeeh?"
"Tambang-tambang emas yang ada udah pada habis dijual-alihkan ke pengusaha lain. Yang tersisa cuma tinggal rumah besar tempat mereka tinggal, beberapa hewan ternak, n sejumlah uang yang saat itu kira-kira cuma cukup buat kehidupan mereka sehari-hari, tanpa ada jatah buat foya-foya lagi. Bahkan buat ngongkosin pelayan pun mereka udah nggak mampu lagi. Karna itulah mereka nyuruh putrinya si Gary- stu buat jadi pelayan. N mereka menjuluki putri itu dengan sebutan Cinderella, yang artinya cewek berdebu. Debu karna kotor, maksudnya. Tau kan kalo 'cinder' itu artinya semacam abu sisa arang?"
"Tega banget, sih?"
"Ibu n kakak-kakak tirinya jahat, ya?"
"Iya, tuh!"
"Ibu tiri n kedua kakak tirinya ngejadiin putri tsb pelayan di rumahnya sendiri selama kurang lebih 7 tahun. Dia dikasih kamar terjelek, baju terjelek, apa-apa yang jelek-jelek, lah. Disuruh ini itu tanpa gaji, etc. Hingga Cinderella berusia 17 tahun." Lanjut cowok yang juga berusia 17 tahun tsb, cuek. "Nah, di ulang tahunnya yang ke 17 itu, tiba-tiba datang seorang utusan kerajaan yang memberikan surat undangan pesta dansa di istana."
"Uwaah? Pesta dansa?" dua anak cewek di situ keliatan berbinar-binar. Pemuda tadi tersenyum, sebelum lanjut. "Yeah, pesta dansa yang mewah banget lho, nona-nona kecil. Soalnya di undangan yang disebarkan memberitahukan bahwa di acara pesta itu… sang pangeran bakal sekalian nyari calon buat jadi pasangan hidupnya nanti."
"Waaah? Kalo gitu sama Cinderella aja pangerannya!" ucap kedua gadis kecil tsb, hampir bersamaan. Tiga cowok lainnya saling pandang sebelum akhirnya mengangguk setuju.
Si pemuda tertawa singkat. "Sayang banget. Meski tuh undangan tertulis mengundang seluruh penghuni rumah, termasuk para pelayan yang ada… Cinderella nggak diperbolehkan ikut datang ke sana ama sang ibu tiri. Dia dilarang."
"Eh? Koq gitu sih?"
"Stuuupid~. Ya jelas karna si ibu tiri nggak mau kehilangan satu-satunya pelayan di rumah, dong. Meski kemungkinannya cuma 1 dibanding ratusan orang, tetep aja ada kesempatan kalo Cinderella bakal dipilih sang pangeran buat jadi istrinya nggak nol persen, kan? Please, deh."
"Umm…"
"Begitu ibu n kakak-kakak tirinya berangkat ke pesta di istana pada malam harinya… Cinderella pergi ke kebun belakang, n menatap semarak pesta tsb dari kejauhan. Istananya gede banget, meski jaraknya jauh dari rumahnya dia… tetep aja keliatan. Sayangnya dia nggak bisa ikutan."
"Aaaah… kasian."
"Terus… tiba-tiba ada cahaya yang bersinar dari sebuah patung taman tepat di sebelah Cinderella berdiri. Cinderella yang kaget langsung mundur. Beberapa detik kemudian, patung wanita nggak bergerak itu pun menjelma jadi seorang wanita hidup. Sayapnya biru transparan, kayaq sayap burung. Seluruh badannya biru muda, gaun tipis yang dikenakannya juga biru tua. Mata n rambutnya juga biru sampe ke alis-alisnya. Meski keliatan nggak normal kayaq manusia lain, wanita yang tadinya patung itu nggak keliatan nakutin. Malah cantik banget."
"Heeee?"
"Soalnya dia seorang peri."
"Wow! Ternyata peri!" Anak-anak itu bersorak antusias.
Sang pendongeng nyengir. "Peri biru itu selalu merhatiin keadaan rumah keluarga Gary-stu yang makin kacau sejak penghuni lamanya berkurang. Dia juga tau kalo Cinderella selalu disuruh-suruh dengan nggak adilnya oleh ibu n kakak-kakak tirinya. Cinderella selalu menderita. Karna itulah sang Peri berniat buat ngebahagiain tuh cewek dengan mengabulkan satu permintaannya."
"Oh! Aku tau! Cinderellanya pasti pengen pergi ke pesta itu, kan?" tebak seorang anak cowok sambil angkat tangan.
"Bup-buuu~. Salaaah~…" ledek si pendongeng.
"Lho? Koq salah?" anak cewek di belakangnya protes. "Mamaku dulu juga pernah cerita soal Cinderella. Katanya, Cinderellanya juga pengen ke pesta. Karna itu Sang Peri ngasih dia gaun indah dan kereta berkuda yang disihir dari labu buat ke istana."
Pemuda yang di atas pohon tadi lalu melompat turun n mendarat di hadapan mereka. "Aaah, gue tau versi itu…" Doi ngejongkok n miringin kepalanya buat ngeliat gadis cilik yang duduk di belakang anak cowok di hadapannya. "Ceritanya habis itu… Cinderella pergi ke istana, tapi pas tepat jam dua belas malam dia sudah musti pulang karna sihir Sang Peri bakal hilang, kan?"
Anak cewek tsb manggut-manggut, diem. Anak-anak lain ngeliatin dia n cowok 17 tahun di hadapan mereka, gantian.
"Terus saat Cinderella bergegas lari pulang… salah satu sepatu kacanya lepas. Sang Pangeran memungutnya n bertekad buat mencarinya dengan pasang pengumuman 'barang siapa gadis yang kakinya pas dengan sepatu kaca tersebut, bakal dijadikan istri oleh Pangeran'. Tentu aja semua gadis di negeri itu kepengen semua. Tapi, anehnya dari ratusan cewek yang nyoba, tetep aja nggak ada yang pas. Ya eyalah… itu kan sepatu sihir made by Blue Fairy? So, Peri Biru itu yang iseng ngenyihir sepatunya supaya nggak ada yang bisa pas dipake siapa pun kecuali Cinderella."
"Jadi? Pas Cinderellanya nyoba… sepatu itu pas dipakai, ya? Trus? Apa dia jadi nikah ama Pangeran?" tanya anak kecil lain yang baru denger cerita soal Cinderella.
Pemuda tsb mengangguk. "Gitu deh. Akhirnya dia tinggal di istana bersama Pangeran n hidup bahagia selamanya. Happy ending."
"Uwaaaah~!" Mereka bertepuk tangan, senang.
"Eits. Tunggu dulu."Cowok 17 tahun tadi angkat tangan, nenangin mereka. "Tau nggak sih kalo Cinderella itu sebenernya diangkat dari kisah nyata?"
"Eh? Masa sih?"
"Yeah. Itu bukan dongeng, tapi legenda. Bahkan asalnya dari negeri kita ini."
"Yang benar?" Anak-anak itu keliatan terbelalak, semua. Kaget.
"Tapi… kalo Cinderella dulunya bener-bener ada di negeri ini… kenapa aku nggak pernah dengar soal itu dari Nenekku?" tanya seorang anak cowok di depan kiri sang pemuda, ragu.
"Heh, Kuntet. Tentu aja lu nggak pernah denger. Karna cerita Cinderella yang sebenernya itu nggak seindah yang kedengarannya. Apalagi karna tuh kisah asalnya dari negeri kita ini. Buat ngehindari investigasi dari pihak-pihak tertentu… mangkanya kenyataannya selalu ditutup-tutupi."
"Investi… um inve ato apa itu… apa artinya?"
"Ck. Tanya aja bokap loe di rumah nanti." Pemuda tadi kembali beralih ke cewek yang duduk di belakang anak cowok di depannya. Dia tersenyum. "Kebohongan indah itu emang sengaja disebarkan, karna kalo kenyataan soal Cinderella sampe kedengaran ama orang-orang… terutama ama anak kecil kayaq kalian semua… bisa gawat."
"Ga-gawat kenapa, Bang?" tanya anak cewek tsb, penasaran. Dia jadi maju n duduk di sebelah temennya itu, nggak lagi di belakang. Yang dipanggil Abang tadi ngegeser dikit posisi jongkoknya hingga kali ini duduk bersila tepat di hadapan gadis cilik itu. "Ya gawat, dong. Soalnya kalo sampe tau rahasia kisah nyatanya… kalian bisa mimpi buruk, nona kecil…"
"Apa sih rahasianya? Kasih tau dong, Bang!" seru tiga anak cowok yang ada, penasaran. Anak cewek yang satunya pun ikutan mendekat. Akhirnya pemuda tadi sekarang jadi bener-bener dikelilingin ama mereka di depan n samping.
"Oke. Bakal gue ceritain rahasia nyatanya." Dia ngebetulin bentar posisi duduknya, agak condong ke depan. "Cerita awalnya emang sama persis. Tapi semuanya berbeda mulai dari bagian sang Peri Biru menanyakan soal apa yang diinginkan ama Cinderella…" nada suaranya berubah jadi lebih serius.
Lima anak di sekitarnya jadi ikutan serius, nelen ludah.
"Yang diinginkan ama Cinderella waktu itu sebenernya bukan ke istana, tapi… dia cuma menginginkan obat tidur."
"O-obat tidur?"
"Yup."
"Tapi kenapa? Kenapa dia nggak minta ikutan pesta ke istana?"
"Cinderella itu orangnya nggak suka pesta yang rame banget kayaq gitu. Dia sukanya ama yang lebih alami. Dia lebih suka 'berpesta' alias ngasih makan binatang-binatang yang ada di hutan dekat rumah. Karna itu juga dia jadi disukai ama mereka. Loe pikir kenapa para tetangganya nggak ada yang protes waktu ngeliat Cinderella pake baju compang camping kayaq pembokat di sekitar rumahnya sendiri? Juga waktu Cinderellanya pergi ke pasar buat beli kebutuhan sehari-hari dengan tampilan lusuh itu? Itu karna mereka sebenernya nggak ingat gimana tampang sang Cinderella."
"Hmm…?"
"Soalnya Cinderella jarang bersosialisasi. Beda ama ortunya. Waktu ortunya masih ada sih, dia emang sering diajak ke mana-mana. Tapi kalo ada kesempatan, dia selalu menghindari keramaian. Dia nggak banyak bicara. N waktu ibunya meninggal, ayahnya juga sibuk sampe hingga akhirnya ikutan meninggal juga…, nggak ada lagi deh yang ngajak dia jalan-jalan ke tengah kota. Akhirnya dia jadi lebih sering ngabisin waktunya di hutan ama temen-temen binatangnya. Or ngebersihin rumah n ngelakuin kerjaan pembantu lainnya."
"…"
"Dia yang dulunya hidup senang n tenang bagaikan tuan putri plus bebas bermain ama temen-temen binatangnya… tiba-tiba saat berusia 10 tahun semua itu sirna karna ibu tiri n kakak-kakak barunya yang jahat selalu bikin dia sibuk mulu, … wajar aja kalo Cinderellanya nggak tahan n marah, kan?"
"Ma-marah?"
"Yeah, marah." Pemuda tadi mengangguk lagi. "Tapi dia dari kecil orangnya pendiam n nggak pernah nampakin emosi marah. Dia dari dulu cuma dilatih senyum n tertawa ama ortunya. Selain itu… karna dulunya dia hidup di lingkungan sempurna n nggak ada masalah, nggak heran kalo selama itu juga nggak ada satu pun hal yang bikin dia marah. Yang ada selain senyum n tawa… palingan nangis. Itu pun hanya karna ortunya yang meninggal. Nggak pernah karna penyebab lain."
"Mmm…"
"Cinderella nggak bisa marah. Akhirnya selama 7 tahun dia cuma bisa menyimpannya dalam hati. Hingga pada hari itu, di mana sang Peri Biru datang n bilang bakal ngabulin keinginannya… "
"Tapi, koq dia mintanya obat tidur?"
"Heheh. Itu karna saat itu di rumahnya sama sekali nggak ada obat tidur. N dia juga nggak punya duit buat beli sendiri."
"Emangnya Cinderella susah tidur ya? Karna itu dianya minta obat tidur?"
Pemuda itu tertawa kecil. "Mana mungkin? Tiap hari dia dibikin capek ama ibu n kakak-kakak tirinya… udah pasti kondisi tubuhnya yang super capek itu justru bikin dia malah jadi cepat tidur, kan?" Dia menggeleng. "Obat itu bukan buat dia."
"Eh?"
"Setelah ngabulin permintaan Cinderella, peri itu pun kembali jadi patung."
"…"
"Sekitar dua hari kemudian… seperti biasa, Cinderella menyiapkan makan malam buat keluarga tirinya itu. Tapi anehnya malam itu yang hadir di meja makan cuma sang ibu tiri. Sudah sejam nungguin, kedua anak kandungnya itu nggak datang-datang juga. Padahal mereka nggak pernah sekali pun ngelewatin waktu makan bersama bertiga. Ibu tiri itu pun nyuruh Cinderella buat pergi n ngebawa dua anaknya tsb ke situ. Tapi, Cinderella malah bilang kalo keduanya udah ada di ruang makan tsb bersama dengan sang ibu."
"…"
"Padahal si ibu nggak ngeliat siapa-siapa di situ selain dirinya n Cinderella sendiri. Dia pun berpikiran kalo Cinderella udah gila. Dia lalu nyuruh cewek itu buat pergi dari ruang makan. Ibu itu pun mulai makan duluan. Dia berencana buat mendatangi kedua putrinya yang biasanya suka ada di kamar itu, setelah dianya selesai makan."
"Eh? Masa Cinderellanya tadi beneran gila?"
Pemuda itu cuma senyum menanggapi komentar barusan. Dia kembali lanjut. "Nggak lama setelah itu, si ibu tiri manggil Cinderella lagi. Dia yang tadinya lagi makan di dapur bareng ama kucing piaraannya pun bergegas ke ruang makan. Padahal makannya belum selesai."
"Ah, jahat. Sampe acara makannya pun digangguin."
"Hu-um."
"Ahahaha!" Pemuda tadi tertawa sejenak. "Ibu tiri manggil dia karna dia pengen Cinderella masak lagi. Soalnya hidangan yang ada di meja udah habis semua."
"Lho?"
"Soalnya nggak kayaq biasa, hidangan malam itu enak banget. Sang ibu tiri pengen Cinderella masakin masakan yang sama persis dengan itu buat kedua anaknya. Well, meski jahat ke Cinderella, tapi beliau sayang banget ama anak-anaknya sendiri."
"Hmm…"
"Tapi tau nggak? Pas disuruh gitu, Cinderellanya malah ngomong: 'Kakak-kakak tiri nggak akan bisa memakannya." Si ibu tiri nanya 'kenapa? Apa karna dagingnya sudah habis?'. Cinderella njawab: "Soal daging bisa saya usahakan, Bu. Tapi meski mungkin nanti saya membuatkannya lagi, kakak-kakak tetap nggak akan memakannya. Seenggaknya nggak bisa memakannya sendiri. Kecuali kalau Ibu yang membantu mereka.'…"
"Eh? maksudnya?"
"Ibu tiri tsb juga menanyakan hal yang sama. Beliau nggak ngerti maksudnya. 'Apa maksudmu mereka sakit jadi nggak bisa makan sendiri?'. Cinderella lalu bilang: 'Saya ragu sekarang mereka masih bisa merasakan sakit.' Sebelum sang ibu tiri bertanya lebih jauh, Cinderella jalan menuju pengontrol lampu hias yang ada di ruang makan itu, dekat pintu. Dia ngebuka kotak pengontrol n muterin semacam alat pengayuh dengan kedua tangannya. Soalnya agak berat, sih…"
"…?"
"Bersamaan dengan itu, kedengaranlah sebuah bunyi rantai. Rantai yang menahan tergantungnya lampu hias yang terletak tepat di atas meja makan besar tsb. Begitu lampu hias nun gede tsb berada sekitar 30 senti di atas permukaan hidangan yang udah kosong… sang ibu tiri berteriak histeris."
"Ke-kenapa?" tanya anak-anak yang ngedengerin, tiba-tiba jadi berkeringat dingin.
"Soalnya di dua tempat di mana seharusnya penutup bohlam berbentuk kuncup bunga besar berada… terletak dua kepala dari kakak-kakak tirinya Cinderella, alias kedua anak dari ibu tiri tadi."
"EEEEEHHH!" Anak-anak itu saling berpelukan, takut.
Pemuda tadi makin memajukan setengah badannya sambil tetep duduk bersila. "Ya, dua kepala itu terlihat pucat. Rambut mereka kering berantakan. Dari mulut mereka yang terbuka, terlihat bohlam lampu kuning yang menembus masuk dari leher, menyala indah menerangi isi mulut mereka yang tadinya gelap. Mata mereka setengah terbuka, sayu, ngeliat dengan pandangan kosong ke bawah, ke arah piring-piring yang telah kosong."
"K-k-koq…?"
Pemuda tadi tersenyum n terus ngomong. "Cinderella hanya memberikan obat tidur dengan dosis besar pada kedua kakak tirinya. N ketika kedua gadis jahat itu tertidur, dia membawa mereka ke dapur satu persatu. Di rumah itu nggak ada siapa-siapa. Hanya mereka berempat. Saat itu sang ibu tiri juga tidur siang di kamar lain. So dia bebas aja nyeret mereka di siang hari ke dapur tanpa ada yang tau."
"…"
"Cinderella lalu berkata: 'Selama ini mereka selalu jahat pada saya dan teman-teman saya, Bu. Kakak-kakak suka memukul saya, menjambak rambut saya, menusuk-nusuk saya dengan jarum, merobek-robek baju baru yang saya jahit, mengotori kamar saya, dan yang paling nggak bisa saya maafkan adalah mereka juga membunuh kucing, tupai, dan burung-burung yang suka menemani saya di kamar... . Jadi… saya ingin memberi hukuman dan membawa mereka ke dapur."
Lima anak itu gemetaran ngedengernya.
"Dua kepala yang berbau bumbu ayam dan kalkun itu langsung bikin sang ibu tiri bisa menebak apa yang sebenernya udah dilakuin ama Cinderella. Wanita jahat itu terduduk di kursi makannya sambil nutup mulut, mual. Matanya menatap horror ke arah anak tirinya tsb. Cinderella tersenyum n kembali ngomong dengan tenangnya: 'Sebenarnya saya juga ingin melakukan hal yang sama pada Ibu. Karna Ibu juga suka melakukan hal yang sama dengan mereka. Tetapi saya nggak sanggup. Saya teringat Ibu kandung saya sendiri. Ibu kandung yang baik hati dan sangat saya sayangi…"
"…"
"Cinderella terus bilang: 'Oh, saya tau kalau Ibu juga sayang banget sama kedua anak Ibu ini. Karena itulah… saya memasak daging mereka dan memberikannya pada Ibu. Saya agak kaget juga saat Ibu yang jarang memuji masakan saya bilang kalo masakan saya kali ini luar biasa enak." Dia mengatakannya sambil tersenyum. Senyuman ramah yang selalu diajarkan oleh ortunya dulu. "Mungkin Ibu bilang enak karna Ibu bisa merasakan kalau daging yang saya gunakan kali ini darah daging Ibu sendiri, yaitu daging anak-anak ibu sendiri, ya? Hebat. Seorang Ibu memang luar biasa'…"
"…"
"Gadis itu pun melepas pegangannya pada kayuh penahan lampu hingga menyebabkan lampu hias tsb terhempas di atas meja makan. Dia lalu jalan mendekati sang ibu tiri sambil bilang: 'Ibu melahirkan mereka dari perut Ibu sendiri, sekarang saya membuat Ibu kembali memasukan mereka ke dalam perut Ibu. Ibu sama sekali tidak merasa jijik karenanya, kan? Itu bagus… soalnya sejak ibu masuk ke ruang makan ini… dan melahap semua hidangan yang saya sajikan… kakak-kakak terus menyaksikan Ibu yang memakan daging mereka dengan nikmatnya dari atas lampu tadi, lho… dengan mata yang mati dan mulut yang terbuka ini."
Anak-anak itu makin gemetaran aja ngedenger itu.
"Cinderella lalu membelai rambut salah satu kepala yang ada di atas meja makan, tepat di hadapan ibu tirinya. 'Meski mereka nggak bisa merasakan apa pun lagi… tapi saya rasa mereka bisa sedih kalau tau Ibu bilang daging mereka nggak enak, kan? Syukurlah ternyata Ibu suka' Katanya, sambil menjambak n menarik salah satu kepala kakak tirinya dari tusukan batang lampu penopang bohlam. Dia menariknya sampe tiga kali karna kepala tsb sempat tersangkut."
"… u-udah cukup, Bang. Cukup sampe di situ aja." Ucap salah seorang anak cowok yang paling memberanikan diri.
"Lu ini ngomong apa sih, Kuntet? Ini belum selesai, tau. Nah setelah itu…" Si pemuda kembali lanjut dengan 'kisah nyata'nya. "Sang ibu tiri yang jahat itu akhirnya kembali berteriak. Dia muntah-muntah n kemudian lari keluar dari ruang makan. Gitu sesampainya di luar pintu, ada seekor singa besar yang menatapnya dengan pandangan lapar. Singa itu adalah salah satu teman hutannya Cinderella yang dia rawat di hutan sejak kecil."
"…"
"Si ibu tiri pun memutar balik ke arah lain buat kabur dari binatang itu. Saat sang singa mau mengejarnya, Cinderella datang n ngasihkan kedua kepala kakak tirinya yang dia bawa dari ruang makan, untuk dilahap ama singa tsb. 'Jangan makan ibu tiri saya, teman-teman. Tapi kalau kalian mau main kejar-kejaran dengannya… boleh saja.' Sehabis ngomong begitu, teman-teman lain Cinderella yang juga ada di sana… kayaq serigala, rusa, rubah, macan, dll, lari berhamburan mengejar ibu tiri yang secara nggak sadar udah lari memasuk hutan. Semua binatang mengejarnya, bahkan binatang-binatang yang biasanya musuh alami bisa akur n bersatu ngejar sang ibu tiri. Para gagak, burung hantu, bahkan tikus n kucing hutan juga pada ikutan."
"…"
"Nggak ada yang ngegigit ibu tiri itu. Tapi karna beliau takut dikejar ama binatang sebanyak itu, jadi beliau otomatis terus lari tanpa henti. Pemandangan hutan kalo malam gelap banget, karna itulah sang ibu tiri nggak sadar gitu kakinya nggak berpijak ama apa pun lagi. Beliau jatuh ke tebing jurang, sama dengan Gary-stu- errhh… maksud gue sama dengan ayahnya Cinderella yang juga meninggal gara-gara jatuh ke jurang. Hanya aja sang ibu tiri sempat membentur tebing n karang yang ada sebelum bener-bener jatuh ke air n diseret arus. Cinderella yang ikutan menyusul dengan menunggang teman singanya sempat nyaksiin itu semua. Akhirnya dia balik ke rumah n bersih-bersih ruang makan kayaq biasa."
"K-koq jadinya nggak bahagia gitu si, Bang?"
"Eeeh? Siapa bilang nggak bahagia?" Si pemuda nyondongin setengah badannya lagi ke depan. "Beberapa hari n bulan setelahnya, hidup Cinderella jadi makmur. Nggak ada lagi ibu n kakak-kakak tiri yang suka membully-nya. Bagus, kan?"
"I-iya, sih. Tapi kan…"
"Bukan hanya itu loh. Setahun sehabis kejadian itu, datanglah seorang pemuda yang berasal dari negeri lain. Dia datang ke negeri itu untuk menjadi pedagang. Dia ketemu Cinderella yang lagi belanja di pasar buat keperluan makan sebulan. Bahan-bahan makanan yang banyak buat temen-temen hutannya tentu aja nggak sedikit. Karna itu pemuda tsb ngebantu dia ngebawainnya ke rumah, n dari situ lama-lama mereka jadi sering ketemu n makin akrab, deh. Pemuda itu ganteng, cerdas, tapi rada miskin. Gary-stu minus satu, nih."
"Heee?"
"Ujung-ujungnya mereka menikah. Cinderella menyerahkan sebagian hartanya yang tersisa buat dijadikan modal usaha suaminya itu. N dengan kecerdasan n kelihaian sang suami di bidangnya, Cinderella pun kembali hidup bahagia serba berkecukupan. Sempet sih ada orang-orang yang nanyain keberadaan ibu n kakak-kakak tirinya. Tapi, Cinderella cuma menjawab kalau mereka lari meninggalkan rumah. Dengan wajah n sikap ala Mary-sue itu… para penanya pun sama sekali nggak ada yang curiga. Mereka berangsur mulai mengenali Cinderella sebagai putri tunggal di rumah besar itu, bukan lagi pembantu. Lagian mereka tau kalo ibu n dua putri baru dari rumah itu emang punya perangai yang buruk. Jadi wajar aja kalo mereka melakukan sesuatu yang buruk dengan ninggalin Cinderella sendiri. Happy ending!"
"Tapi… " Anak-anak itu saling pandang, kurang suka ama cerita yang baru aja didengar. "Koq kisah nyatanya serem gitu, sih?"
"Yaa… kisah aslinya nggak disebarkan supaya nggak bikin anak-anak kecil kayaq kalian takut aja…" sahut si pemuda, nyantai.
"H-hey! Siapa yang takut!"
"I-iya! Si-siapa bilang kami takut!"
Anak-anak tadi, terutama tiga cowok yang ada, langsung pasang sikap keras kepala, maksain diri nggak takut. Si pemuda tersenyum sinis ngeliatnya. "Oh ya. Kalian mau tau satu lagi nggak rahasia besar di balik kisah nyata Cinderella itu?" tanyanya, makin mendekat.
"E-eh?"
"Takut, yaaa?"
"Ng-nggak! Kami mau denger!" sahut mereka, cepat. Kecuali dua anak cewek di sana.
"Alright then… " Cowok 17 tahun tadi kembali tersenyum n nundukkin wajahnya supaya kurang lebih sejajar dengan mereka. "Tau nggak, kalo Cinderella n pemuda pedagang itu sempat punya anak, lho. Anaknya cowok." Katanya, dengan suara setengah berbisik.
"O-oh…?"
"Tapi tunggu, bukan itu rahasia besar yang gue maksud." Selanya. "Loe semua tau kan kalo 'Cinderella' itu bukan nama asli, alias cuma julukan yang dikasih ama ibu n sodari-sodari tirinya…?"
"U-um…" mereka mengangguk.
"Nama gadis cantik bermata hijau n berambut merah panjang yang dijuluki Cinderella itu adalah… Kushina. Nah, Kushina nyeritain semua hal yang dilakuinnya di masa lalu ke putra tunggalnya. Tapi saat putranya itu berusia lima tahun, Kushina meninggal karna sakit. Suaminya pun menyusul meninggal juga karna kecelakaan setelah beliau menikah lagi dengan seorang janda beranak dua. Sejarah kembali berulang…"
"L-Lho…?"
"Trus, knapa menurut loe semua gue bisa tau kisah nyata Cinderella sedetail ini?"
"E-e-eh? Ke-Kenapa memangnya?"
"Heih~, dasar beg-beg. Ya tentu aja karna guelah anak dari Kushina, sang Cinderella legendaris itu~…"
Bola mata anak-anak tsb membesar. Wajah mereka memucat menatapnya. Pemuda tsb berpenampilan lusuh dengan kemeja putih kusam yang tiga kancing atasnya nggak dikancingin, plus celana hitam dari kain tipis yang ujungnya sobek-sobek nggak nyampe nutupin mata kaki. Ada tambalan di bagian siku n lutut bajunya itu. Dia memakai sandal jepit dari jerami. Penampilannya kayaq seorang pekerja, pembokat, alias pembantu. Mirip ama deskripsi tampilan kucel Cinderella, cuman yang ini versi cowok. Rambutnya pirang kemerahan yang ujung belakangnya tujuh senti melebihi perbatasan leher, jabrik tapi gak keliatan berantakan. Matanya merah tajam kayaq karnivora liar. Mulutnya menyeringai, seram.
"Nah, bocah-bocah… ayo masuk." Ajaknya, nunjuk pagar rumah gede yang tampak tua namun kokoh di belakangnya, pake jempol. "Gue bakal ngejamu kalian dengan makanan-makanan enak, lhooo. Masakan gue jaminan mutu. Dua sodara tiri n nyokap tiri gue juga udah ada di ruang makan, tuh." Dia terkekeh. "Mereka lagi bergelantungan di lampu hias sambil menunduk menatap hidangan yang tadi udah gue sajikan di meja buat makan siang. Ayo gabung…"
1
2
3 detik
"Gyaaaaaaa!" Lima anak tsb langsung bangkit n lari pontang-panting dari pemuda tsb.
"Mamaaaa! Ada anaknya Cinderellaaaaa!"
"Tolooong! Anaknya Cinderella mau ngasih kami makan pake daging manusia!"
Mereka lari tunggang langgang keluar dari kebun taman tsb, nangis.
"Hiahahahahaha!" Cowok 17 tahun tadi tergelak plus menghempaskan tubuhnya di rerumputan n guling-guling ketawa. "Dasar… mana ada seorang ibu yang mau cerita… kalo dia dulunya pernah ngebunuh orang ke anaknya sendiri yang masih lima tahun? Ada-ada aja… . Ah, anak kecil emang gampang ketipu~…"
KucingPerak
,
.
KP: Hahahaha! Aku jadi teringat ama empat anak kecil (1 cewek, 3 cowok) yang suka ngedeketin aku (sebenernya sih karna suka ngedeketin kucingku) pas nulis chap ini. Mereka anak tetangga. ^^ Tiap kali aku ngebuka pagar baik itu mo keluar atau masuk rumah, mereka suka nyamperin n nanya: 'kucingnya mana?' Gezz. Sekarang kucingku udah nggak ada, mreka gak datang lagi deh.