"Ah, jadi begitu?"

Hinata meletakkan kembali cangkir bercorak perak tersebut. Dia kemudian mengamati Sasuke dan Ino yang seperti tengah mengontrol diri mereka masing-masing.

"Anoo, tapi kenapa wajahmu merah, Ino?" tanya Hinata sedikit penasaran.

"Eh? A-aku ..." Ino tampak berpikir. "Aku tidak apa-apa. Apakah memang wajahku merah?"

"Tidak terlalu kok," sahut Hinata tersenyum.

Mereka bertiga—jangan lupakan Sasuke, melanjutkan makan malam dalam keheningan dan obrolan yang tidak berarti. Setelah semua selesai, Sasuke pamit pulang dan akan kembali esok pagi. Sedangkan Hinata akan stay di rumah Ino selama ayah gadis blondie itu pergi—itulah titah dari sang ayah.

Yah, kau tahu. Melindungi anak gadisnya dari bocah Uchiha itu.

Warning : Semi-canon, maybe OOC

Naruto © Masashi Kishimoto

Author tidak mengambil keuntungan material dari cerita ini.

.

Guide?

.

Chapter 9 : Perasaan

.

.

.

Happy safe reading

xxxxx


Setiap hari, Hinata selalu menemani Ino. Walaupun sebagian besar waktu Ino dihabiskan untuk mengerjakan misi tentang Sasuke, tidak jarang juga Hinata ikut mereka berdua dan membantu Sasuke dalam mengerjakan hukumannya.

Tapi jatuh pada hari kelima setelah ayah Ino pergi, Hinata dijatuhi misi oleh Naruto—sang Hokage. Bersama timnya, tentu saja. Memang misinya akan dikerjakan tiga hari lagi, namun Naruto berpesan agar menaikkan intesitas waktu latihan. Supaya tidak terlalu kaget dengan musuh yang mungkin levelnya tinggi.

"Aku boleh ikut?" tanya Ino tiba-tiba.

"Eh?"

"Kalian latihan bersama, kan. Kalau diingat, aku belum mendapatkan tanda tangan Shino. Jadi mungkin aku akan menemuinya," ucap Ino.

"Baiklah, kalau begitu silakan datang ke tempat latihan yang biasa jam sepuluh ya Ino," ucap Hinata tersenyum. "Aku akan mengambil peralatan yang tertinggal di rumah. Jaa ne."

Ino melambaikan tangan untuk kepergian Hinata. Beberapa saat kemudian, gadis pirang itu menoleh dan mendapati seorang pemuda raven tengah berdiri di sampingnya.

Dengan kalem Ino menyapa dan berbasa-basi dengannya. Namun seperti biasa, cold as always selalu menjadi trademark bocah Uchiha ini. Ino yang notabene ramah menyuruhnya masuk ke rumah dulu untuk menyesap beberapa teh.

"Hari ini kita ke mana?" tanya Sasuke datar.

"Hari ini kita akan ke Shino," jawab Ino enteng.

Bagai disambar petir di siang bolong, Sasuke langsung memuncratkan teh yang sedang diminumnya. "Aku menolak."

Ino terkikik namun kemudian cemberut. "Mou, kenapa tidak?"

"Orang aneh seperti itu," ucap Sasuke sekenanya.

Shino memang bukan orang yang jahat. Tapi sifatnya yang membuat semua orang menjadi jengah dan malas berbicara dengannya. Mungkin karena kebiasaannya yang selalu dipikir dengan logika dan tidak bisa diajak bercanda. Kalaupun Sasuke disuruh memilih, dia akan lebih memilih Naruto yang super bising daripada dengan Shino yang super menyebalkan.

"Tapi cepat atau lambat kau harus meminta tanda tangannya juga, bodoh," ucap Ino melipat tangannya.

Sasuke menghela napas. Apa yang dikatakan gadis yang berada di depannya ini benar juga adanya. Lagipula paling tidak Shino adalah teman seangkatannya. Harusnya lebih baik dan ramah—tidak seperti warga lainnya.

"Baiklah. Kita berangkat sekarang?" Sasuke meletakkan cangkir tehnya dan ikut melipat tangannya.

"Tidak. Nanti jam sepuluh," ucap Ino. "Hinata bilang timnya akan latihan di tempat biasanya."

Sasuke mengernyit sebentar. "Timnya?"

"Iya. Kau tidak lupa kan? Hinata, Shino dan juga—"

"—Kiba." Sasuke melanjutkan perkataan Ino yang menggantung selama beberapa detik itu.

Ino tampak diam beberapa saat. Mata aquamarine-nya terlihat kosong. Setelah terbatuk-batuk kecil, Ino tampak sedikit salah tingkah.

"Sasuke-kun, ba-bagaimana kalau kita ke orang lain dulu?" ucap Ino menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

"Kenapa?" tanya Sasuke dengan wajah seperti anak kelas satu SD yang tidak berdosa dan polos.

"Ng ... i-itu ..."

"Kesempatan bertemu Shino hanya kali ini saja. Aku tidak mau mengunjungi rumahnya, atau kita akan terperangkap dalam logikanya seharian."

"..."

"Aku pikir kau tadi begitu semangat. Ada apa?" tanya Sasuke yang masih saja sok polos.

Ino terdiam sesaat. "Mou!"

xxxxx

Sudah diduga, mereka bertemu dengan seorang pemuda berambut jabrik. Dia sedang mengelus-elus kepala anjingnya ketika mereka saling menyapa.

Pemuda itu—Kiba melirik sedikit, merasakan ada hawa lain yang hadir selain kedua temannya. Setelah tahu siapa yang mengganggu latihannya, dia hanya bisa mendengus kesal—walaupun awalnya agak sedikit kaget.

Kiba tampak menghindari Ino maupun Sasuke. Entah kenapa, padahal Ino sendiri merasa tidak mempunyai salah apa-apa. Namun walaupun begitu Ino juga merasa awkward karena akhir-akhir ini nyatanya mereka berdua jarang bertemu. Beginikah kekasih seharusnya?

"Oh ya, mereka ke sini untuk meminta bantuanmu, Shino-kun. Kau sudah dengar tentang Sasuke, kan?" ucap Hinata.

"Ya, aku tahu. Kenapa? Karena berita itu sudah menyebar ke seluruh pelosok desa. Aku sebagai warga desa yang baik harusnya mengerti berita-berita yang sedang hangat dibicarakan. Maka dari itu—"

"Iya, iya! Ada yang bisa kami bantu, Shino?" potong Ino dengan cepat.

Shino tampak berpikir sebentar.

"Hm, kalau begitu aku akan latihan terlebih dahulu, ya. Jaa, minna. Ayo Kiba-kun," ucap Hinata membelah kesunyian. Gadis berambut ungu itu menarik tangan Kiba yang sedang membelai Akamaru.

Kiba tidak bereaksi banyak, hanya mengikuti arah Hinata berjalan. Dia tidak begitu dalam mood yang bagus—apalagi semenjak kedua orang itu datang mengacau rencana latihan mereka. Namun ketika suatu pikiran terlintas di benaknya, dia langsung berbalik dan menghadap Sasuke.

Sasuke—dengan tampang datar hanya menatap pemuda berambut jabrik itu. Bisa Sasuke mengerti dari mata pemuda bodoh itu kalau dia sedang sedikit unmood. Meskipun begitu Sasuke masih menunggu aksi selanjutnya dari Kiba.

Kiba mendekati wajah Sasuke. Sasuke yang mulai berpikiran Kiba adalah gay terhenti seketika ketika ia mendengar suara bisikan di telinganya. Memang bukan suara yang merdu seperti penyanyi dangdut Inul Daratista, tapi setidaknya mampu membuat Sasuke sedikit tercengang dan penasaran. Sasuke pun mengangguk kecil sebagai balasan.

Kiba mundur kembali dan mengikuti jejak Hinata untuk masuk ke dalam hutan latihan.

Sedangkan dua orang lainnya—Ino dan Shino, hanya bisa terdiam. Ino terdiam dengan sikap Kiba barusan, dan Shino yang terdiam karena masih memikirkan tugas apa yang akan diberikan.

"Oi, aku harus bagaimana?" ucap Sasuke setelah dirasanya cukup lama menunggu.

"Tolong tenanglah, Sasuke. Aku sedang memikirkan tugas yang cocok untukmu. Kenapa? Karena tujuan dari tugas—"

"Cepat katakan atau kau kusambit."

"Ho, kau berani? Bagaimana bisa kau menyambitku? Dengan logika bahwa semua serangga-serangga kesayangan—"

SIIING

"—oke, aku sudah putuskan. Turunkan pedangmu."

Ino hanya bisa sweatdrop melihat kelakuan kedua rekannya ini. Yah, walaupun sama-sama pendiam, tapi sebenarnya sifat mereka bertolak belakang.

"Tujuanku datang ke sini adalah untuk latihan. Jadi, kenapa kita tidak gunakan tempat ini untuk latihan? Bedanya hanyalah, aku latihan denganmu. Jadi kesimpulannya: Ayo bertarung denganku," ucap Shino panjang lebar. Dan itu suatu prestasi karena kali ini ucapannya tidak dipotong oleh siapapun.

"Baik," ucap Sasuke menerima tantangan itu. Kemudian ia melirik ke arah Ino. "Kau duduk saja, menonton."

Ino mengangguk kecil dan mengambil tempat yang tidak jauh dari mereka—di bawah pohon.

xxxxx

Matahari sudah tidak seterik tadi. Awan yang mulai memerah menandakan hari sudah sore dan sang surya harus segera beranjak pergi. Kicau burung khas sore hari mulai terdengar di gendang telinga, membuat Ino menghela napas untuk kesekian kalinya.

"Ini sudah hampir jam empat dan mereka belum saja berakhir," ucap Ino menggerutu. Beberapa jam duduk diam seperti murid sekolah membuatnya bosan. Kau tahu personality Ino, kan.

"Hm, sepertinya aku akan jalan-jalan sebentar," gumam Ino pada dirinya sendiri. Dia pun berdiri dan masuk ke dalam hutan latihan.

Ino berjalan dengan santai menikmati aliran angin yang menyeruak melewati tubuhnya. Sesekali melihat rindangnya hutan membuatnya damai. Tidak dipungkiri dia pun mengingat masa-masa saat timnya berlatih di sini—penuh dengan suka dan duka.

Sedang enak-enaknya menikmati indahnya alam, tidak diduga ada sesuatu yang menabraknya dari atas.

BRUK

Mata aquamarine itu sedikit demi sedikit terbuka. Berat! Racaunya dalam hati. Setelah kedua mata indah itu melebar dengan sempurna, kali ini hatinya terguncang sempurna.

Kiba jatuh di atasnya, dengan posisi saling berpelukan.

"K-ki ..."

Kiba yang mulai sadar ia telah menindih seorang gadis, langsung terlonjak kaget dan terjatuh duduk. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal—tipikal laki-laki yang sedang gugup.

"Gomen," ucap Kiba singkat.

Ino hanya menggeleng sambil memposisikan dirinya untuk duduk. "Kenapa kau bisa tiba-tiba terbang? Apa itu jurus barumu?"

"Aku terjatuh, bodoh," sahut Kiba sewot. "Aku sedang bersembunyi dari Hinata. Kami sedang latihan bertarung."

"Oh."

Awkward. Sangat awkward.

"Ano sa ..." ucap Kiba memecah keheningan. Ino mendongak menatap mata Kiba.

"..."

Mata Ino yang masih melekat pada mata Kiba dengan penuh pertanyaan, segera menjadi kebingungan setelah beberapa menit Kiba tidak mengatakan apapun. Matanya hanya memandangnya terus.

"Apa?" tanya Ino.

Kiba menolehkan kepalanya ke arah lain. "Tidak apa-apa."

BLAR

"Aku menemukanmu Kiba-kun."

"Whoa, gawat!"

Kiba segera lari tunggang langgang menghindari serangan Hinata yang bertubi-tubi. Hinata awalnya sempat mengerutkan keningnya—kenapa ada Ino di sini? Tapi dia memutuskan untuk tetap fokus pada Kiba sebagai lawannya kali ini.

"Maaf aku mengganggu pacaranmu, ya," ucap Hinata mengerling. Ino hanya nyengir.

Ino menghela napas untuk kesekian kalinya. Tidak tahu apa yang harus dilakukan, akhirnya dia memutuskan untuk kembali ke arena pertarungan Sasuke dan Shino.

Jam sudah menunjukkan pukul empat tepat. Ino berjalan gontai mendekati arena—bertujuan untuk mengisyaratkan Sasuke agar segera mengalah saja. Tapi di tengah perjalanan menuju Ino menuju tengah arena, saat itu juga Shino mengeluarkan serangga-serangganya untuk membuat serangan.

Ino segera menyadari itu dan berbalik dengan muka yang tidak terdefinisi. 'Dafuq!' mungkin akan menjelaskan bagaimana muka Ino sekarang ini.

"Chidori!"

BZZZT CIP CIP CIP

"SASUKE! BUKANKAH SUDAH KUBILANG JANGAN PAKAI ELEMEN LISTRIKMU?!" teriak Shino frustasi. Sekali lagi, itu merupakan suatu prestasi karena kali ini ucapannya tidak dipotong oleh siapapun.

Shino segera menghampiri serangga-serangga yang terkapar bak pindang di lautan. Sementara Ino hanya berdiri beku di samping Sasuke dan berusaha mencerna apa yang terjadi. Itu semua terjadi seperti kilat.

"Kau akan membahayakan Ino. Dan aku tidak punya elemen listrik, tapi elemen petir," jawab Sasuke sedikit tersinggung.

"E-elemen listrik?" ucap Ino sweatdrop.

"Oh, jangan khawatir, nak. Aku akan segera menyembuhkanmu. Jangan khawatir Shatoshi, Akanana, Hachiju, Shachi, Jyuuchi, Aoroku ..." ucap Shino sambil menyebut satu persatu nama serangganya dengan tidak pentingnya.

Ino dan Sasuke lagi-lagi hanya bisa sweatdrop dan terdiam selama beberapa saat.

Ino pun menghampiri Shino dan membantu Shino menyembuhkan serangga-serangganya yang masih teler terkena chidori-nya Sasuke. Setelah selesai, Shino pun menangis bahagia dan berterima kasih pada Ino.

"Hora. Tanda tangan di sini," ucap Ino menunjukkan buku dan menyerahkan pulpen.

"Tapi pertarungannya belum selesai. Masih belum ada yang kalah. Dan aku benci pertarungan yang seri. Kenapa? Karena itu menunjukkan ketidak jantanan—"

"Kau tahu, ini sudah sore. Jadi kenapa kau tidak menanda tangani ini dan segera pulang lalu tidur?" ucap Ino dengan perempatan urat di dahinya.

Shino mengangguk kecil dan membubuhkan tanda tangan di buku itu.

Sasuke? Dia hanya mengamati sambil melipat tangan. Yah, meskipun latihan tadi cukup santai, tapi menguras daya tahan. Beberapa jam bertarung dengan orang yang suka bicara aneh seperti itu bukanlah hal yang mudah. Harus dijalani dengan iman dan taqwa yang kuat.

Sasuke mendekati Ino. "Daijobou?"

"Yah," jawab Ino tersenyum. "Terima kasih ya, sudah menyelamatkanku."

"Kau itu ceroboh. Dengan santainya masuk dalam pertarungan," omel Sasuke.

Ino menjitak kecil kepalanya sendiri. "Maaf. Aku hanya ingin ini semua berakhir."

Mata onyx Sasuke yang melihat Ino dalam—dan sebaliknya, membuat Shino berpikir dalam diam. Sepertinya ada sesuatu yang aneh dengan mereka berdua.

"Kalian kenapa? Saling memandang seperti itu. Kau tahu, saling memandang seperti itu dapat mengakibatkan beberapa asumsi. Seperti—"

"Apa yang kau bicarakan? Sudahlah, kami pulang dulu," potong Sasuke datar.

Ino hanya terlihat kikuk. "Hm, sampai jumpa, Shino. Terima kasih telah meluangkan waktumu."

Sasuke yang punggungnya sudah sedikit menjauh tiba-tiba berbalik dan menghadap Shino. Dia pun mengangkat tangannya—tanda ingin berjabat tangan dengan pemuda berkacamata kuda, ehm maksudnya berkacamata hitam tersebut.

"Terima kasih," ucap Sasuke singkat, padat, jelas tapi tidak berisi. Tangannya menjabat tangan Shino selama beberapa saat dan melepasnya kembali. Kemudian dia berbalik untuk kembali pulang.

Ino yang melihat itu hanya bisa tersenyum.

"Jadi, mau ke mana lagi hari ini?" tanya Ino saat langkahnya sudah sejajar dengan Sasuke.

Sasuke terdiam. Namun matanya melirik ke arah Ino. "Aku ada sedikit urusan, jadi hari ini cukup saja, ya?"

Ino terhenyak. "Eh? Urusan apa?"

"Mau tahu?" tanya Sasuke.

"Hm," Ino mengangguk.

"Mau tahu apa mau tahu banget?" tanya Sasuke lagi.

Ino sweatdrop. "Err ..."

Sasuke sedikit melengkungkan garis bibirnya. "Sudahlah, kau tidak perlu tahu. Jadilah gadis manis dan terjaga di rumah."

"Sasuke-kun!" Ino terlihat kesal dengan perkataan Sasuke barusan. Tapi beberapa detik ia sadar akan sesuatu. "Eh? Aku manis?"

Sasuke segera memutar bola matanya. "Apa aku bilang itu tadi?"

"Iya, kau bilang aku manis!" ucap Ino yang langsung seperti naik ke surga.

"Kau melamun mungkin."

"Sasuke-kun tsundere," ejek Ino. "Kyaaa, aku manis ..."

Sedangkan Sasuke hanya terdiam—tidak peduli dengan reaksi Ino.

xxxxx

Malam telah tiba. Suasana kelam yang mencekam menyelimuti Kota Konoha yang masih terbilang ramai. Lampu-lampu berkelap kelip, menghiasi langit yang tidak mengeluarkan cahaya lagi.

Sasuke tengah menikmati itu semua di atas bukit ketika seseorang datang dan duduk di sampingnya.

"Kau terlambat."

"Maaf," balas orang itu.

"Kau ingin berbicara tentang apa?" tanya Sasuke datar. Mata onyx-nya yang tidak sekalipun memandang lawan bicaranya itu lurus menatap keramaian kota yang ada di bawah.

Orang itu menghela napas panjang.

"Sasuke ... aku tahu kau tidak suka padaku."

"Kau juga tidak suka padaku."

"Yah, karena kau menyebalkan dan sok cool."

"Apa bukan karena aku yang dekat dengan Ino?"

"..."

Angin semilir melewati keheningan mereka berdua. Beberapa menit yang terbuang masih belum ada yang bersuara.

"Aku ingin membicarakan itu."

Sasuke terdiam. Mendengarkan apa yang selanjutnya dikatakan.

"Aku ... sebenarnya tidak punya perasaan apapun terhadap Ino."

To be Continued

xxxxx


[ A/N ]

Hohoho, sudah lama tidak jumpa #plak

Maafkan aku minna, aku sebagai siswa SMA masih galau akan pemilihan jurusan waktu itu. Tapi akhirnya kelar juga kok dan akhirnya memutuskan jurusan yang aku pilih ^^

Maaf telat update, hohoho #disambit

Maaf juga belum bisa membalas review-review nya :" #nangisdijamban

Maaf, maaf. #plak

Big thanks and hug for:

kaname, Minori Hikaru, Amy, NarutoisVIP, Guest, Iztii Marshall, nona fergie, Minori -D- Saito, Guest, Guest, Guest, amay-chan, yamanaka hanny, dan Sblg'Maggie' Lawp.

[ FLAMES ALWAYS ALLOWED, BUT NO FOR SILENT READER ]

V

V

V

V