All of characters belong to the greatest author on the world, JK. Rowling, but unfortunately several characters belong to me hehe

A/N: Hey, I'm back with new story, definitely. Yeay haha! Rate M for some adult content and language in future chapter. And the last I wanna say, read and review guys :)


Chapter 1

What doesn't kill you makes you stronger

Stand a little taller

Doen't mean I'm lonely when I'm alone

What doesn't kill you makes fighter

Footsteps even lighter

Doesn't mean I'm over 'cause you're gone

(Stronger [What's Doen't Kill You] - Kelly Clarkson)

Hermione sibuk memandang kerumunan warta berita di depan butik kliennya. Dia sibuk mencari cara untuk keluar dari butik ini tanpa harus melewati kerumunan para wartawan. Apparate. Konyol sekali bila harusa ber-Apparete ke tempat yang hanya berselang beberapa bangunan dari tempat ini, selain itu dia benci ber-Apparate. Rasanya mau muntah. Dengan menghela napas panjang ia membuka pintu butik ini dan menerobos kerumunan juru berita.

"Miss Granger."

"Miss Granger," hampir semua para juru warta memanggil-manggil namanya saat Hermione keluar dari salah butik dari perancang busana sihir terkenal di Albert Road.

Gadis itu hanya menunduk saat keluar dari butik itu sembari berjalan dengan cepat menuju restoran yang terletak sangat dekat dengan tempatnya tadi. Dalam hati ia menggerutu sejadi-jadinya pada para juru warta itu. Mengapa mereka bertingkah seperti hantu yang tahu kemana saja ia melangkah? Atau mungkin mereka semua adalah seorang cenayang. Hermione mempercepat langkahnya. Dan yang paling dibencinya sekarang adalah mengapa tempat itu terasa jauh sekali? Padahal tempat itu sudah berada di depan matanya.

"Miss Granger, apakah benar isu yang mengatakan kau akan dideportasi dari Inggris?" tanya seorang wartawan yang sejak tadi mengekorinya.

Tanpa perlu menjawab Hermione langsung masuk ke dalam sebuah bangunan beraksitektur Victorian kuno tempat ia akan bertemu dengan sahabat-sahabatnya. Secara otomatis pintu restoran itu akan menutup secara sihir apabila wartawan mencoba memasukinya. Oleh sebab itulah, ia memilih tempat ini untuk bertemu dengan Harry, Ron, dan Ginny.

"Hey," Ron melambaikan tangannya pada Hermione saat ia memasuki pintu restoran ini.

Dengan cepat ia berjalan mendekati meja yang sudah ditempati sahabat-sahabatnya itu lalu menghempaskan tubuhnya di salah satu kursi empuk tepat disamping Ginny.

"Kau baik-baik saja?" tanya Harry khawatir padanya.

Hermione hanya menghela napas panjang lalu menyerobot gelas yang berisi air putih dari meja Ginny "Aku kacau."

"Semua media menggila saat melihatku," tambahnya lagi.

Ginny hanya tertawa "Jangan salahkan kalau mereka jadi gila. Kau sasaran empuk untuk berita mereka. Kapan lagi mereka mendapatkan headline tentang super model dunia sihir akan dideportasi dari negaranya sendiri."

"Ooh shut up, Gin! Aku benar-benar kacau sekarang," balas Hermione.

Ron terkekeh "Setahuku Hermione Granger tak akan pernah kacau."

Ia hanya mendengus saat mendengar perkataan Ron "Lalu bagaimana keputusan Kementerian mengenai pendeportasianmu?" tanya Ginny yang mengambil kembali gelas dari tanganku.

"Mereka masih bersikeras akan mendeportasiku kecuali..," kalimatnya terputus begitu saja.

Harry memandangnya dengan serius begitu juga dengan Ron serta Ginny "Kecuali apa?" tanya Harry tak sabaran.

Sekali lagi ia menghela napas "Kecuali aku menikah dengan salah satu penyihir berkebangsaan Inggris dalam kurun waktu 3 minggu kedepan," jawabnya lemas.

Seminggu yang lalu Hermione mendapatkan surat panggilan dari Kementerian Sihir Inggris. Dia selalu beranggapan ini merupakana hal biasa karena dia akan rutin melapor ke Kementerian setiap 6 bulan sekali untuk memperpanjang izin tinggalnya di sini. Tetapi, kali ini berbeda. Kedatangannya ke Kementerian bukan untuk memperpanjang izin tinggalnya melainkan untuk membicarakan tentang nasib kehidupannya di negara ini. Kehidupannya. Karir serta sahabat-sahabatnya yang sudah ia anggap seperti keluarga sendiri. Hermione masih tak habis pikir dengan kebijakan Kementerian saat ini, ia akan di deportasi setelah semua yang ia lakukan untuk masyarakat sihir Inggris? Sangat tak masuk akal. Padahal sudah jauh-jauh hari ia mengajukan naturalisasi pada Kementerian namun sama sekali tak digubris, namun secara tiba-tiba Kementerian memberikannya ultimatum mengenai kependudukannya yang tak bisa diperpanjang lagi di Inggris. Damn! Bukannya dia tak mau untuk kembali ke Perancis, negara asalnya, tapi dia tak mungkin meninggalkan Inggris begitu saja. Kehidupannya berada disini. Di Inggris. Karirnya yang cemerlang sebagai model sekaligus pemilik panti asuhan khusus untuk para korban rezim Voldemort, sahabatnya, dan semua yang dicintainya ada di Inggris. Lagipula kedua orang tuanya sudah meninggal sedangkan ia sama sekali tak memiliki satupun sanak saudara yang tinggal disana. Sekali lagi Hermione merutuk dalam hatinya.

"Lalu apa yang akan kau lakukan?" tanya Ginny.

Hermione mengedikkan bahunya "Entahlah," jawabnya lesu "nikahi aku Ron," jawabnya sambil mengacak-acak rambutnya sendiri.

Ron melotot padanya "Kau sakit jiwa yaa, kau mau adu jotos dengan Daphne huh?"

Harry dan Ginny tertawa, sementara Hermione tetap lesu sambil menatap gelas wine-nya. Setelah memesan makanan mereka mulai menyantap hidangan di hadapan mereka dengan diselingi obrolan ringan. Untuk sejenak ia ingin melupakan kasus deportasi yang menimpanya.

"Kau bisa mengajak si Goldstein itu menikah," ujar Ron santai kembali membuka topik awal mereka.

"Kami sudah putus."

"Bagaimana dengan Krum?" tanyanya lagi.

Hermione melemparkan pandangan kesal padanya "Otakmu hilang? Jelas-jelas Viktor bukan masyarakat sihir Inggris," dengus Hermione.

Ron mengedikkan bahu "Aku hanya mencoba membantumu."

"Aku akan mencoba berbicara pada Kingsley mengenai hal ini," ucap Harry saat mereka menyantap hidangan penutup yang baru saja disajikan oleh pelayan.

"Semoga beruntung," jawab Hermione "aku sudah mencoba berbicara padanya, tapi ia mengatakan hal ini merupakan peraturan baru dari para dewan dan ia sama sekali tak punya wewenang untuk mencampurinya."

"Aku akan tetap mencoba," balas Harry lagi.

"Terima kasih," ujarku pada mereka semua.

Hermione mengambil tas tangannya lalu berpamitan pada mereka. Sekitar pukul 5 sore dia akan menghadiri janji temu dengan Franca Soi, perancang yang akan memakainya untuk pagelaran busananya minggu depan. Setelah berpamitan pada mereka dia langsung ber-Apparate agar tak bertemu lagi dengan para wartawan gila itu.

ooo

Draco baru saja selesai menghadiri rapat pemegang saham perusahaanya sore ini. Dia kembali ke ruangannya di lantai 7 gedung Malfoy Coorporation. Kepalanya sedikit pening. Bukan karena saham perusahaannya yang merosot tetapi, lebih tepatnya dia stress karena ucapan bibinya beberapa hari yang lalu.

Tok..tok..tok..

"Mr. Malfoy," ucap Isobel dari pintunya.

Draco hanya meliriknya dari kursi "Ada apa?"

"Mrs. Malfoy ingin bertemu dengan Anda sekarang," jawabnya.

'Crap! Selamat datang masalah' umpatnya dalam hati "Suruh ia masuk."

"Hallo, Draco," sapa bibinya saat memasuki ruangan.

"Hey, Aunty Victoria," jawabnya tanpa menggerakan seincipun tubuhnya dari kursi yang ia duduki.

Victoria Grace Malfoy merupakan adik kandung dari Lucius Malfoy, ayah Draco. Seperti para keturunan Malfoy lainnya, Victoria Malfoy memiliki kulit putih yang mendekati pucat pasi dengan mata kelabu dan rambut pirang platina cantik. Wajah aristokrat serta gestur tubuh yang anggun membuat semua orang tahu ia adalah salah satu pureblood generasi tua yang masih tersisa. Secara keturunan Malfoy, hanya Victoria-lah klan Draco terdekat sekarang. Dan sekarang ia duduk tepat di hadapan Draco dengan anggun, khas para Malfoy "Aku tak akan lama, dear."

"Aku hanya ingin mengingatkan bahwa masa membujangmu sudah menemui batasnya, cepat temukan pasangan hidupmu atau .."

Belum sempat ia menghabiskan kalimatnya Draco sudah memotongnya terlebih dahulu "Atau aku akan dijodohkan dengan wanita pilihanmu dan bila aku tak mau maka jabatanku sebagai Presiden Direktur Malfoy Coorp akan kau ambil," ucap Draco dingin.

Victoria hanya menyeringai "Tepat sekali," ujarnya "jadi, pikirkan itu baik-baik, dear. Beritahu aku kabar baik secepatnya," ucapnya berdiri lalu melambai pada keponakan semata wayangnya itu.

Ia berjalan kemudian beridiri di ambang pintu ruangan Draco "Jangan lupa kau hanya memiliki waktu sebulan, sweetheart," ucapnya kemudian menghilang dari balik pintu.

Draco langsung membanting figura yang ada di mejanya saat itu juga. Kenapa leluhurnya harus membuat aturan bodoh seperti itu huh? Menikah sekarang atau akan dijodohkan dengan wanita pilihan bibinya. Dan yang lebih bodohnya lagi jabatannya akan dicabut apabila syarat itu tak terpenuhi. Dia tak mungkin menyerahkan perusahaannya pada bibinya itu. Bukan karena ia tak percaya pada kemampuan yang dimiliki bibinya. Hanya saja, dia tak pernah percaya tentang wanita yang dapat mengelola perusahaan dengan benar. Lagipula, mau ditaruh dimana nanti mukanya saat semua masyarakat sihir mengetahui bahwa ia dipecat dari jabatannya sekarang. Tidak hanya itu, umurnya yang baru saja menginjak 23 tahun itu jugalah yang membuatnya semakin gila saat memikirkan tentang pernikahan. 'Ayolah aku tak mau menghabiskan masa muda untuk mengurusi istri dan anak' umpatnya dalam hati.

Menikah dengan wanita yang dipilihkan bibinya bukanlah hal yang buruk. Ia yakin benar, Victoria pasti akan memilih wanita yang pantas untuknya, tapi bukan itu masalahnya. Bagaimana ia bisa menghabiskan sisa hidupnya dengan seseorang yang tak ia cintai? Satu figura lagi ia banting ke lantai marmer ruangannya

"Hey, mate," Blaise baru saja sampai di perapiannya.

Sahabatnya itu mengedarkan pandangan pada pecahan-pecahan figura yang terserak di lantai ruangan itu "Kau kenapa lagi?"

Draco hanya menatap dingin sahabatnya lalu berjalan ke mini bar di sudut ruangannya kemudian menuangkan Fire Whiskey ke gelasnya "Buat menjadi dua," sahut Blaise .

Ia kembali dengan dua gelas Fire Whiskey di tangan dan menyodorkan gelas satunya pada Blaise "Kau tahu masalahku," ucap Draco sambil menenggak minuman yang ada di tangannya.

"Kau belum mendapatkan wanita yang akan kau nikahi?"

Draco hanya mengangguk "Kau bisa pilih salah satu dari sekian banyak sosialita di kalangan kita kan," ujar Blaise enteng.

"Bukan itu masalahnya," ucap Draco.

"Lalu?" Blaise mengerutkan keningnya.

"Aku tak mau terjebak seumur hidup dengan wanita yang tak kucintai."

Seketika itu juga Blaise terbahak "Aku yang bermasalah kenapa kau yang jadi gila?" Draco menatap ketus sahabatnya.

"Kau yang gila, mate. Sejak kapan kau peduli dengan cinta, huh?" Blaise masih terkekeh.

Draco melongo menatapnya "Aku juga manusia, bodoh."

"Tapi kau manusia berengsek, bahkan lebih berengsek dari Theo," kekehnya lagi.

Draco melemparkan bantal di sofanya pada Blaise "Apa maksudmu? Aku tak pernah sembarangan membawa wanita ke rumah seperti Nott," Draco membela diri.

"Kau memang tak pernah membawa wanita ke rumahmu, tapi ada berapa banyak wanita yang menangis akibat kesombongan, keangkuhan, serta mulut pedasmu?"

"Kau selalu menolak mereka mentah-mentah, Malfoy," tambah Blaise lagi.

Dia kembali menenggak Fire Whiskey-nya "Itu salah mereka, aku tak akan mungkin mau bersama wanita barbie yang hanya cantik di luar tapi otaknya kosong," kekeh Draco.

"Kau memang brengsek, mate," balas Blaise yang ikut terkekeh "datanglah ke bar-ku nanti malam, kita akan bersenang-senang. Theo hari ini kembali ke Inggris," tambahnya lagi.

"Proyeknya di Kanada sudah rampung?"

"Sepertinya sudah, jadi kau harus datang malam ini," ujar Blaise yang sudah berdiri lagi di perapian untuk siap-siap meninggalkan Draco "mungkin saja kau akan bertemu dengan wanita yang akan kau nikahi," kekehnya lagi lalu langsung menghilang bersama api hijau tadi.

Dan tanpa repot-repot membersihkan pecahan-pecahan figura tadi, ia memakai jubahnya lalu langsung menggunakan jaringan Floo untuk kembali ke Manor. Tawaran Blaise tak akan ia lewatkan. Sudah lama ia tak bersenang-senang.

ooo

Suasana bar milik Blaise sudah tampak ramai sejak pukul 10 malam. Penyihir-penyihir kelas atas sudah sibuk bersosialisasi dengan para koleganya. Diantara kedua sahabatnya hanya Blaise yang tak mau mewarisi perusahaan keluarga mereka. Blaise menyerahkan perusahaannya pada adiknya. Dia tak mau pusing memikirkan bagaimana fluktuasi saham setiap harinya, memikirkan inovasi terbaru bagi perusahaannya, atau memikirkan bagaimana cara mengembangkan perusahaannya menjadi berskala internasional. Menurutnya itu sangat menyita masa mudanya. Oleh sebab itulah, ia membuka bar sekaligus restoran untuk menyalurkan bakatnya.

Kembali lagi pada suasana bar. Semua orang sudah asik dengan urusannya masing-masing. Ada yang hanya duduk di lounge sambil minum dan tertawa bersama teman-temannya, ada juga yang sibuk di lantai dansa bersama kekasih atau sekadar teman kencannya, namun ada juga yang hanya duduk sendirian di meja bar panjang dekat dengan bartender sambil menikmati minuman yang mereka pesan.

Hermione sedang tertawa dengan para teman sesama modelnya di sebuah lounge bar ini. Mereka merayakan keberhasilan pemotretan di Alaska minggu lalu. Tak terasa ia sudah menghabiskan berjam-jam mengobrol bersama Valerie, Dakota, Jane, Ludwina, dan beberapa model lainnya. Obrolan mulai melantur kemana-mana. Merasa tak sepikiran dengan teman-temannya dan membutuhkan waktu untuk sendiri ia berjalan menuju meja bartender untuk memesan minuman. Tetiba masalah pendeportasian itu kembali lagi ke pikirannya. Tak tanggung-tanggung dengan cepat ia memesan sebotol Tequilla untuk menghilangkan pikirannya itu "Aku kesini untuk melupakan hal itu," gumamnya sendiri.

"Aku kuat, aku yakin itu," gumamnya kembali.

Tak terasa ia sudah menghabiskan tujuh sloki Tequilla. Wajahnya sudah memerah namun ia masih sibuk menuangkan minuman itu kembali ke dalam slokinya.

"Vodkatini," ujar sosok di sampingnya.

Hermione menengadahkan kepalanya yang sudah terasa berat untuk melihat siapa pria di sampingnya. Ia memicingkan matanya yang mulai tak fokus. Pria itu melihatnya "Mud-.. Granger," ujar pria itu.

Hermione langsung berusaha memelototkan matanya lalu ia membuka suara "Malfoy?"

"Apa yang kau lakukan disini?" tanyanya lagi dengan suaranya yang sudah terdengar parau.

Draco hanya menatapnya heran "Apalagi yang dilakukan orang disini?" ucapnya berbalik tanya dengan ketus.

Hermione hanya mengangguk-angguk sambil mengibaskan tangannya kemudian menenggak lagi minuman di hadapannya "Kau sudah mabuk, Granger."

Wanita itu malah menggelengkan kepalanya pelan-pelan "Siapa yang mabuk? Aku? Tak mungkin," jawabnya yang terdengar lebih seperti orang yang baru bangun di pagi hari kemudian ia membenamkan wajahnya di meja kemudian bangkit lagi memandang kosong kedepan lalu membenamkan wajahnya lagi.

Draco menatap wanita itu. Dia terlihat berbeda dari gadis yang ia kenal selama mereka masih bersekolah. Kini tubuhnya terlihat begitu ramping dan seksi. Ditambah lagi rambut yang sudah ditata menjadi ikal cantik bukan lagi mengembang seperti rambut semaknya dulu. Draco hanya tersenyum saat memikirkannya. Si itik buruk rupa, otak dari The Golden Trio sudah bertransformasi menjadi wanita cantik si super model. Namun dengan cepat Draco menggelengkan kepalanya. Apa yang ia pikirkan tadi? Dia buru-buru meneguk minumannya yang sudah datang.

Draco kembali melihat tingkah rivalnya selama di sekolah itu dan hanya bingung saat melihat kelakuannya. Dia tak pernah berpikir seorang Hermione Granger akan mabuk tepat di hadapannya. Tiba-tiba Hermione kembali bangun yang sontak mengangetkan Draco "Kau tahu Malfoy, hidupku tak akan lama lagi," ujarnya dengan mata yang sudah sayu.

"Kau akan mati?"

Hermione memukul lengannya "Hey, apa-apaan ini?" Draco protes.

"Ini lebih menyedihkan daripada kematian. Aku diusir dari negaraku sendiri. Aku akan dideportasi, Malfoy. Dideportasi! Dan sekarang aku harus mencari lelaki yang mau kunikahi agar aku tak di deportasi dari sini," Hermione meracau .

"Kau bisa menikahi si Weasley itu kan?" tanya Draco

Hermione kembali menggelengkan kepalanya cepat "Aku tak mungkin menikah dengan dia. Itu inses," kemudian ia terkekeh "aku berharap ada pria lajang yang dilempar Tuhan dari langit dan bersedia kunikahi," ia kembali meracau dengan wajah yang sudah merah seperti udang rebus.

Belum sempat Draco menimpalinya, Hermione bangkit dari kursinya. Ia seperti kehilangan keseimbangan dan terlihat akan jatuh, Draco sudah siap untuk menangkapnya. Namun ia sudah kembali berdiri dengan normal. Tanpa mengucapkan sepatah katapun lagi dengan gontai ia berjalan menerobos kerumunan lalu menghilang. Draco yang sedari tadi disitu hanya melongo saat melihatnya pergi begitu saja.

"Hoy, mate," Blaise menepuk pundak Draco .

"Kau sudah memulai pesta dulua," tambah Theo.

Draco memandang ketus pada kedua sahabatnya "Kalian yang menghilang begitu saja."

Mereka berdua terkekeh "Ayo kita mulai pestanya sekarang," ujar Theo lagi

Draco mengikuti mereka sambil mengedarkan pandangan mencari sosok Granger yang menghilang seketika.

ooo

Pagi-pagi sekali Draco sudah sampai di kantornya. Bukan karena ingin menghadiri rapat atau sebagainya, ia hanya ingin menemui Gerrad, kaki tangannya di kantor untuk mencari tahu di Kementerian apa yang sebenarnya terjadi pada Granger. Deportasi. Itu hal gila yang pernah ia dengar. Selama 23 tahun menjadi masyarakat sihir di Inggris, ia tak pernah tahu tentang peraturan pendeportasian. Bukankah wilayah dan jarak tak penting, bila segala sesuatu dapat dilakukan secara sihir. Penyihir bisa ber-Apparate kemana saja, lalu untuk apa ada hukum pendeportasian? Draco hanya diam memikirkannya.

Sekitar tengah hari, Gerrad kembali ke ruangan Draco dengan membawa laporan penyelidikan yang ia lakukan hari ini. Ia melaporkan bahwa benar Hermione Granger menjadi salah satu nama yang akan dideportasi kembali ke negara asalnya. Dan Draco baru tahu bahwa ternyata Granger berkewarganegaraan Perancis. Tak ada aksen Perancis sedikitpun di setiap tutur katannya, jadi ia tak pernah berekspektasi bahwa ia bukanlah warga negara Inggris. Kembali pada laporan Gerrad. Ia juga mengatakan bahwa Granger harus menikah dalam kurun waktu 3 minggu ke depan jika ingin melanjutkan kariernya di Inggris dan secara otomatis pula ia akan menjadi masyarakat sihir Inggris yang sah.

Saat itu juga ide gila terlintas di pikirannya. Dia bisa mengajak Granger menikah. Bukan untuk selamanya. Cukup setahun kedepan. Saat perusahaan benar-benar sudah sah menjadi miliknya setelah itu ia akan bercerai dan menemukan orang yang dicintainya untuk hidup bahagia bersamanya kelak. Namun, saat itu juga ia langsung mengacak-acak rambutnya. Tak mungkin ide ini dapat ia realisasikan. Pertama, apa rasanya menikah dengan Granger yang notabene musuhnya selama bertahun-tahun ini? Kedua, apa yang akan di katakan orang-orang jika mengetahuinya? Dan yang ketiga, apakah dia mau menikah dengannya? Tetapi, jika ia menikah dengan Granger ia akan mendapat banyak keuntungan. Selain mereka saling membutuhkan, dia juga dapat mengubah citra buruk yang melekat di kalangan para pureblood.

Draco mengacak-acak rambutnya lagi.

Frustrasi.

ooo

Hermione terbangun dari tidur panjangnya seharian ini. Kepalanya sedikit berdenyut. Hal ini pasti dikarenakan bersloki-sloki minuman kemarin malam. Dia berjalan gontai seperti para awak kapal yang sedang menghadapai badai untuk mengambil jubah tidurnya lalu turun menuju dapur. Dia membuat air madu hangat dan berjalan ke beranda dapurnya guna menyapa matahari yang sudah beranjak tinggi.

Setelah meyesap air madu hangatnya, ia kembali ke dalam dan duduk di ruang tengah penthouse-nya. Dia mengibaskan tongkatnya "Accio agenda."

Saat itu juga agenda bewarna crimson merah datang ke pangkuannya. Ia mulai memeriksa jadwalnya hari ini. Jadwalnya kosong sesiangan ini, hanya ada satu jadwal sore hari nanti. Dia akan bertemu dengan klien dari sebuah brand tas sihir ternama. Dan terima kasih Merlin, pertemuan itu akan di adakan di kantor agensinya. Jadi, ia tak perlu pergi bekejar-kejaran dengan para juru warta.

Perapian penthouse-nya menyala-nyala seketika. Ginny keluar dari dalamnya dengan sedikit mengibaskan jubahnya yang terkena debu "Hey," sapanya pada Hermione.

"Hey," balas Hermione padanya.

Ginny langsung menghempaskan tubuhnya tepat di samping sahabatnya itu "Kau baru bangun?" tanyanya dengan sedikit mendenguskan hidung.

"Aku mabuk berat semalam," kekehnya "kau tidak bekerja hari ini?"

Ginny menaikkan sebelah alisnya "Ini jam makan siang, Nona."

Hermione memperhatikan raut wajah satu-satunya gadis dari trah Weasley ini. Manik wajahnya menunjukkan kesedihan. Apa ini ada hubungannya dengan Harry?

"Ayo ceritakan sekarang," ujar Hermione yang langsung duduk bersila menghadapnya. Dia selalu tahu kapan Ginny membutuhkannya untuk berbagi cerita.

Ginny menoleh "Harry berkencan dengan seseorang kemarin," ucapnya pelan.

"Bukannya itu yang kau harapkan?" tanya Hermione padanya.

Dan air mata Ginny mulai berderai. Hubungan mereka memang sudah berakhir sejak satu tahun yang lalu. Terlalu banyak perbedaan. Begitulah kata mereka. Tetapi, mereka tetap saling menjaga, saling menyayangi seperti tak ada yang terjadi dengan hubungan mereka. Ginny sudah mencoba untuk berkencan dengan beberapa pria di kantornya, tapi tak ada yang bertahan lama. Dia juga selalu berharap agar Harry dapat melanjutkan hidupnya, tapi toh sampai sekarang ia sama sekali tak pernah berkencan. Dan sekarang Ginny tiba-tiba datang ke kediaman Hermione dengan membawa kabar yang seharusnya membuat dia gembira, tapi tidak pada kenyataannya.

Isakan Ginny semakin kencang. Hermione mencoba menenangkannya "Shh,ini yang selalu kau inginkan bukan?" ujar Hermione lagi "dia akhirnya dapat melepaskanmu dan sekarang ia berkencan."

"Aku memang selalu mengharapkannya 'Mione, tapi entah mengapa rasanya begitu sakit saat mendengar ia kembali memulai hubungan baru dengan wanita lain," ucapnya masih tetap terisak.

Hermione beranjak dari sofa itu untuk mengambil segelas air untuk menenangkan gadis berambut merah ini. Dia kembali kemudian menyodorkan gelas itu "Terima kasih," ujar Ginny saat menerimanya.

"Siapa wanita itu?" tanya Hermione lagi yang kembali duduk di sampingnya.

Ginny buru-buru mengelap air matanya lalu menghadap sahabatnya ini "Kau pasti tak akan percaya," ujarnya dengan antusias namun masih dengan sedikit isakan di dalamnya.

"Cepat beritahu aku."

"Parkinson."

Bola mata Hermione serasa akan copot dan mulutnya langsung menganga saat mendengarnya "Apa aku tak salah dengar? Maksudmu Pansy Parkinson? Si Ratu Bawel Slytherin itu?"

Ginny mengangguk "Dunia sihir semakin gila bukan?" ujarnya.

Hermione menghela napas "Iya semakin gila."

"Pertama, kau akan dideportasi dari sini dalam kurun waktu 3 minggu lagi dan dalam kurun waktu 3 minggu ini jugalah kau harus mencari pria Inggris untuk kau nikahi sementara kau tak menjalin hubungan dengan siapapun saat ini," Hermione tersedak saat mendengar masalah yang menimpanya "kedua, dua sahabat kita sedang berkencan atau terjebak dengan gadis-gadis Slytehrine," ucapnya dalam satu napas "ketiga, Luna menghilang begitu saja di hutan antah berantah hanya untuk merampungkan penelitiannya," lanjutnya "dan yang terakhir adalah aku masih mencintai Harry," ujarnya sarkastik .

"Kau juga melupakan bahwa kakakmu akan segera menjadi ayah dalam beberapa bulan lagi," tambahku.

Ginny menepuk kepalanya "Aku lupa tentang Ron yang akan segera menjadi ayah. Ini semua seperti lelucon paling dahsyat yang ada di muka bumi," tambahnya.

Kami berdua terkekeh dan kemudian menghela napas secara bersamaan.

ooo

Kantor agensi dimana Hermione bernaung dibawahnya sudah mulai senggang. Seharian ini kantor menjadi lumayan sibuk kerena pengiklan sedang sibuk mencari model untuk mengiklankan koleksi-koleksi musim panas mereka. Hermione baru saja keluar dari sebuah ruangan setelah menandatangani kontrak terbarunya dengan brand tas sihir terbesar di dunia.

Dia melenggang anggun menuju beranda bangunan ini. Seperti biasa ia akan menghabiskan sorenya untuk sekadar menyesap Chai Tea, favoritnya ditemani dengan Scone sambil bercengkrama dengan model-model lainnya. Sedari tadi dia hanya diam mendengar Valerie dan Ludwina sedang sibuk menceritakan perjalanan mereka ke Jepang untuk pemotretan beberapa minggu lalu. Dia hanya diam sambil menyesap tehnya sambil terus menikmati angin yang menerpa wajahnya. Sinar matahari sore menambah ketenangan dalam pikirannya. Untuk sementara ia ingin melupakan semua masalah yang membelitnya sekarang.

"Miss Granger," sebuah suara mengintrupsi ketenangannya.

Hermione menoleh pada Sabine, asistennya "Ada apa?"

"Ada yang ingin bertemu denganmu," jawabnya.

"Siapa?"

Belum sempat ia menjawab, sosok itu muncul dari belakangnya "Kau ada waktu?" tanya sosok tinggi menjulang itu.

Malfoy? Apa yang ia lakukan disini? Dan mencarinya? Satu lagi lelucon muncul dihidupnya. Tiba-tiba ingatan tadi malam muncul begitu saja di pikirannya. Damn! Hermione merutuki dirinya. "Apa yang sebenarnya aku katakan padanya semalam?" tanya Hermione pelan pada dirinya sendiri

"Miss Granger?" suara Draco Malfoy kembali menginterupsi.

Hermione langsung bangkit dari kursinya dan berjalan menghampiri pria itu. Dia dapat mendengar para model yang sedang berada di beranda itu dan kebetulan lewat di sekitar situ mulai berbisik-bisik mengomentari kehadiran Malfoy disini.

"Aku tak tahu apa yang kukatakan semalam, tapi aku minta maaf bila ada perkataanku membuatmu tersinggung," ujar Hermione pelan padanya

Draco Malfoy hanya menyeringai "Aku memang mau membahas apa yang kau katakan semalam, kau ada waktu?"

Hermione menelan ludanhnya. Sejak kapan pria ini bisa sangat sopan seperti ini? Apakah ini salah satu lelucon di dalam hidupnya lagi?

"Apa yang ingin kau katakan sebenarnya?"

"Aku tak mungkin mengatakannya disini," ujar Draco mencondongkan tubuhnya kemudian berbisik lembut di telinga Hermione

Kontan saat itu wajah Hermione memerah. Dan disaat bersamaan itu jugalah orang-orang makin sibuk berbisik-bisik. Tak mau menjadi bahan omongan, Hermione langsung berjalan meninggalkan Draco "Ayo kita bicarakan di bawah."

Mereka akhirnya sampai di sebuah kedai minuman di bawah bangunan ini. Hermione sengaja mengambil tempat yang lumayan tertutup agar para wartawan tak dapat menemukannya. Setelah memesan dan minuman itu sampai di meja mereka Hermione mulai angkat bicara "Jujur saja kau lumayan menakuti, Malfoy," dengusnya

"Aku? Menakutimu? Apa aku tak salah dengar?" ucapnya sambil tetap memamerkan seringaian khas miliknya

"Kau datang tiba-tiba ke kantor-ku seperti hantu," ujar Hermione lumayan sebal.

"Aku hanya ingin berdiskusi sesuatu denganmu," balasnya.

Hermione mengerutkan dahinya "Dengar, Malfoy, jika ini berhubungan dengan ucapanku tadi malam, aku benar-benar tak tahu harus berkata. Aku saja lupa dengan apa yang aku ucapkan."

Draco hanya menyeringai "Kita bicarakan saat minumannya tiba, aku haus sekali," ujarnya sambil bersandar kemudian menyilangkan kakinya dengan santai

Sebenarnya bukan karena kehadiran Malfoy yang membuatnya sebal, tapi efek dari kehadirannyalah yang membuat Hermione kesal. Pasti besok ia akan menjadi sasaran empuk dari teman-teman modelnya. Mereka pasti akan menggila seperti wartawan yang sibuk mengejar berita para selebritis. Secara yang datang menemuinya adalah Draco Malfoy. Semua selebriti dan para sosialita di dunia sihir mengetahui tentang si pewaris kerajaan bisnis Malfoy Coorps ini. Berita tentang ketampanannya sudah tersebar dimana-mana. Dan yang lebih menjijikan bagi Hermione, Valerie selalu mengatakan bahwa Draco Malfoy adalah sosok yang sangat susah untuk ditaklukan oleh para wanita.

"Jadi, apa yang akan kau katakan padaku?" tanya Hermione saat pesanan mereka tiba.

Malfoy menyesap Jus Labu pesanannya lalu membuka suaranya "Menikahlah denganku."

ooo

to be continued