Disclaimer: all Harry Potter characters belong to Joanne Kathleen Rowling. I never mean to steal it.
Timeline: 6 tahun setelah perang Hogwarts. Jadi abaikan aja epilog di Deathly Hallows :p
Storyline: Hermione – Ron pacaran tapi ga begitu harmonis. Harry – Ginny udah nikah dan James udah umur 1 tahun. The Golden Trio kerja di kementrian semua.
Warning: ganti-ganti POV berdasarkan tulisan nama mereka yang bercetak tebal. OOC, tidak sesuai harapan, abal ._.
Chapter 1.
.
Hermione
Pernahkah kalian 3 kali harus kembali ketempat kalian tinggal karena kelalaian kalian akan sesuatu? Satu kali untuk dokumen penting yang seharusnya sudah kumasukkan kedalam tas berpuluh-puluh jam yang lalu karena benda itu sangat SANGAT vital untuk rapat hari ini. Yang kedua untuk cincin tunanganku dengan Ron yang kuingat terlempar ke bawah sofa saat kemarin malam kami bertengkar hebat, aku harus memakainya karena kami sudah berbaikan pagi ini. Dan ketiga kalinya aku harus kembali ke apartemenku dipinggir kota London ini adalah untuk mengambil telepon genggam muggle ku. Pada akhirnya, aku telat datang pada rapat pagi bersama Kingsley Shacklebolt, Menteri Sihir dan jajaran staf ahli.
Aku berantakan.
Untung saja presentasi yang kulakukan tadi tidak terlalu mengecewakan. Karena kalau saja iya, mungkin aku sudah menenggelamkan diri kedalam laut sekarang juga. Hanya kedai kopi didekat stasiun ini yang bisa membawa nyawaku kembali. Selain karena capuccino yang kupesan, juga karena seorang pria yang selalu berada disana pada jam seperti ini. Siapapun tidak akan percaya jika kukatakan siapa dia.
Rambut pirangnya yang menyembul dari sandaran sofa yang tinggi membuatku mudah menemukan tempatnya duduk yang selalu berpindah-pindah setiap harinya. Sepertinya ia pun sudah menyadari keberadaanku dari bunyi langkah sepatu tumit tinggiku yang menghampiri tempat ia duduk dari belakang.
"Malam, Granger." Sapanya setelah aku sampai dihadapannya dan duduk disofa didepannya. Aku menaikkan alis sekilas lalu memanggil pelayan untuk memesan secangkir capuccino, "Hari yang berat, kutebak."
"Begitulah." Jawabku singkat lalu menyeruput capuccino yang baru saja datang, "Kau sendiri?"
Ia hanya tersenyum tipis sambil menatapku dengan mata kelabunya yang tajam lalu perlahan menaikkan bahunya, "Kau tahu sendiri aku tidak pernah menyukai pekerjaan bisnis dan lain sebagainya ini. Aku tidak mengerti masalah saham sama sekali."
Pria didepanku ini, mewarisi 100% perusahaan keluarganya dan diharuskan memimpinnya dengan pengetahuannya tentang bisnis yang amat sangat minim. Kami pertama kali bertemu setelah sekian lama di kedai ini dengan secara tidak sengaja. Saat itu bulan Desember yang beku setahun lalu dan salju turun dengan membabi buta beserta angin kencang yang memilukan. Aku yang sedang dalam perjalanan menuju stasiun untuk pulang ke apartemenku, memilih berhenti sebentar disana dan mendapati bagaimana ia telah duduk disalah satu sofa dipinggir jendela yang menghadap langsung ke pintu masuk dengan wajahnya seperti ingin memakan semua orang diruangan itu. Rambut pirangnya terlihat acak-acakan dan melebihi tinggi sandaran sofa. Seisi kedai memperhatikan kami berdua, yang memang setelah perang Hogwarts sangat dikenal, terutama saat aku menghampiri dan memanggil namanya.
"Draco Malfoy?"
Ia mendongak menatapku seperti melihat hantu sebelum akhirnya mengedikkan kepalanya singkat. Ia juga mengangguk saat aku menanyakan bolehkah aku duduk bersamanya di sofa itu. Hal yang aneh memang. Tapi lalu menjadi rutinitas bagaimana kami melewati masa sulit dalam pekerjaan kami masing-masing. Draco entah bagaimana cukup terbuka soal masalah-masalahnya padaku dan hal yang sama juga terjadi padaku. Namun lama kelamaan pertemuan kami tidak sekedar di kedai itu saja hingga akhirnya ia juga menyeretku kedalam dunianya.
Pada suatu malam yang dingin aku mendapati Draco berdiri didepan kedai, menungguku dengan setelan tuksedonya yang membuatnya terlihat memukau. Ia membawaku kedalam mobil Rolls Royce nya ke sebuah Hall mewah untuk menghadiri sebuah Ball eksklusif antar kolega bisnisnya dari segala penjuru dunia karena ia sendiri belum memiliki pasangan untuk datang kesana. Dan ia tidak memberitahukannya kepadaku sebelumnya. Oh, dan tentu saja Ron tidak mengetahui hal ini meskipun aku tahu akan ada saatnya ia akan menyadarinya. Begitu juga dengan Harry dan Ginny, meskipun mereka berdua adalah sahabatku. Karena entah bagaimana aku lebih nyaman menceritakan semua masalahku pada Draco ketimbang pada Ron, dan aku juga jauh lebih senang menghabiskan waktu bersama pangeran Slytherin ini.
Well, kupikir belum saatnya ada yang mengetahui tentang rahasia kecil ini.
Rahasia kecil. Ya, sebut saja begitu. Juga sebuah rahasia perasaan kecil yang ada dihatiku ini setiap kali aku bertemu atau sekedar teringat padanya.
Draco
Capuccino milik Hermione sudah separuhnya diminum sementara kopi kentalku masih saja utuh dan bahkan aku tidak berniat untuk menyentuhnya sama sekali. Ia masih tetap terlihat cantik seperti biasanya meskipun seharian ini bekerja di kementrian. Seharusnya aku bilang saja padanya sejak awal bahwa.. ah sudahlah.
Cincin tunangan perak yang melingkar di jari manisnya begitu indah. Beruntung sekali sang pemberi karena tak sekalipun aku melihatnya terlepas dari jari Hermione. Yah, kau tahu pasti siapa yang memberinya. Tidak penting.
Seperti malam-malam sebelumnya kami selalu saling bertukar cerita. Apa saja. dan kali ini kubiarkan ia berceloteh tentang presentasinya yang cukup sukses pagi tadi didepan Menteri Sihir Shacklebolt setelah terlambat datang karena barang-barang yang tertinggal sambil sesekali mengecek telepon genggamnya. Aku terlalu lelah untuk sekedar bereaksi terhadap ceritanya, tapi ia santai saja karena ia tahu mengapa aku seperti ini.
"...sampai pada akhirnya mereka semua bertepuk tangan dan menyalamiku diakhir presentasi. Rasanya aku melayang, kau tahu?"
Aku hanya mengangguk lalu menatap jam di pergelangan tanganku. Pukul 10 lewat 22 malam. Kami sudah disini sekitar dua setengah jam dan aku masih betah saja mendengarkannya berbicara. Entah mengapa.
Biar saja.
.
Ginny
"James! Berhenti mengacak-acak dokumen milik Dad!"
Berlarian melintasi ruangan benar-benar pekerjaan yang sangat melelahkan dihari panas seperti ini. James tidak mau berhenti memanjat naik ke meja kerja Harry dan duduk disana dengan manis lalu melempar-lempar kertas ke penjuru rumah. Luar biasa sekali bagaimana ia tidak mau diam sementara aku masih harus menyiapkan makan malam untuk Harry yang akan pulang sebentar lagi.
Daaan, benar saja. Aku bisa mendengar bunyi pop pelan diluar dan diikuti suara pintu terbuka serta celotehan Harry bersama satu orang lagi. Tunggu, apa?
"Ron!" teriakku ketika aku menoleh dan mendapati Harry masuk kedalam rumah bersama Ron. Tumben sekali. Harry langsung meraup James dalam pelukannya sementara aku melepas apron dan memeluk kakakku yang satu itu, "Apa kabar?"
"Seperti yang kaulihat." jawab Ron sambil menyambut pelukanku.
"Duduklah dulu. Akan kusiapkan makan malam." Ia mengangguk lalu berjalan menuju meja makan dan duduk disalah satu kursi sementara Harry menghampiri dan mencium leherku dari belakang. Sepertinya itu hanya triknya untuk membisikiku sesuatu.
"Sepertinya ada yang terjadi antara ia dan Hermione." Bisik Harry sangat pelan ditelingaku yang membuatku kegelian. Aku mengangguk samar tanda mengerti. Ia lalu menyusul Ron dan duduk dikursi di sampingnya.
Ayam panggangku sudah matang dan menimbulkan wangi yang memikat saat aku membawanya ke meja makan.
Ron sudah siap dengan peralatan makannya dan sepertinya ia memang sudah kelaparan, "Wow! Ayam ini terlihat menggodaku!"
Harry tergelak dan mengalihkan James kepadaku, "Selamat makan!" mereka melahap potongan-potongan ayam besar yang seketika hilang dari piring.
"Jadi," sahutku setelah mereka selesai makan, "Sudah lama aku tidak bertemu dengan Hermione. Kenapa kau tidak mengajaknya, Ron?"
Ron mengeluarkan tulang dari mulutnya dengan jari tangannya lalu menatapku, "Oh, dia sangat sibuk di Kementrian seperti yang kau tahu. Dia hobi sekali bekerja."
"Well ya, terdengar sangat Hermione." Sahut Harry yang diiringi tawa kecil.
"Sangat." Lanjut Ron, "Tidak heran ia seperti itu kan?"
Aku berdeham kecil lalu menunjukkan wajah serius kepada keduanya, "Lalu kapan kau berencana melamarnya? 6 tahun, Ron. 6 tahun dan seorang wanita tidak suka 'digantung'."
"Aku belum yakin kapan." Jawab Ron lalu, "Mungkin tidak perlu direncanakan. Spontan saja."
"Oke. Spontan." Aku melirik kearah Harry memintanya membantuku berbicara, "Tapi kapan? Besok? Minggu depan? Bulan depan? Lagipula kalian kan sudah bertunangan. Lebih cepat lebih baik."
"Kupikir Ginny benar, Ron. Kau harus meresmikannya segera atau ia akan lebih nyaman dengan pekerjaannya ketimbang dengan kau." Ujar Harry. Bagus!
Ron mendengus, "Ya kalian benar. Tapi aku hampir tidak bisa meminta waktu untuk bertemu dengannya bahkan di saat weekend. Ia menggunakan weekend untuk mengistirahatkan diri dan weekdays untuk bekerja."
"Yang benar saja!" sahutku cepat, "Pasti ada waktu. Cobalah. Atau kau akan kehilangan kesempatan selamanya."
.
Draco
"Mr. Malfoy, Mr. Frederick dari Jerman ada di line 6." Sekretarisku muncul di pintu dan menunjuk kearah telepon muggle berwarna putih marmer di meja kerjaku. Aku meraih gagang telepon dan menekan tombol bertuliskan angka 6 berwarna merah marun dan memulai percakapan dengan salah satu kolega bisnisku. Well, sebenarnya ia adalah kolega bisnis ayahku yang semuanya beralih berurusan denganku karena beliau menyerahkan kepemimpinannya padaku setelah aku lulus dari Hogwarts. 18 tahun dan memimpin perusahaan besar dengan bisnis jutaan galleon, jutaan poundsterling.
Aku menyesap kopi hitamku di meja dan menatap keluar jendela setelah perbincanganku dengan Alex Frederick selesai. Tiba-tiba benda kecil yang disebut ponsel milikku bergetar diatas meja. Oh ya, aku bersahabat dengan benda-benda muggle setelah tentunya kesetaraan antara penyihir darah murni dan keturunan muggle disahkan dan segala hal yang mereka bawa dari dunia mereka juga dilegalkan. Lagipula benda-benda itu cukup berguna dan sangat membantu.
Kolega bisnisku yang lain. Kembali aku melakukan pembicaraan serius tentang saham, valuta dan lain sebagainya. Belum juga satu menit perbincangan kami selesai, benda itu bergetar lagi. Blaise?
"Hai, Blaise."
"Hey, Mister Boss!" aku tergelak kecil sementara Blaise diujung sana terkekeh lama.
Aku mengeluarkan suara datar, "Lucu sekali. Ada apa kau menelepon?"
"Whooa!" Blaise berbicara diantara keriuhan sekitarnya, "Jangan marah dulu, Draco. Aku hanya ingin mengajakmu bersenang-senang bersama yang lain malam ini. Theo mengadakan pesta! Kau tahu kan ia sudah bertunangan dengan Daphne Greengrass dan segera menikah?"
"Wow, benarkah? Bagus sekali! dimana pestanya?"
"Jam 7 malam ini ditempat biasa. Kau harus datang karena kau sudah lama sekali tidak terlihat disini! Kau gila kerja sekarang, eh?"
"Aku pasti datang. Tenang saja." setelah sedikit chit-chat ringan, Blaise menutup teleponnya. Aku menekan tombol angka 2 pada teleponku untuk mendial Charlotte, sekretarisku.
Charlotte mengangkat telepon setelah melihat line berapa yang meneleponnya sambil mengintip kedalam ruanganku yang bisa terlihat dari tempatnya duduk dari jendela kaca ditembok, "Ya, Mr. Malfoy?"
"Batalkan semua janjiku sore hingga malam ini. Katakan saja aku akan pergi keluar kota atau entah apalah terserah kau. Aku ada janji malam ini."
"Miss Granger lagi?" tanya Charlotte dengan nada penasaran. Aku mengernyit menatapnya lewat jendela kaca dan ia pun langsung meralat ucapannya, "Baiklah. Akan kulakukan."
Aku menutup telepon dan tidak heran Charlotte akan menyangka aku memiliki janji dengan Hermione Granger mengingat kami memang sering janji bertemu dibeberapa tempat meskipun tentu lebih sering bertemu di kedai kopi dekat stasiun. Tentu saja ia juga menyangka seperti itu karena Hermione-lah yang kuajak ke Exclusive Ball beberapa waktu yang lalu bersama kolega-kolega bisnisku dari luar negeri. Dan hanya Charlotte disana yang tahu siapa Hermione dan apa artinya dia dalam kehidupan masa laluku. Musuh. Musuh besar.
Pukul 6 lewat 56 sore. Aku harus bergegas. Bubuk floo ku sepertinya hanya cukup untuk satu kali perjalanan ini saja. Akan kuingatkan Charlotte untuk membelikanku lagi nanti.
Sweep Diamond Restaurant and Bar.
Well, lebih cocok dikatakan sebagai diskotik ketimbang restoran atau bar sebenarnya. Tapi disinilah tempat kami selalu menghabiskan waktu bersenang-senang.
"Draco!" aku melambai pada Theo yang meneriakiku dari kejauhan dan terlihat sangat terkejut dengan kedatanganku. Woow, apa aku sebegitu tidak pernahnya keluar malam bersama mereka lagi?
"Theo, selamat! Aku turut bahagia! Mana Daphne?" ujarku disela keriuhan didalam sini. Theo menepuk pundakku lalu menunjuk ke satu titik dimana Daphne dan seorang gadis sedang berbincang riang disana. Dan aku bersumpah aku mengenal gadis itu dengan sangat baik.
"Dia sedang bersama Granger." Jawab Theo yang langsung menjelaskan semuanya. Tentu saja. Daphne berada dalam satu departemen yang sama dengan Hermione di Kementrian Sihir. Aku melihat Daphne melambai pada Theo yang juga melakukan hal yang sama. Gadis itu menggandeng Hermione untuk ikut dengannya mendekat. Hermione sedikit kaget lalu tersenyum singkat saat melihatku.
"Hai, Drake!" Daphne memelukku setelah mendekat, "Senang kau bisa datang. Kau kan bos sekarang."
"Bisa saja kau." Kami lalu tertawa, "Aku ikut bahagia, Daph. Kapan pernikahannya?"
"Tanyakan saja pada Mr. Nott disini." Ia lalu bergelayut manja pada Theo yang langsung mengecup keningnya.
"Secepatnya kalian semua akan kukabari." Mereka mencium bibir satu sama lain lalu berjingkrak mendengar lagu yang mengalun dan mulai berdansa ke tengah ruangan diikuti yang lainnya termasuk Blaise yang sudah menggandeng Pansy Parkinson untuk berdansa.
Aku tertawa dan berbalik kearah Hermione yang bergerak mengikuti irama, "Kau mau berdansa juga?"
Hermione menoleh kearahku dan sedikit berpikir, "Umm...tidak. Tidak denganmu."
Alisku mengernyit, "Kenapa?"
Ia mendongak dengan wajah serius. Ia mengangkat tangan kanannya kedepan wajahku dan menunjukkan cincin tunangannya, "Aku tidak mau mencari masalah."
"Jadi, ada masalah?"
Hermione
Aku tidak tahu bagaimana harus menjelaskan pada Draco tentang perbincanganku dengan Ron siang tadi. Ia melamarku. Kupikir ia hanya akan mengajak makan siang bersama ketika tiba-tiba ia berlutut dan memintaku untuk menikah dengannya. Aku tidak bisa menjawab ya ataupun tidak. Maka disinilah aku, menerima undangan Daphne untuk menghilangkan stres akan kejadian tadi siang, tapi malah bertemu dengan Draco.
"Ron melamarku."
Draco terdiam sesaat dengan mulut terbuka sebelum akhirnya mengucapkan, "Wow. Selamat! Semua orang sepertinya akan menikah dalam waktu dekat."
"Aku belum menjawabnya. Dan itulah masalahnya."
"Kenapa?" tanya Draco.
Aku hanya menaikkan bahuku singkat, "Aku sendiri tak tahu kenapa."
"Dan kalau begitu berdansa saja." ajak Draco lagi, "Untuk menghilangkan semua masalah?" ia mengulurkan tangannya kedepan tubuhku. Kukutuki diriku sendiri ketika akhirnya tanganku meraih tangannya dan menyambut ajakannya berdansa ke tengah ruangan. Tangan kanannya melingkar dipinggangku sementara tangan kirinya menggenggam tangan kananku erat disisi tubuh kami.
Aku membenamkan wajahku didadanya dan melingkarkan tangan dilehernya. Tak peduli dengan irama musik yang tidak sesuai, aku bergerak semauku.
"Kau tahu, kau seharusnya langsung menerima Ron."
Aku mendongak heran karena aku tak salah mendengar Draco mengatakannya, "Kenapa?"
"6 tahun! Kupikir bukan waktu yang singkat untuk seorang pria. Dan seorang wanita tentunya." Jawab Draco, "Potter saja sudah memiliki junior mereka, apa kau tak ingin?"
"Bukan masalah itu.." Aku kembali membenamkan wajahku. Ia mengelus rambutku pelan dan agak ragu, "Aku belum yakin."
"Aku yakin." Kalimatnya kembali membuatku mendongak, "Dan aku tahu Ron juga seyakin ini jika ia melihatmu malam ini secantik ini. Kau saja yang tidak bisa melihatnya dengan jelas saking sibuknya kau dengan semua kegiatan dan pekerjaanmu yang kau ceritakan padaku. Aku tahu ia yakin."
Aku terdiam sambil masih terus menatap mata kelabunya. Bagaimana bisa ia berbicara se panjang itu tentang hal seperti ini? dan bagaimana ia terlihat begitu tampan malam ini? apa mungkin ini karena efek 2 gelas besar bir yang tadi kuminum? Entahlah. Detik berikutnya yang kutahu bibirku sudah melekat dengan bibirnya dan saling melumat.
Lalu semua gelap.
TBC
another dramione fanfiction! haha :D padahal if this aja juga belom kelar kurang 1 chapter aku udah kalap bikin ff baru :)
ff ini agak sedikit beda mungkin, jadi semoga semua puas :D
mind to read n review? ;)