xXxX Remember XxXx

Chapter 1 'Can You?'

A/N : Neeee~ Misaru here x3

Kali ini fict bikinan Misa, dan pertama kali di fandom Naruto.. jadi mohon kerja samanyaaa~ (SaRu : mohon kerjasamanya (_ _))

Ah, Misa ga mau banyak basa basi (?) jadi langsung baca aja ya ne..

Penentuan fict ini ada di readers sekalian..

Jadi jangan lupa-

MiSaRu : RnR minna? :3


Disclamer : Naruto © Masashi Kishimoto

Remember Copyright : Misaru Keigo

Rated : T

Genre : Romance, Hurt/Comfort, Angst

Warning : AU, OOC(?), Typo(s), Miss typo(s), Poetry, Gaje, de el el


.

.

Enjoy!

.

.

Bila aku dapat memilih.

Bukan inilah pilihan yang akan ku pilih.

Yang ku inginkan adalah bersamamu.

Terus bersamamu.

Hingga takdir yang mempermainkan kita.

.

.

.

Sore. Itulah kata yang terlukis saat mentari telah memutuskan untuk memendamkan diri, berganti oleh indahnya sang rembulan. Biru telah tertutup jingga. Sinar telah meredup seolah lelah dan terganti oleh gelapnya malam. Angin bertiup lebih kencang di iringi oleh kawanan unggas yang tengah mengepakkan sayapnya. Kicau burungpun ikut serta menyambut dunia malam yang sebentar lagi akan datang, menanti setiap insan tersenyum akan kedatangan sang rembulan.. Malam yang telah ditunggu-tunggu atau bahkan malam yang di harapkan tak akan datang.

Angin berhembus dengan kuatnya, membuat setiap insan tak kuasa menahan dingin membutuhkan kehangatan. Kelopak bunga sakura-pun ikut serta menari di tengah semilir angin yang semakin lama semakin berhembus dengan kencang. Hembusan demi hembusan menyapu salah satu pohon sakura yang tumbuh besar di tengah padang rumput yang menari-nari, membuat mereka menjadi saksi bisu antara dua insan yang tengah berdiam diri dan menjauh dari keramaian.

Hening. Tak satupun dari mereka yang memulai pembicaraan. Kini malam di musim semi benar-benar datang. Malam yang di penuhi dengan hawa dingin. Kini awan tengah menutup indahnya sang rembulan yang seolah enggan menyaksikan kebisuan di antara kedua insan yang terus terdiam. Gugurnya kelopak bunga sakura setia menemani keheningan di antara mereka. Terus berhembus dan menari bersama helaian rambut seorang gadis yang memiliki warna sama dengan bunga sakura—soft pink.

Masih terus terdiam. Sang gadis masih terduduk merebahkan tubuhnya di antara rindangnya pohon sakura. Pohon yang sedari tadi menyaksikan kisah mereka. Terus dalam keadaan hening—dan—diam.

Bosan. Itulah perasaan yang dirasakan oleh sosok laki-laki berambut raven dengan mata onyx nya yang tengah berdiri di samping gadis berambut bubble-gum. Dia berdiri, menanti seseorang untuk memulai pembicaraan. Telapak tangan nya terus terbenam dalam saku celana seolah tak ingin menunjukan sosoknya. Sungguh bosan dengan keadaan yang tengah ia rasakan. Sesekali dia mengambil kesempatan dari sudut mata onyx nya melirik sosok yang tengah terduduk di sampingnya. Nenikmati setiap hembusan angin dan iringan kelopak bunga sakura. Sungguh pemandangan yang indah. Namun, pemandangan itu tak seindah ketika dia tersenyum. Senyuman yang sungguh memikat. Kini hanya terdapat wajah sendu. Wajah yang sulit untuk di artikan. Sang gadis hanya tersenyum pilu. Menutup kelopak matanya menikmati setiap hembusan angin yang menerpa seluruh tubuhnya.

"Sasuke... Kau—kau sudah tau kabarnya kan? Aku akan pindah ke Suna... besok." Suara lirih yang berhasil memecah keheningan. Keheningan yang berubah menjadi pilu. Sosok yang di panggil hanya berdiam diri. Tak merespon suara lembut yang mengajaknya berbicara. Pandangan nya lurus. Entah apa yang dilihatnya. Tetap tak ada respon, bahkan untuk sekedar melirik sang gadis pun dia tidak mau. Onyx yang tersirat emosi—tajam—dan—dingin.

"Maukah kau menungguku?"

WUUUSSH—Lagi-lagi terdiam. Tak ada respon untuk kedua kalinya. Kalimat yang sungguh—menyesakkan. Suara lembut yang berganti lirih. Tatapan tajam yang memperlihatkan secarik kesedihan. Hening.

Ctik—ctik—ctik—ribuan tetes air hujan menemani keheningan diantara mereka secara perlahan. Seolah mengerti dan mengartikan situasi dan perasaan pilu dalam benak mereka. Angin—hujan—kelopak bunga sakura—semua berguguran, rapuh tak tertahan. Mewakili rasa sakit dalam hati mereka. Mewakili perasaan yang tengah rapuh.

Sang gadis. Sakura—Haruno Sakura, yang mengetahui sifat dingin kekasihnya hanya dapat tersenyum pilu. Senyuman palsu yang pertama kali ia tunjukan. Berusaha untuk tegar. Tegar akan keputusannya. Tegar akan tindakannya. Dan tegar untuk menerima resiko apapun yang akan di dapatkannya. Dia berusaha berdiri walaupun tubuhnya terasa lemah. Mata emerald nya tertunduk takut, ingin rasanya melihat wajah sang kekasih. Namun dia tidak bisa. Dia—Sakura, berusaha tersenyum walaupun hatinya meringis. Menunggu respon yang di berikan oleh sang kekasih—Uchiha Sasuke.

Sasuke terus memandang ke arah lurus, tatapan onyx nya yang tajam dan dingin. Ekspresi wajahnya yang tak berubah—datar, seolah menunjukan keegoisannya. Tak merespon ucapan sang kekasih yang setia menunggunya. Tak peduli apapun yang di katakannya, benar—benar—tak—peduli.

"Hanya itu yang ingin kau katakan?" Sosok yang sedari tadi membisu, akhirnya angkat bicara. Tubuhnya kini tak lagi bersandar pada pohon sakura, melainkan sudah berdiri tegak. Melangkahkan kakinya dan berjalan meninggalkan Sakura yang menatapnya dengan tatapan sendu.

"Sasu—Sasuke-kun!" Seolah tak menerima kepergian sang kekasih, tangan mungil Sakura kini menarik lembut lengan si Uchiha bungsu. Langkah Sasuke terhenti. Namun, pandangannya tetap sama—lurus. Sama sekali tak ada niat untuk membalikkan tubuh dan menatap emerald sang kekasih. Tak melirik sedikitpun, seolah jijik dengan sosok yang tengah berdiri di belakangnya.

"Sasuke-kun,"

Hening.

"Sasuke..."

Tetap hening.

"..."

"SASUKE! Kumohon—tataplah aku dan jawab pertanyaanku!" emerald yang tak kuasa memendung tangisan. Tangisan yang sedari tadi terus terbenam kini menampakkan sosoknya yang bening dan suci. Mengalir ke setiap lekuk pipi mulus milik Sakura. Rambut soft pinknya mengaliri tetesan air hujan di setiap akhir perjalanan helaian rambutnya. Nafasnya memburu, tubuhnya pucat dan dingin, bibirnya bergetar memendam suara isak tangis yang tak kuasa di tahan. Tatapannya memancarkan sepedihan saat menatap punggung sang kekasih. Berharap Sasuke mau melihatnya.

Sedangkan Sasuke, dia hanya mendecih. Masih tetap terpaku dalam pendiriannya yang egois. Pandangan nya tetap sama. Tidak ada yang bisa mengalihkan onyx dari tatapan tajamnya. Angin yang berhembus diantara derasnya hujan membuatnya berani menepis tangan mungil sang kekasih. Dan masih tetap sama—tanpa—melirik—seikitpun. Sehina itukah Sakura saat ini?

"Cih. Terserah padamu saja! Jangan ganggu aku!"

Ironis. Sungguh ironis. Gugurnya bunga sakura adalah saksi bisu berakhirnya kisah cinta kedua insan yang terselimuti oleh keheningan. Masih bisakah Sakura menganggapnya sebagai seorang kekasih? Masih pantaskah dia menemui Sasuke? Sasuke-nya yang telah dia sakiti? Ah, ingin rasanya teriak, bukan dia yang memutuskan untuk pergi tapi takdirlah yang menentukan mereka berpisah dengan cara yang ironis.

Hatinya bergemuruh merasakan sakit. Dia sangat tersiksa. Tak kuat menahan emosi. Menatap kepergian orang yang dicintainya tanpa mau menatap atau meliriknya sedikitpun. Dia merasa hina dan menjijikkan. Bukan ini yang Sakura mau. Perpisahan. Dia tidak mau berpisah. Seandainya dia bisa, dia ingin lari menahan Sasuke. Menariknya—memeluknya—menciumnya. Tapi semua terbalik. Sakura-lah yang harus di tahan. Dialah yang pergi, bukan Sasuke. Namun, dia juga yang harus menerima resikonya—Sakuralah yang paling tersiksa. Benar-benar tidak adil bila takdir mempermainkan mereka. Ironis bukan?

"Hiks.. Gomen ne—Sasuke-kun, gomen ne..."

Bila aku dapat memilih.

Maka aku akan memilih tuk menghentikanmu.

Rasa sakitku adalah saat kau jauh.

Bahagiaku adalah saat kau tersenyum.

Namun, ego yang membuatku seperti ini.

Ego lah yang memenangkan kisahku tuk menjauh darimu.

.

.

xXxX Remember XxXx

Suara bising, gaduh, dan keramaian yang tercipta. Semua terlukis jelas dalam suasana kelas yang bergemuruh. Ya, semester baru kini telah dimulai. Baru beberapa saat yang lalu upacara penerimaan murid baru telah usai di selenggarakan. Kini semua murid tengah berada di kelas masing-masing. Sepuluh B. Itulah yang tertulis pada papan kayu yang tergantung di atas pintu salah satu ruang kelas. Dimana para siswa/i tengah saling memperkenalkan diri satu sama lain, sangat gaduh seolah mereka sudah saling kenal dalam waktu yang cukup lama. Senior High School—waktu bagi mereka memasuki tahap kedewasaan. Canda, tawa terlukis dari raut wajah mereka. Ah, kecuali satu orang. Sosok laki-laki berambut raven yang kini tengah duduk di pojok belakang kelas, seraya menopang dagu dengan tangan kanannya dan menatap lurus kearah luar jendela.

Sakura. Mata onyx nya terus menatap gugurnya bunga sakura dari arah jendela. Menari-nari dengan melodi yang di ciptakan oleh kicauan burung. Angin yang berhembus lembut dan ranting-ranting yang berbisik seolah ikut serta dalam mengomentari keindahan sakura. Mengingatkan laki-laki berwajah tampan ini pada kejadian tiga tahun lalu. Memori yang sangat tidak di sukainya.

"Teeemmeeee~ hei Teme!" Ucap seorang laki-laki berambut kuning dengan style jabrik seperti buah durian dengan suara tinggi, namun terkesan manja terhadap sang pemilik rambut raven—Uchiha Sasuke.

"TEEEMEEEE!"

"Berhentilah berteriak di dekatku Dobe! Aku tidak tuli!" Sahut Sasuke gusar yang terlihat dari cara bicaranya yang menahan emosi. Namun, pandangannya tak berubah—tetap sama.

"Kau jahat Teme~ kita sekelas tapi kau tak terlihat senang?"

"Hn"

"Bergabunglah dengan yang lain Teme,"

"Hn"

"Teme,"

"Hn"

"TEMEEEEEE~"

"Kau berisik sekali Dobe! Terserah padamu saja!"

Sosok yang di ketahui mempunyai nama Uzumaki Naruto hanya tersenyum seolah puas menunjukkan deretan gigi putihnya dengan wajah tanpa bersalah terhadap Sasuke. Sasuke yang mengetahui sifat sahabat kecilnya itu hanya memutar bola matanya bosan. Saat ini tak ada hal yang dapat membuatnya menarik. Dia—Sasuke, hanya ingin kesunyian dan—menatap sendu—bunga sakura.

xXxX Remember XxXx

Seminggu telah berlalu. Aktifitas di Konoha High School pun berjalan sesuai prosedur yang di buat. Dan tidak butuh waktu yang lama, benih-benih cinta masa SMA pun mulai tumbuh. Hanya butuh menunggu waktu yang tepat untuk menyatakan perasaan masing-masing setiap insan. Perasaan yang wajar bukan? Ya, tak terkecuali sekelompok gadis yang kini tengah histeris bak melihat sosok pangeran tampan turun dengan gagah dari kuda putih miliknya. Ah, itu hanya perumpamaan yang tersirat dari raut wajah mereka yang kini tengah berbinar-binar. Siapa lagi yang dapat meluluhkan para gadis di sekolah ternama ini. Sang pemilik mata onyx yang pekat dan mempunyai rambut raven seperti—errr… chickenbutt, anak pengusaha kaya yang cukup berpengaruh di Jepang dan anak bungsu dari keluarga Uchiha. Sasuke—Uchiha Sasuke.

"Kyaaaaa~ Sasuke-sama,"

"Sasuke-sama, aku rela melakukan apapun untukmu~"

"Sasuke-sama itu milikku, aku rela bila di sentuh olehmu!"

Berisik. Hanya kalimat itu yang terngiang dalam pikiran Uchiha bungsu ini. Dia—Sasuke, hanya menganggap bodoh gadis-gadis yang mengelilinginya. Ah, belum tentu mereka masih gadis, toh terhadapnya pun mereka seperti terbiasa dengan sikap murahan. Seolah dapat meluluhkan hati sang pengeran dengan berserah diri. Tidak mungkin. Hatinya masih terlalu beku untuk diluluhkan. Mungkin, hanya 'dia' lah yang dapat meluluhkan bekunya karang es di hati Sasuke.

.

.

.

"Mati saja kau bodoh!"

"Jangan dekati Sasori-senpai!"

"Kami tidak peduli apa hubunganmu dengannya! Siapapun dirimu kami tidak akan segan-segan menyakitimu!"

"Kau hanya gadis bodoh yang tak sebanding dengannya! Oleh karna itu JANGAN KAU SENTUH DIA!"

BYUUURR—suara guyuran air membuat suasana gaduh kini berubah seketika menjadi hening. Semua perhatian dan pasak mata beralih ke satu titik di tengah lapangan. Tak kecuali Sasuke yang terkejut melihat pemandangan yang terbilang wajar baginya. Bullying—Ah, bukan. Bukan pembully-an yang membuat Sasuke terkejut. Namun, sosok yang tengah di bully lah yang membuat mata onyx-nya terpaku tajam. Sosok gadis yang mempunyai rambut setara dengan warna kelopak bunga sakura. Membuat memori Uchiha bungsu ini memaksa untuk mengulang kejadian tiga tahun lalu. Saat terakhir kali dia melihat rambut yang setara dengan bunga yang di sukai sekaligus di benci olehnya.

Tanpa aba-aba, kaki Sasuke tersontak melangkah kearah gadis yang kini tengah di caci maki. Tapi apa daya, gadis-gadis yang mengelilinginya tidak mengijinkan pangeran keluar dari istana. Dan hal itu sukses membuat Sasuke kesal dan berdecih. Seandainya mereka bukan perempuan yang drajatnya harus di lindungi, pasti satu-persatu sudah mengeluarkan tetesan darah yang di sebabkan sang pangeran. Tapi takdir berkata lain. Dia tidak boleh menyakiti perempuan secara berlebihan. Walaupun tanpa disadari olehnya, dia sering kali menyakiti perempuan dengan menolak perasaan cintanya. Benar-benar pangeran es.

"Bisakah kalian minggir!" Ucap Sasuke yang masih mempertahankan wajah datar namun tatapannya menyirat kekesalan.

"Ka-kami tidak akan membiarkanmu lewat dan me-menolong ga-dis itu!" Bisik salah satu fans Sasuke yang cukup terdengar olehnya.

"Cih..."

"APA YANG KALIAN LAKUKAN?" Tanpa babibu datanglah sosok laki-laki berambut merah dengan wajah baby-face yang sangat jelas menunjukkan kebencian saat mata huzzelnut-nya menangkap sosok yang sangat di kenalinya tengah di bully oleh fans-fanatiknya.

"Sa-Sasori-senpai?" Kaku. Itulah yang tersirat saat pemilik wajah baby-face itu berlari dan menolong sang gadis. Wajah baby-face itu terus tertutup oleh amarah dan perasaan emosi saat menyadari dan melihat fans-fanatiknya bertindak keterlaluan.

"Kalian... Kalian tidak akan ku maafkan jika berbuat hal lain yang dapat menyakitinya! Kalian dengar?!" Ucap pemilik wajah baby-face yang di ketahui mempunyai nama—Akasuna no Sasori—yang menekan setiap suku kata yang tengah ia lontarkan. Terlihat jelas dari raut wajahnya bahwa dia benar-benar sedang terbawa emosi. Dan tentu saja hal itu membuat para penggemarnya terdiam membisu, tak kala memperlihatkan getaran dimatanya karna shock dirinya tengah di gentak oleh sang idola.

"Ba-baik," dengan langkah seribu mereka pun lari tak berani menatap mata huzzlenut milik Sasori.

Situasi ini mempermudah Sasuke untuk memastikan pemilik rambut bubble-gum yang sangat ia kenal. Dan alhasil; tersontak pemilik mata onyx tidak bisa berbohong menutupi raut wajah kagetnya. Sosok yang sama dengan apa yang ada di pikirannya, rambut soft pink yang basah dan tergurai, mata emerald-nya yang bersinar, paras wajahnya yang cantik. Namun, ada satu hal yang mengganjal memorinya, senyuman manis sang gadis kini tak terlihat. Berbeda dari gadis-nya yang ia kenal tiga tahun yang lalu, wajah nya yang terlihat sangat—datar dan mata emeraldnya yang memperlihatkan secarik kebencian.

Dia—Sasuke, mengepal telapak tangannya geram saat mata onyx-nya melihat sang gadis di sentuh oleh tangan yang bukan miliknya. Hatinya bergemuruh, membuat rasa kesal dan emosinya meningkat dengan cepat. Ah, pantas saja. Gadis yang tengah di tatapnya kini sedang di bopong dengan gaya bridal-style oleh pemilik rambut merah dengan mata huzzelnut-nya yang menawan. Pemandangan yang menyuguhkan cukup kehebohan, membuat siswa/i saling berbisik dan saling beradu pandang. Entah apa yang mereka bicarakan. Namun, tak sedikit orang yang memandanginya penuh benci dan rasa iri. Tak terkecuali Sasuke yang menatap dingin dan penuh kebencian. "Sakura—"

Ingin rasanya Sasuke memukul wajah Sasori dan menggambil Sakura-nya. Sakura-nya? Apa boleh Sasuke mengatakan kalau Sakura masih menjadi miliknya dan memonopoli Sakura? Hanya menatapnya saja membuat Sasuke marah. Apa dia cemburu? Bolehkan dia marah saat ini? Menarik paksa Sakura untuk kembali ke pelukannya? Apa kau tidak ingat? Kau-lah yang mencampakkannya. Sasuke.

xXxX Remember XxXx

Semua pasak mata terpaku melihat kedua insan tengah berjalan di lorong sekolah yang terbilang mewah. Sang gadis yang basah kuyup tengah digendong dengan gaya bridal-style oleh pangeran sekolah—Sasori. Menyadari pandangan dan sorot mata tertuju pada mereka, si gadis yang di gendongnya merasa malu dan mengeluarkan semburat merah di pipi mulusnya yang kini tengah merona. Dia—pemilik mata emerald, terus memandang seseorang yang tengah menggendongnya, tanpa berbicara dia seolah memberi isyarat kepada Sasori dengan tatapan 'cepat—turunkan—aku.' Sedangkan yang di tatap hanya melirik sebentar sehingga huzzelnut kini bertemu lembut dengan emerald. Merasa mengerti maksud sang gadis, pangeran baby-face ini hanya mengerutkan sebelah alisnya dan tersenyum miring, memberi aksen yang errr... tampan.

"Ini salahku yang membuatmu jadi seperti ini, aku harus bertanggung jawab dengan membawamu ke UKS," ucap Sasori mengembalikan huzzelnut-nya pada posisi awal. "Kau bisa sakit dengan sekujur tubuhmu yang basah, Sakura" lanjutnya. Gadis yang diketahui memiliki nama Sakura, setelah mendengar perkataan lawan bicaranya hanya membalas dengan tatapan sendu. Seolah merasa bersalah, Sakura mengeratkan pegangan telapak tangan mungilnya ke arah baju seragam yang tengah Sasori pakai.

"Aku tidak apa-apa, tenanglah. Aku mempunyai salinan baju di loker. Jadi, akan segera ku ganti bajuku yang telah basah ini setelah membawamu ke UKS. Jadi aku tidak apa-apa," bisik Sasori yang seolah paham maksud dari wajah sendu yang di tunjukan oleh Sakura. Ya, karna menolong Sakura dan menggendongnya dalam keadaan basah mau tak mau seragam Sasori pun ikut basah di buatnya. Namun, itu semua tak di ambil pusing oleh pemilik wajah baby-face ini.

Sakura yang merasa puas dengan jawaban Sasori membalasnya dengan senyuman lembut dan wajah yang kembali ceria. Amat sangat berbeda dengan wajah datar yang ia tunjukan sebelumnya. Cantik. Hanya kata itu yang cocok dengan Sakura saat ini.

Sasori yang melihat senyuman telah kembali di paras cantik Sakura hanya membalasnya dengan senyuman maut yang jarang sekali di perlihatkan kepada orang lain, benar-benar tulus. Membuat yang melihatnya merasa iri dan mengira bahwa mereka adalah sepasang kekasih.

Cklek

"Kita sampai," ucap Sasori seraya memutar knop pintu yang bertuliskan 'UKS' dengan tangan kirinya, namun tetap setia menyanggah tubuh mungil Sakura.

Seusai masuk, mata huzzelnut Sasori memeriksa setiap sudut ruangan yang saat ini terlihat sangat sepi, seolah tengah mencari sosok yang ia cari. "Sepertinya Shizune-sensei sedang tidak ada di sini." ucap Sasori dan segera melanjutkan langkahnya ke salah satu ranjang yang berada di UKS; sekedar untuk merebahkan tubuh Sakura agar lebih nyaman.

'Hup' tubuh mungil itupun diletakkan dengan pelan dan lembut di ranjang berukuran sedang dan cukup untuk tubuh Sakura. "Istirahatlah, disini nyaman, aku akan pergi kekelasmu untuk mengambil pakaianmu. Tunggulah disini,"

Puk. Tangan kekar itupun melandas lembut di pucuk kepala Sakura seraya mengelusnya penuh kasih, dan tersenyum dengan senyuman yang amat—sangat—lembut. Sakura yang mendapat perlakuan seperti itu hanya mengangguk pelan dan membalas senyuman yang tak kalah lembut. Selangkah Sasori berbalik dan meninggalkan Sakura, jemari-jemari lentik milik Sakura menarik lembut lengan Sasori, seolah tak ingin Sasori pergi meninggalkannya. Yah, walau hanya sebentar.

"Aku janji tidak akan lama Sakura," dan ucapan itu berhasil membuat jemari Sakura merenggang, membuat Sasori memiliki kesempatan untuk meninggalkan Sakura. Hanya sebentar. Ya, sebentar walaupun hatinya tak ingin meninggalkan Sakura.

Satu menit

Dua menit

Lima menit

Delapan menit

Sepuluh menit pun berlalu. Namun, pemilik baby-face dan huzzelnut tak kunjung datang. Akan tetapi pemilik rambut bubble-gum tetap setia menunggu seraya bersenandung kecil. Kini emeraldnya tangah menjelajah melihat kearah luar jendela, membuatnya dapat melihat cukup jelas aktifitas siswa/i di luar sana. Saat itu juga pandangannya terhenti dan tertuju pada pohon Sakura yang terlihat kokoh dan cantik, kelopak bunga yang berguguran lembut dan mempunyai warna yang sama dengan helaian rambutnya yang cantik.

'Sakura'

Deg. Entah apa yang merasuki tubuh Sakura saat ini. Dia merasakan sakit yang amat sangat dibagian kepalanya. Membuat Sakura mau tak mau menahan rasa sakit dengan memegang kepala dan menjambak sedikit rambut soft-pinknya. Berharap rasa sakit itu segera hilang.

'Sakura...'

Terngiang suara laki-laki terus menghantui dan memanggil namanya dengan bisikan lembut. Membuat Sakura terfokus sehingga tidak dapat mendengar suara lain. Hanya suara itu yang di dengarnya saat ini. Suara—yang entah mengapa dirindukan olehnya. Suara yang tanpa sadar membuat air mata Sakura seketika jatuh dan mengalir di lekuk pipinya. Menahan sakit dan perasaan rindu yang bercampur menjadi satu. Membuatnya tersiksa tak kuasa untuk menatap sekeliling. Suara itu—siapa pemilik suara itu? Suara yang benar-benar di rindukannya. Namun yang ia tau, itu—bukanlah—suara—Sasori. 'Sakura—'

"Hiks... Hentikan,"

xXxX Remember XxXx

"Sa—"

"—kura"

"Sakura?! Sakura kau kenapa? Sakit?" Ucap Sasori yang sempat panik dan berlari dari ambang pintu ruang UKS. Wajar saja dia mencemaskan Sakura, bila di lihat saat ini Sakura tengah memeluk tubuhnya sendiri dengan keadaan gelisah dan menangis.

"Sakura! Buka matamu dan lihatlah aku!"

Dengan mata tertutup dan pendengaran yang samar. Sakura berusaha untuk mencabang suara lain yang kini tengah memanggil namanya, dan berusaha menghilangkan suara yang dirindukannya.

'Sasori?' inner Sakura yang menyadari tubuhnya tengah di goncang secara halus oleh seseorang. "Hiks..." dan akhirnya kelopak mata Sakura-pun dengan perlahan dan sedikit demi sedikit terbuka. Memancarkan emerald yang sempat tenggelam.

"Kau kenapa, Sakura?" tanya Sasori yang menatap sendu paras cantik gadis di hadapannya. Membuat huzzelnut-nya luluh saat menatap emerald dengan penuh kasih.

Sakura—yang ditanya hanya membalas dengan menggelengkan kepalanya dengan cepat. Berharap Sasori tidak mengkhawatirkannya lebih dari ini. Dan segera ia menghapus jejak air mata dengan punggung tangannya dan tersenyum lembut. Seolah mengisyaratkan bahwa dia baik-baik saja. 'Gomen-ne—' bisik Sakura lirih dalam hatinya.

Dan, tanpa di sadari oleh Sakura, bisikan-bisikan namanya kini telah menghilang seketika dengan kedatangan Sasori. Pendengarannya sudah kembali normal, begitu juga dengan rasa sakit di kepalanya yang kini mereda dan menghilang.

Disudut lain, mata onyx melekat kuat saat menyaksikan tubuh mungil gadis bubble gum tengah di peluk oleh seseorang—yang—baru—saja—dibencinya—pagi tadi. Dengan segera dan terpaksa, dihilangkannya perasaan cemas terhadap gadis beriris emerald itu dan berangsur pergi seraya bergerutu kesal dan mengepalkan kuat telapak tangannya.

"Kuso!"

Aku merasa takut.

(Takut kehilanganmu)

Aku merindukan seseorang.

(Apa kau masih milikku?)

Seseorang yang sangat berarti untukku.

(Apa aku masih pantas untukmu?)

Siapa?

(Ingatkah kau padaku—

Sakura?)

.

.

.

xXx To Be Continued xXx


A/N : chap.1 selesai nyaaaan x3

Gimana desu? :9

Lanjut atau hapus ne? semua tergantung review kalian…

Gomen kalo ceritanya masih ada kekurangan n typo bertebaran dimana2, namanya masih pemula, apalagi di fandom Naruto Dx *di buru fans Naruto

Jadi butuh banget dukungan dari para readers dan senpai2 sekalian QAQ

Ga terima flame, tapi kalo feedback gapapa T^T

Jangan ada silent readers =)3= *plak

Dan ini potongan adegan selanjutnya :

"Teemeeeeee! Ada apa denganmu?"

"Teme, ceritakan padaku!"

.

.

.

"Maksudmu Sakura-chan? Haruno Sakura? Ada di sekolah kita?"

.

.

.

"Ceritakan padaku! Aku tahu, bukan karna hal sepele itu kau jadi murung seperti ini Teme!"

"... Sakura—dia besama laki-laki lain,"

.

.

.

"Karna aku ini sahabatmu Teme!"

"Hn,"

"Aku tidak butuh jawaban 'han hen han hen' mu, baka!"

.

.

.

"Kau tidak mengingatku?"

"Kau melupakanku Sakura? Kau tidak mengingatku, eh?!"

.

.

.

"Inikah caramu untuk balas dendam padaku Sakura! Dengan melupakanku? Begitu?!"

.

.

"Kalau itu maumu. Terserah!"


Penasaran? #duagh

Semua tergantung dari banyaknya review, atau delete aja?

R

E

V

I

E

W

?